Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Undang-undang perkawinan menganut azas monogami yaitu seorang suami hanya dapat mempunya seorang wanita sebagai istrinya dan seorang wanita hanya dapat mempunyai seorang pria sebagai suaminya. Prinsip monogami ini tidak bersifat mutlak. Berdasarkan alasan dan syarat tertentu dengen persetujuan istrinya seorang pria dapat mempunyai istri lebih dari seorang. Pengadilan agam dalam memberikan putusan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang selain harus memperhatikan undang-undang perkawinan yang berlaku juga harus memperhatikan agama yang dianut suami apakah mengijinkan atau tidak.
Hukum dan Pembangunan Vol. 25 No. 3 Juni 1995 : 219-226, 1995
HUPE-25-3-Jun1995-219
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Khalisah
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu cara mencegah konflik dalam perkawinan adalah membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh suami dan istri untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta perkawinan mereka. Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan memberikan batasan dalam membuat perjanjian tersebut, yakni batasan hukum, agama, dan kesusilaan. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut hukum mana yang menjadi rujukan, begitu pula untuk agama dan kesusilaannya. Skripsi ini merupakan penelitian yang bertujuan mengetahui tiga batasan perjanjian perkawinan tersebut di Indonesia. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang didukung hasil wawancara dengan narasumber terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian perkawinan di Indonesia, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dibatasi oleh hukum hanya tentang harta kekayaan perkawinan saja, dan tidak boleh melanggar ajaran agama dan kesusilaan di daerah masing-masing.
ABSTRACT
One of the ways to prevent conflict in a marriage is to make a marriage agreement. A marriage agreement is an agreement made by a husband and wife to regulate the effect of marriage on their marital property. Article 29 of the Marriage Law provides restrictions on making the agreement, namely legal, religious and moral boundaries. However, there is no further explanation of which law is the reference, as well as for religion and morality. This thesis is a research which aims to find out the three limits of the marriage agreement in Indonesia. The method used in this thesis is juridical normative by examining library materials or secondary data which is supported by interviews with related sources. The results showed that the marriage agreement in Indonesia, which is regulated in the Civil Code, Islamic Law Compilation, and Law No. 1 of 1974 concerning Marriage, is limited by law to only marital assets, and may not violate religious and moral teachings in their respective regions.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fenny Marlinda
Abstrak :
Dalam hukum perkawinan nasional, yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, hukum perkawinan merujuk pada hukum agama masing-masing pihak. Berdasarkan penjelasan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama, maka hukum agama yang berlaku di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu (Confusius). Hukum agama Islam melarang adanya perkawinan antaragama bagi umat-Nya, hal ini tercantum dalam dalil al-Qur'an, Kompilasi Hukum Islam dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sehingga perkawinan yang melibatkan umat Islam seharusnya tidak dapat dilaksanakan. Di sisi lain, Pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk dapat melakukan perkawinan antaragama, dengan cara meminta penetapan pengadilan dan melakukan perkawinan di luar negeri. Hal ini diperkuat oleh "Teori Penyelundupan Hukum" yang dikemukakan oleh Prof. Wahyono Darmabrata, terutama mengenai "Penundukkan Sementara Terhadap Agama Lain". M. Yahya Harahap pun menguatkan bahwa untuk dapat melakukan perkawinan antaragama, maka salah satu pihak harus tunduk pada salah satu hukum agama. Permasalahan yang timbul adalah adanya perrtentangan dengan hukum agama Islam, dimana agam Islam melarang perkawinan antaragama dan tidak mengenal konsep "Penundukkan Sementara Terhadap Agama Lain". Tindakan umat Islam yang melakukan penundukkan tersebut dikategorikan sebagai riddah dan perkawinan tersebut batal atau cerai. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang membahas Perceraian dan Perkawinan Antaragama Melalui Penundukkan Sementara Terhadap Agama Lain.Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 904/Pdt.G/2009/Pn.Jkt.Sel, dengan perolehan data melalui pengumpulan data sekunder berupa penelitian kepustakaan. Dalam tahap pengolahan data, metode yang digunakan adalah deskriptif analitis. ......In Indonesian Marriage Law, Article 2 paragraph (1) Law No.1/1974, stipulates that every marriage in governed by Indonesian Law. According to the explanation of Presidential Regulation No. 1 PNPS 1965 about The Prevention of Religion Abuse and/or Desecration , Religion Laws that recognized in Indonesia are Moeslim, Christian, Catholic, Hinduism, Buddhism and Khonghucu (confusius). Moeslim Law prohibits any inter-religion marriage that stipulated in Al-Qur'an,Indonesian Moeslim Law Codification and The Regulation of Majelis Ulama Indonesia (MUI). Nevertheless, any marrriage between Moeslim and other religion, could not be recognized. In the other hand, government of Indonesia, establish The Indonesian Population Administration Law, Law No. 23/2006 that gives the opportunity for the citizens to held an inter-religion marrriage by obtaining The Court Order or by holding the marriage overseas. This matter is strengthened by Prof. Wahyono Darmabrata using the theory of "fraus legis" specifically the "Temporary Conformation to another Religion theory". M. Yahya Harahap also strengthens that to do the inter-religion marriage, they have to conform to one religion law relating to marriage. The problem is, there's a contradiction to the moeslim Law which don't recognized the concept of "Temporary Conformation to another religion". Every moeslim that do such action will be deemed as riddah and the marriage also will be deemed as invalid or divorced. This research is a legal research that writes about the inter-religion divorce and marriage by conforming to another religion. With Case Study from the South Jakarta District Court Decision No. 904/Pdt.G/2009/Pn.Jkt.Sel. This research data will be obtained by using secondary data from literature. In data tabulation phase,the method of descriptive-analytic will be used.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Rahmani
Abstrak :
ABSTRAK
Semakin majunya perkembangan teknologi terutama dalam bidang komunikasi dan pergaulan sosial masyarakat menyebabkan tingginya kemungkinan anggotanya untuk melakukan perkawinan beda agama. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sekaligus memahami pelaksanaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sebagai suatu kenyataan yang sulit untuk dihindari. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, timbul beberapa masalah dalam melaksanakan perkawinan beda agama, yaitu mengapa hakim memberikan penetapan yang mengizinkan yang bersangkutan untuk melaksanakan perkawinan beda agama? Apa dasar pertimbangannya? Apakah suami atau istri dan anak-anak dapat menjadi ahli waris dalam perkawinan tersebut? Permasalahan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Tipe penelitian yang digunakan bersifat evaluatif, merupakan suatu problem-identification, dan hasil yang diperoleh akan dianalisa ~ secara kualitatif. Mengenai sahnya suatu perkawinan, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menyerahkannya kepada hukum agama dan kepercayaannya masing-masing mempelai. Menurut para ahli fiqh hukum Islam sendiri, terdapat perbedaan pendapat mengenai perkawinan antara seorang laki-laki muslim dengan perempuan yang termasuk dalam golongan ahlu kitab apakah sah dan halal. Sedangkan menurut agama Katolik, perkawinan tersebut dapat dilaksanakan dengan cara meminta dispensasi (disporitas cultus) dari Uskup. Agama Protestan membolehkan perkawinan beda agama tersebut asalkan pihak yang non-Protestan setuju untuk membuat surat pernyataan bahwa ia tidak berkeberatan perkawinannya dilaksanakan di hadapan pemuka agama Protestan dengan tata cara Protestan. Undang-undang Perkawinan tidak mengatur secara tegas dan jelas mengenai perkawinan beda agama ini dan mengembalikan sahnya perkawinan kepada hukum agamanya dan kepercayaannya masing-masing sesuai dengan bunyi pasal 2 ayat (1) . Sebagai akibat dari perkawinan yang telah dicatatkan dan sah menurut hukum negara, maka suami atau istri dan anak-anak merupakan ahli waris.
2006
T36815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djarot Nugroho
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang perkawinan beda agama yang dilematis karena terjadi perbedaan antara peraturan yang berlaku dengan kenyataan yang ada. Tujuan penelitian ini untuk memberi pengertian secara akademis tentang perkawinan beda agama. Penelitian ini dengan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus, sedangkan Ruang lingkup penelitian hanya sebatas ijtihad Zainun Kamal dan ijtihad Majelis Ulama Indonesia. Ada pun data diambil langsung dari wawancara dengan partisipan, informan dari Paramadina dan dari Kantor Catatan Sipil di Bekasi. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa perkawinan beda agama adalah haram hukumnya bagi wanita muslimah dengan pria non muslim dan bagi pria muslim sangat tidak dianjurkan. ......This thesis analyses about different religious marriage dilemma because the differences between the rules applicable to the fact . The purpose of this research to provide the academic understanding of the Marriage Different Religions.This research is Descriptive Qualitative research Case Study approach, whereas the scope of the research was limited to individual mterpretation of verse in the Quran of Zainun Kamal and Fatwa Majelis Ulama Indonesia, as for the data taken from direct interviews with participants, infonnants from Paramadina and from the Civil Registry Office in Bekasi and the data from the media. The results of the research is that different religious marriage is prohibited it is unlawful, especially for a Muslim woman. with a non-Muslim man but for Muslim men is not recommended.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26823
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library