Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadiawan
Abstrak :
Pembangunan kesehatan adalah proses yang terus menerus dan progresif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dengan di berlakukannya Amandemen I - IV UU Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, tujuan negara sudah semakin jelas di mana secara eksplisit menempatkan kesehatan sebagai bagian dari kesejahteraan rakyat yang. harus tersedia merata. Konsekwensinya daerah-daerah harus mengalokasikan pendanaan.. yang lebih besar terhadap sektor kesehatan. Pendanaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di berbagai negara. Penelitian Oleh WHO di Indonesia yang selama bertahun-tahun prihatin bahwa masalah kesehatan di Indonesia mengalami kemandegan akibat pendanaan, sebagai salah satu masukan (input) yang penting kurang mendapat perhatian. Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi dengan jumlah anggaran kesehatan yang masih rendah di tambah lagi dengan belum teratasinya beberapa masalah kesehatan, penting dilakukan analisis pembiayaan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang peta pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Dinas kesehatan Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan desain deskriptif operasional di bidang analisis pembiayaan kesehatan Masyarakat yang bersumber dari pemerintah di Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Gudang Farmasi dalam wilayah Kabupaten Muaro Jambi, Penelitian ini adalah telaah dokumen Dalam DASK yang di kelompokan menurut, sumber, provider, Fungsi biaya, program Prioritas dan realiasasi angearan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa total anggaran untuk pembiayaan kesehatan masyarakat bersumber pemerintah sebesar Rp 21,052,017,064,- dan nilai per kapita adalah Rp 71,104,11,- per tahun, yang bersumber dari APBD Kabupaten Rp 13,448,602,038 (65 %), Pinjaman Luar Negeri/Bantuan Luar Negeri PLN/BLN adalah sebesar Rp 4,300,000,000,- (21%) dan APBN sebesar Rp 3,015,000,000,(15 %). Dari 7 Provider, Bagian Tata Usaha mendapat porst terbesar Rp 7,013,652,601,- (34%) sedangkan terkecil alokasi biaya Bidang Pelayanan Kesehatan dasar Rp 919,380,000,- (4%). Pengelompokan menurut biaya pelayanan kesehatan yang terbesar adalah suporting Rp 12,770,145,438,- (62%). Fungs) pembiayaan Line Htem dengan alokasi dana terbesar adalah biaya Operasional yaitu Rp 16.121,935,838,(78%). Pembiayaan program kesehatan alokasi terbesar adalah program kesehatan kuratif Rp, 6,543,320,200,- (32%). Pembiayan 9 program kesehatan prioritas sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) alokasi terbesar untuk program pelayanan kesehatan dasar sejumlah Rp 4,695,774,960,- (23%). Realisasi dana yang sudah di alokasikan adalah sejumlah 92% terdiri dari: Dana yang bersumber APBN 99%, realisasi anggaran bersumber APBD adalah 98%, dana yang besumber dari BLN/PLN mempunyai realisasi dana terrendah hanya 68% dani total alokasi anggaran. Di sarankan bagi pemerintah Kabupaten Muaro Jambi dalam menyusun kebijakan pembiayaan sektor kesehatan kiranya lebih memperhatikan distribusi per Provider, Program prioritas dan standar pelayanan minimal bidang kesehatan maupun distribusi sesuai fungsi pembiayaan pelayanan kesehatan. Hal ini harus di ikuti dengan peningkatan pembiayan sektor kesehatan terutama untuk pelayanan publik untuk menunjang visi dan misi kesehatan serta visi Pemerintah daerah Kabupaten Muaro Jambi tercapai. Dinas Kesehatan perlu memaksimalkan penyusunan Disirict Health Account (DHA) sehingga diperoleh bahan evaluasi dan penentuan alokasi pembiayaan program yang lebih memudahkan dalam pengelompokan pembiayaan kesehatan Masyarakat. Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Daerah lebih meningkatkan advokasi kepada Pemerintah Daerah, DPRD dan sektor swasta serta masyarakat dalam memobilisasi sumber pembiayaan kesehatan. ......Development of health is progressive and continuous process to increase degree of health of public. With in the doing of Amendment I - [VY UU Dasar Negara Republic Indonesia year 1945, purpose of state have been progressively clear where explicitly place health as part of prosperity of people to be be available flatten. The consequence of allocation areas have to financing of larger oneses to health sectors. Financing of health is main key in health system in various states. According To Thabrani H" Research By WHO in Indonesia which during through years concerned that problem of health in Indonesia experience stag as result of financing, as one of input ( input) important less getting attention " The purpose of this research is to know about defrayal of health from duty of health government of Sub-Province Muaro Jambi year 2006. This research type is descriptive operational research design in deftayal analysis of Public health which stemming from government in health of duty, Puskesmas (public health centre) and Pharmacy warehouse in Sub-Province of Muaro Jambi, this research is DASK document study which grouped according, source, provider, cost function, Priority program and budget realization. This research result show that total budget for defrayal of public health from government equal to Rp 21,052,017,064,,- and assess per capita is Rp 71,104,11,- per year, from Sub-Province District Revenue Plan (APBD) Rp 13,448,602,038 (65%), Foreign Loan /Foreign Aid (PLN/BLN) is equal to Rp 4.300,000,000,- (21%) and State Revenue Plan (APBN) equal to Rp 3,015,000,000,- (15%). From 7 Provider, Arranging Effort get the biggest portion Rp 7,013,652,601,- (- 34%), smallest cost allocation is Base Health Service Rp 919,380,000,- (- 4%). Subdividing according to the service health budget the biggest is supporting Rp 12,770,145,438,- (- 62%). Line Item defrayal function with the biggest fund allocation is Operational expense that is Rp 16,121,935,838,- (78%). The biggest allocation health program defrayal is curative Medicare Rp 6,543,320,200, (32%). Defrayal of 9 priorities Medicare according to Minimum Standard Service (SPM) the biggest allocation for base health service program is Rp 4.695.774.960, (23%). Fund Realization which allocated was 92% consisted: Fund from APBN 99%, budget realization from APBD 98%, fund from BLN/PLN have low fund realization which is only 68% from total budget allocation. In suggesting for government of Sub-Province of Muaro Jambi in compiling policy of health defrayal sector presumably more pay attention to distribution per Provider, Priority program and Minimum Standard Service and also distribution according health service defrayal function. This thing must follow with increasing of health defrayal sector especially public service for supporting health mission and vision and also to reach the vision of Sub-Province Muaro Jambi Government. Duty of Health enquires to maximize compilation of District Health Account (DHA) so that can obtained a material for evaluation and determination of defrayal allocation of program which more facilitate in subdividing of health public defrayal. Duty of Health and district hospital needs more advocating to local government, private sector and Local Parliament and also public in mobilization source of health defrayal.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Zulfah Dani Hari Wijaya
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Amalia Zulfah Dani Hari WijayaProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Analisis Pembiayaan dan Kebutuhan Biaya ProgramPenanggulangan Tuberkulosis Tahun 2018- 2020 di KotaCilegonTuberkulosis TB masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga kini danIndonesia menempati posisi ke 2 negara dengan beban TB tertinggi di duniasehingga salah satu program prioritas pemerintah adalah dengan melalui percepataneliminasi Tuberkulosis. Pembiayaan TB di Kota Cilegon setiap tahunnya makinmeningkat, akan tetapi angka prevalensi dan angka keberhasilan pengobatan tidakcukup baik. Salah satu strategi yang dilakukan adalah regulasi dan peningkatanpembiayaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaranalokasi pembiayan kesehatan dengan pendekatan Health Account dan mengetahuikebutuhan pembiayaan dengan menggunakan perhitungan Standar PelayananMinimum. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif didukung dengandata/dokumen keuangan, dengan rancangan penelitian studi kasus. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa Pemda Cilegon memiliki kemampuan sumber pendanaanyang baik, karena sebagian besar dana program berasal dari APBD sehingga tidakketergantungan dari dana Donor. Sebagian besar anggaran dipergunakan untuk inikegiatan kuratif rawat jalan dan hanya sedikit sekali kegiatan yang berkaitan dengansurveilnce dan deteksi TB. Hasil perhitungan SPM tahun 2018 sebesar Rp.593.627.617, Tahun 2019 sebesar Rp 721.746.271 dan tahun 2020 sebesar Rp750.830.736. Berdasarkan hasil wawancara mendalam komitmen para pemangkukebijakan sudah cukup baik terbukti dengan adanya usaha untuk membantumencari sumber dana lain seperti DPW Kel dan CSR, Akan tetapi belum memilikiRAD terkait penanggulangan TB. Selain itu hasil DHA juga belum dijadikansebagai salah satu acuan dalam perencanaan anggaran kesehatan Pemerintah KotaCilegon.Kata Kunci: Tuberculosis, SPM, Health Account, Pembiayaan
ABSTRACT
Name Amalia Zulfah Dani Hari WijayaStudy Program Public Health ScienceTitle Analysis of Financing and Cost Requirements ofTuberculosis Control Program Year 2018 ndash 2020 in CilegonCityTuberculosis is still a health problem in the world today and Indonesia ranks secondcountries with the highest TB burden in the world. so one of the government 39 spriority programs is through the acceleration of Tuberculosis elimination. TBfunding in Cilegon city is increasing every year, but the prevalence rate and successrate of treatment is not good enough. One of the strategies implemented isregulation and improvement of financing. The purpose of this research is to get anoverview of health care funding allocation with Health Account approach and toknow financing requirement by using Minimum Service Standard. This research isa qualitative research supported by data financial document, with case studyresearch design. The results show that the Cilegon Local Government has a goodsource of funding capability, since most of the program funds come from APBD soit is not dependent on donor funds. The bulk of the budget is spent on this curativeoutpatient activity and very little activity related to surveillance and TB detection.The calculation of Minimum Service Standard in 2018 is Rp. 593,627,617, Year2019 amounting to Rp 721,746,271 and year 2020 amounting to Rp 750,830,736.Based on the results of in depth interviews the commitment of the stakeholders ofthe policy has been quite well proven with the existence of efforts to help find otherfunding sources such as DPW Kel and CSR. But not yet have RAD related TBcontrol. In addition, DHA results have not been used as a reference in the planningof the health budget of the City Government of Cilegon.Key Word Tuberculosis, Minimum Serviced Standard, Health Account,Pembiayaan
2018
T51358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fatimah
Abstrak :
Belanja kesehatan adalah jenis belanja daerah yang dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota dalam bidang kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah diperoleh gambaran belanja kesehatan secara komprehensif yang akan digunakan untuk mempertajam alokasi belanja kesehatan, dan menjadi evaluasi terhadap belanja kesehatan yang dapat memberikan indikator kesehatan yang meningkat. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan mengumpulkan dana alokasi dari pendanaan kesehatan yang bersumber pemerintah. Hasil penelitian sumber pembiayaan dari jumlah yang dialokasikan APBD maka dana yang dikeluarkan telah memadai, hal ini terlihat dari persentase jumlah yang diperoleh sebesar 12,8 % pada tahun 2019. Pengelola dalam sektor kesehatan menunjukan adanya pengelola yang didominasi oleh Rumah Sakit sebesar 39,94%, Dinas Kesehatan 34,44% dan Puskesmas 25,62 %. Bedasarkan jenis fungsi pelayanan kuratif hanya mencapai 24,5%. Kesimpulan : Belanja kesehatan dominan dialokasikan untuk belanja kesehatan tidak langsung, pemerataan terhadap program kuratif sangat rendah. ......Health expenditure is a type of regional expenditure used to fund the implementation of government initiatives and programs in the health sector that fall under the jurisdiction of provinces or districts/cities. This research aims to provide a comprehensive overview of public health expenditure in order to inform the allocation of resources and evaluate the effectiveness of these expenditures in improving health outcomes. This research employs a descriptive research design, using data on government funding for health initiatives. The results of the study show that the source of financing is from the amount allocated by the APBD, the funds spent are adequate, this can be seen from the percentage of the amount obtained by 12.8% in 2019. Managers in the health sector show that there are managers who are dominated by hospitals amounting to 39, 94%, Health Office 34.44% and Health Center 25.62%. Based on the type of curative service function only reached 24.5%.. Overall, this research finds that a significant proportion of health spending is directed towards indirect expenditures, resulting in low levels of equity in funding for curative programs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Khasanah
Abstrak :
Secara persentase, alokasi anggaran di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada tahun 2021 yang bersumber dari APBD Kota Tangerang mengalami penurunan dari tahun 2020. Pada tahun 2021 jumlahnya13,83% dari total APBD Kota Tangerang sementara pada tahun 2020 sebesar 15,04% dari total APBD. Jumlah kematian ibu hamil di Kota Tangerang pada tahun 2021 adalah sebanyak 15,47/100.000 kelahiran hidup dimana meningkat dari tahun 2020 yang sebesar 12,92/100.000 kelahiran hidup dimana 50% penyebab kematian adalah karena COVID-19. Pandemi COVID-19 turut mempengaruhi jumlah kematian ibu hamil di Kota Tangerang, selain itu dari sisi anggaran terdapat perubahan kebijakan terkait alokasi anggaran dalam rangka penanganan COVID-19. Untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pembiayaan kesehatan dengan perencanaan anggaran oleh pemerintah daerah dalam program pelayanan kesehatan ibu hamil di Kota Tangerang, maka perlu dilakukan analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber Pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian belanja program pelayanan kesehatan ibu hamil di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2020-2022 dengan perencanaan pada awal tahun anggaran. Penelitian ini menggunakan desain crosssectional dengan menganalisis data pembiayaan kesehatan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2020-2022. Hasil penelitian adalah pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga tahun 2022. Dimensi sumber pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang terbesar adalah bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan berupa innatura. Berdasarkan jenis kegiatan, belanja untuk kegiatan tidak langsung proporsinya lebih besar dibandingkan belanja kegiatan langsung, sehingga belum mencerminkan adanya penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Menurut dimensi mata anggaran, jenis input yang dibeli dengan proporsi terbesar yaitu belanja operasional untuk peningkatan kinerja pelayanan kesehatan. Belanja pada program pelayanan kesehatan ibu hamil untuk tahun 2020-2022 tidak sesuai dengan perencanaan pada awal tahun anggaran karena terjadi refocusing anggaran untuk penanganan pandemi COVID-19, selain itu juga terdapat pembatasan kegiatan tatap muka sehingga beberapa jenis belanja kegiatan tidak dapat terserap. Penelitian ini menyarankan bahwa Dinas Kesehatan Kota Tangerang perlu meningkatkan pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil dari pemerintah daerah; memperkuat kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta dan organisasi profesi; dan membuat kebijakan yang mengarah kepada kegiatan-kegiatan langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan meningkatkan cakupan program baik di tingkat Dinas Kesehatan maupun puskesmas. Sementara itu, puskesmas diharapkan perlu mengoptimalkan pendapatan BLUD baik dari pendapatan kapitasi maupun non kapitasi JKN dan meningkatkan pembiayaan kegiatan-kegiatan langsung yang bersentuhan dengan masyarakat. ...... In percentage terms, the budget allocation at the Tangerang City Health Office in 2021 sourced from the Tangerang City APBD has decreased from 2020. In 2021 the amount is 13.83% of the total Tangerang City APBD while in 2020 it is 15.04% of the total APBD. The number of deaths of pregnant women in Tangerang City in 2021 is 15.47/100,000 live births which has increased from 2020 which was 12.92/100,000 live births where 50% of the causes of death were due to OVID-19. The COVID-19 pandemic has also affected the number of pregnant women deaths in Tangerang City, apart from a budget perspective, there have been policy changes related to budget allocations in the context of handling COVID-19. In order to find out how the suitability of health financing is with the budget planning by the local government in the health service program for pregnant women in Tangerang City, it is necessary to analyze government-sourced health financing. The purpose of this study was to determine the suitability of program spending on pregnant women’s health services at the Tangerang City Health Office in 2020-2022 with planning at the beginning of the fiscal year. This study used a cross-sectional design by analyzing data on government-sourced health financing for pregnant women’s health service programs at the Tangerang City Health Office in 2020-2022. The results of the study are that government-sourced financing for pregnant women's health services at the Tangerang City Health Office has increased from 2020 to 2022. The largest dimension of government-sourced maternity health service program financing at the Tangerang City Health Office is sourced from the State Budget of the Ministry of Health in the form of innatura. Based on the type of activity, spending on indirect activities has a larger proportion than spending on direct activities, so it does not yet reflect performance-based budgeting. According to the dimensions of the budget line, the type of input purchased with the largest proportion is operational expenditure for improving the performance of health services. Expenditure on the health care program for pregnant women in 2020- 2022 is not in accordance with the planning at the beginning of the fiscal year due to budget refocusing for handling the COVID-19 pandemic, besides that there are also restrictions on face-to-face activities so that several types of activity spending cannot be absorbed. This study suggests that the Tangerang City Health Office needs to increase the financing of the maternal health service program from the local government; strengthening cooperation with private health care facilities and professional organizations; and make policies that lead to direct activities that can be felt by the community and increase program coverage at both the Health Office and puskesmas levels. Meanwhile, it is hoped that the puskesmas will need to optimize the BLUD's income, both from capitation and non-capitation JKN income; and increase the financing of activites directly in contact with the community.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Isnaini Lestari
Abstrak :
Pembiayaan kesehatan dalam era otonomi sangat tergantung pada komitmen daerah, khususnya pembiayaan yang bersumber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan, mutu dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah. Tersedianya data pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting dengan adanya kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan program kesehatan di daerah. Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Tangerang, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi biaya kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun perkapita, sumber pembiayaan, bagaimana peruntukan dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran dan antar program, serta diketahuinya resource gap dalam pembiayaan program prioritas. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tangerang pada Dinas Kesehatan dan instansi terkait yang menjadi Finance Intermediares pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA). Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi tahun anggaran 2003, hasil analisis menunjukan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah alokasi tahun anggaran 2003 adalah Rp. 80.960.838.900 dan 64.17% nya bersumber dari APBD, sedangkan pembiayaan kesehatan perkapita adalah Rp. 26.744/kapital tahun. Dilihat dari peruntukannva, balk pembiayaan di Kabupaten, Dinas Kesehatan dan RSU, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional. Proporsi belanja investasi dan pemeliharaan di Kabupaten maupun di Dinas Kesehatan hampir berimbang, sedangkan di RSU alokasi belanja pemeliharaan sangat kecil, bahkan pemeliharaan gedung dan pelatihan tidak dianggarkan. Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp. 41.174/ kapital tahun) maka dibandingkan alokasi dana yang tersedia terdapat resource gap sebesar Rp. 43.683.563.300. Disamping itu dari perhitungan input cost untuk 2 program prioritas, tidak didapatkan resource gap untuk P2TB Paru dan terdapat resource gap sebesar Rp. 11.180.000 untuk penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue). Namun, bila biaya personel, gaji dan investasi dimasukkan dalam perhitungan, resource gap ternyata cukup tinggi. Kesulitan dalam perhitungan resource gap adalah dalam upaya mencocokkan Komponen Biaya dari dana yang tersedia dibandingkan kebutuhan dana. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan kesehatan perkapita bagi penduduk Tangerang dan memperkecil resource gap perlu dipertimbangkan efisiensi internal, realokasi antar unit pengguna dan program atau mobilisasi dana dengan mekanisme penyesuaian tarif pelayanan di Instansi Pemerintah dengan melihat kemampuan masyarakat membayar (ATP). Daftar Bacaan : 30 (1990 - 2003)
Analysis of The Government Expenditures for Health in Tangerang District, Fiscal Year 2003. (A District Health Account Approach)Health financing in the era of regional autonomy strongly depends on the commitment of regional governments, in particular the government resources. The regional health financing system needs to be evaluated and developed so that the main issues concerning regional health financing, such as mobilization of funds, allocation of funds, and financial efficiency, could be well implemented to ensure the equity, quality and sustainability of the region's health development. The availability of health financing data becomes very important with the decentralization of health services, to facilitate the process of policy making and strategic planning of regional health financing. The analysis of the government expenditures for Health in Tangerang District has never been analyzed before, this research is a mean to find out the budget allocation for Health in one fiscal year totally and per capita, the sources of funds, the proportion of uses of fund within health programs, uses of fund by type of expenditures and line items, and to identify the resource gaps in the financing of priority health programs. This research is carried out in the District Health Office of Tangerang District and other related institution, as finance intermediaries for government contribution for health. This study used a District Health Account approach. Analysis of health financing is carried out from the data of fiscal year 2003. Analysis shows that the total source of government health expenditure in fiscal year 2003 amounts to Rp. 80.960.838.900,- with 64.17 % originating from the regional budget of Tangerang District, whilst the per capita health expenditure is Rp. 26.744,-per capita per year. As judged by the usage of funds allocated to the District Health Office and the Regional Public Hospital, the proportion of funds used for public service exceeds that used for staff needs, with the greatest proportion of funds allocated for operational expenses. The proportion of funds for investment and maintenance in the Regional Health Service is almost equal, whilst the allocation of funds for maintenance in the Regional Public Hospital is minimal, even funds for the maintenance of buildings and training programs are not allocated. Compared to World Bank estimated figure (health expenditure should be Rp.41.174 per capita per year) there is a resource gap of Rp. 43.683.563.300 per year. Besides, from the calculation of input cost of two priority programs, there is no resource gap for the Tuberculosis Eradication Program and Rp. 11.180.000 for the Control of Dengue Hemorrhagic Fever Program. However, if we include the investment and salary, the resource gap will be quite high. We found difficulties in matching the line item of the fund available (DHA) and fund needed (input cost). To fulfill the total requirement of per capita health needs of the population of Tangerang District and to minimize the resource gaps, the author suggests the need to improve internal efficiency financing, inter-program reallocation of funds, the reassessment of health services costs and tariffs, and the improvement of health services quality.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Rachmatullah
Abstrak :
Penyaldt Demam Berdarah merupakan salah satu rnasalah kesehatan masyarakat yang berdampak luas bagi kehidupan,karena merupakan pcnyakit menular yang berbahaya oleh karena dapat rnenimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabaln Kabupaten Lebak mcrupakan kabupaten yang dapat berpolensi temjadinya kasus luar biasa (KLB) demem Berdamh Dengue,untuk tu maka perlu perhatian dari pemcrimah daerah untuk penyiapan baik dana maupun sarana dalam mengantisipasi kejadian tersebut.Kebijakan otonomi daiam era desentralisasi menyebabkan bidang kesehatan menjadi tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah Kabupatcn/Kota didalam penyelenggaraan pembangunannya untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakagdan sebagai konsckwcnsinya pemerintah kabupaten/kota harus menyusun kebijakan,termasukkebijakan pembiayaan dalam upaya pembanguuan kesehatan tersebut. Sampai saat ini belum pemah dilakukan analisis mengenai pendanaan program yang bersumber pemerintah baik lmtuk pemeberantasan maupun pengobatannya di Kabupaten Lebak. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bcrapa besar pcndanaan program pemberantasan Dcmam Berdarah Dengue di Kabupaten Lcbak baik untuk Upaya peningkatan Kesehatau Masyarakat (UKM) maupun untuk Upaya Peningkatan Kesehatan Perorangan (UKP), berapa persentasenya dari anggaran kesehatan maupun dari APBD,dan bagaimana pengglmaannya untuk kegiatan apa saja yang menjadi prioritas. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lebak pada Instansi Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dan Di RSUD Adjidharmo yang merupakan Rumah sakit Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, sebagai pengclola anggaran program Demam Berdarah Dengue bcrsumber pernerintah di Kabupaten Lebak. Analisis pendanaan program pemberantasan DBD menggunakan data anggaran tahun 2005, tahun 2006 dan data anggaran tahun 2007. Dari hasil analisis tersebut didapatkan besaran anggaran bcrsumber pemerintah untuk program UKM DBD tahun 2005 adalah sebesar Rp.l02.035.000 sedangkan untuk tahun 2005 adalah sebcsar Rp. 80.821000 dan untuk tahun anggaran 2007 adalah 242.384.000. Besaran anggaran yang digunakan untuk Program UKP yang bersumber pemerintah (kcls III) adalah untuk tahlm 2005 sebesar Rp. 1.518.750, untuk tahun 2006 sebesar l6.258.800. sedangkan untuk tahun 2007 besamya adalah sebesar Rp. 44.305.308. Dengan menggnmakan angka estimasi bank dunia lmtuk kebutuhan program csscnsial dimana Demam Berdarah Dengue termasuk didalamnya maka realisasi pendanaan untuk program DBD di Kabupatcn Lebak baru mencapai 201,50 perkapita/tahun dari estimasi kebutuhan standar bank dunia untuk program DBD adalah sebesar 4.923 pcrkapita/tahun. Pada analisis kasus diketahui terdapat kecamatan endcrnis untuk kasus Demam Berdarah yaitu kecamatan Rangkasbitung, kecamatan Cibadak, Kecamatan Kalang Anyar, Kecamatan Bojong manik dan Kecamatan Cileles. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Kabupaten Lebak untuk dapat memanfaatkau lebih optimal kebijakan pemda dalam alokasi pendanaan untuk lebih efektif dan efisien dalam penentuan dan penggunaan berdasarkan skala prioritas. ......Dengue Haemorragic Fever disease is a public health problem that affects widely in life because it is a dangerous and contagious disease which can cause death in a short period and become epidemic otienly. Regency of Lebak is an area that has a potentiality for extraordinary case (KLB) of dengue fever. Therefore, need more attention from local govcmmcnt in preparing fund and also means for anticipating this problem. Autonomous policy in the era of decentralization has placed health sector as its local govemment's responsibility and obligation; and thus, makes local govemment has to arrange local policy including funding policy in order to develop enough progress in health sector. Until now, there is no study from the government, which analy/.e the timding program either for eradicating or medication of dengue haemorrhagic fever in Regency of Lebak. Therefore this research is conducted in order to know how much tl1e funding program for dengue haemorragic fever?s eradication in Lebak for both Public Health Improvement Effort (UKM) and Personal Health Improvement Effortl And also to know how much the percentage from either health budget or APBD; how is its usage, what activities that become the first priority. This research is executed on the Institution of Public Health Service and Social Prosperity and on RSUD Adjidharmo in Regency of Lebak, as the organizer of dengue haemorrhagic fever's funding program that comes fiom its local government. Dengue Haemorragic fever?s eradication funding program analysis uses all budget data in 2005, 2006 and 2007. From the analysis we found that the amount of budget from local govemment for UKM DBD program in the year of 2005 is l02.035.000 IDR; while 2006 is 80.821000 IDR and for 2007 is 242.384.000 IDR. The amount of budget used for UKP Program which is based on govemmcnt (class III) in the year of 2005 is 1.518.750 IDR, and 2006 is l6,258.800 IDR, and 2007 is 44.305.308 IDR. By using world bank?s estimation number for essential program requirement where dengue haemorrhagic fever is included, hence the realization ol? dengue haemotragic fever?s funding program in Lebak is about 201,50 per capita/year while the world bank?s standard requirement estimation is about 4.923 per capita/year. On case analysis, known that there is endemic sub-district for dengue haemorragic fever case, which are Rangkasbitung, Cibadak, Kalang Anyar, Bojong Manilc and Cileles. Pursuant to the result ofthe research, the writer suggests the Public Health Service and Social Prosperity Institution in Regency of Lebak to make use the local government?s policy more optimal especially in funding allocation to be more effective and efficient base on priority scale.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Wulida Gusdani
Abstrak :
Kantor Kesehatan Pelabuhan merupakan penjaga kesehatan di pintu masuknegara. Upaya penyelenggaraan kesehatan di pintu masuk negara harus didukung oleh alokasi pembiayaan kesehatan yang cukup, efektif dan efisien. Analisis pembiayaan kesehatan dan kinerja ditujukan untuk melihat pembiayaan kesehatan dalam mencapai sasaran kinerja yang ditetapkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik WM dan telaah dokumen terkait. Dokumen terkait realisasi belanja dianalisis menggunakan tools Health Account dan ditabulasi dengan tabel pivot. Hasil penelitian menunjukkan sasaran strategis dan indikator kinerja yang ditetapkan tidak sejalan dengan tugas pokok dan kegiatan yang dilaksanakan. Imbasnya, alokasi pembiayaan kesehatan harus sesuai menu penyusunan perencanaan meskipun peruntukannya terbatas. Penyusunan anggaran memenuhi prinsip penganggaran terpadu dan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah. Meskipun disiasati dengan efektif, pemotongan anggaran berdampak pada capaian kinerja. Pengeluaran pelayanan kesehatan saat ini sebesar 72,8 -88,7 dengan komposisi fungsi pelayanan pelayanan preventif sebesar 50 -64 dan sisanya fungsi tata kelola dan administrasi kesehatan. Pembentukan modal tetap bruto dalam sistem kesehatan sebesar 11 -27 dari total pengeluaran kesehatan. Pelaksanaan UKM cukup baik dalam menggerakkan mesin birokrasi dan sosial namun terkendala koordinasi pada kegiatan pengawasan OMKABA dan pelabuhan/bandar udara sehat. Ketersediaan SDM belum sesuai standar dan distribusinya tidak merata. Revisi UU kekarantinaan kesehatan yang belum disahkan membuat penguatan KKP belum berjalan optimal. Pengelolaan sistem informasi berjalan dengan baik kecuali website yang kurang diperbaharui. Kesimpulan diperoleh pembiayaan kesehatan belum berbasis kinerja untuk mendukung tupoksi. Capaian kinerja belum optimal bukan hanya disebabkan oleh faktor pembiayaan namun kerjasama lintas sektor, dukungan regulasi, SDM dan peran serta masyarakat turut mempengaruhi pencapaian. Direkomendasikan melakukan penyesuaian antara sasaran strategis dan indikator kinerja dengan tupoksi dan pelaksanaan kegiatan, perbaikan dan penyesuaian menu perencanaan, mengadakan perjanjian kerjasama kegiatan pengawasan OMKABA, mengusulkan pengadaan dan pemerataan SDM sesuai standar, mendorong percepatan pengesahan RUU Kekarantinaan Kesehatan melalui konsultasi publik, advokasi yang lebih intensif kepada pihak-pihak terkait di bandara/pelabuhan, memperbaharui website dan memaksimalkan tren media sosial, serta meningkatkan dan memprioritaskan alokasi pembiayaan kegiatan langsung dan yang mengungkit indikator kinerja. ......Port Health Office is a health guard at the state's point of entry. Public health strengthening at the point of entry should be supported by adequate, effective and efficient allocation of health financing. Health financing and performance analysis is aimed to analyze health financing related to achieve defined goal performance. This is a qualitative research using indepth interview method and documents review. Expenditure documents were analyzed using Health Account tools and tabulated with pivot tables. The results shows that the strategic objectives and performance indicators set arenot in line with the main tasks and activities undertaken. As the impact, health financing must be allocated based on planning menu although the allocation is limited. Budgeting meets the principles of a unified budgeting and medium term expenditure framework approach. Although budget cuts have been tried to be effectively tackled, they impacts to the performance goals. Current expenditure on health care is 72,8 88,7 with the preventive care is 50 64 and the rest is governance, and health system and financing administration expenditure. Expenditure on gross capital formation in the health care is11 27 of THE Total Health Expenditure. Public health program have been well implemented to empower the bureaucratic and social machines though the controls of drugs, food, cosmetics, medical devices, addictive materials OMKABA and a healthy port airport were not well coordinated. The availability of human resources is not up to standard and the distribution is uneven. Unrevision of the Law on Health Quarantine made the point of entry strengthening not optimal. The management of information system goes well but website is not well updated. Conclusion shows that the health financing is not performance based to support tasks, principal and functions. Goal performance is not optimal due to financing factor, cross sector cooperation, regulation support, human resources and community participation which play important roles in the achievement. It is recommended to make an adjustment between strategic objectives and performance indicators with main tasks and activities undertaken, improvements and adjustments to the planning menu, changes in performance indicators, to conduct agreement on OMKABA controls, to propose procurement and distribution of human resource based on standard, to accelerate the enactment of the revision of Law on Health Quarantine through public consultation, more intensive advocacy to stake holders at the airports ports, update websites and maximize trends social media, as well as increasing and prioritizing funds to finance direct health activity and those that improves performance indicator.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library