Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fianka Aiza
Abstrak :

Data Pribadi milik seorang mantan pelanggan dalam database perusahaan penyelenggara sistem elektronik seharusnya tidak lagi dapat mengidentifikasi mantan pelanggan tersebut. Hal ini karena mantan pelanggan tidak lagi menggunakan jasa dan/atau layanan yang disuguhkan oleh perusahaan tersebut, sehingga tidak ada kepentingan bagi perusahaan untuk memproses dan mengidentifikasi subjek data. Mantan pelanggan, sebagai seorang yang pernah menggunakan layanan perusahaan dan datanya masih berada dalam kendali perusahaan mempunyai hak sebagai subjek data untuk mengajukan permintaan agar data pribadi miliknya dihapus dan/atau dimusnahkan. Hak subjek data tersebut lebih di kenal dengan terminologi hak untuk dilupakan atau right to be forgotten yang mulanya berkembang di Eropa, dan kemudian konsep tersebut diadopsi oleh negara-negara lain di dunia. Pemerintah menetapkan Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi sebagai payung pelindungan data elektronik maupun non-elektronik di Indonesia. UU PDP mengatur terkait hak subjek data pribadi untuk menghapus, memusnahkan dan/atau menghentikan pemrosesan data pribadinya. Perusahaan penyelenggara sistem elektronik sebagai pengendali data diwajibkan untuk menyelenggarakan hak-hak subjek data dan serangkaian kewajiban lainnya sesuai dengan prinsip pelindungan data pribadi. Terdapat kasus-kasus dimana data mantan pelanggan disalahgunakan sehingga merugikan baik secara materil maupun imateril. Perusahaan Penyelenggara Sistem Elektronik sebagai pengendali data pribadi harus mematuhi UU PDP dalam memproses data pribadi dan menjalankan hak-hak subjek data yang menjadi pengguna dan/atau pelanggan mereka, termasuk menjalankan hak untuk dihapuskan dan dimusnahkan apabila terdapat permintaan dari subjek data pribadi. ......Personal Data belonging to a former customer in the electronic system operating company's database should no longer be able to identify the former customer. This is because former customers no longer use the services and/or services provided by the company, so there is no interest for the company to process and identify data subjects. A former customer, as someone who has used the company's services and whose data is still under the company's control, has the right as a data subject to submit a request to have his personal data deleted and/or destroyed. The rights of data subjects are better known as the right to be forgotten, which was originally developed in Europe, and then this concept was adopted by other countries in the world. The government has established Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection as an umbrella for the protection of electronic and non-electronic data in Indonesia. Personal Data Protection Law regulates the rights of personal data subjects to delete, destroy and/or stop processing their personal data. Companies operating electronic systems as data controllers are required to carry out the rights of data subjects and a series of other obligations in accordance with the principles of personal data protection. There are cases where former customer data is misused, resulting in material and immaterial losses. Electronic System Operating Companies as personal data controllers must comply with the Personal Data Protection Law in processing personal data and exercising the rights of data subjects who are their users and/or customers, including exercising the right to erasure and destruction if there is a request from the personal data subject.

 

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Amira Hanan
Abstrak :
Hak untuk dilupakan (RTBF) sebagai salah satu perkembangan hukum baru-baru ini yang dibangun sebagai pengembangan hak privasi dan perlindungan data penting bagi masyarakat informasi zaman sekarang dan perkembangan teknologi informasi. Berbagai sistem hukum di dunia termasuk Indonesia telah memasukkan RTBF dalam kerangka hukum mereka yang dilengkapi dengan sejumlah masalah. Oleh karena itu, Penulis mencoba untuk menganalisis peraturan hak tersebut dalam sistem hukum Indonesia yang terkandung dalam undang-undang dan menganalisis posisinya dalam undang-undang dengan membandingkannya dengan peraturan RTBF dari sistem hukum lain. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif analitik. Studi ini menemukan bahwa peraturan perlindungan data yang mendasari pembentukan RTBF di Indonesia bersifat sporadis dan belum ada peraturan yang terharmonisasi tentang perlindungan data. Perumusan RTBF dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bermasalah. Meski begitu, di berbagai negara, RTBF telah diimplementasikan sebagai alat penyeimbang melalui pendekatan kontekstual dalam menangani kasus. Untuk alasan ini, maka perlu untuk melakukan analisis hukum perumusan RTBF di Indonesia dengan mengacu pada perumusan hak yang sama yang diterapkan di sistem hukum lain. ......The right to be forgotten (RTBF) as one of the recent legal developments that is constructed as a development of the right to privacy and data protection is crucial in this day and age information society and development of information technology. Various jurisdictions in the world including Indonesia’s have incorporated the RTBF in their legal frameworks which comes with a number of problems. For that reason, the Author tries to analyze the Indonesian regulatory framework on the RTBF contained in the legislation and analyze its position in the law by comparing and contrasting other jurisdictions’ regulatory frameworks against it. This research is a normative legal research that uses descriptive analytical research method. This study found that the data protection regulation which underlies the establishment of the RTBF in Indonesia is sporadic and that no harmonized regulation on data protection has not yet been established. The formulation of the RTBF in Article 26 paragraph (3) of Law Number 19 Year 2016 on The Revision to Law Number 11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions (ITE Law) is problematic. Even so, in various jurisdictions, a balancing tool has been made out of the RTBF through contextual approach on dealing with cases. For this reason, it is necessary to conduct a legal analysis of the formulation of the RTBF in Indonesia with the reference to the formulation of the same right that is applied in other jurisdictions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library