Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Nurgaha Yulisar
"ABSTRAK
Hemoptisis atau bentuk daha merupakan gelaja yang tidak jarang ditemukan pada praktek sehari-hari dan berpotensi menyembabkan kematian. Kasus hemoptesis ini bervariasi, dapat berupa bentuk darah yang self limiting sampai hemoptesis masif yang mengancam nyawa. Moralitas dari hemoptesis masif ini berkisar antara 50%, dengan prevalensi sekitar 5% dari seluruh kasus hempotesis. sedangkan moralitas dari hemoptesis itu sendiri antara pernafasan sehingga menyebabkan asfiksia dan diikuti oleh gagal sistem kardiovaskular. di indonesia, prevalensi hemoptesis pada pasien rawat inap di RSP tahun 2007 dan 2008 sebesar 30.99% dan 34.68%. Entologi dari hemoptesis ini beragam, di antaranya adalah penyakit parenkimal, penyakit saluran nafas, dan penyakit vaskuler. namun dari beberapa penelitian, 3-42% pasien dengan hempotesis entologinya tidak dapat diketahui dan dapat disebut sebagai kriptogenetik. Pasien dengan hempotesis masif sebaiknya selalu dianggap kondisi yang mengancam nyawa yang memerlukan terapi yang cepat, tepat, dan efektif. pada makalah ini, akan dibahas mengenai diagnosis dan tatalaksana dari hemoptesis non masif dan hemoptesis masif."
Jakarta: Departement of Internal Medicine, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mille Milasari
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lestianing Herdiani
"Hemoptisis dapat diartikan sebagai batuk darah yang disebabkan perdarahan saluran pernapasan. Penyebab hemoptisis sangat bervariasi di beberapa tempat, tergantung dari area geografis. TB pulmonal masih merupakan penyebab utama hernoptisis pada beberapa negara, sedangkan pada beberapa negara berkernbang, bronkiektasis, kanker paru serta bronkitis rnerupakan penyebab tersering hemoptisis .. Foto toraks dan CT Scan Toraks rnerupakan modaIitas radiologi yang dapat digunakan untuk skrining penyebab hernoptisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk.menillai garnbaran CT Scan toraks dan toto toraks dalam rnengevaluasi kelainan paru pada penderita hemoptisis, pada 55 pasien dewasa yang datang ke Instalasi Radiologi yang dikirirn oleh poli paru maupun IGD Paru RS Persahabatan. Pasien dengan batuk darah dilakukan perneriksaan toto toraks dan dilakukan evaluasi. Kemudian pada pasien yang sarna, dilakukan pemeriksaan CT Scan toraks, dengan jeda waktu yang tidak lebih dari 1 bulan dari pemeriksaan toto toraks. Penilaian gambaran toto toraks dan CT Scan toraks dilakukan oleh peneliti ~ang dikonfirmasi kepada satu orang spesialis radiologi konsultan toraks. Statistik deskriptif ptong Iintang yang didapatkan dengan internal comparison untuk mengetahui penyebab hemoptisis terbanyak dengan menggunakan CT Scan toraks dan foto toraks. Didapatkan hasil bahwa penyebab hemoptisis terbanyak dengan menggunakan toto toraks yaitu TB paru ( 40%), tumor pam (18,1 %), bronkiektasis (3,6%), sedangkan dengan CT Scan toraks didapatkan hasil TB pam (60%), bronkiektasis (52,7%) dan tumor paru (32,7%). CT Scan toraks bermakna secara statistic unutk menentukan penyebab hemoptisis dibandingkan toto toraks, sehingga CT Scan toraks sebaiknya dirnasukan dalam penataIaksanaan pasien hemoptisis.

Hemoptysis can be interpreted as coughing blood due to respiratory tract bleeding. The cause of hemoptysis vary widely in some places, depending on the geographical area. Pulmonary TB is still a major cause of hemoptysis in some countries, while in some developing countries, bronchiectasis, lung cancer and bronchitis is a common cause hemoptisis. Chest radiograph and thoracic CT scan is a radiology modality that can be used for screening the cause of hemoptysis. The purpose of this research is an overview to evaluate thoracic CT scan and chest radiograph to evaluate lung abnormalities in patients with hemoptysis. We performed a prospective cross sectional study of 55 adult patients with hemoptysis who were attending outpatient Persahabatan Hospital, from February until April 2014, that come to the Radiology sent by lung and pulmonary policlinic or emergency room. The patient's was done the chest x-ray examination and evaluation. Later in the same patients, thoracic CT scan performed, with a time lag of no more than I month of chest X-ray. Assessment overview chest radiograph and thoracic CT scan performed by a researcher who was confirmed to the consultant thoracic radiology specialists. This research are showed that most caused of hemoptysis us10g the chest radiograph are pulmonary tuberculosis (40%), lung tumors (18.1%), bronchiectasis (3 .6%), whereas the thoracic CT scan showed pulmonary tuberculosis (60%), bronchiectasis (52.7%) and lung tumors (32.7%). Bronchiectasis seen five times more on thoracic CT scans beside chest radiography. Thoracic CT scan are statistically significant to determine the cause of hemoptysis compared chest radiograph, chest so CT scan should be included in the management of patients hemoptysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mille Milasari
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Masdi Mufrodi
"Latar belakang: Penggunaan obat hemostatik pada hemoptisis masih kontroversial, sebagian ahli meragukan manfaat obat-obat ini, namun sebaiknya diberikan karena berbagai penelitian menunjukan obat ini berpengaruh pada mekanisme penghentian perdarahan. Untuk efektifitas karbazokrom belum ada penelitian penggunaannya pada pasien hemoptisis.
Tujuan: Mengetahui efektivitas pemberian karbazokrom (cromeR) 3x50 mg iv ditambah vitamin K 3x10 mg iv dan vitamin C 3x200 mg dibanding dengan vitamin K 3x10 mg iv ditambah vitamin C 3x200 mg iv dalam mengontrol batuk darah.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental (uji klinis), randomisasi, tersamar ganda, dilakukan mulai bulan Juli 2012 s/d Desember 2013 di RSUP Persahabatan Jakarta. Kelompok perlakuan mendapat karbazokrom (cromeR) 3x50 mg iv ditambah vitamin K 3x10 mg iv dan vitamin C dan kelompok kontrol mendapatkan vitamin K 3x10 mg iv ditambah vitamin C 3x200 mg iv saja. Dilakukan pengamatan sampai bebas batuk darah 1x24 jam atau maksimal 7 hari.
Hasil: Subjek dalam penelitian ini diperoleh 134 orang dengan rata-rata usia 45 tahun, laki-laki 72,4 %, perempuan 27,6% dan diagnosis terbanyak adalah Tb paru 58% kemudian bekas TB 25%. Kelompok perlakuan batuk darah yang terkontrol 95,7%, sedangkan kelompok kontrol 66,7% dengan nilai p<0.001. Kelompok perlakuan lama perdarahannya lebih singkat rata-rata 2 hari sedangkan kelompok kontrol 4 hari dengan nilai p<0.001. Laju perdarahan pada kelompok perlakuan secara bermakna lebih cepat berkurang jumlah perdarahannya dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p<0.001.Tidak ditemukan efek samping pada kedua kelompok subyek. Biaya obat hemostatik tiap hari dikalikan lama batuk darah lebih besar pada kelompok perlakuan rata-rata Rp172.760,- sedangkan kelompok kontrol Rp 118.400,-.
Kesimpulan: Pemberian karbazokrom (cromeR) 3x50 mg iv ditambah vitamin K 3x10 mg iv dan vitamin C 3x200 mg iv lebih efektif dalam mengontrol batuk darah dibanding dengan vitamin K 3x10 mg iv ditambah vitamin C 3x200 mg iv.

Background: Use of hemostatic drugs on hemoptysis remains controversial, some experts doubt the benefits of these drugs, however, it should be given because some research shows these drugs give influence to the mechanisms of haemostasis. There is no research about the effectiveness of carbazochrome for patient with hemoptysis.
Objective: To find out the effectiveness of the provision carbazochrome (cromeR) 3x50 mg iv plus vitamin K 3x10 mg iv and vitamin C 3x200 mg iv compared with vitamin K 3x10 mg iv plus vitamin C 3x200 mg iv to controlling hemoptysis.
Methods: This study was a randomized double-blind controlled trial conducted from July 2012 until December 2013 in the Persahabatan Hospital of Jakarta. The treatment group received carbazochrome (cromeR) 3x50 mg iv plus vitamin K 3x10 mg iv and vitamin C 3x200 mg iv, whereas control group obtained vitamin K 3x10 mg iv and vitamin C 3x200 mg iv only. Observed up to free of hemoptysis 1x24 hours or up to 7 days.
Results: Subjects in this study were obtained 134 people with an average age of 45 years, men 72.4%, women 27.6% and is the highest diagnosis of pulmonary Tuberculosis (Tb) 58% and post Tb25%. Treatment group was 95.7% controlled results, whereas the control group 66.7% with p <0.05. Treatment group have shorter bleeding time, on average 2 days, while the control group is 4 days with p< 0.001. The rate of bleeding in the treatment group significantly reduced faster than the control group with p < 0.001. No adverse reactions in the two groups. Hemostatic drug costs per day times hemoptyis long-time was greater in the treatment group average of Rp 172.760,- while the control group Rp 118.400,-
Conclusion: Giving carbazochrome (cromeR) 3x50 mg iv plus vitamin K 3x10 mg iv and vitamin C 3x200 mg iv more effective to control hemoptysis than vitamin K 3x10 mg iv and vitamin C3x200 mg iv.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana Aliyah
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik dengan tujuan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kendala yang dapat ditemukan ketika melakukan PTO adalah keterbatasan sumber daya manusia dan operasional di fasilitas kesehatan, sehingga PTO diprioritaskan sesuai dengan kondisi pasien, jenis obat, dan kompleksitas regimen. Pemantauan Terapi Obat pada laporan ini dilakukan terhadap pasien dengan diagnosis tuberkulosis paru, hemoptisis, dan diabetes melitus di RSUD Tarakan Jakarta. Hasil pemantauan terapi obat menunjukkan bahwa pasien Tn. S mengalami beberapa masalah terkait obat, termasuk interaksi obat, pemberian obat tanpa indikasi, pemberian obat tidak tepat, dan indikasi tanpa terapi. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang sesuai untuk memperbaiki masalah terkait obat dan meningkatkan hasil terapi bagi pasien.

Medication Review (MR/PTO) is one of clinical pharmacy services to ensure safety, efficacy, and rationality of drug therapy for patients. Challenge that might be faces when conducting PTO are limited human and operational resources in healthcare facilities, hence PTO most important consideration includes patient condition, types of drugs, and complexity of the regimen. On this report, PTO is conducted on a patient diagnosed with pulmonary tuberculosis, hemoptysis, and diabetes mellitus at Tarakan Jakarta Provincial General Hospital. The results of medication review indicate that patient Mr. S experienced several drug-related problems, including drug interactions, prescribing without indication, inappropriate drug administration, and indication without therapy. Therefore, it is important to implement appropriate interventions to address drug-related problems and improve therapy outcomes for patients. Keywords: Drug Therapy Monitoring"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana Aliyah
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik dengan tujuan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kendala yang dapat ditemukan ketika melakukan PTO adalah keterbatasan sumber daya manusia dan operasional di fasilitas kesehatan, sehingga PTO diprioritaskan sesuai dengan kondisi pasien, jenis obat, dan kompleksitas regimen. Pemantauan Terapi Obat pada laporan ini dilakukan terhadap pasien dengan diagnosis tuberkulosis paru, hemoptisis, dan diabetes melitus di RSUD Tarakan Jakarta. Hasil pemantauan terapi obat menunjukkan bahwa pasien Tn. S mengalami beberapa masalah terkait obat, termasuk interaksi obat, pemberian obat tanpa indikasi, pemberian obat tidak tepat, dan indikasi tanpa terapi. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang sesuai untuk memperbaiki masalah terkait obat dan meningkatkan hasil terapi bagi pasien.

Medication Review (MR/PTO) is one of clinical pharmacy services to ensure safety, efficacy, and rationality of drug therapy for patients. Challenge that might be faces when conducting PTO are limited human and operational resources in healthcare facilities, hence PTO most important consideration includes patient condition, types of drugs, and complexity of the regimen. On this report, PTO is conducted on a patient diagnosed with pulmonary tuberculosis, hemoptysis, and diabetes mellitus at Tarakan Jakarta Provincial General Hospital. The results of medication review indicate that patient Mr. S experienced several drug-related problems, including drug interactions, prescribing without indication, inappropriate drug administration, and indication without therapy. Therefore, it is important to implement appropriate interventions to address drug-related problems and improve therapy outcomes for patients. Keywords: Drug Therapy Monitoring"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library