Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khanza Aulia Prijonggo
"Latar Belakang: Gipsum tipe III banyak digunakan pada bidang kedokteran gigi dalam pembuatan model studi dan model kerja yang hanya digunakan sekali dan menjadi limbah. Gipsum memiliki sifat reversibel sehingga dapat dilakukan daur ulang gipsum melalui proses dehidrasi untuk mengubah limbah menjadi menjadi gipsum daur ulang berupa pengganti bubuk pabrikan. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian mengenai pengaruh variasi suhu dehidrasi terhadap waktu pengerasan pada gipsum tipe III daur ulang. Tujuan: Menganalisis pengaruh variasi suhu dehidrasi terhadap waktu pengerasan pada gipsum tipe III daur ulang. Metode: Dua belas spesimen gipsum tipe III dengan dimensi 5x5x5 cm3 dibagi menjadi enam kelompok uji gipsum daur ulang spesimen berdasarkan variasi suhu dehidrasi dengan rentang 110-160˚C menggunakan laju pemanasan 10˚C selama 60 menit dengan masing-masing kelompok empat spesimen. Perhitungan durasi waktu pengerasan dilakukan dengan menggunakan uji Vicat sesuai ISO 6873:1983 dan ADA No. 25. Analisis data yang digunakan menggunakan uji One way ANOVA dengan uji post hoc Bonferroni. Hasil: Uji waktu pengerasan pada gipsum Pro Solid Super Yellow tipe III, terdapat perbedaan waktu pengerasan antar kelompok. Kelompok dengan suhu dehidrasi 110˚C dan 120˚C tidak terjadi pengerasan sehingga tidak dapat dilakukan uji data. Pada kelompok suhu dehidrasi 130˚C, 140˚C, 150˚C, dan 160˚C didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05). Kesimpulan: Semakin tinggi suhu dehidrasi maka durasi waktu pengerasan menjadi lebih lama. Namun, pada kelompok dengan suhu dehidrasi 110˚C dan 120˚C tidak terjadi pengerasan selama waktu pengerasan.

Background: Type III gypsum are widely used in the field of dentistry in the manufacture of study models and working models that are only used once and become waste. Gypsum has reversible reaction properties so that gypsum recycling can be carried out through a dehydration process to convert waste into recycled gypsum in the form of a substitute for manufactured powder. Until now, there has been no research on the effect of dehydration temperature variations on the setting time of recycled type III gypsum. Objective: Analyzing the effect of dehydration temperature variation on setting time of recycled type III gypsum. Research Methods: Twelve type III gypsum specimens with dimensions of 5x5x5 cm3 were divided into six groups of recycled gypsum test specimens based on variations in dehydration temperature with a range of 110-160˚C used a heating rate of 10˚C for 60 minutes with each group of four specimens. The calculation of the setting time test was carried out using a Vicat needle according to ISO 6873: 1983 and ADA No. 25. Data analysis used the One way ANOVA test with Bonferroni post-hoc test. Results: Setting time test on Pro Solid Super Yellow type III gypsum, there is a difference in setting time between groups. The 110˚C and 120˚C dehydration temperature groups had no change so that the data test cannot be carried out. In the 130˚C, 140˚C, 150˚C, and 160˚C dehydration temperature groups, the significance value was 0.001 (p<0.05). Conclusion: The higher the dehydration temperature, the longer the setting time reaction. However, in the groups with dehydration temperatures of 110˚C and 120˚C, no change during the setting time. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Adzkaro Khoirurrijal
"ABSTRACT
Nowadays, either keeping or throwing out the final product of dental cast is the most common thing to do. The waste from dentistry can be considered toxic if not handled specifically and separately to other waste. Hence, recycling process can reduce its effect and the waste of dental casts. The aim of this research is to reuse the dental gypsum either for practical use or health facilities. This research studies, the behavior of before after recycle and heat treatment to several grades of dental gypsum that will be used as impression material or dies. As it rsquo s designed to be an impression material that will undergo heat treatment, Simultaneous Thermogravimetry and Differential Scanning Calorimetry TGA DSC will be applied to understand the Phase Transformation to its mass change and the behavior to a temperature difference. The result will be validated using an experimental approach. X ray Diffraction XRD and Scanning Electron Microscope will also be done to identify the crystalline phases and the surface microstructure, it will be validated using an experimental approach as well. A range of gap between parameter values is expected between the fresh new dental gypsum and the recycled one. However, it is expected some similar values between the heat treated and the fresh new dental gypsum.

ABSTRACT
Dewasa ini, baik menyimpan atau membuang produk akhir dari gips gigi adalah hal yang paling umum untuk dilakukan. Limbah dari kedokteran gigi dapat dianggap beracun jika tidak ditangani secara khusus dan terpisah dengan limbah lainnya. Oleh karena itu, proses daur ulang dapat mengurangi efek dan limbah gips gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggunakan kembali gipsum gigi baik untuk penggunaan praktik atau fasilitas kesehatan. Penelitian ini mempelajari, perilaku sebelum-sesudah mendaur ulang dan perlakuan panas ke beberapa tipe gipsum gigi yang akan digunakan sebagai bahan impresi atau cetakan. Karena dirancang untuk menjadi material impresi yang akan menjalani perlakuan panas, Simultaneous Thermogravimetry dan Differential Scanning Calorimetry TGA-DSC akan diterapkan untuk memahami transformasi fase untuk perubahan massa dan perilaku terhadap perbedaan suhu. Hasilnya akan divalidasi menggunakan pendekatan eksperimental. X-ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM juga akan dilakukan untuk mengidentifikasi fase kristal dan mikro struktur permukaan, perihal tersebut akan divalidasi menggunakan pendekatan eksperimental. Keberadaan renggang antara nilai-nilai parameter diharapkan antara gipsum gigi segar / baru dan yang didaur ulang. Namun, diharapkan beberapa nilai serupa antara perlakuan panas dan gipsum gigi baru / segar."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Muryanto
"Experiments were performed in a piping system to examine the effects of flow rates and Cu2+, a common metal ion in wastewater, on the kinetics of gypsum (CaSO4.2H2O) scale formation. The scaling was monitored by measuring the decrease in Ca2+ concentrations, [Ca2+], of the scaling solution. AAS analysis shows that [Ca2+] reduces progressively after a certain induction time, during which time the concentration remains steady. Thus, the gypsum precipitation which leads to scaling in pipes does not occur spontaneously. Higher impurity concentrations (0 to 10 ppm Cu2+) result in longer induction time (26 to 42 min), which indicate that Cu2+ could inhibit the scale formation. Impurity concentrations and the scale mass generated are negatively correlated. Reduction in scale mass was as high as 61% depending on impurity concentrations and flow rates. Data of [Ca2+] versus time were used to calculate the reaction rate of the gypsum precipitation which led to scaling. It was found that the reaction follows a first order kinetics with respect to [Ca2+], with rate constants ranging between 5.28 and 7.37 per hour, which agree with most published values for mineral scale formation."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2013
UI-IJTECH 4:3 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sariono
"Dalam waktu delapan tahun terakhir ini ada beberapa bahan material yang cukup populer digunakan di Indonesia sebagai bahan alternatif pengganti batu- bata ataupun triplek yailu diantaranya adalah gypsum board, kalsiboarc, GRC (Glass Reinforced Cement) board dan Iain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi-inovasi baru sebagai bahan pengganti telah dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan adanya keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan bahan yang telah umum pada saat ini. Kalau kita amati lagi, ada satu bahan yang pada saat ini belum populer tetapi sangat menjanjikan. Bahan ini disebut dengan “FRG (Fiber Reinforced Gypsum) panel". Bahan ini pada dasarnya berupa panel-panel yang terbuat dari gypsum plaster (casting plaster) dengan tambahan fiber serta bahan additive lainnya jika diperlukan. Mengapa FRG panel ini belum populer?, hal yang paling menentukan adalah karena bahan ini belum ada yang memproduksinya secara masal oleh pabrik, sehingga dari segi kualitas produk belum ada penelitian secara lebih mendalam, disamping promosi ataupun pemasaran yang masih seadanya. Padahal kalau kita bandingkan dengan produk yang telah kita sebut sebelumnya, bahan ini mempunyai nilai jual yang lebih mahal. Untuk membuat FRG dengan kualiatas yang baik sehingga nantinya kita dapat menjadikan bahan ini sebagai bidang usaha dalam artian kita akan memproduksinya secara massal serta memasarkannya secara lebih baik, maka perlu adanya penelitian atau testing material secara lebih mendalam. Kualitas FRG dapat kita lihat dari besarnya nilai flexural strength test, humidified deflection test, core, end dan edge hardness test dan nail pull resistance test. Hal utama yang harus diperhatikan acialah bagaimana memilih bahan yang akan menghasilkan FRG dengan kualitas optimum. Ini berarti bahwa kita harus memilih bahan FRG yaitu casting plaster dan serat fiber yang benar-benar akan menghasilkan kekuatan yang optimum. Pada saat ini casting plaster yang beredar di Indonesia ada 4 merk dagang yang cukup populer dan banyak dipakai diantaranya adalah merk Elephant, Jaya, A-Plust dan Indal. Sedangkan untuk serat Fiber hanya ada 1 supplyer besar yaitu A-Plust Pasific yang mengimport barang ini dari Cina ke Indonesia. Di dalam penulisan ini akan menganalisa pemilihan casting plaster sebagai bahan utama Fiber Reinforced Gypsum (FRG) panel sehingga diharapkan mampu memberikan dasar untuk dapat lebih mengembangkan produk FRG. Selain itu bagi home industry sekarang, penulisan ini akan membantu sebagai referensi dalam meningkatkan kualitas dari produk FRG yang telah dikerjakan meskipun masih banyak test-test yang harus dilakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erliyana
"ABSTRAK
Latar belakang: Carboximethyl Chitosan / Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP) sebagai material analog non-protein mempunyai kemampuan meremineralisasi dentin. Gypsum sebagai bahan pencampur yang dapat memudahkan aplikasi. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh penambahan gypsum pada material analog non-protein CMC/ACP. Metode: 27 kavitas dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 dentin demineralisasi tidak diaplikasi bahan, kelompok 2 dentin demineralisasi diaplikasi CMC/ACP, kelompok 3 dentin demineralisasi diaplikasi gypsum+CMC/ACP. Diperiksa pada hari ke-14 menggunakan SEM-EDX. Hasil: gypsum tidak memengaruhi kemampuan material analog non-protein CMC/ACP dalam remineralisasi dentin.

ABSTRACT
Background: Carboximethyl Chitosan / Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP) is analog material non-protein that have dentine remineralization ability.  While Gypsum is mixing material that can facilitate the application. Objective of this study was to see the effect of gypsum addition on analog material non-protein CMC/ACP. Methods: 27 cavities were divided into 3 groups. Group 1 were dentine demineralization without any material applied. Group 2 were dentine demineralization with CMC/ACP material applied, and group 3 were dentine demineralization with gypsum + CMC/ACP material applied. Checked on day 14 using SEM-EDX. Result:  Gypsum was not affect material ability of analog non-protein CMC/ACP in dentine remineralization.

 

"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wibisono Adhi Pradana
"ABSTRACT
The phenomenon of lightning is the nature of natural electricity on earth. Lightning has a very large energy, so that lightning strikes the electrical protection system will make the surrounding location conductive and when it comes in direct contact with the installation can cause damage to equipment. The lightning protection installation system consists of the installation of the protection system and the earthing system. A good grounding system must have a low soil resistance value. Soil treatment by adding additives is one solution to reduce the value of soil resistance. In this experiment the additives used were bentonite and gypsum. In both experiments on clay and gravel soils, additives were The most efficient way to reduce soil resistance is that clay bentonite has decreased by 55.5% and has decreased in gravel by 48.08%. Then bentonite + gypsum with 50.42% has decreased in clay and 40.15% has decreased in gravel. Gypsum with a 45.52% reduction in clay, and 34.28% reduction in gravel soils, when the electrode depth is 120cm. additives are used to reduce the value of soil resistance because it can hold water. The most efficient additive for maintaining moisture is bentonite, in bentonite clay soils can maintain a moisture value of 10 for 3 days after rain.

ABSTRAK
Fenomena petir adalah sifat kelistrikan alami di bumi. Petir memiliki energi yang sangat besar, sehingga petir yang menyambar system proteksi listrik akan membuat lokasi sekitarnya menjadi konduktif dan ketika terjadi kontak langsung dengan instalasi dapat mengakibatkan kerusakan peralatan. Sistem instalasi proteksi petir terdiri dari pemasangan sistem proteksi dan sistem pembumian. Sistem grounding yang baik harus memiliki nilai resistansi tanah yang kecil. Perlakuan tanah dengan menambahkan zat additif merupakan salah satu solusi untuk mereduksi nilai resistansi tanah. Pada percobaan ini aditif yang digunakan adalah bentonit dan gypsum. Dalam kedua percobaan di tanah lempung dan tanah berkrikil, additif yang paling effisien dalam menurunkan resistansi tanah adalah bentonite tanah lempung mengalami penurunan 55.5% dan mengalami penurunan pada tanah kerikil sebesar 48.08% Kemudian bentonit+gypsum dengan 50,42% penurunan di tanah lempung dan 40,15% penurunan di tanah kerikil. Gypsum dengan penurunan 45,52% di tanah liat, dan 34,28% penurunan tanah kerikil, saat kedalaman elektroda adalah 120cm. zat aditif digunakan untuk menurunkan nilai resistansi tanah karena mampu menampung air. Aditif yang paling efisien dalam menjaga kelembaban adalah bentonite, pada tanah lempung bentonite dapat menjaga nilai kelembaban bernilai 10 selama 3 hari setelah hujan."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komang Surya Adi Putra
"Bunyi dapat menjadi polusi suara terutama di kota besar seperti Jakarta dengan semakin banyaknya kendaraan dijalan, bunyi yang dihasilkan oleh mesin kendaraan bisa sangat mengganggu. Namun bunyi yang datang bisa kita redam dengan memilih material yang tepat di dalam rumah kita. Pada penelitian kali ini kami membuat rancang bangun yang dapat mengetahui nilai koefisiens transmisi dari suatu material. Komponen yang kami pakai dalam penelitian ini adalah XR 2206 sebagai pembangkit sinyal, power amplifier, Speaker, Arduino KY-038 sebagai sensor microphone, peak to peak detector, dan mikrokontroler. Kami menggunakan pipa paralon sepanjang 1 meter sebagai media perambatan gelombang. Pada bagian dalam pipa kami melapisinya dengan rockwool agar sistem kedap suara. Rentang frekuensi yang dipakai dalam penelitian ini adalah 100-9.000 Hz. Material uji yang digunakan adalah rockwool, gypsum, dan triplek. Dengan membandingkan amplitudo yang diterima sensor setelah dipasang material uji dan sebelum dipasang material uji kita dapat mengetahui koefisiens transmisi material tersebut. Setelah kita menguji ke-tiga material tersebut kami mendapatkan bahwa pada rentang frekuensi 600-2000 Hz nilai koefisiens transmisi selalu lebih besar dibandingkan titik frekuensi lainnya.

The sound can be noise pollution especially in big cities such as Jakarta with the increasing number of vehicles in the streets the sound produced by the engine vehicles can be very disturbing. But the sound that comes can we asunder by selecting the right material in our houses. Research on this time we make the building blocks that can know the value of transmission koefisiens from a material. The components that we use in this research is the XR 1059 as power signal, Power Amplifier, Speaker, Arduino Judicial Commission-038 as a microphone sensor, peak to peak detector, and mikrokontroler. We use the tube paralon over 1 meter as media propagation waves. On the inside of the tube we overlaid them with rockwool so that the system is insulated from sound. The frequency range used in this research is 100-9,000 Hz. The test material used is rockwool, gypsum, and plywood. By comparing the received amplitudo after it is installed sensor test material and before the attached test material we can know the material transmission koefisiens. After we test to three of the material we get that at the frequency range from 600-2000 Hz the amplitude is always rise.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elsa Dara Aullia
"Latar Belakang: Alginat mengandung mikroorganisme akibat paparan dari rongga mulut sehingga perlu prosedur desinfeksi. Desinfeksi dapat mempengaruhi sifat fisik seperti stabilitas dimensi, reproduksi detail dan kompatibilitas dengan gipsum. Indonesia telah memproduksi bahan cetak alginat sendiri. Belum ada penelitian mengenai pengaruh teknik desinfeksi penyemprotan terhadap sifat fisik alginat buatan Indonesia. Tujuan: Mengetahui perbedaan pengaruh teknik desinfeksi penyemprotan dengan larutan Natrium hipoklorit (NaOCl) 0,5%, Glutaraldehid 2% dan Klorheksidin 0,2% antara bahan cetak alginat buatan Indonesia (Hexalgin) dan buatan luar negeri (GC Aroma Fine Plus Normal Set) terhadap stabilitas dimensi, reproduksi detail dan kompatibilitasnya dengan gipsum (dental stone). Metode: Pembuatan 20 spesimen alginat buatan Indonesia dan 20 spesimen alginat buatan luar negeri mengikuti standar ISO 1563 dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan desinfeksi penyemprotan yaitu dengan NaOCl 0,5%, Glutaraldehid 2%, Klorheksidin 0,2% dan Kontrol kemudian didiamkan dalam kantung plastik zip lock selama 10 menit. Pengecoran dengan dental stone tipe III. Perubahan dimensi, reproduksi detail, dan kompatibilitas dengan gipsum diuji sesuai standar ISO 1563 dan 21563 dan diukur menggunakan kaliper digital dan dinilai dengan kamera digital dengan perbesaran 6,3x. Analisis data dengan uji statistik One Way Anova dan uji Pearson Chi-Square. Hasil: Rerata perubahan dimensi antara kelompok perlakuan desinfeksi penyemprotan dengan larutan disinfektan berbeda menunjukkan berbeda makna secara statistik (p<0,05) pada alginat buatan Indonesia maupun alginat buatan luar negeri. Rerata perubahan dimensi antara alginat buatan Indonesia dengan alginat buatan luar negeri tidak berbeda makna secara statistik (p≥0,05). Rerata perubahan dimensi pada hasil cetakan alginat buatan Indonesia dan buatan luar negeri secara berurutan setelah desinfeksi penyemprotan dengan NaOCl 0,5% (0,030±0,011% dan 0,016±0,011%), Glutaraldehid 2% (0,055±0,013% dan 0,041±0,013%), Klorheksidin 0,2% (0,078±0,015% dan 0,064±0,011%) dan Kontrol (0,011±0,011% dan 0,011±0,011%). Proporsi reproduksi detail dan kompatibilitas dengan gipsum konstan, yaitu seluruh garis tereproduksi dan kompatibilitas dengan skor 2. Kesimpulan: Perubahan dimensi alginat buatan Indonesia setelah desinfeksi penyemprotan dengan NaOCl 0,5%, Glutaraldehid 2%, dan Klorheksidin 0,2% dapat diterima secara klinis, mereproduksi detail dengan baik, dan kompatibel dengan dental stone tipe III. Desinfeksi dengan NaOCl 0,5% memberikan perubahan dimensi yang paling kecil.

Background: Alginate contains microorganisms due to exposure from the oral cavity, so it needs a disinfection procedure. Disinfection can affect physical properties such as dimensional stability, reproduction of details and compatibility with gypsum. Indonesia has produced its own alginate impression material. There has been no research on the effect of spraying disinfection techniques on the physical properties of Indonesian-made alginates. Objective: Determine the difference in the effect of spraying disinfection techniques with 0.5% sodium hypochlorite, 2% glutaraldehyde and 0.2% chlorhexidine between alginate impression materials made in Indonesia (Hexalgin) and alginate made in foreign countries (GC Aroma Fine Plus Normal Set) on dimensional stability, detail reproduction and compatibility with gypsum (dental stone). Methods: The manufacture of 20 specimens of alginate made in Indonesia and 20 specimens of alginate made in foreign countries following the ISO 1563 standard were divided into 4 spraying disinfection treatment groups, namely 0.5% NaOCl, 2% Glutaraldehyde, 0.2% Chlorhexidine and Control then left in a zip plastic bag lock for 10 minutes. Casting with dental stone type III. Dimensional changes, detail reproduction and compatibility with gypsum were tested according to ISO 1563 and 21563 standards and measured using digital calipers and assessed with a digital camera at 6.3x magnification. Data analysis with One Way Anova and Pearson Chi-Square statistical test. Results: The mean dimensional change between the spraying disinfection treatment groups with different disinfectant solutions showed statistically different meanings (p<0.05) for alginates made in Indonesia and foreign countries. The mean change in dimensions between alginate made in Indonesia and foreign countries did not differ in statistical significance (p≥0.05). The mean dimensional changes in the results of alginate impressions made in Indonesia and foreign countries after disinfection by spraying with 0.5% NaOCl (0.030±0.011% and 0.016±0.011%), Glutaraldehyde 2% (0.055±0.013% and 0.041±0.013%), Chlorhexidine 0.2% (0.078±0.015% and 0.064±0.011%) and Control (0.011±0.011% and 0.011±0.011%). The proportion of detail reproduction and compatibility with gypsum is constant, the entire line is reproduced and compatibility with a score of 2. Conclusion: Changes in the dimensions of alginate made in Indonesia after spray disinfection with 0.5% NaOCl, 2% Glutaraldehyde, and 0.2% Chlorhexidine are clinically acceptable, reproduce details well, and were compatible with dental stone type III. Disinfection with 0.5% NaOCl gave the smallest dimensional change."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library