Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sari Hasanah
"Indonesia merupakan salah satu penghasil karat alam yang besar di dunia. Karat merupakan komodltas parkabunan yang panting sabagai penghasil davisa nagara, dan merupakan panyadia lapangan karja sarta sakaligus sabagai sumbar pandapatan. Usaha-usaha untuk manggali sifat fisiko-kimia minyak biji karat balum banyakdilakukan, walaupun biji karat barpotansi digunakan sabagai sumbar minyak nabati. Dalam panalitian ini, sarbuk biji karat diakstraksi dangan manggunakan paralatan dastilasi soxhiat dan palarut yang digunakan adalah n-haksana. Hasil akstraksi yang barupa minyak dianalisis sifat-sifat fisiko-kimianya dan komponen asam lennak penyusun trigliseridanya ditentukan dengan menggunakan peralatan Kromatografi-Gas (GC). Minyak yang berhasil diekstraksi dari kedua jenis bji karet yang diteliti, mempunyai rendemen kurang lebih 51,57 % dari berat serbuk kering biji karet. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji karet terdirl dari: asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linolenat. Namun, untuk klon PR 300, asam miristat tidak terdeteksi dan untuk klon PR 307, asam linolenat dan asam stearat tidak terdeteksi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. A. Marlena
"Karet alam mempunyai sifat fisika yang unggul, seperti keliatan dan kelekatan yang tinggi, elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi pula. Sifat-sifat yang unggul ini menyebabkan karet alam dapat digunakan untuk barang industri dan perekayasaan terutama ban. Akan tetapi ketidakpolaran karet alam dan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di dalam molekul karet menyebabkan karet alam tidak tahan terhadap oksidasi, ozonolisis, panas, dan mudah mengembang di dalam oli atau minyak. Untuk mengimbangi kelemahan sifat karet alam dan memperoleh sifat khusus pada barang jadi karet khususnya non-ban, molekul karet alam perlu dilakukan modifikasi secara kimia ataupun fisika. Modifikasi secara kimia, yaitu dengan mencampurkankan karet alam dengan senyawa hidrofilik, seperti monometilol, sehingga terbentuk suatu campuran yang polaritasnya lebih tinggi. Peningkatan polaritas akan meningkatkan pula ketahanan karet alam terhadap oli, minyak atau pelarut organik. Penelitian ini merupakan studi pencampuran karet alam dengan senyawa hidrofilik dalam fasa lateks. Tahapan penelitian meliputi sintesis monomer hidrofilik dan kemudian mencampurkan senyawa tersebut dengan lateks DPNR. Percobaan pencampuran dilakukan pada suhu 30C dan 60C dengan inisiator hidrogen peroksida. Hasil percobaan dilarutkan dalam kloroform untuk analisis FTIR. Spektrum FTIR hasil percobaan menunjukkan terlihat perubahan puncak-puncak serapan di daerah bilangan gelombang sekitar =3200-3300 cm-1 untuk gugus NH dan =1600-1700 cm-1 untuk gugus karbonil. Ketahanan minyak hasil pencampuran lebih tinggi dibandingkan dengan karet DPNR biasa. Sifat fisik lainnya seperti kekuatan tarik, perpanjangan putus serta modulus 300% mengalami penurunan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Ainusyifa
"Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Namun, penyakit gugur daun Pestalotiopsis mulai menyerang perkebunan karet di Sumatera Utara, Indonesia pada tahun 2016. Penyakit tersebut mampu menurunkan produksi lateks hingga lebih dari 45%. Pengendalian PGDP saat ini yang dilakukan secara kimiawi belum dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik. Oleh karena itu, pemilihan klon unggul yang resistan terhadap PGDP baik secara agronomi maupun molekuler perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan menganalisis karakter agronomi dan keparahan penyakit dari klon karet RRIC 100, PB 260, BPM 24, dan GT 1 serta mengetahui profil ekspresi gen dan Hevea brasiliensis Pathogenesis-Related 4 (HbPR4) dan Hevea brasiliensis Pathogenesis-Related 10 (HbPR10) pada klon karet RRIC 100 yang terserang PGDP. Karakter agronomi yang diamati, yaitu pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, jumlah daun tumbuh, dan jumlah daun gugur selama 16 minggu pengamatan setelah inokulasi Pestalotiopsis. Kedua gen tersebut berkaitan dengan ketahanan tanaman, yaitu HbPR4 dengan kemampuan mendegradasi kitin Pestalotiopsis, sedangkan gen HbPR10 dengan kemampuan mendegradasi RNA Pestalotiopsis. Ekspresi gen HbPR4 dan HbPR10 dianalisis pada waktu pengamatan yang berbeda, yaitu 2,4,6, dan 8 hari setelah inokulasi Pestalotiopsis dengan gen UBC2a sebagai housekeeping gene dengan stabilitas tinggi. Masing-masing klon menunjukkan perbedaan performa karakter agronomi setelah inokulasi Pestalotiopsis. Klon RRIC 100 merupakan klon yang menunjukkan performa terbaik berdasarkan kombinasi hasil analisis karakter agronomi dan keparahan penyakit pada 16 minggu setelah inokulasi Pestalotiopsis, dengan penurunan pertambahan tinggi tanaman sebesar 53,94%, penurunan diameter 44,82%, jumlah daun tumbuh 98,43%, jumlah daun gugur 39,37%, dan keparahan penyakit sebesar 50%. Lebih lanjut, analisis molekuler pada klon RRIC 100 mengungkapkan peningkatan signifikan ekspresi gen HbPR4 pada 4 hari setelah inokulasi (hsi), yaitu 14,23 ± 2,30 kali lipat, yang terjadi lebih awal dibandingkan dengan HbPR10 yang terekspresi signifikan pada 6 hsi dengan peningkatan 11,58 ± 1,39 kali lipat.

Indonesia is the second largest producing country of natural rubber in the world after Thailand. However, Pestalotiopsis leaf fall disease (PLFD) began to attack rubber plantations in North Sumatra, Indonesia in 2016. This disease can reduce latex production by more than 45%. The current chemical control of PLFD has not been able to solve the problem properly. Therefore, the selection of superior clones that are resistant to PLFD both agronomically and molecularly needs to be done. This study aims to analyze the agronomic traits and disease severity of rubber clones RRIC 100, PB 260, BPM 24, and GT 1 and also to determine the gene expression profile and Hevea brasiliensis Pathogenesis-Related 4 (HbPR4) and Hevea brasiliensis Pathogenesis-Related 10 (HbPR10) in RRIC 100 rubber clones attacked by PLFD. The agronomic traits observed were the increase in plant height, the increase in stem diameter, the number of emerged leaves, and the number of fallen leaves in 16 weeks of observation after Pestalotiopsis inoculation. Both genes are related to plant resistance, namely HbPR4 with the ability to degrade Pestalotiopsis chitin, while the HbPR10 gene with the ability to degrade Pestalotiopsis RNA. The expression of HbPR4 and HbPR10 genes was analyzed at different observation times, namely 2, 4, 6, and 8 days after Pestalotiopsis inoculation with the UBC2a gene as a housekeeping gene with high stability. Each clone showed differences in agronomic character performance after Pestalotiopsis inoculation. Clone RRIC 100 was the best performing clone based on a combination of agronomic traits analysis results and disease severity at 16 weeks after Pestalotiopsis inoculation, with the decrease in plant height of 53.94%, the decrease in diameter of 44.82%, the number of emerged leaves was 98.43%, the number of fallen leaves was 39.37%, and disease severity was 50%. Furthermore, molecular analysis on RRIC 100 clone revealed a significant increase in HbPR4 gene expression at 4 days after inoculation (hsi), which was 14.23 ± 2.30 fold, which occurred earlier than HbPR10 which was significantly expressed at 6 hsi with an increase of 11.58 ± 1.39 fold."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nautika Sriwidjaya
"Untuk raengetahui komposisi jenis rayap subteran,
kelimpahan jenis dan sebarannya di areal tegakan karet
(Hevea brasiliensis M.A.) dan areal Pennisetum polystachyon
(L.) Schult., di Kampus UI-Depok:/ .telah dilakukan pengumpulan
sampel rayap dengan metode pancingan (baiting technique)...
Pengumpulan sampel dilakukan dengan menanam potongan kayu
karet sebagai umpan pada setiap petakan terpilih.
Pengamatan dilakukan setiap 3 mxnggu selama bulan
September-November 1987. Jumlah rayap yang terdapat pada
setiap kayu umpan dihitung, kemudian diidentifikasi dengan
menggunakan kunci identifikasi Tarumingkeng (1971) yang dimodifikasi.
Selain itu juga dilakukan pengukuran beberapa
faktor lingkungan, antara lain pH tanah, kelembaban udara,
suhu udara, dan tekstur tanah.
Di kedua areal penelitian diperoleh 4 jenis rayap sub
teran. Macrotermes gilvus dan Microtermes insperatus ditemukan
di areal tegakan Karet maupun areal P. polystachyon,
sedangkan Odontotermes javanicus dan Schedorhinotermes javaniaus
hanya ditemukan di areal tegakan karet. Perbedaan kelembaban
udara, dan tipe vegetasi ternyata berpengaruh terhadap kom
posisi jenis, dan kelimpahan jenis rayap subteran di dua
areal yang diteliti."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rico Laurence
"Fenomena penyakit gugur daun Pestalotiopsis (PGDP) pada perkebunan karet yang disebabkan oleh Pestalotiopsis sp. menyebabkan penurunan area tutupan kanopi sebesar 75—90% diikuti penurunan produksi lateks hingga 45%. Patogen tersebut telah menginfeksi 383.000 ha perkebunan karet di Indonesia dan berdasarkan hasil lapangan, tidak teramati klon yang resistan terhadap PGDP. Pengendalian PGDP dengan fungisida memerlukan biaya yang besar sehingga diusulkan perakitan klon resistan untuk mengurangi dampak patogen terhadap produktivitas perkebunan karet. Oleh karena itu, diperlukan studi mengenai gen ketahanan pada tanaman karet. Gen HbPAL (Hevea brasiliensis phenylalanine ammonia lyase) diyakini dapat menjadi kandidat gen yang potensial sebagai kriteria seleksi terhadap ketahanan penyakit. Enzim PAL merupakan prekursor dalam sintesis asam salisilat yang berperan dalam aktivasi systemic acquired resistance (SAR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi gen HbPAL yang diduga merupakan salah satu gen ketahanan yang berperan dalam respons tanaman terhadap PGDP. Penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat ekspresi gen HbPAL pada klon moderat (IRR 112) dan rentan (GT 1) dengan terlebih dahulu mempreparasi sampel daun sehat, perlukaan, dan perlukaan + infeksi. Sampel daun yang sudah dipreparasi diekstraksi RNAnya kemudian disintesis menjadi cDNA untuk selanjutnya dianalisis menggunakan real-time polymerase chain reaction (qPCR). Penelitian ini mengindikasikan adanya perbedaan ekspresi gen HbPAL antara daun sehat, perlukaan dan perlukaan + infeksi Pestalotiopsis sp. Hasil penelitian sesuai dengan hasil pengamatan lapangan yang menunjukkan keunggulan klon moderat IRR112 dibandingkan klon rentan GT 1. Meskipun demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi validitas hasil penelitian, hal ini diakibatkan oleh adanya kelemahan dalam proses penelitian sehingga belum dapat disimpulkan adanya korelasi antara infeksi Pestalotiopsis sp. terhadap peningkatan ekspresi gen ketahanan HbPAL.

The phenomenon of Pestalotiopsis Leaf Fall Disease (PLFD) in rubber plantations caused by Pestalotiopsis sp. results in a reduction of the canopy coverage by 75—90%, followed by a decline in latex production of up to 45%. This pathogen has infected 383,000 hectares of rubber plantations in Indonesia, and field observations have not identified any clones resistant to PLFD. Controlling PLFD with fungicides involves a large cost, hence the proposal for the assembly of resistant clones to reduce the pathogen's impact on the productivity of rubber plantations. Therefore, studies on resistance genes in rubber plants are needed. The HbPAL gene (Hevea brasiliensis phenylalanine ammonia lyase) is believed to be a potential candidate gene as a selection criterion for disease resistance. The PAL enzyme is a precursor in the synthesis of salicylic acid, which plays a role in the activation of systemic acquired resistance (SAR). This research aims to determine the level of HbPAL gene expression, suspected to be one of the resistance genes that play a role in the plant's response to PLFD. The research was conducted by measuring the level of HbPAL gene expression in moderate (IRR 112) and susceptible (GT 1) clones by first preparing samples of healthy leaves, wounded leaves, and wounded + infected leaves. The prepared leaf samples were extracted for their RNA, then synthesized into cDNA, and subsequently analyzed using real-time polymerase chain reaction (qPCR). This study indicates a difference in the expression of the HbPAL gene between healthy leaves, wounded leaves, and wounded + infected leaves with Pestalotiopsis sp. The results are consistent with field observations indicating the superiority of the moderate clone IRR112 over the susceptible clone GT 1. However, further research is needed to validate the findings of this research due to gaps in the research method thus it is not possible to determine the correlation between Pestalotiopsis sp. infection and the increase in the expression of the HbPAL resistance gene."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windya Fajira
"Penyakit gugur daun Pestalotiosis sp. (PGDP) merupakan salah satu penyebab penurunan produksi lateks di Indonesia karena mampu menggugurkan 90% kanopi Hevea brasiliensis. Gejala pada PGDP yaitu timbul bercak cokelat pada permukaan daun. Upaya penanganan PGDP dapat dilakukan pengembangan klon tanaman karet unggul yang diawali dengan analisis ekspresi gen ketahanan. Salah satu gen ketahanan yang berperan pada sistem pertahanan pertama adalah gen Hevea brasiliensis Poliphenol Oxidase (HbPPO) yang dapat mengaktivasi sistem Reactive Oxygen Species (ROS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan profil ekspresi HbPPO pada tanaman karet sehat, mengalami luka, dan terinfeksi Pestalotiopsis sp. serta perbandingan profil ekspresi HbPPO pada tanaman karet klon moderat IRR 112 dan rentan GT 1 di hari ketiga dan keenam. Hipotesis dari penelitian ini yaitu terdapat perbedaan ekspresi gen HbPPO pada setiap perlakuan serta pada kedua klon. Proses untuk mengetahui ekspresi HbPPO dimulai dengan dilakukan ekstraksi RNA dari daun H. brasiliensis kemudian hasil ekstraksi disintesis menjadi cDNA. Hasil sintesis cDNA digunakan sebagai template quantitative polymerase chain reaction (qPCR). Berdasarkan hasil qPCR diperoleh nilai Ct yang selanjutnya diolah menggunakan rumus Livak. Hasil penelitian belum dapat menunjukkan tingkat ekspresi gen HbPPO pada klon IRR 112 dan klon GT 1 pada semua perlakuan karena data ekstraksi RNA pada penelitian belum diverifikasi dengan melakukan elektroforesis dan belum terdapat kurva standar sebagai acuan penggunaan rumus Livak. Hasil penelitian ini berupa dugaan adanya perbedaan ekspresi gen HbPPO pada tanaman Hevea brasiliensis sehat, dengan perlakuan pelukaan, dan perlakuan pelukaan+infeksi Pestalotiopsis serta antara klon GT 1 dan IRR 112. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh data korelasi ekspresi gen HbPPO dan infeksi Pestalotiopsis yang akurat.

Leaf fall disease caused by Pestalotiosis sp. has been identified as a factor contributing to the decline in latex production in Indonesia, as it can lead to the deciduous of approximately 90% of Hevea brasiliensis canopy. The symptoms of its disease manifest as brown spots on the leaf surface. In response to this issue, an approach to against this disease involves the development of superior rubber plant clones, initiated with an analysis of resistance gene expression. Among the resistance genes involved in the primary defense system is the Hevea brasiliensis Polyphenol Oxidase (HbPPO) gene, which activates the Reactive Oxygen Species (ROS) system. This study aimed to compare the expression profiles of the HbPPO gene in healthy, wounded, and infected rubber plants with Pestalotiopsis sp., as well as compare the HbPPO expression profiles between the IRR 112 moderate clone and the GT 1 susceptible clone on the third and sixth days. The hypothesis of this study posits that there are variations in HbPPO gene expression across the different treatments and between the two clones. To evaluate the HbPPO expression levels, the process began with RNA extraction from H. brasiliensis leaves, followed by the synthesis of the extracted RNA into cDNA. The cDNA obtained was then used as a template for quantitative polymerase chain reaction (qPCR). The Ct values obtained from qPCR were subsequently processed using the Livak formula to assess the relative gene expression levels. The results have been unable to demonstrate HbPPO expression due to unverified RNA data through electrophoresis and the absence of a standard curve. The study imply disparities in HbPPO gene expression among healthy Hevea brasiliensis plants, wound treatment, and wounded+Pestalotiopsis infection treatment, also variations between GT 1 and IRR 112 clones. Therefore, further research is imperative to acquire precise data regarding the correlation between HbPPO gene expression and Pestalotiopsis infection."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Nida Hamidah
"Penyakit Gugur Daun Pestalotiopsis (PGDP) merupakan penyakit yang menyerang perkebunan karet Indonesia sejak tahun 2017 dengan tingkat keparahan yang tinggi berupa tajuk pohon meranggas sebanyak 75–90% hingga berakibat pada menurunnya produksi lateks sebesar 45%. Penyakit tersebut disebabkan oleh fungi Pestalotiopsis sp. yang dapat menyerang semua jenis klon tanaman karet, seperti klon PB 260 yang memiliki ketahanan moderat dan GT 1 yang rentan. Analisis mikromorfologi daun H. brasiliensis dari klon moderat dan rentan yang diinokulasi dengan Pestalotiopsis sp. perlu dilakukan untuk mengetahui respons daun terhadap infeksi patogen. Sampel daun H. brasiliensis diberi perlakuan berupa pelukaan, inokulasi, dan pelukaan+inokulasi pada tiga area secara detached leaf dengan tiga kali ulangan. Pengamatan dilakukan pada daun segar sejak hari pertama hingga hari ketiga pasca pemberian perlakuan. Setelah itu, daun dibuat menjadi sediaan mikromorfologi yang mewakili perkembangan gejala pada tiga time point, yaitu 1, 2, dan 3 hari setelah inokulasi. Respons yang ditunjukkan adalah munculnya gejala penyakit pada daun berupa terbentuknya lesi patogenik yang terdiri atas zona miselia dan zona nekrotik serta perkembangan hifa yang cenderung bergerak menuju pertulangan daun. Lesi patogenik yang terbentuk pada daun H. brasiliensis klon PB 260 memiliki karakteristik berupa zona nekrotik dengan luas area yang lebih besar daripada zona miselia. Sebaliknya, lesi patogenik yang terbentuk pada klon GT 1 memiliki zona miselia dengan luas area yang lebih besar daripada zona nekrotik.

The Pestalotiopsis Leaf Fall Disease (PLFD) is a disease that has been affecting rubber plantations in Indonesia since 2017, exhibiting a high severity level characterized by the defoliation of tree canopies ranging from 75-90%, consequently leading to a 45% decline in latex production. PLFD is caused by the fungus Pestalotiopsis sp., which can infect all types of rubber tree clones, such as the PB 260 clone with moderate resistance and the susceptible GT 1 clone. Micro-morphological analysis of H. brasiliensis leaves from both moderate and susceptible clones inoculated with Pestalotiopsis sp. is necessary to understand the leaf response to pathogen infection. Hevea brasiliensis leaf samples were subjected to treatments including wounding, inoculation, and wounding+inoculation on three detached leaf areas with three replications. Observations were made on fresh leaves from day one to day three post-treatment application. Symptoms included pathogenic lesion formation surrounded by necrotic areas and hyphal development toward leaf veins. Pathogenic lesions that form on the leaves of H. brasiliensis clone PB 260 are characterized by a necrotic zone with an area larger than the mycelial zone. In contrast, the pathogenic lesions formed in the GT 1 clone had a mycelial zone with a larger area than the necrotic zone."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Putu Wibisana Wikananda
"

Tanaman Hevea brasiliensis merupakan tanaman yang banyak ditanam di Indonesia, karena lateks yang bernilai ekonomi tinggi. Alternatif metode konvensional budidaya H. brasiliensis adalah dengan metode kultur in vitro. Namun, penelitian kultur in vitro memiliki hambatan berupa rentannya kontaminasi, baik dari eksplan, medium, dan alat bahan yang diapaki. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengoptimasi dan memilih antara enam jenis sterilan dan kombinasinya yang paling efektif terhadap kontaminasi dalam kultur tangkai daun H. brasiliensis. Hipotesis yang diajukan adalah perlakuan perendaman dengan NaOCl 5,25%, H2O2 20%, dan alkohol 70% selama masing-masing lima menit adalah perlakuan sterilisasi paling efektif dalam menghadapi kontaminasi. Eksplan tangkai daun diberi lima perlakuan dan satu kontrol, yakni kontrol dengan perendaman NaOCl 5,25%, perlakuan 1 dengan perendaman NaOCl 5,25% dan H2O2 20%, perlakuan 2 dengan perendaman NaOCl 5,25% dan alkohol 70%, perlakuan 3 dengan   perendaman NaOCl 5,25% dua kali dan H2O2 20%, perlakuan 4 dengan perendaman NaOCl 5,25%, alkohol 70%, dan H2O2 20%, dan perlakuan 5 dengan perendaman NaOCl 5,25% dua kali dan alkohol 70%.  Empat perlakuan memiliki efektivitas dalam mencegah kontaminasi, yakni perendaman dengan NaOCl 5,25% dan H2O2 20%, perendaman dengan NaOCl 5,25% sebanyak dua kali dan H2O2 20%, perendaman NaOCl 5,25%, alkohol 70%, dan H2O2 20%, serta perendaman NaOCl 5,25% dua kali dan alkohol 70%. Sementara itu, perlakuan NaOCl 5,25% dan alkohol 70% berhasil menahan pencokelatan pada persentase 50% di minggu kedelapan. Oleh karena itu, perlakuan yang lebih baik dalam mengurangi kontaminasi dan pencokelatan adalah perendaman dengan NaOCl 5,25% dan alkohol 70%.


Hevea brasiliensis is a plant that is widely grown in Indonesia, because its latex has high economic value. An alternative to the conventional method of cultivating H. brasiliensis is the in vitro culture method, but this method has a disadvantages, especially its risk to contamination from explant, medium, and tools. So, the aim of this research is to optimize and select between six types of sterilants and their combinations that are most effective against contamination in the culture of H. brasiliensis leaf stalks. The hypothesis proposed is that soaking treatment with 5.25% NaOCl, 20% H2O2 and 70% alcohol for five minutes each is the most effective sterilization treatment in dealing with contamination. Petiole explants were given five treatments and one control, namely control by immersion in 5.25% NaOCl, treatment 1 by immersion in 5.25% NaOCl and 20% H2O2, treatment 2 by immersion in 5.25% NaOCl and 70% alcohol, treatment 3 by soaking in 5.25% NaOCl twice and 20% H2O2, treatment 4 by soaking in 5.25% NaOCl, 70% alcohol and 20% H2O2, and treatment 5 by soaking in 5.25% NaOCl twice and 70% alcohol.  Four treatments were effective in preventing contamination, namely soaking with 5.25% NaOCl and 20% H2O2, soaking twice with 5.25% NaOCl and 20% H2O2, soaking with 5.25% NaOCl, 70% alcohol, and 20% H2O2 %, as well as soaking twice in 5.25% NaOCl and 70% alcohol. Meanwhile, treatment with 5.25% NaOCl and 70% alcohol succeeded in preventing browning at a percentage of 50% in the eighth week. Therefore, a better treatment in reducing contamination and browning is soaking with 5.25% NaOCl and 70% alcohol.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manningara
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, dilakukan percobaan pembuatan biodiesel (metil ester) menggunakan minyak yang diekstraksi dari biji karet. Biji karet yang digunakan adalah klon PB 280. Serangkaian pengujian telah dilakukan untuk melihat sifat fisiko-kimia dari minyak biji karet maupun kualitas dari biodiesel yang yang dihasilkan. Minyak yang dapat diekstrak dari biji karet klon PB 280 adalah sekitar 49,03 % dari berat serbuk kering. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji karet tersebut terdiri dari; asam palmitat (9,39%), asam stearat (12,07%), asam oleat (18,03%), dan asam linoleat (60,51%). Metil ester dibuat dengan menambahkan 64 g minyak ke dalam 27 mL metanol-KOH 1,5% berat, dicampurkan hingga larut dalam Erlenmeyer tertutup. Setelah larut, campuran diaduk dengan pengaduk magnetik dengan suhu sekitar 50 0C selama 30 menit dalam keadaan tertutup. Metil ester yang dihasilkan memiliki berat sekitar 96,18% dari berat awal minyak. Hasil pengujian pada biodiesel dari minyak biji karet ini membuktikan bahwa biodiesel tersebut cukup untuk memenuhi standar internasional. Biodiesel yang dihasilkan dari minyak biji karet hasil ekstraksi ini dapat diperkirakan termasuk dalam kategori bahan bakar minyak diesel no. 2-D. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrawati
"Karet alam merupakan produk ekspor yang sangat penting dan Indonesia merupakan negara kedua terbesar penghasil karet alam setelah Thailand. Karet alam termasuk contoh polimer alam, yang dihasilkan dari tanaman Hevea brasiliensis. Karet alam adalah senyawaan hidrokarbon hasil penggumpalan lateks alam yang merupakan makromolekul poliisoprena (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor {head to tail). Pada penelitian ini dilakukan radiasi ultrasonik pada sampel lateks kebun (LK) dan lateks pekat (LP) selama 1, 2, 3 dan 4 jam, lalu dikarakterisasi berat molekul (BM), kadar nitrogen, kadar gel dan gugus fungsi. Hasil yang diperoleh didapat penurunan kadar nitrogen pada sampel lateks kebun dan lateks pekat begitupula pada uji BM terjadi penurunan namun pada sample LK dan LP yang dilarutkan dalam toluena 0,5% dan 1,0% namun karena distribusi BM karet sangat besar jadi penurunan BM ini masuk dalam range distribusi BM sehingga tidak terjadi penurunan BM pada karet yang diradiasi ultrasonik, kadar gel mengalami penurunan pada LK waktu radiasi sampai 2 jam dan pada LP terjadi kenaikan kadar gel, uji FTIR terjadi perubahan pada gugus nitrogen pada LK, sedangkan gugus yang lain tidak terjadi perubahan bila dibandingkan dengan kontrol setelah radiasi ultrasonik."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>