Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rismawati
Abstrak :
Penelitian dilakukan pada Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu. Penelitian dilakukan dari tanggal 12 Juni s/d 12 Juli 2004. Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu adalah berstatus Tipe C, memiliki 60 tempat tidur, didukung dengan SDM sebanyak 277 orang, baik tenaga medis maupun non medis. Pencapaian BOR RSUD Sekayu mengalami peningkatan yaitu dari 47% pada tahun 2000 naik menjadi 51% di tahun 2001, dan naik lagi menjadi 58% pada tahun 2002 dan untuk tahun 2003 naik menjadi 79 %. Unit produksi yang memiliki tren pendapatan stabil meliputi : poliklinik umum, instalasi radiologi, instalasi laboratorium, instalasi UGD, kamar operasi dan karcis. Unit produksi yang memiliki tren tidak stabil terdiri dari : rawat inap umum, rawat inap kebidanan, rawat inap neonatus, poliklinik bedah, polilinik anak, poliklinik penyakit dalam, poliklinik kebidanan, poliklinik mata, poliklinik gigi, poliklinik KB, fisioterapi, ambulance, poliklinik KIA, ICU, perawatan jenazah dan instalasi diklat. Unit produksi yang memiliki tren positif (naik) antara lain ; rawat inap umum, rawat inap kebidanan, rawat inap neonatus, poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam, poliklinik umum, UGD, kamar operasi, ICU, fisioterapi, instalasi radiologi, instalasi laboratorium, ambulance, jenazah, dan karcis. Pendapatan unit produksi yang memiliki tren negatif (turun) antara lain : poliklinik anak, poliklinik kebidanan, poliklinik mata, poliklinik gigi, poliklinik KB, poliklinik KIA, instalasi diktat. Unit produksi yang memiliki koefisien determinasi (R2) diatas 50% adalah instalasi laboratorium sebesar 92%, rawat inap umum sebesar 89,7%, poliklinik umum 86%, instalasi radiologi 81%, kamar operasi 76% dan karcis 73%. Unit produksi yang memiliki koefisien determinasi (R2) dibawah 50% adalah rawat inap neonates 48,9%, poliklinik bedah 48%, instalasi UGD 45%, ambulance 34,7%, instaiasi fisioterapi 23%, ICU 19,8%, poliklinik penyakit dalam 15,7%, poliklinik KB 9,4%, poliklinik mata 6,2, poliklinik KIA 5,5%, rawat inap kebidanan 2,7%, instalasi diktat 2%, poliklinik anak 1,2%, poliklinik kebidanan 0,6%, perawatan jenazah 0,05% dan poliklinik gigi 0,04. Unit produksi yang berpotensi adalah rawat inap, yaitu tahun 2002 sebesar 40,36 % dan tahun 2003 sebesar 42,7 %. Rata-rata persentase kontribusi rawat inap adalah sebesar 41,22 %, kemudian disusul instalasi laboratorium yaitu tahun 2002 sebesar 17,03 % dan tahun 2003 sebesar 18,63 %. Rata-rata persentase kontribusi laboratorium sebesar 17,83 % dan yang menempati urutan ketiga adalah kamar operasi yaitu persentase pendapatannya tabula 2002 sebesar 16,33 % dan tahun 2003 sebesar 13,24 %. Rata-rata persentase kontribusi kamar operasi sebesar I4,78 %. Pendapatan RSUD Sekayu kalau dilihat dari jenis pasien, maka pasien umum memiliki nilai pendapatan terbesar, yaitu untuk tahun 2002 sebesar Rp. 736.680.282, tahun 2003 nilai pendapatan Rp. 1,104,096,271. Pihak manajemen RSUD Sekayu harus melakukan perbaikan terhadap unit-unit produksi yang memiliki tren yang tidak stabil dan negatif, memiliki koefisien determinasi (R2) dibawah 50%, disamping itu mengembangkan unit produksi yang berpotensi, meningkatkan pasien umum dan pasien dari perusahaan (swasta) dan memberdayakan unit farmasi sebagai unit produksi.
The Evaluation Production Unit Role 0 The Income Level At Regional General Hospital In Sekayu Musi Banyuasin Regency, South Sumatra ProvinceThe research was held from 12th June 2004 till 12th July 2003 at Regional General Hospital in Sekayu, Musi Banysmin Regency, South Sumatra Province this hospital is Musa Regency Government Owned and the status is Type C, has go beds, supported by 227 human resources (paramedics and non paramedics) that BOR was increased from 47 % in 2000 to 51 % in 2001, 58 % in 2002, and 79 % in 2001 The stable production unit income tends consisted of ; general health care unit, radiology unit, laboratory unit, operation room, and ticketing. The unstable consisted of; general care unit, obstetric and gynaecology care unit, eye care unit, tooth care unit, family planning unit, physiotherapy, ambulance, mother and children care unit, ICU, Corpse care unit, and training unit. The production units which showed positive trend were ; general care unit, obstetric and gynaecology care unit, neonatal care unit, surgery unit, internal diseases care unit, general health care unit, emergency unit, operation room, physiotherapy, radiology unit, laboratory, ambulance, Corpse care unit and ticketing. The production units which showed trend were, children care unit, obstetric and gynaecology care unit, eye care unit, tooth care unit, family planning unit, mother and children care unit, and training unit. The determination coefficients (R2) of production unit above 50 % were showed for laboratory unit (92%), general care unit (89,7%), general health care unit (86%), radiology unit (81%), operation room (76%), and ticketing (73%). The determination coefficients (R2) of production unit below 50 % were showed for neonatal care unit (48,7%), surgery unit (48%), emergency unit (45%), ambulance unit (34,7%), physiotherapy unit (23%), ICU (19,8%), internal diseases care unit (15,7%), family planning unit (9,4%), eye care unit (6,2%), mother and children health care unit (5,5%), obstetric and gynaecology care unit (2,7%), training unit (2%), children health care unit (1,2%), obstetric and gynaecology health care unit (0,6%), corpse care unit (0,05%), and tooth care unit (0,04). The potential production unit was the care unit (ruang rawat inap) were namely 40,36% in 2002 and 42,7% 2001 The average percentage of its contribution were 41,22 %, laboratory 17,03 % in 2002, and 18,63 % in 2003. The average contribution of laboratory was 17,83 %, and third contribution was find the operation room amounted to 16,33 % in 2002, 13,24 % in 2003, and the average was 14,78 %. The Private Company Contributed Of Sekayu Regency Government owned Hospital seeing from the of patient so most of the patients were from the society which contributed Rp. 736.680.282 in 2002 and Rp. 1.104.096.271 in 2003. The management of Sekayu Regency Government Owned Hospital must be making renovation for production unit that have trend those are not balance and negative, having coefficient determination (R2) under 50 %, beside it making larger the production unit those are potential, increased the society patients and the patient from the company (private) and make better the pharmacy unit as production unit.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12880
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryanto
Abstrak :
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang selanjutnya disingkat dengan RSCM, merupakan. Rumah Sakit Type A, yang berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan dan berperan sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan tingkat Nasional. Didalam operasionalisasi RSCM ternyata setiap tahun terjadi Bad Debt yang pada setiap tahunnya meningkat. Oleh karena itu peneliti mencoba melakukan penelitian mengenai profil yang berkaitan dengan terjadinya Bad Debt pada penderita rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan krosseksional. Sampel penelitian adalah seluruh pasien pasien lepas rawat bulan Mei dan Juni 1995 dari kelas III perawatan dengan jumlah 125 pasien yang telah menjadi Bad Debt. Didalam penelitian ini peneliti melihat dari dua aspek, 1) Pemakai jasa dilihat dari karakteristik pasien yang diperoleh dari kartu rincian pembayaran pasien, sedangkan 2) Dari aspek pemberi jasa dilihat dari jenis Maya yaitu : BiayaUang Rawat, Biaya Jasa Medis, Biaya Pemeriksaan Penunjang dan melihat proses pasien masuk sampai dengan pasien keluar yang apabila dilihat dari sisi keuangan disebut dengan Manajemen Piutang. Proses pasien masuk sampai dengan pulang melalui tahapan-tahapan. Penerimaan, Perawatan, Penataan rekening, Penagihan. Dari hasil penelitian didapat bahwa profit yang berkaitan dengan terjadinya Bad Debt adalah pasien-pasien lepas rawat yang meninggal dan kabur, dengan profit tempat tinggal wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Luar Jakarta, Pendidikan SMP, Pekerjaan sebagai buruh dan tidak bekerja. Dilihat dari proses pasien masuk sampai dengan keluar ternyata belum berjalan sesuai dengan Manajemen Piutang. Saran yang diusulkan adalah : - Pengamanan ditingkatkan. - Mencadangkan dana untuk profit pasien-pasien tersebut diatas, untuk fungsi sosial Rumah Sakit. - Meningkatkan Subsidi Silang antara pasien mampu dan tidak mampu. - Merubah kebijakan komposisi tempat tidur menjadi KeIas III 30 % (sebelumnya 70 %), Kelas II 20 % (sebelumnya 10 %), Kelas I 20 % dan Kelas VIP 30 % (sebelumnya 20 %). Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pertimbangan dalam manajemen keuangan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
The Profiles in Relation to "Bad Debt" for In-Patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, known as RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), located in Jakarta is a type A hospital, functions as teaching and as top referal hospital. Data showed that Bad Debt of in-patients is increasing annually. It is therefore that the author to put its attimpt study the profile of in-patients in relation to Bad Debt. The design of the study is crosssectional, descriptive and analytic from patients the 3 rd class (lowerst class) which were hospitalized during May - June 1996, the total was 125 patients. Within this study the author observed two aspects, i.e. 1) Patients Characteristics to obtained from payment card, and 2) Hospital Administration obtained from medical service charges, medical treatment, medical supporting charges. In addition, observation was made at in-patient, starting from the process for addmission to discharge, which is usually called "Account Receivable Management". This process consists of admission, in-patient services, treatment, account management and debt collection. Results of study show that hospital bad debt is closely related to deceased and "Pasien Kabur" (escaped . patients). Their education level is generally medium low, Yunior High School, and most of them are labors or un-employed. In reverse the adninistration process of in-patients (from admninission to discharge) is found fully meeting the requirements of the Account Receivable Management. With those conditions the author suggest : - RSCM hospital should improve the security system to prevent the patients to escape. - A special funding should be allocated at the hospital to cover debts of the deceased an escaped patients. This kind of funding can be regarded as a "Hospital Social Fund". - Improvement of the cross subsidy policy where well off patients contribute to low social economic/poor patients. - Posibility of changing the policy of bed composition at RSCM to become : 30 % for 3 rd class (before was 70 %), 20 % for 2nd class (before was 10 %), 20 % for 1 st class and 30 % for VIP class (before was 20 %). ยท Finally, the result of the study is looking forward to benefitting the financial management of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnomo Subagyo
Abstrak :
Total biaya pelayanan rumah sakit dari tahun ke tahun cenderung meningkat, dari Rp 245,8 milyar pada tahun 1982/83 menjadi Rp 476,2 milyar pada tahun 1985/86. Pada umumnya pemakaian biaya tersebut di rumah sakit sendiri masih belum banyak diketahui. Berbagai macam rumah sakit di Indonesia terutama swasta mempunyai sistem akuntansi dan klasifikasi biaya yang sangat beragam. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang komponen biaya dan biaya satuan Unit Rawat Nginap Anak RS Bethesda Yogyakarta dan melihat bagaimana keeratan hubungan antara komponen biaya serta biaya apa yang paling berperan terhadap pembentukan biaya satuan. Dengan tidak memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi komponen biaya tersebut. Janis penelitian adalah "time series study" dan pengambilan data dengan penelusuran biaya memakai cara distribusi ganda. Teknik analisis yang dipakai adalah analisis monovariat, analisis bivariat dengan uji korelasi dan analisis multivariat dengan regresi linier ganda. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran tentang keeratan hubungan antara komponen biaya dengan biaya satuan dan komponen biaya yang paling berperan. Kesimpulan yang didapat adalah biaya obat, biaya barang dan biaya karyawan mempunyai hubungan yang et-at dengan biaya satuan dan yang paling erat adalah biaya obat kemudian biaya barang dan biaya karyawan. Untuk itu peneliti mengusulkan kepada para pengelola rumah sakit bahwa sekarang sudah saatnya memperhitungkan biaya satuan sebagai bahan masukan pengambilan keputusan, perencanaan dan evaluasi dalam rangka pengelolaan biaya rumah sakit yang rasional.
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardiningsih
Abstrak :
ABSTRAK Perkembangan teknologi kedokteran dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang terjangkau menyebabkan makin tingginya tingkat kompetisi rumah sakit. Di sisi lain subsidi Pemerintah untuk pelayanan kesehatan makin terbatas karena keterbatasan sumberdaya tenaga, peralatan maupun dana. Dalam menghadapi situasi persaingan tersebut, rumah sakit perlu meningkatkan efisiensi diantaranya melalui pemanfaatan sarana, prasarana dan peralatan secara optimal. Pemeriksaan Kimia Klinik dengan menggunakan alat Auto Analyser merupaken salah satu pemeriksaan penunjang medis yang membutuhkan biaya besar dalam rangka menegakkan diagnosa dan monitoring suatu penyakit. Volume pemeriksaan dari tahun ke tahun cenderung meningkat sementara mekanisme kontrol tidak ada secara jelas dan formal. Penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran pendapatan biaya alat Auto Analyser sebagai salah satu alat otomatik, serta mengetahui apakah biaya yang dikeluarkan dapat lebih ditingkatkan efsiensi penggunannya. Dari hasil analisis biaya didapatkan bahwa pendapatan dari alat Auto Analyser baru dapat menutup biaya langsung, sehingga perlu dilakukan upaya meningkatkan volume pemeriksaan diantaranya melalui kerjasama dengan rumah sakit dan laboratorium klinik lain. Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa elemen biaya yang tertinggi adalah biaya variabel bahan habis pakai reagensia, dimana tidak seluruh penggunaannya untuk kebutuhan tes pasien. Sebagian adalah untuk melakukan kontrol (13 %), kalibrasi ( 6,5 %) dan volume reagensia yang terbuang 16,63 %. Dengan dibuatnya standar biaya untuk bahan habis pakai reagensia diharapkan dapat dilakukan kontrol dan upaya meningkatkan efisiensi penggunaannya.
ABSTRACT Advances in medicine technology and the demand of the society for quality healthcare increase the competition situation among hospitals. On the other side, subsidies from the government for healthcare are becoming more and more limited because of the limitation in human resources, equipment as well as funds. In coping with the competitive situation, hospitals need to increase their efficiency, including taking the advantage of all devices, facilities and equipments optimally. The clinical chemistry test , using Auto Analyzer equipment is one of supportive medical examinations that requires large cost in the context of esthablishing diagnosis and monitoring any disease. Utilization increases from year to year , while no clear and formal control mechanisms exist. This study was performed to obtain a picture on incomes from and expenditures for the Auto Analyzer equipment as an automated equipment, and to determine the possibility to increase the efficiency of expenditures paid for the using equipment. From the results of cost analysis, it was found that the incomes from the Auto Analyzer equipment were only sufficient to cover the direct cost, so it was necessary to make efforts to Increase the volume of examination, for example, through cooperation with other hospitals and clinical laboratories. The results of this study also gave a picture that the largest element of the cost was variable cost for disposable reagents, which was not used entirely for patient's test. Part of it was used for performing control (13 %) , calibration (6,5%) and the volume of wasted reagent was 16,63 %. By establishing cost standard for the disposable reagents, it was hoped that control and effort to increase its efficiency could be done.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library