Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
Pakpahan, Beginda
"Saat ini perkembangan CFSP bergerak Iambat. CFSP dibentuk oleh Uni Eropa untuk menghadapi tantangan regional dan global, serta berbagai ancaman. Seiring dengan itu, UE juga membentuk European Security and Defence Policy (ESDP) pada tahun 1999. Kenyataannya, ESDP dan CFSP saling terkait sebagai pendekatan keamanan Eropa menghadapi berbagai masalah keamanan di kawasan UE. Dalam artikel ini, penulis berpendapat bahwa CSFP dan EDSP sangatlah penting dan harus menjadi kerangka kerja yang utuh bagi UE karena (1) UE telah menjelma menjadi aktor global. UE harus memiliki CFSP yang komprehensif untuk memainkan peran penting sebagai kekuatan yang harus dilatih dan diperkuat oleh kemampuan pertahan di era politik global, (2) CFSP harus meliputi agenda keamanan UE dan ESDP mencerminkan agenda pertahanan UE, dan (3) UE rnemiliki peran penting, peran global dalam menghadapi isu perdamaian dan keamanan. CFSP merupakan pendekatan yang efektif bagi UE dalam mernainkan peran tersebut."
Jurnal Kajian Wilayah Eropa, 2007
JKWE-3-3-2007-82
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Edi Mardianto
"
ABSTRAK Aksi 212 merupakan sebuah fenomena demonstrasi yang dilakukan dengan intensi keagamaan, syarat kepentingan politik, dan melibatkan jumlah massa ratusan ribu orang - terbanyak sejak tahun 1998 di Indonesia. Kepolisian melalui Satuan Brimob Polda Metro Jaya adalah lembaga negara yang diberikan fungsi dan wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, salah satunya mengamankan proses dan dampak dari Aksi 212 yang dianggap lsquo;berpotensi rusuh rsquo; dalam laporan intelejen. Kepolisian secara umum dan Brimob Polda Metro Jaya secara khusus menghadapi dilema dalam menggunakan kekuatannya dalam menghadapi Aksi 212 karena harus berhadapan dengan pilihan-pilihan yang kompleks, karena ada dampak politik dan dampak sosial yang dapat timbul dari penggunaan kekuatan fisik. Kepolisian dan Brimob memilih menggunakan kekuatan non-fisik untuk mengamankan Aksi 212 yang kemudian mendukung keberlangsungan Aksi 212 yang aman dan damai. Penelitian ini hendak membaca penggunaan kekuatan non-fisik sebagai Soft Power dengan mengasumsikan posisi Brimob dan potensi kerusuhan yang dimiliki oleh sejumlah massa Aksi 212 berada dalam upaya menyeimbangkan kekuatan dan memperkuat upaya democratic policing dan community policing yang sedang difungsikan sebagai upaya untuk melakukan reformasi Kepolisian di Indonesia.
ABSTRACT Aksi 212 is a demonstration phenomenon conducted by religious intentions, political interest, and implicate hundred thousand people ndash the largest demonstration since 1998 in Indonesia. Police, through Polda Metro Jaya rsquo s Brimob Unit is a state institution which is given the functions and authority to maintain security and public order, one of which secures the process and impact of Aksi 212 which is considered 39 potentially violent 39 based on intelegence rsquo s report. Police in general and Brimob Polda Metro Jaya in particular, facing a dilemma in using its power for securing the process and effects of Aksi 212 in a complex choices, because there are political and social impacts that can arise from the use of physical force. The Police, especially Brimob chose to use non physical forces to secure Aksi 212 which then supported the safe and peaceful condition in the process of Aksi 212. This research contain the use of non physical forces as ldquo Soft Power rdquo by assuming the Brimob rsquo s position and the potential of riot owned by the mass of Aksi 212 as in position to maintain balance the power and strengthen democratic policing and community policing that is being functioned as an effort to reform the Police InstituTion in Indonesia"
2018
T49209
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mohammad Reiza
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Wetik, Fransiskus Benny
"Skripsi ini membahas tentang kebijakan smart power Pemerintahan Vladimir Putin dalam menghadapi perluasan keanggotaan yang dilakukan oleh NATO pada tahun 2000-2008 ke Ukraina dan Georgia. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemerintahan Vladimir Putin tahun 2000-2008 berhasil mencegah ekspansi NATO ke Georgia dan Ukraina. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif-analitis. Kebijakan smart power Vladimir Putin terdiri atas pendekatan lunak (soft power) dan pendekatan keras (hard power). Putin berusaha menaikkan citra Rusia di tingkat global untuk mendapat perhatian dunia melalui kedua pendekatan tersebut. Hard power dan soft power juga diterapkan di Ukraina dan Georgia dengan proporsi yang berbeda. Hingga akhir masa pemerintahannya Putin berhasil mencegah upaya Georgia dan Ukraina untuk bergabung dangan NATO melalui kebijakan Smart Power.
This thesis discusses the policy of Vladimir Putin?s smart power toward the expansion of NATO membership in 2000-2008 in Ukraine and Georgia. This thesis aims to prove that the Vladimir Putin government in 2000-2008 succeeded in preventing the expansion of NATO over Georgia and Ukraine. The research method used this thesis is a descriptive-analycal. Vladimir Putin?s policy of smart power concists of the soft approach (soft power) and the hard approach (hard power). Putin tried to raise the image of Russia at the global level to get world attention through both approaches. Both approaches are also implemented in Ukraine and Georgia in different proportions. By the end of his reign Putin managed to prevent Georgia and Ukraine?s efforts to join NATO through Smart Power policy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S35
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Marwah Salsabila Sakti
"Sejak awal diciptakannya, Ilmu Hubungan Internasional berfokus pada sistem internasional yang terdiri atas aktor-aktor negara sebagai aktor utama dengan pendekatan realisme yang menekankan pentingnya power dalam bentuk "hard power". Namun, konsep "soft power" yang diperkenalkan oleh Joseph Nye pada 1980-an menyebabkan adanya wacana powershift, terutama pasca-Krisis Keuangan Global 2008 yang ditandai dengan meningkatnya pengaruh Cina dan penurunan relatif Amerika Serikat. Penelitian ini mengeksplorasi empat tema utama dalam perkembangan wacana powershift tersebut: soft power dan distribusinya, kemunculan debat wacana powershift, analisis pemicu powershift, dan respons terhadap wacana powershift itu sendiri. Kajian terhadap 54 literatur menggunakan metode taksonomi menemukan bahwa powershift merupakan fenomena kompleks yang melibatkan perubahan dalam penggunaan hard power dan soft power. Beberapa literatur mendukung transisi multipolar sementara yang lain menekankan ketahanan unipolaritas AS. Sintesis dari penelitian ini yaitu konsep powershift hadir sebagai respons terhadap perubahan dinamika ekonomi dan politik pasca-Krisis Keuangan Global 2008 dan dipertegas oleh respons cepat Cina terhadap pandemi Covid-19. Literatur konstruktivis menunjukkan bahwa perubahan dalam identitas, norma, dan persepsi global memainkan peran krusial dalam membentuk tatanan internasional baru. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa ada kurangnya perspektif revisionis yang lebih objektif dan efektif dalam literatur yang ada. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan wacana powershift yang lebih komprehensif dan mendalam.
Since its inception, the field of International Relations has focused on an international system consisting of state actors as the primary agents, with a realist approach emphasizing the importance of power in the form of "hard power." However, the concept of "soft power," introduced by Joseph Nye in the 1980s, prompted discourse on powershift, particularly in the aftermath of the 2008 Global Financial Crisis, marked by the rising influence of China and the relative decline of the United States. This study explores four main themes in the development of the powershift discourse: the nature and distribution of power, the emergence of the powershift debate, the analysis of powershift drivers, and the responses to the powershift discourse. A review of 54 literatures using the taxonomy method found that powershift is a complex phenomenon involving changes in the use of both hard power and soft power. Some literature supports a transition to multipolarity, while others emphasize the resilience of US unipolarity. The synthesis of this study indicates that the concept of powershift emerged as a response to changing economic and political dynamics following the 2008 Global Financial Crisis, further reinforced by China's rapid response to the Covid-19 pandemic. Constructivist literature suggests that changes in identity, norms, and global perceptions play a crucial role in shaping the new international order. However, this study also reveals a lack of more objective and effective revisionist perspectives in the existing literature. Therefore, further research is required to develop a more comprehensive and nuanced understanding of the powershift discourse."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library