Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patio Alfredo
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang ?hak menguasai negara?, terutama mengenai penguasaan terhadap sumber-sumber kemakmuran meliputi minyak dan gas bumi yang dilakukan melalui suatu badan pelaksana. Penelitian hukum ini akan difokuskan kepada konsep dan dasar hak Negara untuk menguasai sumber-sumber kemakmuran dan tujuannya berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 serta perbandingan peranan BP Migas dan SKK Migas sebagai pelaksana kegiatan pengelolaan dan pengendalian kegiatan hulu di bidang minyak dan gas bumi. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis-normatif. Penulis akan menjelaskan lebih dalam berdasarkan bahan-bahan yang ada, atau disebut juga tipe penelitan eksplanatoris. Penelitian hukum ini bertujuan untuk membuktikan konstitusionalitas keberadaan SKK Migas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa SKK Migas telah inkonstitusional dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. ......This study contains the ?right of the State to control?, in terms management of the sources of prosperity which include oil and gas through an executive agency. This legal research will be focused on the concept and the basic right of the State to control the sources of prosperity and purpose based on Article 33 of the Constitutional Law of 1945 and a comparison of the role of BP Migas and SKK Migas as implementing management and control of upstream activities in the field of oil and gas. The author use juridical-normative method. The author will explain deeper based on existing materials, also called explanatory type of research. This legal research?s purpose is to prove the existence and constitutionality of SKK Migas. The result of this research shows that the SKK Migas has unconstitutional with Article 33 of the Constitutional Law of 1945.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Souisa, Jacqueline A. Shirley
Abstrak :
Dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA pada tanggal 24 September 1960, sistim Administrasi Pertanahan di Indonesia telah mempunyai landasan hukum yang pasti dan jelas. Berdasarkan Penjelasan Umum II disebutkan bahwa: UUPA berpangkal pada pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia 1945 tidak perlu dan tidak pada tempatnya bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisa mengenai sewa menyewa tanah Barang Milik Negara dalam rangka optimalisasi dan pendayagunaan aset / kekayaan negara yang secara langsung atau tidak dikuasai oleh Kementrian Negara, Instansi Pemerintah dan lembaga pemerintahan non departemen, didapati telah terjadi sewa menyewa diatas tanah yang merupakan Barang Milik Negara / Daerah yang didukung dan dilandasi oleh peraturan-peraturan yang menguatkan secara hukum. Hal ini bertentangan dengan konsep Hukum Tanah Nasional. Karena menurut konsep Hukum Tanah Nasional, Negara tidak dapat menyewakan tanah yang berada dibawah penguasaannya, karena Negara bukanlah pemilik tanah. Sehingga sebaiknya dapat diciptakan Undang Undang atau peraturan yang akan mengatur secara komprehensif dalam rangka menjembatani antara konsep hukum Tanah Nasional dengan pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah agra tercapai kepastian hukum dalam bidang pertanahan.
With the enactment of Law No. 5 of 1960 on the Basic Regulation of Agrarian known as UUPA on 24 September 1960, Land Administration system in Indonesia has had a clear and legal basis. Based on General Explanation II stated that: UUPA rooted in the establishment, that in order to achieve what is specified in Article 33 Paragraph 3 of the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 is unnecessary and out of place that the Indonesian nation or the State acting as the owner of the land. The subject of the State of the Republic of Indonesia, is all Indonesian people. By using normative juridical research method to analyze the lease of land State Property in order to optimize and utilization of assets / wealth of the country are directly or indirectly controlled by the Ministry of State, Government Agencies and institutions of non-departmental government, found to have occurred lease on land the State / Regional supported and guided by rules that strengthen legal. This is contrary to the concept of the National Land Law. Because according to the concept of the National Land Law, the State is not able to lease the land under their control, because the State is not the owner of the land. So it should be created Act or the regulations that will regulate in a comprehensive manner in order to bridge the gap between the concept of the National Land law implementation in State / Region in order to achieve legal certainty in the land sector.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Irsyad Alhakim
Abstrak :
ABSTRAK
Hak menguasai negara dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang tercermin dari peraturan perundang-undangan yang lahir seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan hak atas tanah dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, hal mana peraturan perundang-undangan tersebut harus memberikan pengaturan agar tujuan Negara sebagai organisasi tertinggi dapat terus dilaksanakan melalui peraturan-peraturan yang menyerasikan pembangunan masyarakat dengan perlindungan hukum atas hak-hak perorangan rakyat. Untuk melihat apakah kewenangan Negara tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan konstitusi, maka untuk mengukumya dapat dilihat apakah pemerintah selaku penyelenggara Negara telah memberikan perlindungan hukum yang sesuai bagi masyarakatnya. Perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi manusia dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilihat dalam aturan hukumnya dengan cara melihat bagaimana peraturan tersebut memberikan Perlindungan hukum terhadap hak-hak individu. Perlindungan atas hak-hak atas tanah individual dapat dilakukan dengan cara musyawarah. Ada kemungkinan pemilik hak tidak bersedia sama sekali untuk melepaskan tanahnya. Oleh karena kepentingan umum dan pembangunan sebagaimana dimaksud tidak dapat dilakukan dilokasi lain maka Pengambilan itu dapat dilakukan dengan jalan mengadakan pencabutan hak. Terkait dengan pencabutan hak atas tanah, agar pelaksanaan pencabutan hak atas tanah tersebut tidak menyimpangi konstitusi Negara Republik Indonesia, maka sebelum dilakukan Pencabutan hak diperlukan adanya suatu penetapan pengadilan. Kedepan Perlu dibuat Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Abstract
State own right in procuring land for the public interest is reflected in legislation as the Law Number 20 Year 1961 About the revocation of land rights and Presidential Regulation No. 36 year 2005, as amended by Presidential Regulation Number 65 Year 2006, the regulations legislation should specify that the goals of the state as a highest organization can continue to be implemented through regulations that coordinates the development community with the legal protection of the rights of individuals. To see if the State authorities has been conducted in accordance with the constitution, then it can be viewed on the goverment as the implementing agency of State has given proper legal protection for the people. Legal protection of human rights in the procurement of land for public interest can be seen on the rule of law in a way to see how this legislation provides legal protection of individual rights. Protection of individual rights can be done by land deliberations. There is the possibility of the rights owner is not willing at all to let go of his land. Therefore for the public interest and development as referred can not built in another location, so it can be done then by revocation of land right. To sure that the implementation of revocation of land rights did not breach the constitution of Republic of Indonesia, the revocation of rights is need to establish the court?s decision. Fore, should be make a law that specifically regulates the procurement of land for public purposes.
2010
T29381
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amanda Bintoro
Abstrak :
Pemberian Hak Pengelolaan pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak nya untuk dapat mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun tujuan sebenarnya diberikannya Hak Pengelolaan tersebut sebenarnya merupakan sebuah usaha untuk menyediakan tanah-tanah tersebut untuk pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu diatas tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan hak-hak atas tanah yang lain yang sesuai dengan yang diatur oleh peraturan perundang undangan. Hak pengelolaan merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara yang termasuk ke dalam bidang hukum publik, namun pada prakteknya sifat dan hakekat dari Hak Pengelolaan mulai mengalami pergeseran dan masuk ke area hukum privat. Dalam kasus perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora sebagaimana diputus dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 276 PK/Pdt/2011, muncul Hak Pengelolaan diatas tanah yang telah dihaki oleh HGB tersebut terlebih dahulu yang menimbulkan permasalahan ketika HGB tersebut akan diperpanjang dan tidak diletakkan diatas HPL No.1/Gelora tersebut. Munculnya HPL bersyarat tidak pernah diatur dalam peraturan perundang undangan dan menimbulkan permasalahan hukum yaitu tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum atas pemegang Hak Atas Tanah lainnya. Melalui penulisan hukum ini, Penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dan solusi mengenai Hak Pengelolaan yang dalam praktek masih sering menimbulkan permasalahan yang tidak jarang berujung pada pengadilan. ......Granting Rights Management is essentially gave his authority to the holder of the right to cultivate the land in accordance with their needs . But the real goal is actually rendered Rights Management is an attempt to provide the land for those who need . Therefore, the above ground can be issued for the Management of the rights of other land in accordance with the laws and regulations governed by . Rights management is a part of State Mastering of Rights which belong to the field of public law , but in practice the nature and essence of the Management started to experience a shift and get into the area of private law . In case of extension of the Building Right No.26/Gelora and No.27/Gelora as can be seen in the Judicial Review Decision No. 276 PK/Pdt/2011, appeared on the Management of land that has been occupied by Building Right advance that cause problems when these rights will extended and not placed on the HPL No.1/Gelora. The emergence of HPL conditional is never set in the laws and regulations and cause problems is the lack of legal certainty and legal protection of shareholders other Land Rights . Through this thesis, the author hopes to contribute and give some solutions regarding to the Rights Management which in practice still often creates problems and frequently lead to court cases.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hayati Wisnu Wardani
Abstrak :
Undang-Undang Dasar 1945, mengatur Hak Menguasai Negara atas sumber daya alam mineral dan batubara, di mana kewenangan Pemerintah untuk mengatur diwujudkan dengan aturan tentang pengalihan IUP. Pasal 93 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur bahwa pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP-nya kepada pihak lain; pengalihan kepemilikan dan/atau saham harus diberitahukan kepada pemberi izin. Berbeda dengan undang-undang, Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, justru mengisyaratkan bahwa IUP boleh dialihkan, dengan mengatur pihak lain. Yang menjadi pertanyaan yuridis adalah: bagaimana pengaturan pengalihan IUP dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya dalam perspektif Hak Menguasai Negara berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945; mengapa dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 IUP tidak boleh dipindahkan; dan mengapa dalam Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 IUP boleh dipindahkan? Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian Yuridis Normatif. Jadi data yang dikumpulkan adalah data sekunder (terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier). Kesimpulan, dalam perspektif Hak Menguasai Negara, di mana Pemerintah melakukan sendiri atau campur tangan melalui kepemilikan saham pada BUMN/BUMD, idealnya IUP tidak boleh dialihkan. Dalam konsep tersebut yang dapat dialihkan adalah perjanjian kerjasama BUMN/BUMD dengan pihak lain dengan persetujuan Pemerintah. Rumusan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa IUP tidak boleh dialihkan sudah tepat, untuk mempertahankan Hak Menguasai Negara. Namun rumusan ayat (2) dan ayat (3)-nya bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Rumusan Pasal 7A dan Pasal 7B Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012, selain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, juga bertentangan dengan Hak Menguasai Negara. Aturan tentang pengalihan IUP dibutuhkan, karena Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 mengatur bahwa pemegang IUP hanya dapat diberikan satu IUP dan apabila mereka memiliki lebih dari satu IUP, berarti IUP yang lain harus dialihkan.
Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, regulates State's Authority Rights in natural resources, especially mineral and coal, where Government's Authority to regulate, is realized with regulate about transfer of IUP. Article 93 of Law No. 4 of 2009 Concerning Mineral and Coal, regulates that IUP holders should not be transferred their IUP to other parties; transfer of ownership and/or shares must be notified to the licensor. There is differentiation between Law No. 4 of 2009 and Government Regulation No. 24 of 2012 on Revision of Government Regulation No. 23 of 2010 on Implementation of Mineral and Coal Mining, especially Article 7A and Article 7B. Those articles regulate that IUP should be transferred to other parties and there are further explanation for definition of other parties. The questions are: how to regulate transfer of IUP in Law No. 4 of 2009 and its implementation regulations in the State's Authority Rights perspective based on Article 33 paragraph (3) Constitution of Republic of Indonesia Year 1945, why Article 93 of Law Number 4 on 2009 regulates that IUP should not be transferred, and why Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012 regulates that IUP should be transferred? Research will be done by using the research methodology of normative juridical. So the data collected is mainly secondary data (consisting of primary legal materials, secondary and tertiary). The conclusions, in the State’s Authority Rights perspective, where the government do mining activities by themselves or intervene through shares ownership in state's-owned companies/regional's-owned company, ideally IUP should not be transferred. In this concept, that should be transferred is cooperation agreement between state'sowned companies/regional’s-owned company and other parties, with terms of Government approval. Article 93 paragraph (1) Law No. 4 of 2009, which regulates IUP should not be transferred, is already correct, to maintain of State's Authority Rights. However, paragraph (2) and paragraph (3) are contradicted to State's Authority Rights. Article 7A and Article 7B Government Regulation No. 24 of 2012, which regulate IUP should be transferred to other parties, besides they are contradicted to Law No. 4 of 2009, but also are contradicted to State's Authority Rights. Regulation about transferred IUP has to be regulated, because content of Government Regulation No. 23 of 2010 indirectly regulates that IUP holders shall have one IUP and if they have more than one, the others should be transferred.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Herdiansyah
Abstrak :

Pada periode 2012-2013, pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan PT X (Persero) bermaksud mengajukan perpanjangan Hak Guna Bangunan kepada Badan Pertanahan Nasional. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Bangunan adalah memiliki rekomendasi/persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan yaitu PT X (Persero). Pemegang Hak Pengelolaan telah mengeluarkan SK Direksi tentang Tarif Perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) diatas Hak Pengelolaan (HPL) PT X (Persero) namun para pemegang HGB keberatan atas tarif yang ditentukan oleh Pemegang Hak Pengelolaan sehinga melakukan gugatan secara Tata Usaha Negara dan Perdata. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat mengenai penguasaan terhadap tanah yang dilakukan oleh PT X (Persero) dikategorikan sebagai Hak Pengelolaan yang tidak termasuk perbuatan melawan hukum, dan peran notaris dalam proses pembuatan perjanjian penggunaan pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan antara pihak ketiga dengan Badan Usaha Milik Negara. Penelitian ini untuk menganalisis Hak Menguasai Negara dalam hak Pengelolaan atas tanah PT X (Persero) dengan menggunakan metode yuridis normatif yang didukung dengan analisis data secara kualitatif. Adapun bentuk hasil penelitian berupa laporan yang berbentuk eksploratoris-fact finding. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penguasaan tanah yang dilakukan oleh PT X (Persero) telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini PT X (Persero) mendapatkan tanah Hak Pengelolaan dengan mengajukan hak kepada Negara melalui menteri yang membidangi urusan pertanahan. Peran Notaris juga sangat penting dalam pembuatan perjanjian pemanfataan tanah di atas Hak Pengelolaan yaitu memeriksa kebenaran data subjek dan objek perjanjian serta keterangan lainnya yang dapat membuktikan kesahihan data dalam perjanjian.


In 2012-2013 period, the holder right of building (HGB) over PT X (Persero) management right in land intend to extend the right theirs have. One of the requirement shall be met by the holder HGB is recommendation or approval from the holder of management right on the land is PT X (Persero). The holder of management right on the land has published regard to Tariff for Extension of Industrial Land Use Agreement over management right on the land through Board of Director Decision. But, the holder HGB has been protested regarding that decision and conducted lawsuit through state administrative and civil. In this research, the issues raised are the possession of the land by PT X (Persero) is categorized as the management right on the land does not include an act against the law, and the notary participant in making an Industrial Land Use Agreement between the third party with State-Owned Enterprises. In this research conducted to analyze the states right to control management right on the land over PT X (Persero) land using normative juridical methods and using qualitative data analysis. The form of research results in the form of reports in the form of exploratory-fact finding.  The results of this study indicate that the possesion of land conducted by PT X (Persero) is in accordance with the prevailing laws and regulations. PT X (Persero) to get the land management rights to apply rights to the State through the minister in charge of land affairs. The role of the Notary is also very important in making agreements in the use of land over management rights that are checking the truth of the subject data and object of the agreement as well as other information that can prove the validity of the data in the agreement.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhammad Hykhal Shokat Ali
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menganalisis larangan privatisasi anak perusahaan BUMN Migas yang termasuk dalam kategori BUMN yang dilarang diprivatisasi. UUD 1945 pada Pasal 33 mengatur sebuah keharusan agar negara berperan dalam perekonomian rakyatnya. Ketentuan tersebut mengesahkan negara untuk mencampuri kegiatan perekonomian dengan memberi hak penguasaan kepada negara atas cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak serta hak atas bumi, air dan kekayaan alam negara dalam rangka kemakmuran rakyat. Hak penguasaan negara tersebut dilaksankan dengan pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Demi mencapai tujuan dari pembentukan BUMN oleh negara, BUMN memiliki hak untuk membentuk anak perusahaan. Dalam perkembangannya, pertumbuhan BUMN tidak secara merata menunjukan peningkatan yang signifikan. Berbagai strategi diciptakan pemerintah dalam rangka mempertahankan eksistensi BUMN dan meningkatkan pertumbuhanya yaitu dengan salah satunya adalah privatisasi. Kebijakan privatisasi dilaksanakan oleh BUMN dengan penjualan saham milik negara kepada publik. Selain kebijakan yang memperbolehkan privatisasi dilakukan oleh BUMN, terdapat juga kebijakan yang melarang BUMN melaksanakan privatisasi salah satunya pada sektor Migas. Namun, larangan pelaksanaan privatisasi hanya dapat diberlakukan terhadap BUMN. Tidak terdapat pengaturan terkait penjualan saham milik anak perusahaan BUMN apakah termasuk sebagai privatisasi atau bukan privatisasi sehingga pemberlakuan larangannya tidak memiliki kepastian hukum. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan melakukan studi dokumen atau studi kepustakaan dengan bahan hukum peraturan perundang-undangan. Kemudian, penulis menggunakan pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa anak perusahaan BUMN yang pada awalnya merupakan BUMN dapat memiliki perlakuan yang sama dengan BUMN serta larangan privatisasi terhadapnya dapat diberlakukan. ......This study is based on the analysis of the ban on the mixing of oil and gas companies that are included in the parts of SOEs are prohibited from assembling. The 1945 Constitution in Article 33 stipulates that the state must make a contribution to the economy of its people. These provisions allow the state to interfere in economic activities by granting state rights over essential manufacturing sectors and controlling the livelihoods of many people as well as rights over land, water and natural resources of the state in terms of the economy. of people. The right to govern the state is exercised through the establishment of a State -Owned Company (BUMN). To achieve the goal of BUMN establishment by the state, BUMN has the right to establish branches. In its development, the growth of SOEs has not been significant. The government has put in place various strategies to maintain followers and drive growth, one of which is distribution. ' atasia. The policy is implemented by SOE through the sale of government shares to the public. In addition to the policies that allow the Private Sector to implement, there are also policies that prohibit SOEs from implementing the privatization, which is part of the oil and gas sector. However, the ban on the implementation of the merger may apply to SOEs. There is no instruction regarding the sale of shares of the SOE subsidiary, whether jointly or not, so that there is no legal guarantee. the execution of that order. The author uses traditional legal research methods by conducting archival research or researching literature and legal and legal materials. The author then applies a policy and a legal system. Based on the results of the study, it was found that the branches of the former SOEs could have the same approach as the SOEs and could enforce the ban. of integration.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Maruarar
Abstrak :
Hukum pertanahan nasional meninggalkan sistem kolonial yang dualistis menjadi suatu sistem yang utuh berdasarkan hukum adat. Hukum pertanahan nasional dalam Undang Undang Pokok Agraria didasarkan pada hukum adat dan mengakui eksitensi masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya sepanjang masih hidup. Tetapi pengakuan dan perlindungan tersebut mengalami pelemahan dengan lahirnya undang undang sektoral apalagi hak ulayat tersebut tidak secara tegas termuat dalam UUPA dengan merumuskan hak hak atas tanah yang dapat dijadikan sebagai rujukan hak ulayat tersebut. Hak ulayat yang merupakan hak dari masyarakat hukum adat, di satu pihak memiliki aspek kewenangan yang bersifat hukum publik untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, dan di lain pihak memiliki aspek hukum keperdataan, yang mengatur hubungan hukum antara anggota masyarakat hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa dan antara orang orang dalam perbuatan, menimbulkan benturan dengan hak menguasaai negara dalam konstitusi. Pengakuan hak ulayatdalam masyarakat yang berubah diassumsikan akan melemah seiring perubahan zaman, menyebabkan pengakuan dan penegasan hak ulayat tersebut dalam UUD NRI Tahun 1945 setelah Perubahan, hampir tidak berarti dilihat dari tujuan kesejahteraan rakyat, karena pemberian hak hak dan izin menggunakan lahan dengan skala besar kepada korporasi, menyingkirkan hak ulayat masyarakat hukum adat secara tidak adil. Lahirnya konsep hak komunal atas tanah bagi masyarakat hukum adat dalam kebijakan pemerintahan, meskipun mengandung kelemahan formal karena suatu materi muatan undang undang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria, namun konsep tersebut dapat menjadi jalan keluar saat ini dan dimasayang akan datang.
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Darmayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Atas dasar hak menguasai negara tersebut, negara melalui pemerintah berhak untuk melakukan pengelolaan terhadap sumber daya air salah satunya melalui pemberian izin penggunaan dan izin pengusahaan sumber daya air yang diberikan berdasarkan hak guna air. Kewenangan pemberian izin diberikan secara atribusi oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air kepad Pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan pembagian wilayah sungai dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012. Lebih lanjut lagi, saat ini Pemerintah sedang mengatur kembali hak atas air dan perizinannya melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hak Guna Air. Pengaturan dalam RPP ini selain menjabarkan mengenai hak guna air yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air juga mengakomodir amanat dari Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor Perkara Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005 mengenai Judicial Review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
ABSTRACT
Article 33 verse (3) Indonesian?s Constitution Year 1945 stated that earth, water, dan other natural resources controlled by the State dan used for the maximum welfare of the people. Based on such right, the state through government have rights to manage water resources, one of the method is by issued water resources utilization and water resources beneficial use permit which given based on water use right. The authority to issued such permit attributively given by Law Number 7 Year 2004 Regarding Water Resources to Central Government and Regional Government based on the classification of river basin in President?s Decree Number 12 Year 2012. Furthermore, currently Central Government is readjusting water rights and its permit system through the Government Regulation Draft of Water Use Right. Regulation in the Government Regulation Draft other than elucidate water use right in the Law Number 7 Year 2004 also accomodate Constitutional Court?s Decree on Case Number 058-059-060-063/PUU-II/2004 and Case Number 008/PUU-III/2005 Regarding Judicial Review of Law Number 7 Year 2004 Regarding Water Resources.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd Gafur Sangadji
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang dampak liberalisasi ekonomi terhadap kebijakan privatisasi air dalam analisa putusan Mahkamah Konstitusi dalam judicial review UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap Pasal 33 UUD 1945. Penelitian ini bersifat Normatif dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis dampak liberalisasi ekonomi dalam privatisasi sumber daya air di Indonesia pasca terbitnya UU No. 7 Tahun 2004 sekaligus juga mengenalisis putusan MK yang membatalkan berlakunya UU No. 7 Tahun 2004. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dampak liberalisasi ekonomi atas sumber daya air sangat terlihat dalam substansi UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sebagaimana substansi Dublin Principles, air mempunyai fungsi ekonomis, sehingga air menjadi komoditi ekonomi. Fungsi ini diadopsi dalam UU No. 7 Tahun 2004. Pengaturan fungsi air sebagai komoditi ekonomi sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Atas dasar itulah, Mahkamah Konstitusi dalam judicial review UU No. 7 Tahun 2004 telah membatalkan UU No. 7 Tahun 2004 karena bertentangan dengan ketentuan Hak Menguasai Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Mahkamah menghidupkan kembali berlakunya UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang mengandug substansi Hak Menguasai Neagra yang kuat karena fungsi air adalah barang sosial untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Thesis explain the impact of economic liberalization on the policy of water privatization in the analysis of the Constitutional Court decision in the judicial review of Law No. 7 of 2004 on Water Resources of Article 33 of the Constitution of 1945. This study is applying the Normative qualitative approach to analyze the impact of economic liberalization in the privatization of water resources in Indonesia after the issuance of Law No. 7 of 2004 as well as evaluating the Court?s verdict that canceled the application of Law No. 7 of 2004. Based on the results of conducted reasearch, the impact of economic liberalization on water resources is very visible in the substance of Law No. 7 of 2004 on Water Resources. As the substance of the Dublin Principles, water plays as economic function, so the water becomes a commodity of the economy. This function is adopted in Law No. 7 Year 2004. The setting function of water as an economic good is contrary to the provisions of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution that the earth and water and natural resources contained therein shall be controlled by the state and used for the greatest prosperity of the people. For this reason, the Constitutional Court in a judicial review of Law No. 7 of 2004 has canceled the Law 7 of 2004 because of the conflict with the provisions of the State's rights as stipulated in Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution and Supreme revive the application of Law No. 11 of 1974 on the Rights of the substance pertaining abaout the strong Irrigation by The Nation because water plays a social role for the welfare of the people.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>