Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamdi
Depok: Rajawali Pers, 2023
551.13 HAM c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Engkos Abubakar Kosasih
Abstrak :
Pembicaraan mengenai lukisan gua tidak lepas dari proses terbentuknya gua itu sendiri. Gua (cave; caverne) adalah lubang atau rongga yang terbentuk di bawah dan di atas permukaan tanah, pada lereng-lereng bukit dan gunung, atau pada tebing-tebing yang terjal di tepi sungai, danau dan laut (Renault, 1970). Gua merupakan hasil proses ekosistem yang bermanfaat guna mempelajari hubungan ekologis yang timbal-balik, tidak saja penting bagi dunia ilmu pengetahuan tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya (Whitten et al., 1988). Ukuran gua bermacam-macam dan terbentuk pada lapisan batu kapur atau batu gawping (limestone) serta batu karang (coral reef). Kecuali gua, ada juga yang disebut ceruk atau gua payung (rock shelter), yaitu gua yang dangkal. Gua dan ceruk sering digunakan sebagai tempat berlindung, baik oleh manusia maupun hewan, dari pengaruh angin, hujan, panas, dingin, serta dari gangguan kelompok manusia lain atau hewan buas. Menurut sejarahnya lapisan batu gawping terbentuk pada masa Cretaceous (Latin: creta - kapur), yaitu antara 135-60 juta tahun yang lalu (Howell et al., 1982).
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Godden, Elaine
Sydney Reed Book 1988
709.94 G 304 r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2014
959.847 CEC g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pernahkah kamu merindukan rumah? Selalu membayangkan kenangan terindah bersama orang-orang tersayang. Kenangan yang memberi semangat untuk terus berjuang, demi mereka yang menunggumu pulang. Gua Jepang adalah saksi bisu mereka yang terampas kebebasannya; para romusha yang bekerja siang-malam tanpa istirahat dan makan, tahanan perang yang disiksa, serta jugun ianfu yang dipaksa memuaskan nafsu tentara Jepang. Mereka masih berharap bebas dan bisa kembali pulang hingga meregang nyawa di gua ini. Hingga kini “mereka” berdiam diri di sudut-sudut gua, tempat mereka mati terbunuh. Berharap ada yang datang sehingga bisa merasukinya dan membawa mereka kembali ke rumah dan bertemu keluarga. Di buku Kisah Tanah Jawa: Gua Jepang,Kawae—salah satu dari tentara Jepang yang mati dan terjebak di dalam gua—akan mengajak kita menyusuri sejarah kelam kekejaman penjajahan Jepang.
Jakarta: Gagas Media, 2022
813 KIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pernahkah kamu merindukan rumah? Selalu membayangkan kenangan terindah bersama orang-orang tersayang. Kenangan yang memberi semangat untuk terus berjuang, demi mereka yang menunggumu pulang. Gua Jepang adalah saksi bisu mereka yang terampas kebebasannya; para romusha yang bekerja siang-malam tanpa istirahat dan makan, tahanan perang yang disiksa, serta jugun ianfu yang dipaksa memuaskan nafsu tentara Jepang. Mereka masih berharap bebas dan bisa kembali pulang hingga meregang nyawa di gua ini. Hingga kini “mereka” berdiam diri di sudut-sudut gua, tempat mereka mati terbunuh. Berharap ada yang datang sehingga bisa merasukinya dan membawa mereka kembali ke rumah dan bertemu keluarga. Di buku Kisah Tanah Jawa: Gua Jepang,Kawae—salah satu dari tentara Jepang yang mati dan terjebak di dalam gua—akan mengajak kita menyusuri sejarah kelam kekejaman penjajahan Jepang.
Jakarta: Gagas Media, 2023
813 KIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmaini Eriawati
Abstrak :
Adaptasi adalah suatu strategi yang digunakan oleh manusia sepanjang hidupnya untuk bertahan dan menyesuaikan diri (Alland, 1975: 63--71; Dyson-Hudson, 1983:5--10; Harris, 1968:2--15; Moran, 1979: 4--9). Secara umum adaptasi sering diartikan sebagai suatu proses, dan lewat proses itu hubungan-hubungan yang (saling) menguntungkan antara suatu organisme dan lingkungannya dibangun dan dipertahankan (Hardesty, 1977: 19--24). Berbagai proses yang memungkinkan manusia bertahan (survive) terhadap tantangan kondisi lingkungan membuktikan kemampuan mereka untuk beradaptasi (McElroy dan Townsend, 1989: 6--14). Masalah adaptasi yang pada intinya mempelajari interaksi atau hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu yang merupakan bagian dari permasalahan arkeologi (Hardesty 1980: 157--68 ; Kirch 1980: 101--14), saat ini sudah menjadi topik yang sering dibicarakan para arkeolog Indonesia. Dari karya-karya ilmiah yang diajukan di berbagai pertemuan ilmiah arkeologi belakangan ini, beberapa di antaranya membicarakan masalah interaksi manusia dan lingkungan masa lalu tersebut. Begitu pula dari beberapa tesis program pascasarjana, antara lain Heriyanti Ongkodharma dengan Situs Banten Lama (1987), Wiwin Djuwita dengan Situs Gilimanuk (1987), Sonny Chr_ Wibisono dengan Situs Selayar (1991), serta Soeroso M.P. dengan Situs Batujaya (1995). Karya ilmiah yang dapat dikatakan menjadi pembuka jalan bagi arkeologi Indonesia untuk lebih menekuni dan melihat besarnya manfaat penelitian arkeologi dalam membahas permasalahan interaksi manusia dan lingkungan tertuang dalam disertasi Mundardjito (1993) yang berjudul pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha di daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi Ruang Skala Makro. Disertasi itu menunjukkan bahwa kepeloporan Mundardjito menjadi sangat penting artinya (Dharrnaputra, 1996: 1-2). Penelitian arkeologi mengenai masalah interaksi manusia dan lingkungan di dunia diawali dengan adanya karya antropolog Amerika, Julian Steward pada tahun 1937 yang menggunakan konsep ekologi budaya dalam melakukan penelitian di bagian utara Amerika Barat daya mengenai adaptasi masyarakat dan pola permukiman komunitas prasejarah dalam konteks lingkungan alam (Mundardjito 1993:8). Lingkungan memang rnerupakan faktor yang penting bagi terciptanya suatu proses hubungan antara manusia dengan budayanya. Hubungan itu tidaklah semata-mata terwujud sebagai hubungan ketergantungan manusia terhadap lingkungannya, tetapi juga terwujud sebagai suatu hubungan dimana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya (Suparlan, 1984: 3-6). Menurut William W. Fitzhug (1972:6--10) hubungan antara manusia dan lingkungan, terutama pada masa prasejarah, lebih banyak diekspresikan ke dalam adaptasi teknologi dan ekonorni (mata pencaharian) yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan manusia paling mendasar untuk hidup adalah makanan dan minuman, ruang fisik untuk berlindung, sarana kegiatan (bekerja, beristirahat, bermain), dan ruang sumber daya sebagai tempat untuk memperoleh makanan, minuman, dan peralatan (Raper, 1977: 193--96). Kebutuhan hidup manusia yang paling penting dan merupakan syarat utama untuk dapat dipenuhi adalah keberadaan sumber makanan-minuman di lingkungan merka hidup. daerah-daerah yang dipilih untuk dimukimi manusia adalah tempat-tempat yang dapat memberikan cukup persediaan bahan makanan dan air tawar, terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dikunjungi atau dilalui hewan, seperti padang-padang rumput, hujan kecil dekat sungai atau dekat rawa-rawa. Selain atas dasar kemungkinan memperoleh makanan, manusia secara berpindah-pindah tinggal di tempat-tempat yang dipandang cukup aman dari gangguan binatang liar dan terhindar dari panas, hujan atau angin, misalnya di balik-balik batu besar atau membuat perlindungan dari ranting-ranting pohon, dan sebagainya (Soejono 1990:118; Beals dan Hoijer 1963:359). Selanjutnya mulai timbul usaha-usaha mencari tempat yang lebih permanen, yaitu dengan memanfaatkan gua-gua atau ceruk-ceruk yang tersedia. Pada awalnya gua atau ceruk itu dimanfaatkan terbatas hanya sebagai tempat berlindung dan menghindar dari berbagai gangguan yang merupakan kebutuhan dasar (basic need) manusia mempertahankan diri (Koentjaraningrat, 1990: 11--15; Haviland, 1993: 13--16). Adanya kebutuhan tempat tinggal yang lebih permanen menjadikan gua-gua atau ceruk-ceruk itu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melaksanakan hcrbagai kegiatan (Soejono, 1990:125; Beals dan Hoijer, 1963:355--58).
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Hasna Alfiyyah
Abstrak :
ABSTRAK
Potensi berkembangnya kawasan karst di Indonesia sangat tinggi dikarenakan penyebaran batuan pembentuknya batuan karbonat mencapai luas lebih dari 15,4 juta hektar. Namun, banyak kawasan karst di Indonesia yang belum dikenali bahkan terancam kelestariannya. Pengembangan penelitian karst di Indonesia sangat penting sebagai langkah awal pengelolaan karst lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi morfologi eksokarst di Desa Argapura, menganalisis pengaruh sumber air dan suhu udara gua terhadap kondisi lorong dan ornamen gua, serta menganalisis persamaan dan perbedaan kondisi segmen lorong gua. Desa Argapura dipilih sebagai wilayah penelitian karena memiliki gua bawah tanah sebagai salah satu indikasi kawasan karst. Metode penelitian yang digunakan adalah overlay data geologi dan bentuk medan, sehingga menghasilkan peta wilayah morfologi eksokarst. Selain itu, dilakukan pemetaan gua untuk mengetahui kondisi gua bawah tanah. Pengaruh sumber air dan suhu udara terhadap kondisi gua dianalisis menggunakan analisis statistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa morfologi eksokarst di Desa Argapura terdiri atas dolina, dataran aluvial karst, bukit-bukit residual terisolasi, lereng dan perbukitan terkikis, serta lapies. Kondisi lorong dan ornamen gua di Desa Argapura dipengaruhi oleh sumber air dan suhu udara. Pengaruh sumber air dan suhu udara tersebut menghasilkan persamaan dan perbedaan yang digambarkan pada 11 tipe segmen lorong gua yang berbeda.
ABSTRACT
Potential development of karst area in Indonesia is very high because of the spread of its rock formers carbonate rock that reach 15,4 million hectares. But, there 39 s so many karst area in Indonesia that not yet identified and even threatened. Development of karst research study in Indonesia is very important as the first step of further karst management. The purpose of this research are to analyze exokarst morphology at Argapura Village, to analyze the influence of water source and air temperature to cave alley and cave ornament condition, and to analyze the similars and differrences of cave alley segment condition. Argapura Village was chosen as research area cause it has underground caves, which is one of the indication of karst area. The method used in this research is data overlay of geology and terrain form, that resulting exokarst morphology region map. Then, cave mapping was done to find out the condition of the underground cave. The influence of water source and air temperature to cave condition analyzed using statistic analysis. The result of this research show that exokarst morphology at Argapura Village consists of dolines, karst aluvial plains, isolated residuall hills, eroded hills and slopes, and lapies. Cave alley and cave ornament condition at Argapura Village influenced by water source and air temperature. The influence resulted similars and differrences, which described by 11 different cave alley segment types.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>