Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Theresia Febriani Hakim
Abstrak :
Tanah merupakan salah satu bagian dari kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Penguasaan tanah termasuk bangunannya dalam hal kepemilikan hak atas tanah merupakan kesatuan yang penting. Hal ini disebabkan karena sistem hukum tanah nasional yang menganut asas permisahan horizontal. Sehingga mengenai kepemilikan tanah dan bangunan di atas tanah dapat saja terjadi perbedaan hak kepemilikan. Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi pemilik hak atas bangunan yang berdiri diatas hak atas tanah milik pihak lain dan upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik bangunan untuk menggunakan tanah milik pihak lain. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipologi eksplanatoris. Kesimpulan penelitian adalah walaupun tanah tersebut jelas adalah milik Tergugat I dan Tergugat II (sebagai pemilik tanah), Penggugat (sebagai pemilik bangunan) tidak dapat diusir begitu saja dari bangunan tersebut, dan bahwa jual beli maupun peralihan kepemilikan atas suatu benda, termasuk tanah, tidak memutuskan sewa menyewa. Sehingga dengan dijualnya barang yang disewa (dalam hal ini adalah tanah), suatu perjanjian hak sewaan tanah yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan (hapus) kecuali ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik bangunan untuk menggunakan tanah milik pihak lain adalah dengan perjanjian sewa-menyewa atau Hak Pakai. Hasil penelitian menyarankan bahwa pihak pemilik bangunan sebaiknya segera mengurus bukti otentik dari penguasaan tanahnya agar memiliki alas hak yang sah dan bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah dan pihak lain yang ingin membeli sebidang tanah sebaiknya memeriksa dahulu mengenai keadaan fisik dari tanah tersebut. ......Land is one part of the basic needs of human life. Mastery of land including the buildings in terms of ownership of land rights is an essential unity. This is because the national land law system which adheres to the principle of horizontal stratification, Because of that, the ownership of land itself and the building on the land itself may belong to different parties with different rights. This thesis discusses the legal protection for owner/s of the building that stands on land rights and the efforts that may be done by building owners in using land that owned by another party. The study was a qualitative study with explanatory typology. The conclusion is that although the land clearly belonged to first defendant and second defendant, plaintiff simply can not be evicted from the building, and if there is any transaction that may affects change the ownership of a property, including land shall not ending the agreement between first defendant and second defendant eventually. So with the hired object sold (in this case is the land itself), an agreement about land rental rights that produced previously is not remove unless it has been agreed at the time the agreement was provoked. Efforts that can be done by building owners to use land owned by another party is to create a treaty of lease or Right to Use. The results suggest that the building owner should immediately take care of authentic evidence of mastery of the land in order to have a legitimate title and the public notary PPAT and others who want to buy a land should doing some research in advance about the physical condition of the land.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30814
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Feri Burlian
Abstrak :
Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1744/A/K/BKD/71, dan SK Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri Nomor 181/HGB/DA/72, PT. Indobuildco memperoleh HGB sertipikat Nomor 26 dan 27/Gelora, namun ketika kedua HGB tersebut masih berlaku Kepala BPN mengeluarkan SK KBPN Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Keppres Nomor 4 Tahun 1984 yang isinya Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara Republik Indonesia Cq Badan Pengelola Gelanggang Olahraga padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan SK pemberian HPL hanya dapat diberikan di atas tanah Negara bebas. Sebelum berakhir haknya kedua HGB tersebut telah diperpanjang haknya oleh Kakanwil DKI Jakarta dengan SK tanggal 13 Juni 2002 Nomor 016/11.550,2-09.012002 dan Nomor 017/11.550.2-09.01/2002, dengan perpanjangan HGB ini menimbulkan konflik sengketa pertanahan antara Pemegang HPL dengan pemegang HGB, dengan demikian hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah "Apa diperlukan surat rekomendasi dari Sekneg sebagai pemegang HPL dengan sertipikat HPL No. 1/Gelora untuk memperpanjang HGB Nomor 26 dan 27/Gelora? dan Bagaimana status hukum atas penerbitan sertipikat HPL Nomor 1/Gelora yang didaftarkan berdasarkan SK BPN tertanggal 15 Agustus 1989 Nomor 169/HPL/BPN/89 yang mencakup pula bidang tanah HGB Nomor 26 dan 27/Gelora yang masih berlaku sampai Tahun 2003?". Metode penelitian yang digunakan adalah legal research, setelah dilakukan penelitian, penulis berkesimpulan berdasarkan SK pemberian HGB tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa HGB di atas Tanah Negara, sehingga perpanjangannya secara yuridis tidak memerlukan rekomendasi dari pemegang Sertipikat HPL Nomor 1/Gelora hal ini sesuai pasal 35 UUPA dan pasal 22, 25, 26 PP. 40 tahun 1996 sehingga perpanjangan HGB tersebut Negara tidak dirugikan dan berdasarkan sertipikat HPL Nomor 1/Gelora tetap menjadi pemegang HPL khusus untuk bagian HGB Nomor 26 dan 27/Gelora, kewenangan pemegang HPL belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T36910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tahun 1997 Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur terkait dengan penyedian tanah untuk rumah susun yaitu Surat Keputusan No. 122 tahun 1997. hal ini menjadi permasalahan, terutama warga masyarakat yang telah memiliki sertipikat yaitu Bagaimanakah kekuatan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 54/Petamburan terkait dengan adanya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 122 tahun 1997 ? Bagaimanakah perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemegang bekas Hak Guna Bangunan Nomor 54/Petamburan sehubungan dengan diberlakukannya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 122 tahun 1997 ? Apakah Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 122 tahun 1997 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ? Bentuk Penelitian dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Yuridis normatif adalah melakukan analisa masalah berdasarkan penelusuran kepustakaan (peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur dan lain-lain), yang berhubungan dengan permasalahan perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 54/Petamburan dan mewawancarai narasumber yang terkait, Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Dengan tidak dilanjutkannya proyek rumah susun ini dan/atau tidak dicabutnya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 122 Tahun 1997 menimbulkan Ketidak pastian hokum bekas Hak Guna Bangunan No. 54/ Petamburan, tidak adanya perlindungan hukum bagi pemilik tanah bekas Hak Guna Bangunan No. 54/petamburan yang diberikan oleh Negara dalam hal ini Pemerintah DKI Jakarta. Kekuatan hukum sertipikat Hak Guna Bangunan No. 54/Petamburan tetap kuat selama tidak ada yang dapat membuktikan sebaliknya, tetapi jika jangka waktu Hak Guna Bangunan sudah berakhir kekuatan alat bukti sudah tidak ada lagi, sehubungan dengan itu jika dikaitkan dengan Surat Keputusan Gubernur No. 122 tahun 1997 yang ditetapkan pada tanggal 23 Januari 1997, apabila Hak Guna Bangunan telah berakhir perpanjangan Hak Guna Bangunan tersebut tidak dapat dilakukan karena terkena ketentuan Surat Keputusan Gubernur No. 122 tahun 1997 tentang Penetapan penguasaan bidang tanah seluas + 23 ha untuk Pembangunan Rumah Susun Murah dan Fasilitasnya di Kelurahan Petamburan Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat, sehingga kekuatan hukum bagi pemilik bekas Hak Guna Bangunan No. 54/Petamburan adalah hanya secara fisik yaitu sampai saat ini rumah yang berdiri diatas tanah bekas Hak Guna Bangunan No. 54/Petamburan masih ditempati dan dikuasai oleh ahli waris Almarhumah Chadijah Seger.
ABSTRACT
In 1997 the Jakarta administration issued a decree relating to the provision of land for flats that Decree No.. 122 of 1997. it then becomes the problem, especially citizens who have a certificate about how does the force of law to Uncertainty The Right of Building Status Number 54/Petamburan with The Enactment of DKI Jakarta Governor Decree Number 122 of 1997?. How can legal protection granted to former rights holder of The Right of Building Status Number 54/Petamburan connection with the enactment of the Decree of DKI Jakarta Governor No.. 122 of 1997?. Is the Decree of the Governor of Jakarta No.. 122 of 1997 in accordance with the legislation in force?. Forms of research in this thesis is normative, that is to analyze problems based on literature searches (legislation, books, literature, etc.), which deals with issues of renewal certificate The Right of Building Status Number 54/Petamburan and followed by interviews related sources, the data used in this study is primary data and secondary data.

With the discontinuation of the flats project and/or revocation of Jakarta Governor Decree No.. 122 In 1997, causing uncertainty The Right of Building Status Number 54/Petamburan, the lack of legal protection for landowners former The Right of Building Status Number 54/Petamburan provided by the State, in this case the government of DKI Jakarta. legal power The Right of Building Status Number 54/Petamburan remain strong as long as no one can prove otherwise, but if the period is over the right to build the strength of evidence is not there anymore, in connection with it if it is associated with the governor's decision letter No.. 122 in 1997 which was set on January 23, 1997, when the land rights have expired rights to build the extension can not be done because of a governor's decree No. provisions. 122 of 1997 on the determination of tenure of land measuring 23 acres for the construction of cheap flats and facilities in urban districts land Petamburan brother, jakarta center, so the force of law for the former owners the The Right of Building Status Number 54/Petamburan is just physically just because until now the house that stands on the former land use rights no.54/petamburan building is still occupied by the heirs of the deceased Chadijah Seger
2013
T34841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Dwiputri Irsan
Abstrak :
ABSTRAK Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka terhitung mulai tanggal 31 Desember 2013 fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk dalam hal ini adalah penyelesaian pengaduan Nasabah dan sengketa perbankan. OJK telah mengeluarkan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan sebagai dasar ketentuan dalam mengatur penyelesaian sengketa antara Bank dan Nasabah, baik melalui internal dispute resolution dan external dispute resolution. Dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK, maka alternatif penyelesaian sengketa yang sebelumnya diatur oleh BI berupa Lembaga Mediasi Perbankan Independen kini mulai menemukan titik terang dalam bentuk Lembaga Alternatis Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). Namun dalam pelaksanaannya LAPSPI akan menghadapi berbagai macam tantangan yang harus dipenuhi, diantaranya merumuskan prosedur dan ketentuan penyelesaian sengketa, penerapan prinsip lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dan memiliki sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan penyelesaian sengketa. Menarik untuk diteliti lebih lanjut permasalahan yang terjadi dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan dari BI kepada OJK terutama dalam hal penyelesaian sengketa perbankan dan tantangan pemenuhan prinsip lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang harus dipenuhi oleh LAPSPI.
ABSTRACT Since the enactment of UU No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority, then starting on December 31, 2013 the functions, duties, and authority of the regulatory and supervisory activities of financial services in the banking sector switching from Bank Indonesia (BI) to the Financial Services Authority (OJK), including in this case is customer complaints and dispute resolution between banks and customer. FSA has issued POJK No. 1 / POJK.07 / 2013 on Consumer Protection in the Sector of Financial Services and POJK No. 1 / POJK.07 / 2014 of the Alternative Institution of Dispute Resolution in the Financial Services Sector as a basic provision in arranging the Banking dispute resolution, both through internal and external dispute resolution. With the transition of regulation authorization and banking supervision to the FSA, then the alternative dispute resolution of that were previously regulated by the Bank Indonesia in the form of the Institution Banking Mediation Independent is now beginning to find a bright spot in the form of Alternative Institution of Dispute Resolution of Banking Indonesia (LAPSPI). However, in practice LAPSPI will face numerous challenges to be met, including formulating procedures and dispute settlement provisions, the application of the principle of alternative institutions of dispute resolution, and have the resources to be able to carry out the dispute resolution service. Further interesting to study the problems that occur with the authority transition of regulation and supervision of the banking sector of BI to the FSA, especially in terms of banking dispute resolution and the compliance challenges of the principle of alternative institutions of dispute resolution that must be met by LAPSPI.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Geraldi Yohanes
Abstrak :

Penelitian ini membahas mengenai Tanggung Jawab Kantor Pertanahan Jakarta Selatan terhadap Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 168/Pdt.G/2017/ PN JKT SEL. Peneliti tertarik untuk meneliti dikarenakan menemukan keanehan dalam proses perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat, dimana permohonan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat dapat diterima meskipun masih terdapat persoalan hukum terhadap obyek tanahnya. Sehingga permasalahan yang akan diteltiti dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 168/Pdt.G/2017/ PN JKT SEL dan tanggung jawab Kantor Pertanahan Jakarta Selatan terhadap penerbitan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 168/Pdt.G/2017/ PN JKT SEL. Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan bentuk penelitian Yuridis Normatif. Sedangkan untuk tipologi penelitian yang saya gunakan adalah Deskriptif Analitis. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan dua buah kesimpulan yakni: keabsahan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat adalah dapat dimohonkan pembatalan sertipikat Hak Guna Bangunan 170/ Kuningan Barat dikarenakan terdapat cacat administrasi dalam proses perpanjangan sertipikat tersebut. (2) Pertanggung Jawaban Kantor Pertanahan Jakarta Selatan terhadap penerbitan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 168/ Pdt.G/2017 adalah dikenakan sanksi moral berupa membuat pernyataan secara terbuka dan dikenakan sanksi perdata berupa memohonkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/ Kuningan Barat.


This study discusses about the Responsibilities of the South Jakarta Land Office for the Extension of the Building Permit Certificate Number 170 / Kuningan Barat in the Decision of the South Jakarta District Court Number 168 / Pdt.G / 2017 / PN JKT SEL. Researchers are interested to do this researc because I found an oddity in the process of the time extension of certificate of Building Use Number 170 / Kuningan Barat, where the application for the extension of certificate of Building Use Number 170 / Kuningan Barat can be accepted even though there are still legal issues with the land object. So that the problems to be examined in this study are regarding the validity of the extension of the Building Permit certificate Number 170 / Kuningan Barat in the South Jakarta District Court Decision Number 168 / Pdt.G / 2017 / PN JKT SEL and the responsibility of the South Jakarta Land Office for the issuance of the certificate extension Right to Use Building Number 170 / Kuningan Barat in South Jakarta District Court Decision Number 168 / Pdt.G / 2017 / PN JKT SEL. In conducting this research the researcher used the Normative Juridical research form. As for the research typology that I use is Analytical Descriptive. Based on the results of this study, two conclusions were found, namely: the validity of the Building Certificate No. 170 / Kuningan Barat certificate is that the cancellation of the 170 / Kuningan West Building Title Right can be applied due to administrative defects in the certificate renewal process. (2) The responsibility of the South Jakarta Land Office regarding the issuance of the certificate of extension for Building Number 170 / Kuningan Barat in the Decision of the South Jakarta District Court Number 168 / Pdt.G / 2017 is subject to moral sanctions in the form of open statements and subject to civil sanctions in the form of petitioning to the State Administrative Court to revoke the Right to Building Certificate Number 170 / Kuningan Barat.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina
Abstrak :
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu yaitu 20 tahun atau 30 tahun dan yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan menurut ketentuan dalam UUPA adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi pernah terjadi peralihan hak atas tanah dengan status Hak Guna Bangunan kepada sebuah Persekutuan Komanditer (CV). Bagaimanakah status hukum dari Persekutuan Komanditer (CV) menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku, apakah Persekutuan Komanditer (CV) juga merupakan salah satu subyek hak atas tanah dengan status Hak Guna Bangunan, apakah akibat hukum bila Persekutuan Komanditer (CV) memiliki tanah dengan status Hak Guna Bangunan dan bagaimanakah cara penyelesaian yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi atas tanah Hak Guna Bangunan yang dimiliki oleh Persekutuan Komanditer (CV), hal-hal inilah yang menjadi pokok permasalahan yang diteliti dalam tesis ini. Metode penelitiannya adalah yuridis normatif, yakni metode penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan bentuk penelitiannya adalah preskriptif, yaitu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu dengan metode kepustakaan melakukan studi dokumen terhadap data-data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan serta melakukan wawancara terfokus dengan pihak-pihak terkait. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa Persekutuan Komanditer (CV) bukanlah badan hukum sehingga bukan merupakan subyek hak atas tanah dengan status Hak Guna Bangunan, bila Persekutuan Komanditer memiliki tanah Hak Guna Bangunan, maka dalam waktu satu tahun hak tersebut harus dilepaskan, apabila tidak maka menurut ketentuan UUPA haknya dapat hapus, dalam menghadapai masalah ini Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi akan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat.
Building Rights on Land is the right to have the building and land that is not his own in a period of time that is 20 years or 30 years old. Those who can own a Building Rights on Land according to the provisions in the Basic Agrarian Law (BAL) is Indonesian citizen and a legal body established by law and domiciled in Indonesia. A transition of land rights with Building Rights on Land status once occurred in Bekasi District Land Office to a Commanditaire Vennootschap (CV). How the legal status of a CV, according to the laws that apply whether a CV is also a subject of land rights with the status Building Rights on Land, whether as a result of the law if a CV has the status of land Building Rights on Land and how the ways of settlement made by the Office of Bekasi District Land on the Building Rights on Land owned by the building association for a CV, is the core issue which will be explained in this thesis. The research method is judicial normative, that is, the method that refers to the legal norms contained in the laws and regulations. The forms of research is prescriptive, the research was conducted to get suggestions about what should be done to overcome problems with a specific method to study literature documents to the secondary data related to the problems discussed in writing and conducted interviews with focus, related parties. Based on the analysis result, it is known that a CV is not a legal entity that is not the subject of land rights with the status of Building Rights on Land. When the CV owned a land with Building Rights on Land, then within one year rights should be released, if not then, according to the provisions Basic Agrarian Law, the rights can be removed. Bekasi District Land Office will finish this issue with the consensus for the agreement.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25158
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Nofita
Abstrak :
Tesis ini membahas kekuatan pembuktian sertifikat dan bukti Letter C, cara memperoleh kedua bukti tersebut agar menjadi hak milik masing - masing pihak dan putusan hakim masing - masing peradilan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, berbentuk preskriptif dan bertujuan explanation atau penjelasan yang berfokus pada masalah dengan ilmu monodisipliner yaitu ilmu hukum. Hasil Penelitian menyarankan perlunya sosialisasi kepada masyarakat agar melakukan proses pendaftaran hak atas tanah, dan pentingnya melakukan transaksi jual beli tanah harus sesuai dengan Hukum Pertanahan Nasional, serta dalam kasus tersebut hakim perlu penggalian hukum yang lebih luas agar putusan yang dihasilkan tegas dan adil bagi para pihak yang bersengketa.
The focus of this study is the proof of title power between building rights title and Letter C, how to grant each of the title by parties and the decisions of judge discretion on each level of court. This research is descriptive analytical with problem focused research and law as the science to answer all the problems on this study. This study suggest the need for socialization of land registration process to the public, and the importance of land sells transaction in according with National Land Law, as well as in this case the Judges need more exploration about the law to result a firm and fair decisions to the parties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Fitri Kusumaningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Tanah merupakan sumber kehidupan bangsa. Hakekat tanah adalah menyangkut hajat hidup orang banyak maka penguasaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Tesis ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang bagian-bagian tanahnya diberikan hak atas tanah lainnya, misalnya Hak Guna Bangunan. Pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan adalah legal dan berdasarkan perjanjian kerja sama antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga. Namun, pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus dicabut, apabila tanah tersebut ditelantarkan dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Studi kasus dalam tesis ini adalah Pencabutan Hak Guna Bangunan PT. Griya Tritunggal Eka Paksi diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh. Dalam tesis ini akan terlihat bagaimana peran Kantor Pertanahan setempat dalam mengawal proses pencabutan Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan tersebut dan melihat bagaimana bentuk pertanggungjawaban PT. Griya Tritunggal Eka Paksi selaku pemegang Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh.
ABSTRACT
Soil is the life of the nation. The essence of the soil is related to public needs then for the purpose of welfare of the people the control of itself by the government. This thesis discusses the Right of Management which parts of the land has the other land right, e.g Right to Build. The act of distributing Right to Build on the Right of Management land is legal and based on the cooperation agreement between the holder and the third parties. However, the act of distributing Right to Build on the Right of Management land should be repealed, when the land has been abondoned and not utilized as it should be. The revocation of Right to Build on the Right of Management land should be based on the state laws. Case study in this thesis is the revocation of Right to Build PT. Griya Tritunggal Eka Paksi on the Right of Management land of Situ Cipondoh. This thesis explain how land office role the revocation of Right to Build on the Right of Management land and how the commitment of PT. Griya Tritunggal Eka Paksi as the holder of Right to Build on the Right of Management land Situ Cipondoh.
2013
T32786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahitu, Mitha Aromafica
Abstrak :
Tesis ini meneliti tentang kedudukan Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan sebagai objek pembebanan Hak Tanggungan, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Di dalam setiap kredit selalu diperlukan jaminan atau anggunan. Adapun jaminan yang dapat diberikan berbentuk benda tidak bergerak (tetap), misalnya tanah, rumah, dan pekarangan, sawah, ladang, tambak dan lain sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah (Undang-undang Hak Tanggungan). Dalam Undang-undang Hak Tanggungan diatur mengenai kedudukan Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan apakah dapat dijadikan objek pembebanan Hak Tanggungan. Dalam Undang-undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa Hak Guna Bangunan dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan, dengan diperolehnya persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan melalui suatu perjanjian, dimana perjanjian tersebut mengikat terhadap pihak kreditur.
This thesis examines the position of Right to Build on the Right to Management as an object of the imposition of Mortgage, using a normative juridical research method with qualitative analysis method. Within each credit, it is always required guarantee. The guarantee can be given in the form of fixed object, such as land, houses, yards, fields, fields, ponds, etc. Therefore, it is required a strong guarantee rights institutions and able to provide legal certainty for the parties concerned, Law No. 40 of 1996 regarding the Mortgage on land and objects relating to the land (Mortgage Law) was made. The Mortgage Law regulates the status of Right to Build on the Rigt to Manage whether can be used as the object of Mortgage. The Mortgage Law stated that the Right to Build can be charged by the Mortgage, by obtaining the consent of the holders of Right to Manage through an agreement, which such agreement is binding on creditors.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T43922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Ade Nurul Fatmawardani
Abstrak :
ABSTRAK Sebelum lahirnya UUPA Girik masihdiakui sebagai tanda bukti hak atas tanah, pengertian girik sendiri adalah sebagai alat bantu untuk pensertipikatan, tapi bukan alat bukti kepemilikan tanah, dia hanya alat bukti pembayaran pajak. Pada saat ini ada beberapa perkara yang menunjukkan bahwa terhadap sertipikat kepemilikan dapat dikalahkan oleh alat bukti selain sertipikat yaitu yang terdapat dalam Putusan No.367/Pdt/2013/PT.DKI di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta antara Pemegang Girik dengan Pemegang SHGB. Selanjutnya terdapat rumusan masalah yaitu Bagaimana kekuatan pembuktian girik sebagai alat bukti kepemilikan Hak Atas Tanah dan Bagaimana perlindungan hukum bagi pemilik girik terhadap suatu sengketa tanah, kemudian Apakah putusan Pengadilan Tinggi Nomor 367/PDT/2013/PT.DKI telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis-normatif. Dari hasil penelitian diketahui kekuatan pembuktian Girik setelah diundangkannya UUPA tidak lagi dapat dikatakan sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah, selanjutnya Putusan pengadilan No.367/PDT/2013/PT.DKI sudah sesuai menurut hukum yang berlaku, dan pemerintah harus lebih mensosialisasikan kepada masyarakat pemilik Girik untuk mendaftarkan tanahnya, sehingga setiap masyarakat mendapatkan kepastian hukum bagi tiap-tiap hak atas tanahnya.
ABSTRACT Before the birth of UUPA Girik still recognized as proof of land rights, Girik own sense is as a tool for certification but is not evidence of ownership of land he only evidence of tax payment. At this time there are some things that show that of the certificate by evidence other than certificates are contained in the decision No.367/Pdt/2013/PT.DKI in the high court of DKI Jakarta between Girik owner and Certificate of right to build (SHGB) owner. Furthermore there is a formulation of the problem is how the strength of evidence Girik as evidence of ownership of land rights and how legal protection for owners Girik to a land dispute. Then whether the high court decisionNo.367/Pdt/2013/PT.DKI in accordance with the legislation in force. The approach taken in this research is normative juridical approach. From the research result shows the strength of evidence Girik after the enactment of the UUPA no longer can be considered as evidence of ownership rights to land are legitimate, subsequent court decisions No.367/Pdt/2013/PT.DKI is appropriate under applicable law and the government should be more socialize to people Girik owners to register their land, so that every community to get legal certainty for each land rights.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>