Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Peppy Fourina
"Latar belakang: Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim yang besar.
Hijab dipakai oleh banyak wanita di Indonesia, sedangkan hijab berpotensi mengurangi
serapan sinar matahari di kulit yang memengaruhi sintesis vitamin D. Beberapa
penelitian telah mengaitkan defisiensi kadar 25-hydroxyvitamin D serum dengan
kerontokan rambut, tetapi tidak pernah dilakukan pada kelompok perempuan berhijab.
Tujuan: Mengetahui hubungan kadar 25-hydroxyvitamin D serum dengan kerontokan
rambut pada perempuan dewasa usia subur berhijab (H) dan tidak berhijab (TH).
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan sepanjang bulan November 2019
hingga Maret 2020. Data terkait pemakaian hijab, kerontokan rambut, skor pajanan
sinar matahari, jumlah rambut rontok harian, hair pull test, dan kadar 25-
hydroxyvitamin D serum dievaluasi pada masing-masing 30 subjek berhijab dan tidak
berhijab yang tidak menderita penyakit sistemik maupun kejiwaan.
Hasil: Median kadar 25-hydroxyvitamin D serum pada kelompok H adalah 8,70 (6,13-
34,10) ng/mL dan mean kadarnya pada kelompok TH adalah 16,70 6,30 ng/mL.
Median jumlah rambut rontok harian pada kelompok H adalah 28,62 (3,00-118,50) helai
dan pada kelompok TH adalah 18,25 (3,50-134,50) helai. Berdasarkan uji korelasi
Spearman, didapatkan koefisien korelasi r = -0,190 pada kelompok H (p = 0,315), dan r
= 0,193 pada kelompok TH (p = 0,308).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan kadar 25-hydroxyvitamin D serum dengan
kerontokan rambut baik pada perempuan dewasa usia subur berhijab maupun tidak
berhijab.

Background: Indonesia has a large muslim population. As hijab is considered
compulsory for most, wearing it may potentially reduce skin absorption of sunlight
which plays important role in vitamin D synthesis. Several studies had described
significant correlation between serum 25-hyroxyvitamin D level and hair loss, but never
specifically conducted in hijab wearing women.
Objective: To assess the correlation between serum 25-hydroxyvitamin D level and
hair loss in adult childbearing-age women who wear (H) and do not wear hijab (NH).
Methods: This cross-sectional study was conducted from November 2019 to March
2020. Data concerning hijab use, hair loss, sun exposure score, daily hair loss, hair pull
test, and serum 25-hydroxyvitamin D level were evaluated in 30 subjects of each group.
Results: The median level of serum 25-hydroxyvitamin D in the H group was 8,70
(6,13-34,10) ng/mL while the mean serum level in the NH group was 16,70 6,30
ng/mL. The median number of daily hair loss in the wearing hijab group was 28,62
(3,00-118,50) and in the not-wearing hijab group was 18,25 (3,50-134,50). Based on
Spearman’s correlation test, r = -0,190 in the H group (p = 0,315) and r = 0,193 in the
NH group (p = 0,308).
Conclusion: There was no significant correlation between serum 25-hydroxyvitamin D
level and hair loss in both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Aulia Rahmi
"Daun mangkokan memiliki khasiat untuk mengatasi kerontokan rambut yang telah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya. Namun, metode ekstraksi yang digunakan kurang efektif untuk mengektraksi flavonoid yang diduga sebagai senyawa aktif yang bertanggungjawab atas masalah kerontokan rambut. Flavonoid juga memiliki kelarutan lipid yang buruk sehingga dibutuhkan sistem penghantaran yang baru, yaitu fitosom. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat formulasi sediaan losio fitosom ekstrak daun mangkokan (Nothopanax scutellarium, Merr.) menggunakan metode ekstraksi dengan green solvent yang optimal. Ionic liquids meliputi; (BMIM)Br, (BMIM)BF4, (BMIM)Cl, (BMIM)HSO4, (HMIM)Br digunakan untuk mengekstraksi senyawa flavonoid dibandingkan dengan metode konvensional. Pelarut (BMIM)Cl dengan garam pemisahan NaCl memiliki kadar total flavonoid sebesar (360.57 mg/g). Penetapan kadar kuersetin diperoleh pelarut yang optimum adalah (BMIM)BF4 dengan garam pemisahan NaCl dengan kadar (26.13 mg/g).
Hasil menunjukkan bahwa metode ekstraksi konvensinal, yaitu ekstrak metanol daun mangkokan memiliki kadar total flavonoid (411.08 mg/g) dan kuersetin (127.1 mg/g) yang lebih tinggi dibandingkan ionic liquid. Namun dalam sifat ramah lingkungan, dan efisiensi waktu pelarut ionic liquid perlu dipertimbangkan. Formula losio fitosom yang diuji aktivitas pertumbuhan rambutnya dengan parameter panjang rambut, dan bobot rambut. Data dianalisis menggunakan anova two way diperoleh hasil losio fitosom memiliki aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan minoxidil 2% dengan nilai signifikansi (p=0,0001).

Mangkokan leaves have efficacy to curing hair loss which has been proven by previous studies. However, the extraction method used is not effective for extracting flavonoids that are thought to be active compounds responsible for hair loss problems. Flavonoids have poor lipid solubility. New delivery system called phytosome was needed. The purpose of this study was to formulate phytosome lotion of mangkokan leaves extract (Nothopanax scutellarium, Merr.) using an optimal green solvent extraction method. Ionic liquids include; (BMIM) Br, (BMIM)BF4, (BMIM)Cl, (BMIM)HSO4, (HMIM)Br were used to extract flavonoid compounds. (BMIM)Cl solvent with NaCl separation salt has the higher total flavonoid level of (360.57 mg/g). Determination of quercetin levels obtained that (BMIM)BF4 with NaCl salt separation as the optimum solvent with quercetin levels (26.13 mg/g).
The results showed that the convensinal extraction method; methanol extract of mangkokan leaves had the highest total flavonoid (411.08 mg/g) and quercetin (127.1 mg/g) levels among ionic liquids. Ionic liquids characterization such as environmentally friendly, and the time efficiency of extraction were needed to be considered. The phytosome lotion formula was tested for hair growth activity with parameters of hair length and hair weight. Data were analyzed using two way ANOVA. The result obtained that phytosome lotion had better activity than 2% Minoxidil with a significance value (p = 0.0001).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T54907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rana Fasya Nuzula
"Latar Belakang Alopesia androgenetik pria (AGA), atau pola kebotakan pria, memengaruhi 30-50% pria pada usia 50 tahun dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan hormonal. Faktor lingkungan seperti konsumsi alkohol juga dapat berperan dalam perkembangan AGA. Alkohol dikonsumsi secara luas dan menimbulkan risiko kesehatan, dan kemungkinan hubungan antara konsumsi alkohol dan AGA telah dikemukakan, terutama pada pria. Studi ini mengeksplorasi kemungkinan hubungan antara konsumsi alkohol dan AGA pria di Jabodetabek, Indonesia, yang bertujuan untuk memperjelas hubungan ini dan implikasinya terhadap kesehatan masyarakat. Metode Studi potong lintang analitik ini menggunakan data sekunder dari populasi yang tinggal di Jabodetabek, Indonesia. Studi ini menggunakan formulir persetujuan, kuesioner dengan informasi yang diperlukan untuk studi, dan hasil trikoskopi. Hasil Dari 144 responden, sebagian besar berusia paruh baya (25-44 tahun, 66%) dan berasal dari etnis campuran (23,6%). Prevalensi alopesia androgenetik pria di Jabodetabek adalah 15,3%, dan prevalensi konsumsi alkohol adalah 24,3%. Rasio odds (OR=1,567) menunjukkan bahwa konsumen alkohol 1,567 kali lebih mungkin didiagnosis dengan alopesia androgenetik pria. Namun, interval kepercayaan (95%CI=0,581, 4,222) dan Uji Chi-Square (p=0,372) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dan alopesia androgenetik. Kesimpulan Meskipun konsumen alkohol 1,567 kali lebih mungkin didiagnosis dengan alopesia androgenetik pria, temuan ini secara statistik tidak signifikan. Oleh karena itu, tidak ada hubungan yang signifikan yang dapat ditarik antara keduanya. Studi selanjutnya dengan analisis konsumsi alkohol yang lebih komprehensif, seperti kuantitas dan durasi, diperlukan untuk mendukung temuan ini.

Introduction Male androgenetic alopecia (AGA), or male pattern baldness, affects 30-50% of men by age 50 and is influenced by genetic and hormonal factors. Environmental factors like alcohol consumption may also play a role in AGA development. Alcohol is widely consumed and poses health risks, and a possible link between alcohol consumption and AGA has been suggested, especially in men. This study explores the possible association between alcohol consumption and male AGA in Jabodetabek, Indonesia, aiming to clarify this relationship and its public health implications. Method This analytical cross-sectional study used secondary data from a population residing in Jabodetabek, Indonesia. This study used informed consent forms, questionnaires with information needed for the study, and trichoscopy results. Results Of 144 respondents, most were middle-aged (25-44 years old, 66%) and of mixed ethnicity (23.6%). Male androgenetic alopecia prevalence in Jabodetabek was 15.3%, and alcohol consumption prevalence was 24.3%. The odds ratio (OR=1.567) indicated that alcohol consumers were 1.567 times more likely to be diagnosed with male androgenetic alopecia. However, the confidence interval (95%CI=0.581, 4.222) and Chi-Square Test (p=0.372) showed no significant association between alcohol consumption and androgenetic alopecia. Conclusion While alcohol consumers were 1.567 times more likely to be diagnosed with male androgenetic alopecia, this finding was statistically insignificant. Therefore, no significant association can be drawn between the two. Future studies with more comprehensive analyses of alcohol consumption, such as quantity and duration, are needed to support these findings."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library