Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amitri Dinar Sari
Depok : Ruas, 2005
899.221 AMI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dian P. Moeliono
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Savitri
"Skripsi ini membahas mengenai pengalaman tujuh perempuan dengan delapan kategori yang terdiri dari empat perempuan berada pada hubungan perkawinan dan tiga perempuan tidak berada pada hubungan perkawinan. Keduanya samasama sama-sama dituntut untuk menjadi ibu melalui institusi heteroseksual yang sah (perkawinan).Keharusan yang mereka dapatkan untuk berheteroseksual dan menjadi ibu tak lepas dari konstruksi seksualitas perempuan yang menempatkan perempuan untuk berheteroseksual dan menjadi ibu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus feminis. Pada akhirnya penelitian ini menemukan bahwa keharusan mereka untuk menjadi ibu dalam institusi perkawinan merupakan kekerasan simbolik karena keputusan mereka untuk menjadi ibu tidak didasarkan pada persetujuan dan pilihan yang bebas melainkan sebagai bentuk pemenuhan konstruksi seksualitasnya sebagai perempuan.

This study discusses the experiences of seven women, four of whom being in marital relationships and three being unmarried, using eight categories. Both kinds are expected to be mothers through legal heterosexual institution, id est marriage. The necessity for women to be heterosexualized and become mothers are being attached to the construction of female sexuality that places women to heterosexualize and be mothers. This study uses qualitative methods with a focus on a case study of feminism. This study found that their obligation in becoming mothers under marital institution is seen as a form of symbolic violence as their decision in becoming mothers are not based on choice and consent but rather a form of fulfillment of their sexual construction as a female."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Putu Iskandar
"Thesis ini membahas muatan-muatan homoseksual di dalam trilogi film X- Men. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa film-film tersebut adalah media bagi kaum homoseksual untuk melawan hegemoni kaum heteroseksual. Penelitian ini menggunakan sejumlah teori seperti analisis wacana yang dikembangkan Teun A. van Dijk, Media Literacy, Auteur Theory, teori hegemoni Antonio Gramsci, dan dihubungkan dengan History of Sexuality tulisan Michel Foucault. Analisis wacana digunakan untuk membongkar bahwa para mutan di dalam film adalah simbolisme, analogi, atau metafora dari homoseksualitas.
Teori ini pada awalnya lebih banyak membahas peran sentral Bryan Singer sebagai sutradara gay dalam membuat dua dari tiga film trilogi X- Men. Peran Singer juga dianalisis dengan teori Media Literacy dan Auteur Theory untuk menunjukkan dominasi peran seorang sutradara di dalam film. Setelah menunjukkan bahwa para mutan dalam film-film tersebut adalah obsesi Singer terhadap homoseksualitas, temuan wacana tersebut dihubungkan dengan dengan hegemoni heteroseksual. Penelitian ini menunjukkan bahwa trilogi film tersebut mencerminkan semesta homoseksual untuk melawan hegemoni heteroseksual.

This thesis talks about homosexual contents in the X-Men trilogy. Focus of the research is to show that the movies are the media for the homosexuals to fight against heterosexual hegemony. Discourse Analysis theory developed by Teun A. van Dijk, Media Literacy, Auteur Theory, are used to analyse the movies as well Antonio Gramsci?s Hegemony, and connected to the History of Sexuality written by Michel Foucault. The discourse analysis is used to uncover mutants as the simbolism, analogy, or metaphor of homosexuality.
This theory firstly concerns on the central role of Bryan Singer as a gay director of two of the movies. The role of Singer is also analysed with the theory of Media Literacy and Auteur Theory to show the dominant role of a director within movies. After showing that mutants are Singer obsession toward homosexuality, the research focuses on connecting the discourse found to the hegemony of sexuality. Research finds that the movies are clearly representing homosexual universe. The universe is created to fight against the hegemony of heterosexual.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Oktaveny Syartika
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fristy Syahara
"Tesis ini mengkaji pembentukan pemahaman baru mengenai gender dan seksualitas pada diri penggemar laki-laki melalui keterlibatan mereka dalam konsumsi dan produksi AU boys love. AU boys love merupakan subgenre dari fanfiction yang berfokus pada hubungan romantis antara laki-laki dengan menggunakan idola Kpop sebagai visualisasi. Penelitian dilakukan di media sosial twitter dengan menggunakan pendekatan Cyber Ethnography dan dianalisis menggunakan dua konsep teoritik yaitu undoing gender dan matriks heteroseksual dari Judith Butler. Adanya kebingungan akan orientasi seksual juga ketertarikan terhadap Kpop, membuka jalan menuju konsumsi AU boys love. Melalui konsumsi AU boys love dan interaksi dalam ruang virtual, penggemar diberikan gambaran serta informasi mengenai kehidupan gay. Temuan riset menunjukkan bahwa kehadiran matriks heteroseksual memicu terjadinya pembatalan gender, dan ruang virtual boys love menjadi media yang menjembatani hal ini. Sebagai media yang mampu memberikan ruang dan wawasan bagi penggemar, sehingga penggemar dapat mengkonfirmasi ketertarikan mereka terhdap laki-laki, juga melakukan pembatalan gender tidak hanya di dunia maya, juga di dunia nyata. Upaya pembatalan gender dilakukan dengan cara mengungkapkan ketertarikan terhadap laki-laki, aktif dalam berkencan dan berhubungan seksual, serta menjadikan pengalaman percintaan dan seksual yang mereka miliki sebagai inspirasi untuk memproduksi AU boys love. Saya berargumen bahwa konsumsi dan produksi AU boys love membentuk suatu ruang virtual yang dapat membantu penggemar untuk menerima diri dan orientasi seksualnya, juga melakukan pembatalan gender sehingga dapat membentuk diri mereka saat ini.

This thesis examines the formation of a new understanding of gender and sexuality in male fans through their involvement in the consumption and production of AU boy’s love. AU boy’s love a subgenre of fanfiction that focuses on romantic relationships between boys using K-pop idols as visualizations. The research was conducted on Twitter social media using the Cyber Ethnography approach and analyzed using two theoretical concepts: Heterosexual Matrix and Undoing Gender from Judith Butler. Confusion about sexual orientation and interest in K-pop, paving the way for consuming AU boy’s love. Through consuming AU boy’s love and interactions in virtual space, fans are given an overview and information about gay life. Research findings show that that the presence of the heterosexual matrix triggers undoing gender, and the virtual space of a boy's love becomes a medium that bridges this. As a medium that can provide space and insight for fans, so that fans can confirm their attraction to men, it also carries out undoing gender in cyberspace and the real world. Efforts to undoing gender are carried out by expressing interest in men, being active in dating and having sexual relations, and using their romantic and sexual experiences as inspiration for producing AU boy's love. I argue that the consumption and production of AU boy's love forms a virtual space that can help fans to accept themselves and their sexual orientation, as well as Undoing gender so they can shape who they are today."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Adhitya Maulana
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana khalayak dewasa muda non-heteroseksual mengidentifikasi dan memaknai ikon non-heteroseksual di media arus utama. Representasi komunitas non-heteroseksual semakin berkembang di media seiring perkembangan industri budaya populer (Levina et al., 2000; Milone, 2016). Peneliti menggunakan teori representasi dan simbol Stuart Hall (1997) untuk memahami bagaimana khalayak khalayak dewasa muda non-heteroseksual mengidentifikasi representasi non-heteroseksual di media Hollywood. Selain itu, penelitian ini juga mengeksplorasi bagaimana mereka memaknai ikon representasi. Peneliti mewawancarai secara mendalam lima non-heteroseksual dalam rentang usia awal 20an (20-24 tahun), atau dewasa muda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa khalayak dewasa muda non-heteroseksual mengidentifikasi representasi non-heteroseksual sebagai anggota komunitas non-heteroseksual. Mereka menyeleksi representasi Hollywood berdasarkan penilaian mereka terhadap akurasi dan kredibilitas dari penggambaran komunitas non-heteroseksual yang ada di media. Kesimpulan dari penelitian ini adalah khalayak dewasa muda non-heteroseksual mengapresiasi adanya representasi non-heteroseksual di media Hollywood, karena meningkatkan inklusivitas representasi anggota komunitas non-heteroseksual. Namun, khalayak dewasa muda non-heteroseksual menganggap Hollywood masih perlu menyediakan gambaran sosok non-heteroseksual yang lebih positif, menyeluruh, beragam, dan tidak unidimensional. Untuk melakukannya, maka Hollywood perlu melakukan heterogenisasi representasi non-heteroseksual.

This study aims to understand how non-heterosexual young adults identify and interpret non-heterosexual icons in mainstream media. The representation of the non-heterosexual community is growing in the media along with the development of the popular culture industry (Levina et al., 2000; Milone, 2016). The researcher uses Stuart Hall's (1997) representation and symbol theory to understand how non-heterosexual young adult audiences identify non-heterosexual representations in Hollywood media. In addition, this study also explores how they interpret the icon representation. Researchers interviewed in-depth five non-heterosexuals in their early 20s (20-24 years old), or young adults. The results of this study indicate that non-heterosexual young adults identify non-heterosexual representations as members of the non-heterosexual community. They select Hollywood representations based on their assessment of the accuracy and credibility of the portrayal of the non-heterosexual community in the media. The conclusion of this study is that non-heterosexual young adults appreciate the existence of non-heterosexual representation in Hollywood media, because it increases the inclusiveness of representation of members of the non-heterosexual community. However, the non-heterosexual young adult audience believes that Hollywood still needs to provide a more positive, holistic, diverse, and non-unidimensional picture of non-heterosexual figures. To do so, Hollywood needs to heterogenize non-heterosexual representation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Novasari
"Kekerasan yang terjadi dalam lingkungan keluarga adalah realita yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Berdasarkan data statistik, wanita dan anak-anak adalah dua kelompok yang paling sering menjadi sasaran kekerasan dalam rumah tangga: Namun, penelitian mengenai hal tersebut lebih banyak dilakukan oleh para profesional di luar negeri, khususnya negara-negara Barat. Sedangkan di Indonesia sendiri belum terlalu banyak penelitian yang dilakukan untuk mengupas tema kekerasan dalam lingkungan keluarga, khususnya kekerasan terhadap anak. Berangkat dari beberapa pandangan teoritis yang mengatakan bahwa korban kekerasan di masa kanak-kanak akan berpotensi untuk membina relasi interpersonal -khususnya relasi intim romantis heteroseksual- di masa dewasanya kelak, peneliti kemudian tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran konflik dan strategi coping dalam relasi intim romantis heteroseksual pada dewasa muda yang pernah mengalami kekerasan di masa kanak-kanaknya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah wawancara terfokus dan observasi. Selama proses pengumpulan data, peneliti berhasil mendapatkan 3 orang subyek (1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan), yaitu para dewasa muda yang mengalami kekerasan di masa kanak-kanaknya, serta sedang atau pernah menjalani relasi intim heteroseksual. Setelah melakukan penelitian, hasil yang didapat oleh peneliti adalah bahwa dari ketiga orang subyek dewasa muda yang mengalami kekerasan di masa kecilnya, ternyata hanya 1 orang subyek yang meneruskan rantai kekerasan dengan melakukan tindakan agresivitas terhadap pasangannya.
Subyek laki-laki dan perempuan ternyata juga memiliki orientasi yang berbeda dalam relasi intim heteroseksualnya. Pada subyek laki-laki, keintiman fisik dan emosional yang dapat diwujudkan melalui aktivitas-aktivitas seksual menjadi prioritas terpenting dalam hubungannya. Di sisi lain, ia tidak ingin merasa terikat oleh adanya komitmen dengan pasangan. Pada salah seorang subyek perempuan, ia memiliki kebutuhan yang sangat besar terhadap afeksi dan kasih sayang dari pasangannya. Namun di sisi lain, ia juga memiliki kebutuhan akan power dan dominasi yang juga sama kuatnya. Pada salah seorang subyek perempuan yang lain, kebutuhan akan afeksi dan penghargaan menjadi aspek terpenting yang mewarnai hubungannya. Jika kedua hal tersebut tidak berhasil didapatkannya dari hubungan yang dijalaninya, maka ia pun akan dengan sangat mudah mengambil jalan pintas untuk segera mengakhiri hubungan tersebut.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa semua bentuk kekerasan yang dialami masing-masing subyek di masa kanak-kanaknya menggoreskan luka psikologis yang mendalam pada diri mereka. Namun, dari ketiga bentuk penyiksaan fisik, emosional, dan seksual yang mereka terima, kekerasan emosionallah yang paling meninggalkan luka traumatis bagi diri mereka. Kedua orang subyek perempuan mengatakan bahwa mereka memiliki trauma atas pengalaman kekerasan seksualnya di masa kanak-kanak, sedangkan pada subyek laki-laki hal tersebut tidak dialaminya. Konflik yang terjadi dalam relasi intim heteroseksual pada masing-masing subyek dilatarbelakangi oleh pengalaman traumatis mereka di masa kecil. Strategi coping yang dilakukan tiap subyek pun bersifat unik dan menunjukkan ciri khas karakter dari masing-masing individu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S3512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Zahirah
"Semakin populernya penggunaan ponsel pintar, orang-orang juga menggunakan ponsel untuk tujuan seksual, termasuk apa yang disebut dengan sexting. Sexting didefinisikan sebagai pertukaran pesan atau gambar yang menjurus secara seksual. Belakangan ini, banyak penelitian yang masih berfokus hanya pada konsekuensi berbahaya dari sexting dan terutama menganggapnya sebagai perilaku menyimpang atau berisiko yang harus dicegah, serta masih belum ditemukan penelitian kualitatif terkait hal tersebut pada individu non-heteroseksual. Oleh karenanya, penelitian ini mengeksplorasi perilaku sexting terhadap tingkat sexual well-being pada heteroseksual dan non-heteroseksual, serta pandangan pada dampak melakukan sexting. Penelitian ini dilakukan dengan desain mixed-methods, menggabungkan survei deskriptif (N=791) dan wawancara terfokus terhadap 6 partisipan. Sampel dalam penelitian ini merupakan dewasa muda yang pernah melakukan sexting. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa banyak dari partisipan yang melakukan sexting untuk menyalurkan hasrat seksual. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan terhadap dampak positif maupun negatif dari perilaku sexting. Sedangkan hal ini berbeda pada orientasi seksual, yang mana sexting dinilai lebih memiliki dampak positif pada kelompok non-heteroseksual. Sexting mungkin saja memberikan dampak positif jika itu dilakukan dalam porsi yang pas, namun secara bersamaan partisipan juga bisa merasakan dampak negatif sexting jika dilakukan dengan berlebihan

With the growing popularity of smartphone use, people also use cell phones for sexual purposes, including what is known as sexting. Sexting is defined as the exchange of messages or pictures that are sexually suggestive. In recent years, much research has focused solely on the harmful consequences of sexting and primarily considers it a deviant or risky behavior that should be prevented, and qualitative research has not been found on this in non-heterosexual individuals. Therefore, this study explores sexting behavior on the level of sexual well-being in heterosexuals and non-heterosexuals, as well as views on the impact of sexting. This study was conducted using a mixed-methods design, combining descriptive surveys (N = 791) and focused interviews with 6 participants. The sample in this study were young adults who had done sexting. The results of this study found that many of the participants engaged in sexting to channel sexual desire. In this study, it was also found that there were no significant differences between men and women on the positive and negative impacts of sexting behavior. Meanwhile, this differs in sexual orientation, in which sexting is considered to have a more positive impact on non-heterosexual groups. Sexting may have a positive impact if it is done in the right portions, but at the same time the individuals can also feel the negative effects of sexting if done excessively."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasie Di Gobi
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian retrospektif yang bertujuan untuk melihat perbedaan orientasi seksual dan indeks homofobia pada alumni sekolah berasrama khusus laki-laki dan alumni siswa sekolah reguler. Orientasi seksual diukur dengan Sell Assessment of Sexual Orientation yang diadaptasi dari Sell 1996 , dan indeks homofobia diukur dengan Index of Homophobia Index of Attitude toward Homosexuals yang diadaptasi dari Hudson dan Ricketts 1990 . Partisipan penelitian ini adalah 86 orang mahasiswa laki-laki alumni pesantren dan alumni sekolah Islam non-pesantren, berada pada usia dewasa awal 19-25 tahun . Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

ABSTRAK
This retrospective research conducted to see the difference between sexual orientation and homophobia index in Indonesian Islamic boarding school alumni and regular school alumni. Sexual orientation was measured by Sell Assessment of Sexual Orientation adapted from Sell 1996 , and homophobia index was measured by Index of Homophobia Index of Attitudes toward Homophobia adapted from Hudson and Ricketts 1990 . Research participants are 86 male college students who are in early adulthood age group 19 25 years old . They are alumni of Indonesian Islamic boarding school and regular school. The result shows that there are significant difference."
2017
S69652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library