Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Spenyel, Womsiwor
Abstrak :
Air Bersih merupakan Kebutuhan dasar (Basic Need) yang sangat perlu bagi manusia. Sebagian besar tubuh manusia memperoleh sumbangan paling besar dari air untuk kehidupannya. Terpenuhinya kebutuhan air bersih dapat memberikan kesehatan dasar pada manusia, baik untuk minum, memasak makanan dan keperluan sehari-harinya. Kesehatan manusia ini dapat menunjang kegiatan manusia sebagai pelaku pembangunan. Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan Jawa Tengah, memang dijuluki sebagai daerah gersang, yang tidak tanpa alasan. Kualitas dan kuantitas air yang belum memadai menyebabkan banyaknya penyakit yang berhubungan dengan hal itu berjangkit. Upaya penanggulangan sering dilak.ukan, namun masih sukar untuk menurunk.an jumlah penderita, bahkan dalam lima tahun terakhir ini, prioritas perhatian terhadap penyakit masyarakat masih cenderung didominasi oleh penyakit yang mempunyai hubungan dengan air yang kurang memadai. Hasil upaya mengurangi berjangkitnya penyakit-penyakit tersebut merupakan upaya memperbaiki komponen penting yang ikut menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu cara yang dapat diperaunakan untuk: menanggulangi berjangkit secara luasnya penyakit tersebut yaitu dengan meningkatkan kuantitas penggunaan air, walaupun segi kualitasnya masih belum memenuhi standar. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian Saunders dan Was-ford pada tahun 1976 dengan hasil yang menunjukkan kemajuan pesat di bidang ini. Oleh karena itu, kualitas air yang nampaknya masih sukar diperbaiki dapat segera ditanggulangi dengan upaya mencapai target kuantitas. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa pencapaian target penyediaan air bersih yang dilaporkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Grobogan tidak sesuai dengan kenyataan lapangan dan bahwa aspek kelembagaan implementasi merupakan pokok penting yang hasus diperbaiki, sehingga dapat menunjang program air bersih mencapai target riil. Pencapaian target tersebut mendorong perbaikan derajat kesehatan dengan menurunnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kuantitas dan kualitas air yang tidak memadai. Segi kelembagaan merupakan kelemahan dalam implementasi program pembangunan yang dimotori oleh pernerintah dalam upaya mensukseskan program air bersih. Kelemahan penelitian ini ada pada penggunaan teori implementasi yang lebih cenderung bagi model penelitian kasus. Selain itu, kendala paling berat adalah model penelitian survey dengan waktu dan tenaga yang tidak memadai sehingga banyak hal yang nampak, diselesaikan tergesa-gesa. Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan seperti: Komunikasi, Sumberdaya, Sikap/Watak dan Struktur Dirokrasi dalam kelembagaan implementasi program dapat memberikan sumbangan besar untuk perbaikan program, terutama pencapaian target kuantitas secara riil. Kelemahan kelembagaan pada faktor-faktor tersebut merupakan salah satu kunci pokok upaya mencapai target kuantitas air bersih yang dapat mendorong perbaikan kualitas harus benar terwujud dalam implementasi program air bersih. Dengan wujud nyata kelembagaan impiementasi yang baik dalam program-program pembangunan, maka sekaligus proses Administrasi Negara dapat menyentuh bidang kesehatan sebagai bagian pelayanan masyarakat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermawan Yulianto
Abstrak :
[ABSTRAK
Kacang kedelai merupakan komoditas pangan yang utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Tren penurunan produksi kedelai dari tahun 1997-2006 merupakan persoalan sekaligus ancaman terhadap ketahanan pangan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran spasial lahan pertanian tanaman kedelai di Kabupaten Grobogan, karakteristik wilayah lahan pertanian tanaman kedelai, serta pola hubungan spasial antara lahan pertanian tanaman kedelai dan karakteristik wilayahnya. Analisis pola persebaran spasial dilakukan dengan menggunakan metode Rerata Tetangga Terdekat atau ANN (Average Nearest Neighboard) dan pembuatan model spasial menggunakan metode Analisis Pemetaan Komposit (Composite Mapping Analysis/CMA). Dalam penelitian ini ditunjukkan pola persebaran spasial lahan pertanian tanaman kedelai di Kabupaten Grobogan yang cenderung mengelompok (clustered). Pola tersebut dipengaruhi oleh faktor penggunaan lahan, iklim, topografi, geologi, geomorfologi, jenis tanah, dan jarak (dari pusat kota, permukiman, dan jalan). Di Kabupaten Grobogan, sebaran spasial lahan tanaman kedelai hanya dijumpai pada lahan pertanian ?kelas dua?, yaitu sawah tadah hujan dan tegalan serta hanya dibudidayakan sekali dalam setahun, yaitu selama musim hujan. Persebaran lahan pertanian tanaman kedelai berada pada karakteristik wilayah yang kurang mendukung bagi pertumbuhannya secara optimal.
ABSTRACT
Soybeans are the main food commodities in Indonesia after rice and maize. The downward trend of the 1997-2006 soybean production is an issue as well as a threat to national food security. This study aims to determine the spatial distribution of soybean farms in Grobogan, regional characteristics soybean crop farms, as well as the pattern of spatial relationship between soybean crop farms and characteristics of territory. Analysis of the spatial distribution patterns were calculated using ANN (Average Nearest Neighboard) and spatial modeling using Composite Mapping Analysis. In the present study demonstrated the spatial distribution patterns of soybean crop farms in Grobogan which tend to clustered. The pattern is influenced by land use, climate, topography, geology, geomorphology, soil type, and distances (from the center of town, settlements, and roads). In Grobogan, the spatial distribution of soybean crops on agricultural land is found only "second class", ie rainfed and upland and cultivated only once a year, that is during the rainy season. Distribution of soybean crop farms located in areas unfavorable characteristics for optimal growth., Soybeans are the main food commodities in Indonesia after rice and maize. The downward trend of the 1997-2006 soybean production is an issue as well as a threat to national food security. This study aims to determine the spatial distribution of soybean farms in Grobogan, regional characteristics soybean crop farms, as well as the pattern of spatial relationship between soybean crop farms and characteristics of territory. Analysis of the spatial distribution patterns were calculated using ANN (Average Nearest Neighboard) and spatial modeling using Composite Mapping Analysis. In the present study demonstrated the spatial distribution patterns of soybean crop farms in Grobogan which tend to clustered. The pattern is influenced by land use, climate, topography, geology, geomorphology, soil type, and distances (from the center of town, settlements, and roads). In Grobogan, the spatial distribution of soybean crops on agricultural land is found only "second class", ie rainfed and upland and cultivated only once a year, that is during the rainy season. Distribution of soybean crop farms located in areas unfavorable characteristics for optimal growth.]
2015
T43755
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sang Ayu Made Tjerita
Abstrak :
Pembangunan Kesehatan diarahkan kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk memecahkan berbagai masalah khususnya masalah kesehatan di masa yang akan datang. Dalam rangka pencapaian ke arah tersebut berbagai upaya telah dilakukan mulai dari pencegahan sampai pada rehabilitasi. Salah satu bentuk upaya pencegahan yang dilakukan yaitu pelaksanaan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah), karena pelaksanaan imunisasi rutin yang sudah dilaksanakan dirasakan belum memadai dan belum dapat mengeliminir penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi khususnya difteri dan tetanus toxoid. BIAS ini telah dilakukan oleh pemerintah di seluruh Indonesia sejak tahun 1998. Adapun tujuan BIAS adalah untuk memberikan dan meningkatkan kekebalan bagi seluruh siswa SD dan MI untuk melawan penyakit difteri dan tetanus toxoid. Dalam pelaksanaan BIAS ini tidak bisa berlangsung dengan lancar, hat ini tergambar dengan terjadinya beberapa kejadian yang diakibatkan pelaksanaan imunisasi (BIAS). Kejadian ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) tertinggi dalam pelaksanaan BIAS tahun 1999 untuk Sawa Tengah terdapat di Kabupaten Grobogan yaitu sebanyak 34,4 %, sehingga perlu dilihat penyebabnya. Dari hasil penelitian diketahui salah satu penyebabnya adalah faktor kepatuhan petugas BIAS dalam menerapkan prosedur yang telah ditetapkan. Penelitian tentang kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP, dilakukan secara cross-sectional dengan sampel sebanyak 102 orang petugas yang diambit secara acak sederhana (simple random sampling) dari 270 orang petugas yang berasal dari 30 Puskesmas yang tersebar di Kabupaten Grobogan. Untuk mengetahui kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP, dilihat dari faktor internal dan eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari faktor internal, terlihat variabel yang memiliki hubungan yang bermakna adalah pendidikan (p<0,05). Hubungan pendidikan dengan kepatuhan, terungkap bahwa petugas yang berpendidikan medis lebih patuh bila dibandingkan dengan petugas yang berpendidikan nonmedis. Selain itu faktor internal yang memiliki nilai p<0,25, menjadi kandidat model, hal tersebut terlihat pada variabel lama kerja, dimana lama kerja < 7 tahun lebih patuh (1,4 kali) bila dibandingkan dengan petugas yang memiliki masa kerja > 7 tahun. Demikian pula halnya dengan motivasi, petugas yang memiliki motivasi tinggi lebih patuh bila dibandingkan dengan petugas memiliki motivasi rendah. Selanjutnya untuk tingkat pengetahuan, petugas yang memiliki pengetahuan baik, lebih patuh (1,05 kali) bila dibandingkan dengan petugas yang memiliki pengetahuan rendah. Dalam pelaksanaan BIAS ini terlihat pula bahwa pelatihan petugas jarang dilakukan, pahal pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas. Kemudian faktor eksternal yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap kepatuhan adalah jabatan petugas. Disini terlihat bahwa petugas yang memiliki jabatan paramedis lebih patuh (3 kali) bila dibandingkan dengan petugas yang memiliki jabatan non paramedis. Seperti halnya faktor internal, pada faktor eksternal terdapat juga variabel yang memiliki nilai p< 0,25 yaitu sumber daya yang menjadi kandidat dalam model. Hasil menunjukkan bahwa dengan sumber daya yang cukup, petugas lebih patuh bila dibandingkan dengan sumber daya kurang. Selanjutnya dilihat dari kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP, kepatuhan yang terbaik terjadi pada penanganan vaksin sedangkan kepatuhan yang paling rendah terjadi pada proses sterilisasi. Melihat hasil di atas, pada pelaksanaan BIAS yang akan datang perlu ditinjau kembali adanya alokasi biaya untuk pelatihan petugas imunisasi khususnya agar pengetahuan dan keterampilannya meningkat serta didukung dengan tenaga medis untuk menghindari terjadinya KIPI. Daftar bacaan : 32 (1979 --- 1999)
Factor related with Officer Obedient on Immunization Program Operational Standard (BIAS Implementation in Grobogan District, Central Java) Year 1999The health development are directed to improve human resources quality capable to dissolve many kind of problems specially in coming years. To fulfill those direction, step are taken from prevention to rehabilitation. One of the anticipation is BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah; School Children Immunization Month, 5C1'N), because of the routine immunization program is not quite proper to eliminate disease specially difteri and tetanus toxoid. SCIM are implemented all over Indonesia by the Indonesian government since 1998. The goals of SCIM is to give and improve immunity on School children to fight against difteri and tetanus toxoid. In implementation of SCIM there are some point where it didn't work well specially in immunization procedure implementation. The highest Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI; Post Immunization Succeed Event, PISE) in 1999 SCIM implementation on Central Java is Grobogan for 34.4 %, therefore we have to find the problem. From research , we found out that one of the motive is SCIM officer Obedient factor on implementing the standard procedure. The research on officer obedient in implementing SOP, are held with cross-sectional and samples of 102 officer randomly pick (simple random sampling) from 270 officer of 30 Puskesmas (Public Health Center) scattered in Grobogan. To find out Officer Obedient in SOP implementation, are divided into internal and external factor. The research shows that the significant related variable is education (p<0,5). Relation between Education and Obedient is that officers with medical education background are more obedient than those who didn't have any medical education background. Beside that internal factor which own value of p<0.25, become model candidate, it shows on work experience variable, where experience <7 years are more obedient (1.4 more) if compared to officer with experience more than 7 years. Also in motivation, where officer with higher motivation are more obedient than those with lower motivation. Officer with good comprehension, are more obedient (1.05 times) if compared to those with lower comprehension. In SCIM showed that officer training are seldom although training is very important to improve officer comprehension and skill. External factor that related to Obedient is Officer ranking. Officer with paramedical rank are more obedient (3 times) compared to officer with non paramedical rank. Like internal factor, external factor also have variable with value of p
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library