Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhlin Kurnia
Abstrak :
ABSTRAK
Penyelenggaraan pasar temporer sebagai ruang temporer mendapat respon pro dan kontra dari masyarakat kota Jakarta. Dengan karakternya yang mengubah suatu sistem ruang kota dalam waktu tertentu, kehadiran pasar temporer mengganggu penggunaan ruang regulernya. Adanya gangguan ini membuat respon yang diberikan oleh Pemerintah Kota Jakarta terhadap penyelenggaraan pasar temporer seringkali berupa penertiban paksa yang berujung pada dihilangkannya penyelenggaraan pasar. Meskipun begitu, Pasar Temporer Kemang Utara mampu mempertahankan penyelenggaraannya hingga lebih dari sepuluh tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya negosiasi ruang sebagai penyesuaian akan konflik-konflik yang muncul dari penyelenggaraan pasar. Praktik negosiasi ini menerapkan karakter kota yang baik, yakni partisipasi dan kontrol, yang merespon keragaman dengan menerapkan hak terhadap ruang kota. Namun dalam kasus Pasar Temporer Kemang Utara yang terjadi di kawasan hunian di mana penghuni memiliki rasa kepekaan terhadap teritori yang tinggi, kontrol yang diterapkan merupakan kontrol terhadap teritori. Pemerintah kemudian menerapkan aturan yang sesuai dengan karakter ini dan membuat legalitas yang dimunculkan terhadap penyelenggaraan pasar merespon kontrol teritori yang dimiliki oleh penghuni di kawasan. Dengan demikian penyelenggaraan pasar temporer menjadi penerapan hak setiap pihak yang berpartisipasi dalam proses negosiasi ruangnya
ABSTRACT
Temporary market as an implementation of temporary space has variety of responses given by Jakarta Citizens. With its characteristic that change the city‟s spatial system in some range of time, temporary market disturbs the regular use of its location. This disturbance often leads the government to end up giving a force to stop. However, Kemang Utara Temporary Market was able to maintain holding the event for more than ten years. This happened because there was spatial negotiation as an adjustment of conflicts appeared. The practice of spatial negotiation implemented characters of a good city which is participation and control. These characteristics responded to the city‟s diversity character by implementing the citizen‟s right to their city. In the case of Kemang Utara temporary market which happened in a residential area, the control itself is an implementation of territory‟s control. As a matter of fact, Jakarta‟s government made the rules as a response to this characteristic which led the legality of the temporary market respond well to the high need of territory control of the residents. To conclude, temporary market is seen as an implementation of rights to the city space, implemented by the people who took participate in its spatial negotiation process. ;
2016
S65444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efer Koritelu
Abstrak :
Kedudukan hukum pemohon judicial review di Indonesia hanya perorangan warga negara Indonesia menyebabkan warga negara asing tidak dapat mengajukan judicial review, meskipun hak asasi manusia warga negara asing dirugikan atau dilangar dengan berlakunya perundang-undangan pelaksana. Oleh karena itu dalam penulisan ini dibahas, Kedudukan hukum pemohon dalam sistem pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia, Perbandingan kedudukan hukum pemohon warga negara asing dalam mengajukan judicial review di beberapa negara, kedudukan hukum pemohon warga negara asing dalam mengajukan judicial review di Indonesia. Untuk menjawab itu, digunakan metode penelitian hukum dengan pendekatan undang-undang, kasus, konsep dan perbandingan. Dari penelitian di peroleh hasil bahwa kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan judicial review di Indonesia dapat dilihat melalui kualifikasi pemohon dan kualifikasi kerugian, kualifikasi pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik dan privat serta lembaga negara dan kualifikasi kerugian terhadap hak-hak yang telah diatur dan dijamin dalam UUD 1945. Kedudukan hukum pemohon hanya perorangan warga negara Indonesia menyebabkan warga negara asing yang mengalami kerugian hak asasi manusia tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Namun ada beberapa hakim konstitusi mengajukan pendapat berbeda yang pada intinya menyatakan bahwa pemohon warga negara asing seharusnya diberikan kedudukan hukum jika substandi permohonan judicial review berkaitan dengan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Perbandingan kedudukan hukum pemohon judicial review di beberapa negara seperti Jerman, Mongolia, Ceko, Goergia, Hungaria, Austria, Korea Selatan, Africa Selatan, Rusia dan Amerika Serikat, yang tidak membatasi warga negara asing sebagai pemohon judicial review, bahkan beberapa pemohon warga negara asing yang diterima kedudukan hukum dan permohonan dalam oleh negara pembanding tersebut. Kedudukan hukum pemohon warga negara asing yang tidak diterima di Indonesia menyebabkan terjadinya pelangaran terhadap prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia, yaitu hak diakui sebagai pribadi dihadapan hukum dan pengadilan dan hak persamaan dihadapan hukum dan pengadilan, dimana hak ini telah dijamin dalam UUD 1945. Dalil konstitusional mengenai pembatasan hak asasi ternyata tidak dapan menjamin oleh karena hak yang dilangar merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun. Sehingga perlu tangung jawab negara untuk memberikan kedudukan hukum melalui pembentukan peraturan yang baru dengan mencantumkan pemohon adalah setiap orang yang mengalami kerugian konstitusional sedangkan terhadap warga negara asing hanya pada kerugian yang termasuk dalam katagori non derogable rights sedangkan derogable rights tidak. ......The legal standing of the applicant for judicial review in Indonesia is only an individual Indonesian citizen, causing foreign nationals to be unable to apply for a judicial review, even though the human rights of foreign nationals have been harmed or violated by the enactment of the implementing laws. Therefore, in this paper discussed, the legal position of the applicant in the system of testing the laws and regulations in Indonesia, the comparison of the legal position of the applicant for foreign nationals in filing a judicial review in several countries, the legal position of the applicant for a foreign citizen in filing a judicial review in Indonesia. To answer that, legal research methods are used with the approach of laws, cases, concepts and comparisons. From the research, it is found that the legal position in applying for a judicial review in Indonesia can be seen through the qualifications of the applicant and the qualifications for losses, the qualifications of the applicants are individual Indonesian citizens, indigenous peoples, public and private legal entities and state institutions and qualifications of loss to rights. Right that has been regulated and guaranteed in the 1945 Constitution. The legal standing of the applicant is only an individual Indonesian citizen, which means that foreign nationals who experience human rights losses cannot be accepted by the Constitutional Court. However, there were several constitutional judges who put forward a different opinion which basically stated that the foreign citizen applicant should be given a legal standing if the substance of the application for judicial review relates to human rights which cannot be reduced under any circumstances. Comparison of the legal standing of the applicants for judicial review in several countries, such as Germany, Mongolia, Czech, Goergia, Hungary, Austria, South Korea, South Africa, Russia and the United States, which do not limit foreign nationals as applicants for judicial review, even some applicants are foreign nationals the legal standing and application received by the comparable country. The legal standing of the applicant for foreign citizens who is not accepted in Indonesia causes violations of the principles of the rule of law and human rights, namely the right to be recognized as a person before the law and court and the right to equality before the law and court, where this right has been guaranteed in the 1945 Constitution. Constitutional arguments regarding the limitation of human rights are not guaranteed because the rights that are violated are human rights that cannot be limited under any circumstances. So it needs the responsibility of the state to provide a legal position through the formation of a new regulation by including the applicant is everyone who experiences a constitutional loss while foreigners only suffer losses which are included in the category of non derogable rights while derogable rights are not.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajisatria Suleiman
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2020
361.6 AJI j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Rachim Yudhani
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini menjelaskan mengenai implementasi hak warga atas kota dalam proses kebijakan penggusuran dan dampak dari dinamika didalamnya terhadap hak warga perempuan. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan studi kasus kebijakan penggusuran di Kalijodo pada tahhun 2016 hingga dampaknya di tahun 2017. Dengan menggunakan teori Rezim Kota Urban Regime , analisis pertama dari penelitian ini bertujuan untuk memahami sikap dan relasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam kebijakan penggusuran tersebut. Hasil temuan menunjukan bahwa aktor-aktor tersebut menentukan tujuan dan arah implementasi dari kebijakan penggusuran di Kalijodo, yaitu untuk pembangunan ruang terbuka hijau RTH dan penanganan tindakan kriminal prostitusi dan perdagangan minuman keras . Tujuan itu memberikan dampak negatif dalam implementasi dalam perlindungan dan penjaminan hak warga terdampak kebijakan penggusuran di kawasan Kalijodo, DKI Jakarta. Penyebabnya dampak negatif itu didorong oleh tidak digunakannya standar hak asasi manusia HAM dalam penanganan kebijakan penggusuran. Berdasarkan teori Hak Atas Kota Berbasis Gender dari Tovi Fenster, semua kondisi tersebut yang membuat usaha pemenuhan hak warga perempuan Kalijodo atas kotanya menjadi minim.
ABSTRACT
This undergraduate thesis explains the implementation of the people rsquo s ldquo Rights to the City rdquo in the policy process and its impacts on the rights of women. The research was written in qualitative approach with a case study of eviction in Kalijodo, Jakarta, from 2016 to 2017. This thesis implements theory of ldquo Urban Regime rdquo , explain the eviction policy. The observation shows that there are government and non government actors that participate in the event. They are determined the purpose and the result of the implementation of the eviction policy in Kalijodo. The main purposes of this policy are to build green open space Ruang Terbuka Hijau, RTH and to wipe out the criminal acts prostitution and liquor trade that has negative effects on people of Kalijodo. In the long run, the effects got worse because The Provincial Government of Jakarta did not use the basic principles and guidelines on development based evictions made by the United Nations. Then, based on the theory of Gender Based Rights of the City by Tovi Fenster, those conditions made the attempt to fulfill the rights of Kalijodo women reaches its lowest point.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dawam Rahardjo
Abstrak :
Persoalan tentang peran agama di ruang publik politik adalah karena dalam sejarahnya, ketiga agama monoteis, yang disebut juga agama Abrahamik itu, yaitu Yahudi, Kristen maupun Islam-bahkan juga Hindu dan Buddha, dalam memelihara eksistensi dan perkembangannya, selalu mengakses dan bahkan membentuk sendiri kekuasaan negara. Indonesia adalah sebuah negara bangsa (nation state) yang sekuler, artinya tidak didasarkan pada agama tertentu sebagai ideologi politik, namun masyarakatnya multi-religius. Tapi walaupun negara tidak didasarkan pada agama, namun agama menjadi sumber inspirasi dalam konstitusinya, yaitu UUD (Undang-Undang Dasar) 1945. Pada sisi lain, masyarakat dan negara juga merupakan satu kesatuan yang saling mendukung atau membutuhkan. Negara tak mungkin terbentuk tanpa basis masyarakat. Sebaliknya, masyarakat membutuhkan negara untuk melindungi masyarakat itu sendiri. Untuk mengendalikan negara dan kepala negara diperlukan konstitusi. Pada satu pihak Konstitusi ini membatasi kekuasaan pemimpin, dan di lain pihak menjamin dipenuhi dan dilindunginya hak-hak warga negara (civil rights) yang bersumber pada hak-hak azasi manusia (human rights). Segi tiga lembaga itu sudah merupakan kenyataan dunia modern dewasa ini, khususnya di Indonesia di mana agama mempunyai kedudukan penting, walaupun di Eropa, kedudukan dan peranan agama sudah mengalami kemerosotan (the decline of religion) akibat sekulerisasi dan dianutnya azas sekularisme. Namun hubungan antara ketiganya dalam konteks kemodernan dewasa ini menimbulkan masalah yang tidak sederhana, menyangkut batas-batas ketiga lembaga itu. Dengan prinsip apa saja ketiganya saling berhubungan agar keadilan sebagai prinsip utama relasi segitiga masyarakat, negara dan agama itu bisa ditegakkan.
Jakarta: Pusat Pengkajian Reformed, 2015
SODE 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library