Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Listyawati
Abstrak :
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah, peranan pejabat umum tanah ini semakin eksis dalam hukum tanah di Indonesia. Untuk membuktikan adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah kecuali pemindahan hak melalui lelang, sebagaimana dikehendaki dalam UPA harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT. Sebagai salah satu pejabat yang berwenang untuk membuat akta peralihan hak atas tanah dan bangunan, PPAT tunduk pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Namun dalam praktik mash ditemukan adanya penyimpangan terhadap ketentuan tersebut, ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB. Salah satu contonya adalah kasus jual beli tanah yang dilakukan oleh Tuan Reza Sulaiman Sundjaja selaku kuasa sah dari Tuan Rangga Sunargo dengan Nona Ariana Widjaja telah merugikan PPAT yang membut akta tersebut. Faktor ketidaktahuan atau pula kecerobohan dalam jangka waktu pembayaran BPHTB, menyebabkan PPAT tersebut dikenai sanksi administratif yang tidak sedikit jumlahnya. Mengenai akta yang dibuat oleh PPAT yang dikenai sanksi tersebut tidak menjadi batal atau dengan kata lain tetap sah dimata hukum. Hal ini dikarenakan akta tersebut tetap telah memenuhi syarat formal maupun material. Hanya saja amatlah disayangkan apabila didalam suatu transaks jual beli yang kita lakukan menyebabkan orang lain yang menanggung kerugiannya. Di dalam praktek, nal seperti ini dapat saja menimpa siapapun. Oleh karena itu seorang PPAT sebagai pejabat memeriksa lebih teliti dokumen yang diperlukan atau menawarkan membayarkan sendiri setoran BPHTB ke kantor cabang Bank yang ditunjuk oleh pemerintah yang diwajibkan tersebut, agar tidak terulang kasus yang serupa.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24698
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Listyawati
Abstrak :
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah, peranan pejabat umum tanah ini semakin eksis dalam hukum tanah di Indonesia. Untuk membuktikan adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah kecuali pemindahan hak melalui lelang, sebagaimana dikehendaki dalam UPA harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT. Sebagai salah satu pejabat yang berwenang untuk membuat akta peralihan hak atas tanah dan bangunan, PPAT tunduk pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Namun dalam praktik mash ditemukan adanya penyimpangan terhadap ketentuan tersebut, ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB. Salah satu contonya adalah kasus jual beli tanah yang dilakukan oleh Tuan Reza Sulaiman Sundjaja selaku kuasa sah dari Tuan Rangga Sunargo dengan Nona Ariana Widjaja telah merugikan PPAT yang membut akta tersebut. Faktor ketidaktahuan atau pula kecerobohan dalam jangka waktu pembayaran BPHTB, menyebabkan PPAT tersebut dikenai sanksi administratif yang tidak sedikit jumlahnya. Mengenai akta yang dibuat oleh PPAT yang dikenai sanksi tersebut tidak menjadi batal atau dengan kata lain tetap sah dimata hukum. Hal ini dikarenakan akta tersebut tetap telah memenuhi syarat formal maupun material. Hanya saja amatlah disayangkan apabila didalam suatu transaks jual beli yang kita lakukan menyebabkan orang lain yang menanggung kerugiannya. Di dalam praktek, nal seperti ini dapat saja menimpa siapapun. Oleh karena itu seorang PPAT sebagai pejabat memeriksa lebih teliti dokumen yang diperlukan atau menawarkan membayarkan sendiri setoran BPHTB ke kantor cabang Bank yang ditunjuk oleh pemerintah yang diwajibkan tersebut, agar tidak terulang kasus yang serupa.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37025
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrie Suteja
Abstrak :
Penelitian ini membahas implementasi pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah di Kota Bukitinggi dan upaya yang dilakukan DPKAD Kota Bukittinggi untuk mengatasi permasalahan terkait pemungutan BPHTB dalam rangka meningkatkan penerimaan BPHTB. Pokok permasalahan adalah penerimaan BPHTB di Kota Bukittinggi sempat mengalami penurunan saat baru dikelola oleh pemerintah daerah dibanding saat dikelola pemerintah pusat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan penerimaan BPHTB karena masih adanya transaksi yang harganya dibawah harga pasar, dimana masyarakat menjadikan NJOP PBB sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB. Pemerintah Kota Bukittinggi telah melakukan upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan menetapkan Zona Nilai Tanah. ......This study discusses the implementation of BPHTB As local tax collection in the city of Bukittinggi and efforts made by DPKAD Bukittinggi to solving problems related to the collection of BPHTB in order to improve BPHTB income. The main problem is BPHTB Bukittinggi had decrease when managed by local government than when managed by central government. This study used a qualitative approach. The results showed that the decrease of BPHTB because there are still any of transaction price is below the market price, which the people make NJOP PBB as BPHTB tax base. Bukittinggi City government make decision to overcome the problems by setting Land Values Zone.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrie Suteja
Abstrak :
Penelitian ini membahas implementasi pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah di Kota Bukitinggi dan upaya yang dilakukan DPKAD Kota Bukittinggi untuk mengatasi permasalahan terkait pemungutan BPHTB dalam rangka meningkatkan penerimaan BPHTB. Pokok permasalahan adalah penerimaan BPHTB di Kota Bukittinggi sempat mengalami penurunan saat baru dikelola oleh pemerintah daerah dibanding saat dikelola pemerintah pusat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan penerimaan BPHTB karena masih adanya transaksi yang harganya dibawah harga pasar, dimana masyarakat menjadikan NJOP PBB sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB. Pemerintah Kota Bukittinggi telah melakukan upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan menetapkan Zona Nilai Tanah. ......This study discusses the implementation of BPHTB As local tax collection in the city of Bukittinggi and efforts made by DPKAD Bukittinggi to solving problems related to the collection of BPHTB in order to improve BPHTB income. The main problem is BPHTB Bukittinggi had decrease when managed by local government than when managed by central government. This study used a qualitative approach. The results showed that the decrease of BPHTB because there are still any of transaction price is below the market price, which the people make NJOP PBB as BPHTB tax base. Bukittinggi City government make decision to overcome the problems by setting Land Values Zone.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library