Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. A. Marlena
Abstrak :
Karet alam mempunyai sifat fisika yang unggul, seperti keliatan dan kelekatan yang tinggi, elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi pula. Sifat-sifat yang unggul ini menyebabkan karet alam dapat digunakan untuk barang industri dan perekayasaan terutama ban. Akan tetapi ketidakpolaran karet alam dan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di dalam molekul karet menyebabkan karet alam tidak tahan terhadap oksidasi, ozonolisis, panas, dan mudah mengembang di dalam oli atau minyak. Untuk mengimbangi kelemahan sifat karet alam dan memperoleh sifat khusus pada barang jadi karet khususnya non-ban, molekul karet alam perlu dilakukan modifikasi secara kimia ataupun fisika. Modifikasi secara kimia, yaitu dengan mencampurkankan karet alam dengan senyawa hidrofilik, seperti monometilol, sehingga terbentuk suatu campuran yang polaritasnya lebih tinggi. Peningkatan polaritas akan meningkatkan pula ketahanan karet alam terhadap oli, minyak atau pelarut organik. Penelitian ini merupakan studi pencampuran karet alam dengan senyawa hidrofilik dalam fasa lateks. Tahapan penelitian meliputi sintesis monomer hidrofilik dan kemudian mencampurkan senyawa tersebut dengan lateks DPNR. Percobaan pencampuran dilakukan pada suhu 30C dan 60C dengan inisiator hidrogen peroksida. Hasil percobaan dilarutkan dalam kloroform untuk analisis FTIR. Spektrum FTIR hasil percobaan menunjukkan terlihat perubahan puncak-puncak serapan di daerah bilangan gelombang sekitar =3200-3300 cm-1 untuk gugus NH dan =1600-1700 cm-1 untuk gugus karbonil. Ketahanan minyak hasil pencampuran lebih tinggi dibandingkan dengan karet DPNR biasa. Sifat fisik lainnya seperti kekuatan tarik, perpanjangan putus serta modulus 300% mengalami penurunan.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Purwaningsih
Abstrak :
Telah dilakukan pencangkokan asam akrilat dan akrilamid pada film LDPE yang telah diiradiasi dengan berkas elektron untuk memberikan sifat hidrofilik. Bila film LDPE diiradiasi dalam udara, maka akan menginisiasi reaksi pencangkokan monomer-monomer tersebut. Pencangkokan dilakukan pada dosis 25 kGy dan konsentrasi larutan monomer 30% dalam pelarut air; metanol (90 : 10) pada kondisi atmosfer nitrogen. Persen pecangkokan meningkat dengan iamanya waktu reaksi dan sangat bergantung pada ketebalan film serta laju dosis serap dan energi elektron. Untuk terjadi reaksi pencangkokan, suhu yang diperlukan sekitar 80 °C untuk mendekomposisi peroksida pada film LDPE dan mendorong difusi monomer ke dalam matriks film. Laju dosis serap dan energi elektron menentukan banyaknya peroksida yang terbentuk pada LDPE dan ketebalan film menentukan difusi monomer ke dalamnya. Adapun proses pencangkokan pada film tipis menghasilkan persen pencangkokan yang lebih tinggi dibandingkan film tebal pada kondisi yang sama. Berdasarkan kereaktifannya asam akrilat lebih mudah dicangkokan dibandingkan akrilamid. Spektroskopi IR menunjukkan adanya vibrasi ulur karbonil karboksilat disekitar bilangan gelombang 1700 cm"\asam akrilat) dan vibrasi ulur amida primer pada bilangan gelombang 3365 cm'^ (akrilamid). Film LDPE yang telah tercangkok menjadi bersifat hidrofilik sehingga mengalami pengembangan (swelling) di dalam air. Kapasitas penyerapan air untuk PE-g-AA (asam akrilat) lebih tinggi dibandingkan PE-g- AAm (akrilamid) , namun kecepatan penyerapan air oleh PE-g-AAm lebih tinggi. Hal ini mendukung dugaan bahwa pencangkokan asam akrilat pada permukaan film dimulai dari permukaan ke arah dalam pada persen pencangkokan tertinggi, sedangkan pencangkokan akrilamid hanya pada permukaan dan daerah sekitar permukaan. Pada penelitian ini, hasil pencangkokan telah diuji cobakan sebagai , membran penukar ion pada air limbah industri elektroplating
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Rizqika Putri
Abstrak :
Kebakaran lahan gambut yang semakin bertambah di Indonesia setiap tahunnya memicu ketertarikan dalam penelitian terkait karakteristik tanah gambut pada kemampuannya terkait penyerapan air kembali. Tanah gambut sejatinya memiliki sifat hidrofilik atau kemampuan dapat menyerap air dalam jumlah tinggi. Namun, ketika terkena panas, tanah gambut yang mengalami kekeringan akan berubah sifatnya menjadi hidrofobik karena adanya proses kimiawi. Hal ini terjadi karena tanah gambut memiliki sifat irreversible drying atau pengeringan yang tidak dapat dipulihkan apabila tanah gambut telah kering. Untuk membuktikan perubahan sifat yang dimiliki tanah gambut, dilakukan eksperimen dengan skala mikro (1 gram) menggunakan tanah gambut yang berasal dari dua pulau berbeda, Kalimantan dan Sumatra, yang dimasukkan ke dalam container alumunium dengan massa kurang lebih 1 gram dan dipanaskan dengan temperatur 100°C, 110°C, 120°C, 130°C, dan 140°C. Kemudian, sampel ini direndam di dalam air selama 30 menit dan ditiriskan selama 12 jam dalam keadaan terisolasi dari lingkungan luar sebelum dicek kandungan kelembabanya dengan moisture analyzer Shimadzu MOC63u selama 30 menit dengan temperatur 100°C. Selain itu, sampel tanah yang telah dikeringkan akan dilihat menggunakan mikroskop untuk mengetahui perubahan struktur ketika dikeringkan. Berdasarkan hasil eksperimen, didapat bahwa temperatur yang semakin tinggi mempengaruhi kemampuan tanah gambut dalam menyerap air kembali setelah dikeringkan. Selain itu, struktur tanah gambut yang telah dikeringkan juga berubah, yang tadinya pori-porinya saling tersambung menjadi terputus akibat terpapar panas. Hal ini menyebabkan tanah gambut menjadi memiliki sifat hidrofobik. ......The increasing number of peatland fires in Indonesia each year has sparked interest in research related to the characteristics of peat soil in its ability to absorb water again. Peat soil actually has hydrophilic properties or the ability to absorb high amounts of water. However, when exposed to heat, peat soils that experience drought will change their properties to hydrophobic due to a chemical process. This happens because peat soil has irreversible drying properties that cannot be restored once the peat soil has dried. To prove the change in properties of peat soil, a micro-scale experiment (1 gram) was conducted using peat soil from two different islands, Kalimantan and Sumatra, which was put into an aluminum container with a mass of approximately 1 gram and heated to temperatures of 100°C, 110°C, 120°C, 130°C and 140°C. Then, these samples were soaked in water for 30 minutes and drained for 12 hours in isolation from the outside environment before checking the moisture content with a Shimadzu MOC63u moisture analyzer for 30 minutes at 100°C. In addition, the dried soil samples were examined using a microscope to determine the structural changes during drying. Based on the experimental results, it was found that higher temperatures affect the ability of peat soil to absorb water again after drying. In addition, the structure of the dried peat soil also changes, from being connected to each other to being disconnected due to exposure to heat. This causes the peat soil to become hydrophobic.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fildza Salma Aninditha
Abstrak :

Tingkat konsumsi nasi yang tinggi di Indonesia menuntut adanya tingkat produksi beras yang tinggi pula yang tentunya akan menghasilkan limbah. Salah satu limbah industri beras yang kurang pemanfaatannya adalah abu sekam padi. Abu sekam padi memiliki kandungan silika yang tinggi sehingga marak dilakukannya penelitian mengenai ekstraksi silika dengan sekam padi atau abu sekam padi sebagai sumbernya. SiO2 yang didapatkan dari ekstraksi abu sekam padi memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai material pendukung yang dapat meningkatkan performa fotokatalis. Dalam penelitian ini, SiO2 yang diekstrak dari abu sekam padi disintesis bersama dengan g-C3N4 untuk membentuk komposit g-C3N4/SiO2. Komposit g-C3N4/SiO2 hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan SEM/EDX (Scanning Electron Microscopy/Energi-Dispersive X-Ray), UV-Vis DRS (Ultraviolet-Visible Diffuse Reflectance Spectroscopy), dan FT-IR (Fourier Transform Infra-Red). Pengujian sifat swa-bersih dan anti-kabut komposit dilakukan dengan mengukur sudut kontak menggunakan contact angle meter dan menghitung pengurangan pengotor. Hasil uji menunjukkan bahwa g-C3N4/SiO­2 dengan rasio 1:1 memiliki hasil paling optimal dengan sudut kontak terkecil, yaitu 3°, dan pengurangan pengotor terbanyak, yaitu 66,5%. ......The high level of rice consumption in Indonesia demands a high level of rice production which of course will produce waste. One of the wastes in rice industry that is still underutilized is rice husk ash. Rice husk ash has a high silica content, so there is a lot of research on silica extraction using rice husk ash or rice husk ash as the source. SiO2 obtained from rice husk ash extraction has many benefits, one of which is as a supporting material that can improve photocatalyst performance. In this study, SiO2 extracted from rice husk ash was synthesized together with g-C3N4 to form a g-C3N4/SiO2 composite. The synthesized SiO2/g-C3N4 composite was characterized using SEM/EDX (Scanning Electron Microscopy/Energy-Dispersive X-Ray), UV-Vis DRS (Ultraviolet-Visible Diffuse Reflectance Spectroscopy), and FT-IR (Fourier Transform Infra-Red). Testing of the self-cleaning and anti-fog properties of the composite was carried out by measuring the contact angle using a contact angle meter and calculating the reduction in impurities. The test results show that g-C3N4/SiO2 with a ratio of 1:1 has the most optimal results with the smallest contact angle, which is 3°, and the highest reduction of impurities, which is 66,5%.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. Nugraha Wiguna
Abstrak :
Kaca helm anti kabut telah berhasil dibuat dengan melapiskan sol titania yang ditambahkan TEOS dengan variasi tertentu. Pemanasan dilakukan pada temperatur 80oC selama 3 jam dengan metode pelapisan spin coating. Berdasarkan karakterisasi FTIR telah terbentuk ikatan Ti-O-Si yang dapat meningkatkan sifat hidrofilik pada film. Hasil uji kinerja sifat anti kabut, degradasi asam laktat, dan transparansi menunjukkan bahwa komposisi 70% mol TiO2 yang terbaik. Penambahan dopan TEOS sebanyak 30% pada sol titania terbukti dapat meningkatkan sifat hidrofilik 3 kali lebih baik dibandingkan dengan TiO2 murni. Aktifitas fotokatalisis pada film TiO2 70% dapat menurunkan konsentrasi asam laktat sebesar 47% selama 90 menit. ......Anti-fog helmet shield has been created by superimposing the titania sol is added TEOS with certain variations. Heating is carried out at a temperature of 80°C for 3 hours with spin coating method of coating. Based on FTIR characterization of the bond has been formed Ti-O-Si that can increase the hydrophilic nature of the film. The results of performance test anti fog properties, degradation of lactic acid, and transparency showed that the composition of 70 mol% TiO2 of the best. The addition of dopants TEOS as much as 30% on a titania sol is proven to increase the hydrophilic nature of 3 times better than pure TiO2. photocatalyst activity on 70% TiO2 film can reduce the concentration of lactic acid by 47% for 90 minutes.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1142
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifia Wulandari
Abstrak :
CNT memiliki kecenderungan untuk beragregasi, sehingga diperlukan fungsionalisasi untuk menggunakan CNT dalam aplikasi biomedis. Minyak zaitun dan CTAB bertindak sebagai surfaktan yang dapat memodifikasi permukaan MWCNT. Proses fungsionalisasi dengan tahapan pencampuran, pendispersian pada water bath ultrasonik, penyaringan, hingga pengeringan. Karakterisasi FTIR MWCNT dengan minyak zaitun ataupun dengan CTAB menghasilkan gugus fungsional baru, yaitu C=O pada 1600 cm-1 dan O-H pada 2430 cm-1, kedua gugus tersebut merupakan gugus polar yang memiliki sifat hidrofilik. Hasil SEM menunjukkan morfologi MWCNT + minyak zaitun yang didominasi oleh minyak zaitun, sedangkan morfologi MWCNT + CTAB terlihat adanya modifikasi permukaan MWCNT dan terpisah satu tube dengan tube lainnya. Karakterisasi EDX menghasilkan persentase berat unsur C yang terkandung pada MWCNT + minyak zaitun 100ml dan 200ml secara beruturut-turut mengalami penurunan sebesar 30,5% dan 31,09%. Namun penambahan O sebesar 84,97% dan 85,22%. Sedangkan untuk MWCNT + CTAB, terjadi penurunan C sebesar 5,37% dan O sebesar 71,31% yang dikarenakan munculnya unsur baru pada MWCNT + CTAB, yaitu Br dan N. Karakterisasi XRD menunjukkan intensitas kristalin unsur C paling tinggi berada pada MWCNT + CTAB, MWCNT murni, MWCNT + 100ml minyak zaitun, dan MWCNT + 200ml minyak zaitun secara berturut-turut. Intensitas ini berbanding lurus dengan diameter rata-rata MWCNT. ......CNT has their tendency to aggregate, it could be overcome to use the functionalization of CNTs for biomedical applications. Olive oil and CTAB acts as a surfactant to modify the surface of the MWCNT. There are several stages on functionalization process, mixing, dispersing in an ultrasonic waterbath, filtration, then drying. FTIR spectrum shows MWCNT that had functionalization with olive oil or CTAB have new functional group, C=O at 1600 cm-1 and O-H at 2430 cm-1. SEM micrographs shows morphology MWCNT + olive oil are dominated by olive oil, meanwhile morphology MWCNT + CTAB show the occurance of surface modification of MWCNT on the outer surface wall and separated from one tube to another tube. EDX shows the percentage of the C elements contained in the MWCNT + 100ml and 200ml olive oil is decreasing, 30.5% and 31.09%, respectively. But increasing O, 84.97% and 85.22%, respectively. As for MWCNT + CTAB, C and O are decreasing for 5.37% and 71.31%. This is due to the emergence of new elements from CTAB, Br and N. The results from XRD characterization are the highest intensity of crystalline C is MWCNT + CTAB, pristine MWCNT, MWCNT + 100ml, and MWCNT + 200ml olive oil.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Widiyanti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32658
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Mustikasari
Abstrak :
Teknologi fotokatalis TiO2 terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam aplikasi. Salah satu bentuk pemanfaatan fotokatalis TiO2 adalah sebagai material anti kabut dan swa bersih. Dengan sifat hidrofilik yang dmiliki material ini, tetesan air yang jatuh ke permukaan yang dilapisi katalis TiO2 tidak membentuk butiran melainkan terdispersi sehingga mampu mencegah terbentuknya kabut yang menghalangi visualisasi pada kaca. Selain itu, sifat super-hidrofilik pada TiO2 dapat menyebabkan kotoran yang menempel pada permukaan kaca yang dilapisi TiO2 akan terdegradasi dan dapat dibersihkan dengan lebih mudah. Untuk dapat meningkatkan performa dari katalis, dilakukan penambahan beberapa jenis aditif ke dalam fotokatalis TiO2. PEG (polyethylene glycol) adalah salah satu jenis aditif yang sering digunakan karena diyakini mampu meningkatkan porositas, memperkecil ukuran kristal serta menurunkan kemungkinan terjadinya peretakan (cracking) film saat proses kalsinasi. Selain PEG, SiO2 juga diyakini mampu meningkatkan keasaman dari katalis sehingga mampu meningkatkan hidrofilisitas dari katalis meskipun pada kondisi kurang cahaya. Pada percobaan ini, kedua macam aditif ini digunakan secara simultan untuk dapat memperbaiki performa dari katalis film yang dihasilkan. Fotokatalis dalam percobaan ini dipreparasi dengan precursor TiAcAc dengan metode sol-gel dan kristalisasi panas. Sol dengan penambahan PEG dan SiO2 yang bervariasi kemudian dilapiskan pada penyangga kaca preparat dan keramik dengan metode spin coating yang dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 100_C dan kalsinasi mencapai suhu 520_C. Selanjutnya untuk mengetahui hasil dari preparasi katalis ini akan dilakukan karakterisasi dengan XRD, SEM/EDAX , FTIR, dan BET untuk mengetahui karakteristik fotokatalis yang terbentuk. Uji aktivitas juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan swa bersih dan anti kabut dari material yang dihasilkan yang meliputi pengukuran sudut kontak dengan alat contact angle meter dan pengamatan langsung dengan menggunakan kamera digital. Dari hasil karakterisasi dan uji aktivitas, didapatkan kondisi optimum yang mendukung untuk aplikasi swa bersih dan anti kabut ini adalah komposisi penambahan PEG 15% dan SiO2 30% berat. Pada komposisi ini didapati bahwa material memiliki luas permukaan, ukuran partikel, porositas, aktivitas serta hidrofilisitas yang baik yang mendukung untuk aplikasi swa bersih dan anti kabut. ......Photocatalyst technology of TiO2 has been developing and employed in many applications. One of its applications is used as self-cleaning and anti fogging material. The hydrophilic and superhydrophilic properties of its material allow water to spread completely across the surface rather than remaining as droplets so it can perform selfcleaning and anti-fogging effect. To improve performance of its material, some additives have been added to TiO2 photocatalyst. PEG (polyethylene glycol) is polymer that widely used as an additive because it can increase porosity, minimize particle size and prevent film cracking during calcination. SiO2 with its acidity also widely used as additive because it can increase hydrophilicity of TiO2 material even in dark place. In this experiment, these additives will be used simultaneously to get the better performance of catalyst. Photocatalyst in this experiment is prepared by using TiAcAc precursor by using solgel method. Sol with varies composition of PEG and SiO2 addition then coated in soda lime plate and ceramics as support by using spin coating method then dried in 100_C and calcined until 520_C. After the preparation, then catalyst has been characterized using XRD, SEM/EDAX, FTIR, and BET to know the character of material. Activity test also done to know self-cleaning and anti fogging performance of this material by using contact angle meter and by direct observation using digital camera. From characterization and activity test results, it found that optimum condition of PEG and SiO2 addition is reached in PEG 15% and SiO2 30% (weight). In this composition, its material has large surface area, particle size, porosity and hydrophilicity that support for self-cleaning and anti fogging application.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49661
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widuri
Abstrak :
Dewasa ini pengembangan nanomaterial TiO2 dalam bentuk film sedang mendapat perhatian karena kemudahan dalam aplikasinya. Aplikasi yang populer adalah untuk material antifogging dan self-cleaning. Aditif umumnya ditambahkan pada katalis ini untuk meningkatkan aktivitasnya. PEG (polyethylene glycol) digunakan untuk meningkatkan porositas, memperkecil ukuran kristal serta menurunkan kemungkinan terjadinya peretakan (cracking) film saat proses kalsinasi. SiO2 ditambahkan untuk meningkatkan keasaman dari katalis sehingga mampu meningkatkan hidrofilisitas dari katalis meskipun pada kondisi kurang cahaya. Dalam metode sol-gel rasio larutan prekursor dengan air sangat berpengaruh karena air memegang peranan penting dalam hidrolisis. Dalam penelitian ini rasio larutan prekursor dan air dan berat molekul PEG akan dipelajari lebih dalam. Selain itu uji self-cleaning terhadap kondisi optimum juga akan dilakukan. Fotokatalis dalam percobaan ini dipreparasi dengan precursor TiAcAc dengan metode sol-gel dan kristalisasi panas. Sol dengan variasi TiAcAc/Air, dan berat molekul PEG serta penambahan PEG dan SiO2 kemudian dilapiskan pada penyangga kaca preparat dengan metode spin coating sedangkan pada keramik dilakukan metode spray coating yang dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 100_C dan kalsinasi mencapai suhu 520_ C. Selanjutnya untuk mengetahui hasil dari preparasi katalis ini akan dilakukan karakterisasi dengan FTIR, DRS dan TEM. Uji aktivitas juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan swa bersih dan anti kabut dari material yang dihasilkan yang meliputi pengukuran sudut kontak dengan alat contact angle meter dan pengamatan langsung dengan menggunakan kamera digital. Pengembangan nanomaterial dengan metode sol-gel dan kristalisasi panas dengan penambahan dopan PEG dan SiO2 berhasil dilakukan, merujuk pada hasil DRS yang menunjukkan band-gap makin besar, ukuran partikel makin kecil setelah diuji dengan TEM, serta hasil uji sudut kontak yang memperlihatkan penurunan sudut kontak air. Hal ini juga didukung hasil uji kualitatif dimana kabut dan kotoran tidak menempel setelah kaca dan keramik dilapisi oleh katalis. Variasi TiAcAc/H2O yang dilakukan menunjukkan kecenderungan kenaikan aktivitas katalis sesuai dengan hasil FTIR dan uji sudut kontak yang dilakukan, sedangkan variasi berat molekul PEG tidak begitu berpengaruh pada aktivitas katalis yang digunakan.
In the recent time, the development of TiO2 nanomaterial film has been interesting because of its practical applications. Its well known functions are as an antifogging and self cleaning material. Additives are usually added in order to improve its activity. PEG (polyethylene glycol) is generally used as an additive to increase porosity, minimize particle size and prevent film cracking during calcination. SiO2 could make surface more acid, so it can in crease hydrophilicity of TiO2 material even in non-irradiation places. In the sol-gel method, ratio between precursor solution and water ratio became important because water lead the hydrolysis. In this research, ratio between precursion solution and PEG molecular weigt effect will be studied. Beside those, there are test of self-cleaning on the optimum condition. Photocatalyst in this experiment is prepared by using TiAcAc precursor by using sol-gel method. Sol with varies composition of PEG and SiO2 addition then coated in soda lime plate and ceramics as support by using spin coating method and spray coating method then dried in 100_C and calcined until 520_C. After the preparation, then catalyst has been characterized using FTIR, DRS and TEM. Activity test was also done to know self-cleaning and anti fogging performance of this material by using contact angle meter and by direct observation using digital camera. Development of nanomaterial with sol-gel method and hot crystallization and the addition of dopan PEG and SIO2 is quite success according to DRS result that shows the increasing of band gap, the decrease of particle size from TEM result and also the decrease of contact angle. These results are supported also from qualitative test which showed antifogging and self-cleaning activity of catalyst coated glass. Variation of Tiacac/H2O showed the result tends to the decrease of activity. From this research, we find also variation of PEG molecular weight does not give a lot of effects for catalyst activity.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Agung Setiaji
Abstrak :
Sampah plastik multilayer terus bertambah banyak karena semakin meningkatnya gaya konsumsi masyarakat, dan salah satu sampah yang sulit didaur ulang karena sifatnya. Akumulasi dan pembuangan sampah sembarangan dapat menimbulkan potensi risiko masalah lingkungan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah mencampurkannya dengan bitumen untuk pembuatan aspal. Bitumen modifikasi polimer sebenarnya bukanlah hal baru. Akan tetapi masih banyak hal yang bisa diteliti untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Salah satunya ialah dengan memberikan perlakuan plasma pada sampah plastik multilayer untuk mengubah sifat hidrofobik menjadi hidrofilik. Digunakan berbagai variable waktu perlakuan untuk menemukan hasil yang optimal. 60 detik merupakan waktu yang paling baik untuk perlakuan plasma dingin selama penelitian ini. Hasilnya ialah memberikan sifat hidrofilik yang baik tanpa mengubah sifat kimia dan sifat termal pada sampel. Ditambah lagi dengan penambahan plastik ke bitumen akan memberikan kekerasan yang lebih baik. Nilai optimal yang didapatkan ialah dengan campuran palstik sebanyak 5%. Penambahan kekerasan yang diimbangi dengan keuletan dari bitumen ini dapat mengurangi penggunaan agregat pada pembuatan aspal dan hal ini dapat menjadikan produksi aspal akan lebih murah. ......Multilayer plastic waste continues to increase due to the increasing consumption style of society, and is one of the most difficult types of waste to recycle due to its nature. The accumulation and indiscriminate disposal of waste can pose a potential risk of environmental problems. One solution that can be done is to mix it with bitumen for the manufacture of asphalt. Polymer modified bitumen is actually not new. However, there are still many things that can be researched to get more optimal results. One of them is by giving plasma treatment to multilayer plastic waste to change its hydrophobic to hydrophilic properties. Various treatment time variables were used to find optimal results. 60 seconds is the best time for cold plasma treatment during this study. The result is to provide good hydrophilic properties without changing the chemical and thermal properties of the sample. Coupled with the addition of plastic to bitumen will provide better hardness. The optimal value obtained is with a plastic mixture of 5%. The addition of hardness that is balanced with the ductility of this bitumen can reduce the use of aggregate in the manufacture of asphalt and this can make asphalt production cheaper.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>