Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darmoko
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan meneliti dan membicarakan mengenai wahyu dalam Lakon Wayang Kulit Purwa melalui telaah tentang 6 unsur wahyu, yaitu: 1. pemberi wahyu; 2. penerima wahyu; 3. proses pemberian wahyu; 4. proses penerimaan wahyu; 5. wujud wahyu dan, 6. misi wahyu. Sedangkan untuk mempertajam pengertian Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa diadakan perbandingan secara sederhana dengan pengertian Wahyu Dalam Agama dan Kepercayaen Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Metode penulisan yang penulis terapkan untuk menerangkan Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa ialah metode deskriptif, yaitu suatu metode yang berusaha untuk menguraikan (melukiskan) secara jelas suatu karya sastra. Sedangkan pendekatan yang penulis pergunakan i_alah pendekatan intrinsik, yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan teks karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Setelah penulis mengadakan analisis teks karya sastra, yaitu 6 lakon Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa dengan metode deskriptif dan pendekatan intrinsik, maka dalam rangka mempertajam pengertian wahyu penulis membandingkan secara sederhana antara wahyu dalam lakon wayang kulit purwa dengan wah_yu dalam agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang diperbandingkan juga keenam unsur wahyu tersebut di atas. Hasil analisis (telaah) Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa membuktikan, bahwa wahyu mengandung konsep-_konsep Ketuhanan, konsep-konsep budaya spiritual yang selanjutnya dapat kiranya dipergunakan sebagai bahan renungan untuk menjalankan hidup di dunia nyata. Wahyu dalam lakon wayang kulit purwa yaitu anuge_rah Sang Hyang Wisese yang diberikan oleh dewa kepada ksatria utama melalui proses ujian berat, yang diterimanya dengan sarana _laku_ di tempat yang sunyi dan suci berupa sukma, ajaran maupun cahaya untuk keperluan penyempurnaan hidup/dharma, dengan mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan dunia. Jika diperbandingkan dengan pandangan-pandangan wahyu dalam agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, wahyu dalam lakon wayang kulit purwa pada dasarny memperlihatkan suatu kesamaan, yaitu dalam keenam unsur wahyu: pemberi wahyu, penerima wahyu, proses pemberian wahyu, proses penerimaan wahyu, wujud wahyu dan mi_si wahyu. Hanya saja dalam hal pemberi wahyu dilukiskannya dengan istilah yang berlainan, namun pada hakekatnya adalah sama yaitu bahwa wahyu diberikan oleh Tuhan Yang Maha kuasa. Dalam lakon wayang kulit purwa dipakai isti_lah Sang Hyang Wisesa (dewa), dalam agama Islam dan Nasrani dipakai istilah Tuhan (Allah), dalam Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dipakai istilah Tuhan atau Allah. Kemudian dalam hal penerima wahyu pada hakekatnya adalah sama, yaitu manusia yang benar-benar dikehendaki dalam arti terpilih oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk me_nyempurnakan hidup/dharma/amal. Sedangkan dalam hal pro_ses pemberian wahyu, masing-masing pandangan itu memberikan gambaran, bahwa wahyu diberikan secara langsung den tidak langsung yang disertai pula dengan ujian yang ber_asal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Selanjutnya dalam hal proses penerimaan wahyu pada hakekatnya adalah sama, ya_itu bahwa wahyu diterima aleh manusia yang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan melaksanakan laku (bersamadi, bertapa, tarak brata) dan wahyu diterimanya di tempat yang sunyi dan suci (pada ruang dan waktu tertentu). Dalam hal wujud wahyu pandangan-pandangan itu melukiskannya dengan 3 macam wujud yaitu sukma, ajaran dan cahaya, yang masing-masing wujud tersebut apabila di cari hakekatnya akan sama, ialah sesuatu yang mempunyai daya lebih terhadap penerimanya dan memberikan _kekuatan_ kepadanya. Kemudian dalam hal misi wahyu masing-masing pandangan pada hakekatnya adalah sama, yaitu meningkatkan dan menyempurnakan hidup/dharma/amal, dengan mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan dunia.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafwan Hadi Umry
Medan: Format Publishing, 2011
808.81 SHA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 14 (1-4) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mina Elfira
Abstrak :
Di dalam khasanah. sastra Rusia, Leo Nikolaivich Tolstoy dikenal sebagai pengarang yang mampu menampilkan segala kompleksitas permasalahan manusia dalam karya-karyanya. Anna Karenina, sebuah novel psikologis merupakan salah satu bukti akan kemampuan Tolstoy dalam mengungkapkan dan menyuruk kepada kedalaman akan sikap dan watak manusia; yang menjadi subyek sekaligus obyek dari kehidupan itu sendiri. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis novel ini, yaitu sejauh mana novel ini menampilkan konflik batin Anna-Karenina; salah seorang tokoh utama novel ini. Novel Anna Karenina ini memang menarik untuk dibahas, rneskipun pada karya-karya sebelumnya, Tolstoy telah cukup banyak mengupas masalah wanita, namun barulah dalam Anna Karenina ini penulis melihat kematangan Tolstoy dalam menggeluti, memahami, serta menampilkan pribadi wanita seutuhnya, yang terwakili pada tokoh Anna Karenina; seorang wanita yang mengalami konflik batin, akibat keberaniannya untuk menentukan langkah hidup secara jujur, dalam upayanya mencari kebahagiaan hidup.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Ashoka
Abstrak :
Dengan judul Pandangan Manusia berarti penekanannya adalah masalah manusia dari sekian banyak pemikiran Frankl yang disebut logoterapi. Oleh Frankl logoterapi diartikan sebagai logos yaitu makna dalam dimensi noetis (spiritual) dan terapi. Logoterapi Frankl ini keseluruhannya didasari oleh konsepnya tentang manusia. Pandangan Frankl dalam psikologi ataupun psikiatri digolongkan ke dalam kelompok psikologi humanistik ataupun psikiatri eksistensial,yang menempatkan keberadaan manusia sebagai titik sentral. Pemikiran tentang logoterapi dilatarbelakangi oleh kehidupan Frankl sendiri sebagai tawanan di kamp konsentrasi Nazi, Auschwitz; dan dipopulerkan dengan beberapa bukunya yang terkenal di dunia antara lain 'The Doctor and The Soul, dan Man's Search for Meaning. Frankl memberikan dasar filosofis dari logoterapi dalam bentuk tiga rangkaian dasar filosofis sebagai prinsip-prinsip logoterapi yaitu, kebebasan kehendak, kehendak akan makna, dan makna hidup. Kebebasan kehendak merupakan suatu yang sudah inheren dalam diri manusia, kebebasan tak dapat hilang dalam situasi apapun, karena itu kebebasan tidak perlu dicari lagi di luar diri seseorang. Kebebasan pada manusia diandaikan dengan adanya tanggung-jawab(freedom to), bukan semata-mata sebagai suatu pelarian atau eskapisme dari sesuatu(freedom from). Dengan adanya kebebasan maka manusia memungkinkan untuk memilih dan memutuskan sesuatu yang bermakna untuk dirinya yang unik. Oni berarti memungkinkan seseorang memperoleh kehendak akan makna, yang merupakan suatu motivasi fundamental untuk memperoleh hidup yang bermakna. Bila motivasi fundamental ini tidak dimiliki, seseorang akan menghadapi berbagai frustasi seperti frustasi eksistensial, kehampaan eksistensial, dan neurosis noogenik. Seseorang dapat frustasi karena tidak mengerti akan eksistensinya, seseorang akan mengalami kehampaan dalam eksistensisnya berupa kebosanan ataupun apatisme, seseorang akan menghadapi konflik nilai atau makna dalam kehidupannya (neurosis noogenik). Dalam prinsip yang ketiga yaitu makna hidup. Kehidupan seseorang adalah sesuatu yang konkrit dan unik. Hal ini dapat terlihat dalam perwujudannya dalam beberapa nilai, seperti nilai kreatif, nilai pengalaman, nilai atitudinal. masing-masing berhubungan dengan pekerjaan, pengalaman atau penghayatan, dan sikap seseorang terhadap penderitaannya. Berkaitan dengan pandangannya tentang manusia, Frankl juga berbicara tentang teknik-teknik psikoterapi dalam pengertian logoterapi. la mengajukan beberapa teknik seperti paradoxical intention, de-reflection, dan medical ministry. Masing-masing menyangkut pada kemampuan manusia untuk mengambil jarak(self-detachment), mengatasi dirinya(self-transcendence), dan mempertahankan hidupnya yang bermakna. Dalam psikoterapi sebelum Frankl semua teknik ini belum pernah ada. Akhirnya, Frankl bebicara mengenai pandangannya tentang manusia yaitu manusia yang utuh, totalitas. Manusia merupakan totalitas dari dimensi fisik, psikis, dan spiritual, secara singkat disebut sebagai somato-psiko-noogenik. Untuk melihat secara lebih seksama tentang asumsi manusia menurut Frankl, digunakan sembilan kerangka acuan dasar untuk melihat asumsi dasar hakekat manusia. Sembilan tema itu merupakan polaritas yang berlawanan yaitu, kebebasan versus determinisme, rasionalitas vs irasionalitas, holisme vs elementalisme, konstitusionalisme vs environmentalisme, dapat berubah vs tidak dapat berubah, subyektivitas vs obyektivitas, proaktivitas vs reaktivitas, homeostasis vs heterostasis, dapat diketahui vs tak dapat diketahui. Posisi asumsi Frankl tentang manusia dalam sembilan polaritas di atas dapat disebutkan bahwa kecuali tema konstitusionalisme dan rasionalitas, Frankl menempatkan tema-tema lainnya dalam posisi yang lebih ekstrim.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awuy, Tommy
Abstrak :
Fokus skripsi terletak pada buku The Nature and Logic of Capitalism. Dari buku ini dijelaskan bahwa kapitalisme sebaiknya dilihat sebagai formasi historis karena dari sini akan terlihat gambaran yang khas kapitalisme sebagai sistem sosial dengan sistem sosial lainnya. Kapitalisme dilihat pula sebagai formasi sosial, yang dapat dijelaskan dari dua aspek. dari hakekat (nature) dan logika (logic). Maksud dari hakekat ialah diacukan pada perilaku pembentukan institusi kapitalisme. Sedangkan logika diacukan pada pola pergerakan-pergerakan yang dihasilkan oleh hakekatnya. Jadi, dari hakekat terdapat energi-energi potensial yang mengungkapkan sistem logisnya. Kedua pendekatan ini berguna untuk mengkonseptualisasikan totalitas historis suatu sistem. Pada pembentukan institusi sosial dalam pengertian yang luas, hakekat sengacu pada elemen-elemen yang mempengaruhi pembentukan -perilaku manusia, yaitu dari segi luar (eksternal) dan dari segi dalam (eksternal), lingkungan dan kemampuan psikis manusia. Pada pembentukan institusi kapitalisme, energi psikis manusia lebih menonjol, yang membuat ia unik. Dari perilaku pembentukan institusi ini Heilbroner melihat dari sudut psikoanalisa Freud lewat struktur ld, Ego, Super-Ego, dalam proses sosialisasi yang kompleks. Dari sudut ini lewat Cara-caranya yang khas, masyarakat primitif melahirkan pemburu-pemburu, masyarakat feodal melahirkan petani-petani, tuan tanah, atau bangsawan, sedangkan masyarakat kapitalis melahirkan pekerja-pekerja. Logika dari masing-masing masyarakat ini, bahwa masyarakat primitif pasif, masyarakat feodal adalah aturan-aturan yang bersifat ilahi. sedangkan pada masyarakat kapitalis adalah kompetisi pasar. Baik konsep hakekat dan logika merupakan konsep heuristik dalam problem analisa sosial. Pada kapitalisme khususnya, hakekat diacukan pada pembentukan institusinya, yang nampak sebagai suatu proses dari pemilikan pribadi lewat sarana-sarana produksi, yang pada dasarnya terletak pada nafsu manusia mencari keuntungan. ltulah motif manusia dalam pasar sebagai dorongan bawah sadar yang tersublimasi atau terproyeksi lewat benda-benda prestise, dalam hal ini kapital. Kapital menurut Heilbroner adalah penggunaan terus-menerus lewat jaringan sosial, di mana konsep M-C-M' Karl Marx, sangat tepat dalam menielaskan proses kapital ini. Dari M-C--M' muncullah teori penimbunan kekayaan atau akumulasi modal, yang khas dalam masyarakat kapitalis. Dari sini juga terlihat munculnya aspek dominasi; ada pemilik modal dan ada pekerja. dimana hubungan ini didominasi oleh kelas bermodal. Dominasi ini tidak dijalankan lewat legitimasi paksaan seperti legitimasi negara. Dominasi sosial kapitalisme tidak diwarnai oleh penggunaan cambuk. Hal ini terbentuk karma kekhasan kehidupan sosial manusia yang cenderung mengancam pada pengecilan sosial lewat pembagian produk, bukan pengancaman lewat fisik seperti binatang. Misalnya, Pembagian produk ini bukan sekedar karena kelangkaan alam (scarcity), melainkan juga karena nafsu pribadi dalam hubungan sosial. Setiap manusia memiliki kemampuan yang berakar pada narsisme infantil yang kemudian tersublimasi pada penguasaan kapital secara terus menerus, tidak terpuaskan (insatiable), yang menyebabkan terjadinya donimanasi sosial. Logika kapitalisme merupakan pergerakan-pergerakan yang disebabkan oleh hakekat di atas. Pergerakan itu terbagi dua; pergerakan internal dan pergerakan eksternal. Pergerakan internal dapat dilihat pada ekspansi kapital dalam proses M-C-M', yang menimbulkan kompetisi antar kapitalis juga antar pekerja (kompetisi total, sebagaimana perang melawan semua dari Thomas Hobbes). Dasar kompetisi ini ialah dari self preservation manusia. Sedangkan logika dari pergerakan eksternal ialah kebutuhan ekspansi kapital terhadap sarana-sarana kapital, yang biasanya disebut fixed capital. Di sini para kapitalis muncul sebagai orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan, industri, dan teknologi. Hal ini dapat dilacak pada pergerakan historisnya di mana Heilbroner membagi empat periode: pertama, tampilnya kesatuan antara penguasaan industri dan ketrampilan dagang, kedua, munculnya produksi secara besar-besaran seiring dengan penemuan-penemuan mesin-mesin industri yang lebih canggih, yang kemudian terjadi ketimpangan pasar karena persaingan yang tidak sehat, antar perusahaan besar dan perusahaan kecil. Periode ketiga terjadi depresi besar dan perubahaan struktur kapitalisme. Keempat, ditandai oleh intervensi pemerintah yang semakin besar disebabkan problem-problem ekonomi berupa inflasi, deflasi, ekosistem, dan internasionalisasi kapital yang dijalankan oleb perusabaan multi-nasional. Sampai disini ekonomi dan politik nampak tidak dapat lagi secara tegas dipisahkan. Heilbroner menyebut gejala ini sebagai kapitalisme perencanaan. Dari segi perubahan yang disebabkan oleh pergerakan-pergerakan lewat sejarah Heilbroner melihat bahwa kapitalisme tidak bisa dipandang hanya deri segi persoalan-persoalan teknis ekonomi saja. Bahwa sistem logisnya adalah saling pengaruh antar kekuasaan kapital dengan kekuasaan negara. Yang dibutuhkan sekarang ialah usaha membangun suatu wadah dengan dasar hukum yang jelas antara dua kekuasaan yang tersebut di atas. Pertanyaan yang menarik di sini ialah bagaimana prospek kapitalisme itu sendiri? Akan ternyata bahwa faktor politik lebih mendominasi faktor ekonomi. Maka kapitalisme akan berakhir sekalipun sebagai suatu peradaban ia akan hidup terus.
Depok: Universitas Indonesia, 1989
S16167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library