Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 297 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Harris Abdi
Abstrak :
ABSTRAK
Fungsi slogan (tagline) yang digunakan oleh perusahaan adalah suatu upaya dan strategi dari perusahaan untuk mendekatkan suatu produk kepada konsumennya, studi ini menganalisis bagaimana respon consumer terhadap iklan tagline Enduro Matic Sehidup Sematic melalui hierarchy of effects yang terdiri dari cognitive process, afective process dan conative process. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara frekuensi sering atau jarang/kadangkadang melihat dan mendengar iklan Enduro Matic Sehidup Sematic dengan variabel hierarchy of effects kecuali pada attention, depth of processing dan memorable. Melalui metode regresi linier diketahui bahwa jalur yang memberikan hubungan yang signifikan adalah learning ad claim terhadap message acceptance dan brand liking serta ad exposure terhadap brand intention. Hubungan antara involvement dengan variabel hierarchy effect juga diteliti melalui metode regresi linier dan diketahui bahwa involvement di atas 6 (skala1-7) ditemukan hubungan yang signifikan antara ad exposure terhadap message acceptance dan involvement di bawah 6 (skala1-7) ditemukan hubungan yang signifikan antara ad exposure terhadap brand intention.
ABSTRACT
Slogan (tagline) is used by the company as an effort and strategy to bring a product to consumers. This study analyzed consumer response to “Enduro Matic Sehidup Sematic” tagline through hierarchy of effects model that consist of cognitive, affective and conative process. The results showed that the frequency of seeing and hearing “Enduro Matic Sehidup Sematic” tagline has a significant relationship with each stage of hierarchy of effect except attention, depth of processing and memorable. Using linier regression method, it is known that the relationship between learning ad claims and brand liking, learning ad claims and message acceptance and the relationship between ad exposure and brand intention contribute to the significant of the relationship. By using same method, the relationship between involvement and hierarchy effect variable also analyzed by researcher, the result showed that for involvement above 6 (scale 1-7), relationship between ad exposure and message acceptance contribute to the significant of the relationship, for involvement below 6 (scale 1-7), relationship between ad exposure and brand intention contribute to the significant of the relationship.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prihartono
Abstrak :
ABSTRAK
Usaha Modal Ventura di Indonesia masih relatif baru. Perkembangannya baru terasa sekitar tahun 1995 ketika beberapa perusahaan Modal Ventura Daerah mulai bermunculan. Bermula dari sebuah gagasan bagaimana meningkatkan dan menumbuh kembangkan kegiatan usaha dan jiwa wiraswasta pengusaha nasional kecil dan menengah, akhirnya muncul sebuah keputusan berupa lembaga keuangan Modal Ventura. Pada tahun 1973 Departemen Keuangan dan Bank Indonesia mendirikan PT. BPUI (PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) yang selanjutnya mendirikan PT.BAV (PT.Bahafla Artha Ventura) yang merupakan cikal bakal usaha Modal Ventura di Indonesia. Namun mengingat pembinaan yang bersifat terpusat dirasakan berat dan tidak efektif, maka PT.BAV mendirikan PMVD (Perusahaan Modal Ventura Daerah) agar dapat tercapai sasaran yang lebih merata di seluruh Indonesia.

Beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia memperoleh bantuan pinjaman lunak sebesar 21 milyar Yen (Rp 460 Milyar) dan JEXIM (The Export Import Bank of Japan) yang ditujukan untuk membantu meningkatkan industni kecil/menengah termasuk koperasi di Indonesia. Melalui PT.BAV, dana JEXIM tersebut disalurkan pemenintah untuk disebarkan kepada PMVD di seluruh Indonesia yang kemudian menyalurkannya kepada PPU yang dianggap layak untuk dibiayai dan menjadi mitra usahanya.

Tanpa mengabaikan kontribusi perbankan dengan produk KUK-nya, kelompok Jimbaran, Badan Koordinasi Pelaksana Kemitraan Usaha Nasional atau perusahaan-perusahaan publik, maka peran lembaga pembiayaan Modal Ventura semakin mendapat perhatian. Apalagi yang tidak cuma menyalurkan bantuan permodalan melainkan mampu pula melengkapinya dengan aktivitas pembinaan.

tJsaha Modal Ventura merupakan kegiatan pembiayaan daam bentuk penyertaan modal kedalam suatu Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) untuk jangka waktu tertentu. Usaha ini rnemiliki resiko yang tinggi karena tidak ada jaminan bahwa investasinya akan kembali. Oleh karena itu diperlukan analisa yang mendalam terhadap calon PPU sebelum mengambil keputusan dalam pendanaan. Banyak metode yang bisa digunakan dalam mengambil keputusan. Ada yang sekedar melal?ui akal sehat belaka (Common Sense), melalui konsensus, atau keputusan yang ditetapkan oleh pimpinan dalam suatu organisasi.

Thomas Saaty, seorang ahli matematika memperkenalkan suatu metode dalam mengarnbil keputusan yang dikenal dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode ini bisa diaplikasikan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menganalisa permohonan pendanaan calon PPU. Ditengah keinginan pemerintah untuk memberi peluang lebih kepada pengusaha kecil/menengah maka diawal perkembangannya, perusahaan Modal Ventura memperoleh peran sebagai lembaga yang dititipi pemerintah untuk mengangkat pengusaha kecil/menengah sekaligus memikul peran sebagai sebuah perusahaan yang harus menjalankan bisnis dan menclapatkan keuntungan.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairul Amri
Abstrak :
Sumber gempabumi di sumatera barat berasal dari laut dan darat. Gempabumi yang terjadi di darat dipengaruhi oleh pergerakan sesar aktif patahan semangko. Kabupaten Tanah Datar berada di dua segmen patahan aktif semangko sehingga memiliki intensites gempabumi yang tinggi. Pada penelitian ini, mengemukakan wilayah risiko pada Kabupaten Tanah Datar dengan variabel percepatan gerakan tanah, distribusi kepadatan penduduk, kekerasan batuan, jarak dari patahan dan lereng. Tingkat risiko diperoleh dari pembobotan yang dilakukan variabel - variabel yang digunakan dengan metode Proses Hierarki Analysis (PHA).Wilayah risiko terbagi menjadi lima klasifikasi yaitu sangat tinggi berada di Kecamatan Limo Kaum, tinggi di Kecamatan Tanjung Emas, sedang di Kecamatan Sungai Tarab, rendah di Kecamatan X Koto, dan sangat rendah di Kecamatan Lintau Buo Utara. ......Earthquake source in western Sumatra originated from the sea and the land. The earthquake that occurred on land affected by the movement of active fault semangko. Tanah Datar in the two active semangko fault segments. so have a high earthquake intensity. In this study, suggests the risk areas in Tanah Datar with variable peak ground acceleration, population density, hardness of rock, the distance from fault and slope. Risk level is obtained from the weighted variables - variables used with the methods of Analysis Hierarchy Process (AHP). Risk region is divided into five classifications, that is very high in Limo Kaum Ditricts, high in Tanjung Emas Districts, medium in Sungai Tarab Districts, low in the X Koto Districts, and very low in the Lintau Buo Utara districts.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S204
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Permadi S.
Jakarta : PAU-EK-UI, 1992
R 658.403 BAM a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ghoni
Abstrak :
Perseteruan antara agama dan filsafat adalah perseteruan klasik yang tidak ada habisnya. Banyak upaya yang telah dilakukan namun masih saja belum dapat hasil yang maksimal. Di penghujung cakrawala pemikiran untuk memadukan keduanya, muncul seorang tokoh filosof Muslim Spanyol bernama Ibn Tufail. la mencoba menawarkan solusi alternatif untuk mencairkan kebekuan hubungan antara filsafat dan agama. Ibn Tufail memulai dari pandangannya tentang akal. Manusia dapat menjalani perkembangan hingga mencapai puncaknya dengan potensi akal yang ia miliki. Walaupun ia berangkat dari titik yang paling rendah sekalipun. Berangkat dari ketiadaan pengetahuan, budaya atau tradisi tertentu. Perkembangan itu diniscayakan dari hasil persentuhan dengan alam di sekelilingnya yang terdiri dari; hewan, tumbuhan dan benda-benda. Manusia dapat belajar dari seisi alam semesta, meniru dan melakukan harmonisasi. Manusia cukup mengikuti alur harmoni yang sudah ada pada alam dan mengambil bagian di dalam harmoni itu. Ibn Tufail juga mengemukakan bahwa akal manusia berkembang secara hierarkis seiring pertambahan usianya. Pada tahap awal adalah tahap akal praktis, ketika manusia bersentuhan dengan alam. dan melihatnya sebagai partikular-partikular yang berbeda satu sama lain. Tahap selanjutnya adalah tahap akal metafisis, ketika manusia mulai melihat alam secara universal. Manusia melihat ada kesamaan di balik perbedaanperbedaan yang nampak. Bahkan manusia sudah berpikir tentang sesuatu di balik materi. Ketika melihat pergerakan dan perubahan pada alam, maka ia berpikir ada zat yang melakukan pergerakan dan perubahan itu. Tidak mungkin gerakan dan perubahan harmonis di alam terjadi dengan sendirinya. Hingga akhirnya akal manusia sampai pada peniscayaan adanya Tuhan sebagai zat yang menggerakkan dan perubahan. Tahap akal mistis merupakan puncak atau akhir perkembangan akal setelah manusia menjalani penghayatan kesempurnaan Tuhan. Mengingat begitu sempurnanya wujud alam ini, muncul dalam jiwa manusia kecintaan dan kerinduan kepada Yang Maha Sempurna itu. Kemudian manusia terdorong untuk berinteraksi secara intensif dengan-Nya melalui berbagai cara yang ia lakukan. Ibn Tufail mencontohkan pemenuhan hasrat kerinduan itu dengan gerakan berputar-putar, meniru gerakan benda-benda angkasa di langit. Dengan demikian, akal menurut Ibn Tufail membawa manusia mengenal dan meniru alam, kemudian akal meniscayakan adanya Tuhan sebagai Zat di balik alam. dan akhirnya akal membawa manusia pada kerinduan kepada Tuhan. Dengan tahapan-tahapan ini, sesungguhnya manusia dengan akalnya dapat sampai pada apa yang diajarkan agama.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Puspitasari
Abstrak :
[Merumuskan Learning Organization Melalui Analisis Budaya Keselamatan Pasien Dan Budaya Organisasi Di RS.Masmitra Langkah awal membangun keselamatan pasien adalah melakukan penilaian terhadap budaya keselamatan pasien yang mana diperlukan pengkajian budaya organisasi sebagai panduan dalam menerapkan keselamatan pasien. Penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif potong lintang dilanjutkan metode kualitatif ini bertujuan mengukur budaya keselamatan pasien, mengidentifikasi profil budaya organisasi dan merumuskan learning organization untuk membangun keselamatan pasien di RS.Masmitra. Budaya Hierarchy didapati sebagai budaya organisasi yang dominan saat ini di RS.Masmitra yang membutuhkan manajemen pengetahuan dalam upaya transformasi budaya keselamatan pasien. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian budaya keselamatan pasien yang menyatakan dimensi pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan merupakan budaya terlemah di RS.Masmitra. Oleh karena itu, perumusan learning organization sangatlah tepat untuk membangun keselamatan pasien di RS.Masmitra. ...... Formulating Learning Organization Through Analysis of Patient Safety Culture and Organizational Culture In Masmitra Hospital The initial step to build patient safety is by conducting assessment to the existing patient safety culture where assessment of organizational culture shall become guidance in patient safety implementation. Descriptive study with cross-sectional quantitative method followed by qualitative method aims to measure patient safety culture, identify organizational culture profile and formulates learning organization to develop patient safety in Masmitra hospital. Hierarchy culture has been found as the dominant organizational culture exists in Masmitra hospital which requires knowledge management in an effort to transform the culture of patient safety. This is in line with the research result which explains dimensions of organizational learning and continuous improvement is the weakest culture in Masmitra hospital. Therefore, formulation of a learning organization is appropriate to develop patient safety in Masmitra hospital.;Formulating Learning Organization Through Analysis of Patient Safety Culture and Organizational Culture In Masmitra Hospital The initial step to build patient safety is by conducting assessment to the existing patient safety culture where assessment of organizational culture shall become guidance in patient safety implementation. Descriptive study with cross-sectional quantitative method followed by qualitative method aims to measure patient safety culture, identify organizational culture profile and formulates learning organization to develop patient safety in Masmitra hospital. Hierarchy culture has been found as the dominant organizational culture exists in Masmitra hospital which requires knowledge management in an effort to transform the culture of patient safety. This is in line with the research result which explains dimensions of organizational learning and continuous improvement is the weakest culture in Masmitra hospital. Therefore, formulation of a learning organization is appropriate to develop patient safety in Masmitra hospital.;Formulating Learning Organization Through Analysis of Patient Safety Culture and Organizational Culture In Masmitra Hospital The initial step to build patient safety is by conducting assessment to the existing patient safety culture where assessment of organizational culture shall become guidance in patient safety implementation. Descriptive study with cross-sectional quantitative method followed by qualitative method aims to measure patient safety culture, identify organizational culture profile and formulates learning organization to develop patient safety in Masmitra hospital. Hierarchy culture has been found as the dominant organizational culture exists in Masmitra hospital which requires knowledge management in an effort to transform the culture of patient safety. This is in line with the research result which explains dimensions of organizational learning and continuous improvement is the weakest culture in Masmitra hospital. Therefore, formulation of a learning organization is appropriate to develop patient safety in Masmitra hospital.;Formulating Learning Organization Through Analysis of Patient Safety Culture and Organizational Culture In Masmitra Hospital The initial step to build patient safety is by conducting assessment to the existing patient safety culture where assessment of organizational culture shall become guidance in patient safety implementation. Descriptive study with cross-sectional quantitative method followed by qualitative method aims to measure patient safety culture, identify organizational culture profile and formulates learning organization to develop patient safety in Masmitra hospital. Hierarchy culture has been found as the dominant organizational culture exists in Masmitra hospital which requires knowledge management in an effort to transform the culture of patient safety. This is in line with the research result which explains dimensions of organizational learning and continuous improvement is the weakest culture in Masmitra hospital. Therefore, formulation of a learning organization is appropriate to develop patient safety in Masmitra hospital., Formulating Learning Organization Through Analysis of Patient Safety Culture and Organizational Culture In Masmitra Hospital The initial step to build patient safety is by conducting assessment to the existing patient safety culture where assessment of organizational culture shall become guidance in patient safety implementation. Descriptive study with cross-sectional quantitative method followed by qualitative method aims to measure patient safety culture, identify organizational culture profile and formulates learning organization to develop patient safety in Masmitra hospital. Hierarchy culture has been found as the dominant organizational culture exists in Masmitra hospital which requires knowledge management in an effort to transform the culture of patient safety. This is in line with the research result which explains dimensions of organizational learning and continuous improvement is the weakest culture in Masmitra hospital. Therefore, formulation of a learning organization is appropriate to develop patient safety in Masmitra hospital.]
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Bahaudin
Abstrak :
Pemasangan building maintenance unit atau biasa disebut gondola pada gedunggedung bertingkat penting penggunaannya untuk mendukung proses maintenance pada unit luar gedung-gedung bertingkat, dikarenakan penggunaanya yang sangat diperlukan, maka pengiriman material yang cepat menjadi salah satu prioritas untuk pengadaan dan pemasangan gondola di proyek. Melalui penelitian ini penulis berusaha mencari, mengelompokkan dan membobotkan faktor-faktor penyebab keterlambatan installasi gondola dilapangan (proyek) sebagai tujuan dan kriteria dalam pengukuran keterlambatan installasi gondola. Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah para pihak manajemen level atas yang berkompeten di bidang gondola. Untuk melakukan pembobotan pada faktor-faktor penyebab keterlambatan yang telah dijadikan kriteria digunakan metode Analytical Hierarchy Process. Hasil akhir penelitian ini adalah penentuan faktor dominan penyebab keterlambatan pada pengadaan material gondola serta perhitungan komposisi nilai kerugian dari masing-masing proyek yang mengalami keterlambatan yang dihitung dalam jumlah Rupiah. ......Building maintenance unit installation or usually called as gondola on the building is very important to support maintenance process of high rise physical plant external unit, due to this intention, quick delivery of material become one of the priority for levying of gondola installation project. Regarding to this research, i try to find, grouping and weight the cause factors of delay at gondola installation project as a target and criteria in measurement delay of gondola installation. The Responders who concerned in this research are high level managements who have competence in gondola area. To conduct weight of delay cause factors which have been made as criteria, I use Analytical Hierarchy Process method. The result of this Research is a determination of dominant factor of delay cause at levying of gondola material and also calculation of composition loss assess from each project and calculated in the number of Rupiah.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S51925
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syaifudin
Abstrak :
ABSTRAK Dalam penentuan proyek irigasi, Departemen Pekerjaan Umum dihadapkan suatu masalah yaitu kesulitan menentukan proyek yang diusulkan oleh berbagai daerah maupun instansi lain yang disebabkan banyaknya kriteria. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode analisa pengambilan keputusan yang multi-kriteria, selanjutnya dipergunakan untuk menyaring program pembangunan irigasi agar diperoleh hasil yang optimum. Metode yang dipergunakan adalah dengan pendekatan Proses Hirarkhi Analitik (PHA). Langkah-langkahnya yaitu: pertama membuat hirarkhi untuk pengambilan keputusan. Kedua adalah menentukan faktor dan sub faktor, selanjutnya dicari bobot untuk penilaian dengan menggunakan nilai eigen dan vektor eigen. Ketiga adalah menentukan klasifikasi penilaian untuk setiap sub faktor atau kriteria. Keempat adalah melaksanakan penilaian terhadap proyek-proyek yang diusulkan yaitu nilai yang telah dinormalisasi dikalikan bobot, selanjutnya dijumlahkan. Terakhir menentukan urutan prioritas proyek yaitu sesuai urutan jumlah nilai.
ABSTRACT In selecting the irrigation project, the Department of Public Work faces the solve the difficulty to select the project proposed by province government or by other institutions because of many criteria. The purpose of the research is to develop the method to analyze the multi-criteria decision making, the method is then utilized to screen the program of irrigation to yield the optimum result. The method is approach by the analytical hierarchy process. The steps of the process are : the firs, to make hierarchy to make the decision; the second, to determine the factor and sub factor, then searched to weigh the evaluation using eigen value and eigen vector, the third to determine the classification of evaluation for the proposed project, e.g., the normalized value multiplied by the weight, the summed; the last step, to determine sequence of the project priority based on the order of the value sum.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Kharie
Abstrak :
Tujuan dibentuknya Propinsi Maluku Utara yang tercantum dalam UU No,46 tahun 1999 diantaranya adalah untuk pembangunan, pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat masyarakat daerah. Demikian juga dengan amanat UU No 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai propinsi hasil pemekaran dan propinsi Maluku, dimana pemerintah daerah dituntut harus membangun infrastruktur dan suprastruktur daerah, dalam menunjang aktivitas publik dan investasi daerah. Namun dalam kondisi baru mempersiapkan sarana penunjang pemerintahan, tiba-tiba daerah ini diperparah dengan adanya konflik sosial (kemanusiaan) yang melanda Kabupaten Kota di Wilayah tersebut. Kondisi Maluku Utara yang terpuruk, di tambah belum banyaknya penelitian tentang investasi daerah, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya tulis (tesis), dengan tujuan untuk melakukan analisa terhadap beberapa variabel yang dipandang dapat mempengaruhi daya tarik investasi daerah Maluku Utara. Untuk mengkaji determinan daya tarik investasi, dan menentukan rangking daerah dipakai sarana pendekatan The Analytical Hierarchy Process (AHP). Maksud dalam penelitian ini, adalah menentukan prioritas variabel yang mempengaruhi daya tarik investasi di Maluku Utara yang secara teoritis dapat mempengaruhi minat investasi. Kemudian membuat rangking atau urutan prioritas daya tarik investasi sesuai variabel-variabel tersebut dan rangking secara umum. Determinan Daya Tarik Investasi di Maluku Utara, diperoleh prioritas, kriteria Keamanan daerah menempati urutan pertama dengan nilai (0,213), kemudian kedua Kelembagaan Daerah sebesar (0,198), ketiga Tenaga Kerja dan Produktivitas sebesar (0,151), kemudian berturut-turut Perekonomian Daerah sebesar (0,140) dan Kepabeanan (0,116). kemudian Infrastruktur Daerah sebesar (0,107), dan yang terakhir Variabel Lain sebesar(0,076). Urutan Daya Tarik Investasi di Daerah secara umum untuk Kabupaten/Kota, maka Kota Ternate menempati urutan pertama dengan niiai tertinggi (0,192), urutan kedua Kabupaten Halut sebesar (0,143), urutan ketiga Kabupaten Halsel sebesar (0,141), urutan keempat Kota Tidore sebesar (0,123), urutan kelima Kabupaten Kep. Sula sebesar (0,122). Urutan keenam Kabupaten Halbar dengan nilai sebesar (0,093), urutan ketujuh Kabupaten Haiteng sebesar (0,092), urutan kedelapan Kabupaten Haltim sebesar (0,091).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Pri Handini
Abstrak :
ABSTRAK

Konsekuensi dianutnya Negara hukum oleh Indonesia menyebabkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan terikat pada asas legalitas yang menghendaki setiap keputusan/tindakan yang diambil oleh pemerintah mengedepankan adanya dasar hukum. Akibatnya ketika Peraturan Perundang-undangan bermasalah, maka menghambat jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Peraturan Menteri pada tahun 2015 menyumbang 8.311 peraturan bermasalah karena substansinya bertentangan dan melampaui kewenangan. Bermasalahnya Peraturan Menteri salah satunya disebabkan rumusan ketentuan Pasal 8 yang tidak memberi kejelasan perihal materi yang dapat diatur oleh Peraturan Menteri dan tafsir kewenangan yang dimaknai Menteri dapat mengatur tanpa dasar Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karenanya, penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan ruang lingkup materi muatan dalam 18 (delapan belas) Peraturan Menteri Hukum dan HAM, batasan materi muatan dalam putusan Mahkamah Agung, dan konsep ruang lingkup materi muatan Peraturan Menteri kedepannya yang diperlukan untuk mewujudkan tertib Peraturan Perundang-undangan. Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan bahan dasar studi pustaka atau data sekunder yang berupa peraturan - peraturan dan literatur - literatur yang berkaitan dengan Peraturan Menteri secara umum dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM secara khusus. Hasil penelitian menunjukkan 18 Peraturan Menteri tersebut dikategorikan dalam 2 jenis, yakni: 1) Peraturan Menteri sebagai peraturan kebijakan yang isinya adalah mengisi kekosongan hukum dan melancarkan penyelenggaraan pemerintahan dan 2) Peraturan Menteri sebagai Peraturan Perundang-undangan yang isinya menjalankan perintah Undang-Undang secara tegas, menjalankan perintah Peraturan Pemerintah (PP) secara tegas, menjalankan ketentuan PP yang tidak diperintahkan, mengatur lebih lanjut ketentuan Perpres dan menjalankan perintah pengaturan oleh peraturan sejenis.  Ruang lingkup Peraturan Menteri mencerminkan fungsi masing-masing peraturan dan kedudukannya dalam hierarki

Kata kunci: materi muatan, Peraturan Menteri, fungsi, hirarki



ABSTRACT
The consequence of adopting a rule of law by Indonesia is that the administration of government is bound by the principle of legality that requires every decision/ action taken by the government to advance the legal basis. As a result, when laws and regulations are problematic, it will hamper the running of government. Ministerial regulations in 2015 accounted for 8,311 problematic regulations because their substance conflicted, exceeding authority. The problem with ministerial regulations is partly due to the formulation of Article 8 provisions that do not provide clarity regarding material that can be regulated by ministerial regulations and interpretations of authority interpreted by the minister as being able to regulate without a higher legal basis. Therefore, this research is aimed at explaining the scope of the material content in 18 (eighteen) Minister of Law and Human Rights Regulations, the material content limitations in the Supreme Court's decision, and the concept of the scope of material content of Ministerial Regulations in the future needed to realize the order of the laws and regulations. The research used is normative juridical with the basic material of library materials or secondary data in the form of regulations and literature relating to ministerial regulations in general and Minister of Law and Human Rights Regulations specifically. The results showed 18 (eighteen) ministerial regulations were categorized in 2 types namely 1) ministerial regulations as policy regulations whose contents were to fill the legal vacuum and smooth governmental administration and 2) ministerial regulations as statutory regulations whose contents carried out strict law orders, carry out the PP orders expressly, carry out the PP provisions that were not ordered, further regulate the provisions of the Perpres and carry out the regulation orders by similar regulations. The material runs the provisions of PP that are not ordered and similar regulations should not be regulated in ministerial regulation

 

2019
T54835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>