Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henny Kusuma Latief
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu kandungan teh hijau yang paling bermanfaat adalah polifenol. Polifenol dikatakan mampu mencegah pembentukan plak gigi dengan menghambat aktivitas enzim glukosiltransferase bakteri dan membunuh bakteri penyebab plak gigi. Plak gigi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Plak gigi tidak dapat dihilangkan hanya dengan berkumur. Tujuan: Mengetahui dan membandingkan pengaruh efektivitas berkumur dengan larutan teh hijau seduh konsentrasi 100% dan 25% dalam menghambat pembentukan plak gigi pada beberapa bagian permukaan gigi. Metoda: Subyek penelitian berjumlah 39 orang mahasiswa FKG UI angkatan 2005-2008 yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menandatangani informed consent penelitian. Masing-masing subyek kemudian diperiksa indeks plak giginya setelah sebelumnya subyek diberi perlakuan berkumur dengan larutan teh hijau seduh 100% atau 50%, kemudian makan nasi goreng dengan porsi yang sama, dilanjutkan dengan tidak makan selama lima jam. Di antara setiap perlakuan diberlakukan periode wash out selama + satu minggu. Indeks plak gigi diukur dengan menggunakan Indeks Plak Löe and Sillness yang dimodifikasi. Data hasil penelitian dievaluasi dengan uji statistik Friedman (p<0,05) dilanjutkan dengan uji post hoc Wilcoxon (p<0,05). Hasil: Terjadi perbedaan bermakna pada skor plak gigi antara perlakuan berkumur dengan air putih dan dengan larutan teh hijau konsentrasi 100% di permukaan distobukal/distolabial, bukal/labial, mesiobukal/mesiolabial, palatal/lingual, dan mesiopalatal/mesiolingual; serta antara perlakuan berkumur dengan air putih dan dengan larutan teh hijau konsentrasi 25% di permukaan palatal/lingual, dan mesiopalatal/mesiolingual (p<0,05). Kesimpulan: Berkumur dengan larutan teh hijau seduh konsentrasi 100% ataupun 25% dapat membantu menghambat pembentukan plak gigi dengan keefektifan yang lebih tinggi pada konsentrasi 100%, sehingga berkumur teh hijau seduh dapat digunakan sebagai salah satu cara mengontrol plak gigi.
Background: One of the most important content of green tea is polyphenol. Polyphenol is said to be able to inhibit dental plaque formation by inhibiting the bacteria?s glucosyltransferase enzyme and killing dental plaque bacteria. Dental plaque is one of factors influencing oral health. Dental plaque can not be removed by rinsing only. Objective: To know and compare the effectiveness between rinsing with 100% and 25% steeped green tea solution concentrations in clinically inhibiting dental plaque formation on some dental surfaces. Method: The research subjects are 39 FKG UI students year 2005-2008 who fulfill the inclusion criterias and are willing to sign the research informed consent. Dental plaque index of every subject is checked after rinsing with 100% or 25% steeped green tea solution concentration treatment and eating fried rice in the same portion and then not eating for five hours. Between each treatment, wash out period of approximately one week is applied. Dental plaque index is measured with modified Löe and Sillness Plaque Index. Research data results are evaluated with Friedman statistic test (p<0,05) and continued with Wilcoxon post hoc test (p<0,05). Results: There is significant differences in dental plaque scores between rinsing with water and 100% steeped green tea solution concentration treatment on distobuccal/distolabial, buccal/labial, esiobuccal/mesiolabial, palatal/lingual, and mesiopalatal/mesiolingual surfaces; and between rinsing with water and 25% steeped green tea solution concentration treatment on palatal/lingual and mesiopalatal/mesiolingual surfaces (p<0,05). Conclusion: Rinsing with 100% or 25% steeped green tea solution concentration is able to help inhibiting dental plaque formation, 100% concentration has higher effectiveness; so rinsing with steeped green tea solution can be used as a way for controlling dental plaque.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Florensia Wiria
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Teh hijau merupakan salah satu jenis minuman yang populer di masyarakat setelah air karena rasanya enak, murah, mudah dibuat, dan banyak manfaatnya. Salah satu manfaat teh hijau adalah untuk kesehatan gigi, yaitu dapat mengurangi pembentukan plak gigi. Pada teh hijau, terdapat katekin yang merupakan komponen utama yang dapat menghambat aktivitas enzim glikosiltransferase dan membunuh bakteri penyebab plak gigi. Tujuan: untuk mengetahui efektivitas berkumur dengan larutan teh hijau seduh konsentrasi 100% dan 50% dalam mengurangi pembentukan plak gigi secara klinis. Metoda: Penelitian eksperimental klinis dengan subjek penelitian 39 orang yang diberi tiga perlakuan berbeda, yaitu berkumur dengan air putih, larutan teh hijau seduh 100% dan 50%. Setelah menyikat gigi, subjek diperiksa indeks plaknya lalu berkumur dan makan. Setelah lima jam, dilakukan pemeriksaan index plak secara Silness and Loe yang dimodifikasi. Data hasil penelitian dievaluasi dengan menggunakan pengukuran statistik Wilcoxon (p<0,05). Hasil: Berdasarkan hasil uji Wilcoxon, teh 100% efektif mengurangi pembentukan plak gigi hampir di seluruh permukaan gigi kecuali pada bagian distopalatal/ distolingual. Sedangkan teh 50% efektif mengurangi pembentukan plak gigi hampir di seluruh permukaan gigi kecuali pada bagian bukal/ labial dan mesiobukal/ mesiolabial. Kesimpulan: Teh hijau seduh konsentrasi 100% dan 50% sama-sama dapat mengurangi pembentukan plak gigi bila dibandingkan dengan air putih.
ABSTRACT Background: Green tea is a popular beverages in addition to plain water because of its taste, affordable price, easily to be consumed, and consist lots of advantages. One of the benefits is related to dental health which means is able to diminish the dental plaque accumulation. Green tea made-up of catechine which is the major component that can hinder the activity of glicosiletransferase enzyme and able to eradicate the bacteria that produces dental plaque. Objective:To assess the effectiveness of rinsing with 100% and 50% steeped green tea solution concentrations in diminishing dental plaque accumulation clinically. Method: Clinical experimental research with research subjects of 39 persons gone through three different schemes, that is rinsing with plain water, with 100% concentrated tea solution, and 50%. After brushing teeth, the plaque index of each subject is monitored then they have to rinse and eat. After five hours, dental plaque index was evaluated by adopting modified Silness and Loe Plaque Index. The experiment?s result was evaluated by Wilcoxon (p<0,05) statistical measure. Result: Based on Wilcoxon measure, 100% tea effective to reduce the dental plaque formation in almost every teeth surfaces except at the distopalatal/distolingual portion. While 50% tea effective to reduce the dental plaque accumulation in nearly all teeth surfaces excluding bukal/labial and mesiobukal/mesiolabial surface. Conclusion: Steeped green tea with concentration of 100% and 50% are both able to diminish dental plaque formation clinically compare to plain water.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Teh hijau diolah dari daun teh yang tidak difermentasi. Berbagai aktivitas biologis teh hijau telah dilaporkan. Bentuk infus dan kandungan polifenolnya telah diketahui mempunyai efek antimutagenik, antibakterial, menurunkan kadar kolesterol, antioksidan, dan mitogen limfosit B. Penelitian membuktikan bahwa polifenol teh hijau dapat meningkatkan produksi IL-12. Infeksi yang disebabkan oleh kuman salmonella spp sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di seluruh dunia. Peran imunitas tubuh, diantaranya imunitas seluler yang diperantarai sel T helper sangat diperlukan untuk mengatasi infeksi akibat kuman ini. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa IL-12 berperan penting dalam mekanisme imunitas seluler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek polifenol terhadap respon imun seluler mencit selama infeksi Salmonella typhimurium. Subjek penelitian adalah mencit Balb/C betina berumur 6-8 minggu yang dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama mendapat polifenol dosis 10 mg/hari, kelompok kedua 5 mg/hari selama 1 bulan, dan kelompok ketiga tidak mendapat polifenol. Pada hari ke-31 semua kelompok diinfeksi dengan Salmonella typhimurium 108 CFU per oral. Pada hari 0, 3, 5, dan 7 setelah infeksi masing-masing kelompok dibunuh 3 ekor mencit untuk diekstraksi splenosit dan sel makrofag peritonealnya. Kadar IFN-g supernatan kultur splenosit dan aktivitas fagosit oleh makrofag peritoneum diperiksa pada hari tersebut. Kadar IFN-g pada supernatan kultur splenosit meningkat selama infeksi pada semua kelompok, tetapi kadarnya pada kelompok yang mendapat polifenol lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Persentase aktivitas fagositosis makrofag peritoneal juga lebih tinggi pada kelompok yang mendapat polifenol daripada kelompok kontrol. Peningkatan aktivitas fagositosis makrofag ini berkorelasi positif dengan kadar IFN-g pada supernatan kultur splenosit. (Med J Indones 2004; 13: 1-7)
Green tea is an aqueous infusion of dried unfermented leaves of Camellia sinensis. Numerous biological activities of green tea have been reported. The aqueous infusion and its polyphenolic substance are known for their activity as an antimutagenic, antibacterial, hypocholesterolemic, antioxidant, and mutagenic of B lymphocyte. Studies have demonstrated that green tea polyphenols increase IL-12 production. Salmonella spp infection is an important public health problem in many countries. Cell-mediated immunity (CMI), especially T-cell help is important for protection against this infection. Recent evidence indicates that IL-12 is one such factor that plays a crucial role in the development of CMI. These studies were carired out to investigate the effect of green tea polyphenols to the immune cellulare in mice responses of mice during Salmonella typhimurium infection. The subject consisted of 36 female mice (Balb/C), 6-8 weeks old, divided into 3 groups. The first group was given 10 mg polyphenols/mouse, the second group was given 5 mg polyphenols/mouse, and the third group as the control. In day 31, all mice were infected with 108 CFU Salmonella typhimurium orally. On day 0, 3, 5, and 7 postinfection, 3 mice from each groups were sacrificed, the splenocytes were extracted and cultured to measure the level of IFN-g in the supernatan and. The peritoneal macrophages were also extracted and cultured to measure the phagocytic activity. The level of IFN-g in splenocyte culture supernatant increased during infection in all groups, but the level of the experimental groups were higher than in control group. The percentage of phagocytic activity of peritoneal macrophages were higher in the experimental groups than in the control group. The increase of the phagocytic activities were seen corelate with the level of IFN-g supernatan splenocyte culture. (Med J Indones 2004; 13: 1-7)
Medical Journal of Indonesia, 13 (1) January March 2004: 1-7, 2004
MJIN-13-1-JanMar2004-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fajriani
Abstrak :
Pengurangan koloni Streptococcus mutans saliva pada anak setelah kumur larutan teh hijau 2,5%. Karies merupakan masalah dalam kedokteran gigi anak, dengan Streptococcus mutans sebagai bakteri dominan penyebab karies. Larutan teh hijau dan klorheksidin efektif mengurangi jumlah koloni dari Streptococcus .mutans. Namun belum diteliti lebih lanjut mengenai perbedaan efektivitas kedua bahan tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas berkumur dengan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dalam menurunkan jumlah koloni Streptococcus mutans. Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental semu dengan desain cross over. Jumlah sampel sebanyak 30 orang anak-anak berusia 6-12 tahun dengan indeks OHI-S kurang. Sampel saliva diambil masing-masing sebelum berkumur selama 3 detik dengan larutan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dan 15 menit dilanjutkan 30 menit setelah berkumur. Sampel saliva dibawa ke laboratorium kemudian dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 18.0 dengan uji ANOVA t-berpasangan, dan uji beda lanjut (LSD). Hasil: Uji ANOVA menunjukkan bahwa penurunan yang dihasilkan oleh masing-masing obat kumur merupakan penurunan yang signifikan. Hasil uji t-berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan jumlah koloni Streptococcus mutans yang signifikan antara klorheksidin dan larutan teh hijau pada interval waktu 15 menit dan 30 menit setelah berkumur. Simpulan: Tidak ada perbedaan yang bermakna antara klorheksidin dan larutan teh hijau terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans.
Dental caries is a problematic area in pediatric dentistry, with Streptococcus mutans as the dominant bacterial cause. Green tea solution and chlorhexidine were effective in reducing the number of Streptococcus mutans. But study about the differences of these two materials has not been done. Objective: The aim of this study was to determine differences in the effectiveness of rinsing with 0.2% chlorhexidine and 2.5% green tea solution in reducing the number of Streptococcus mutans. Methods: This study is quase experimental study with cross-over design. Thirty children aged 6-12 years with poor OHI-S index were participated. Samples of saliva were taken respectively before rinsing for 3 seconds with 0.2% chlorhexidine solution and a solution of 2.5% green tea and 15 minutes followed 30 minutes after rinsing intervention. Saliva samples were taken to the laboratory then the number of Streptococcus mutans count were evaluated. The statistical analysis were performed by SPSS version 18.0 with ANOVA, t-paired and LSD test. Results: ANOVA test result showed that the decrease generated by each mouthwash is a significant reduction. T-paired test result showed that there is no difference in the number of Streptococcus mutans colonies significantly between chlorhexidine and green tea solution at 15 minutes dan 30 minutes after rinsing. Conclusion: There is no significant difference between chlorhexidine and green tea solution in reducing the number of Streptococcus mutans.;Pengurangan koloni Streptococcus mutans saliva pada anak setelah kumur larutan teh hijau 2,5%. Karies merupakan masalah dalam kedokteran gigi anak, dengan Streptococcus mutans sebagai bakteri dominan penyebab karies. Larutan teh hijau dan klorheksidin efektif mengurangi jumlah koloni dari Streptococcus .mutans. Namun belum diteliti lebih lanjut mengenai perbedaan efektivitas kedua bahan tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas berkumur dengan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dalam menurunkan jumlah koloni Streptococcus mutans. Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental semu dengan desain cross over. Jumlah sampel sebanyak 30 orang anak-anak berusia 6-12 tahun dengan indeks OHI-S kurang. Sampel saliva diambil masing-masing sebelum berkumur selama 3 detik dengan larutan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dan 15 menit dilanjutkan 30 menit setelah berkumur. Sampel saliva dibawa ke laboratorium kemudian dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 18.0 dengan uji ANOVA t-berpasangan, dan uji beda lanjut (LSD). Hasil: Uji ANOVA menunjukkan bahwa penurunan yang dihasilkan oleh masing-masing obat kumur merupakan penurunan yang signifikan. Hasil uji t-berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan jumlah koloni Streptococcus mutans yang signifikan antara klorheksidin dan larutan teh hijau pada interval waktu 15 menit dan 30 menit setelah berkumur. Simpulan: Tidak ada perbedaan yang bermakna antara klorheksidin dan larutan teh hijau terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans.
University of Hasanuddin, Faculty of Dentistry, Department of Pediatric Dentistry, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Ayuningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Polusi udara akibat penggunaan pengharum ruangan kimia merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan. Dewasa ini, maraknya pemanfaatan minyak atsiri sebagai pengganti pengharum ruangan mendorong produsen untuk menghasilkan matriks yang mampu menahan laju pelepasan aroma. Penelitian ini mengusulkan pembuatan matriks Luffa acutangula dengan modifikasi permukaan sebagai pembawa aroma green tea oil (Camellia sinensis). Luffa yang bersifat biodegradable dan hidrofilik secara alami dimodifikasi dengan zeolit A (ZA), grafit (G) dan graphene oxide (GO) masing-masing menjadi matriks LZA, LG dan LGO melalui coating dengan metode dip and dry. ZA disintesis dengan metode hidrotermal. Grafit diberi perlakuan asam-basa. GO disintesis dengan metode Hummers. Sodium alginat digunakan sebagai bahan pengikat matriks. Hasil karakterisasi BET menunjukkan luas permukaan LZA, LG dan LGO masingmasing sebesar 323,601; 151,429 dan 538,021 m2/g. Hasil karakterisasi FTIR membuktikan interaksi matriks LZA, LG, dan LGO dengan green tea oil (GTO). Efisiensi adsorpsi matriks dianalisis dengan variasi massa porous material (ZA, G, dan GO). Perbandingan massa L:SA:PM sebesar 4:1:3, efisiensi adsorpsi yang terjadi adalah LZA3 6,067 g GTO/g LZA3, LG3 6,771 g GTO/g LG3 dan LGO3 10,916 g GTO/g LGO3. Karakteristik adsorpsi isoterm matriks LGO dianalisa menggunakan model Langmuir, Freundlich dan Temkin. Adsorpsi isoterm matriks LGO oleh matriks LGO terdeskripsikan paling baik oleh model adsorpsi isotherm Langmuir. Kinetika adsorpsi GTO oleh matriks LGO terdeskripsikan paling baik oleh model pseudo-second order. Analisa extended release menunjukkann LGO mampu pelepasan GTO ke udara hingga lebih dari 6 minggu dengan laju pelepasan rata-rata 5,07 g/minggu.
ABSTRACT
Pollution due to chemical air freshener is one of the massive threats to the health. Nowadays, the growing public interest of essential oils utilization as air freshener alternative pushes fragrance indistry to produce matrix that can create long lasting product by controlling the release rate. In this work, the fabrication of surface modified luffa acutangula as green tea oil (Camellia sinensis) matrix carrier is proposed. Luffa sponge which is biodegradable and hydrophilic in nature, is made hydrophobic by coating with zeolite A (ZA), graphite (G) and graphene oxide (GO) each become LZA, LG and LGO matrix using dip and dry method. Initially, ZA was synthesized using hydrothermal method. Graphite was treated with acid-base treatment. GO was stnthesized using Hummers' method. Sodium alginate was used as matrix binder agent. The results obtained by BET indicate surface area of LZA, LG and LGO are 323.601; 151.429 and 538.021 m2/g, respectively. FTIR characterization indicate interaction between LZA, LG, and LGO matrix with green tea oil (GTO). Adsorption efficiency of the matrix was studied with mass variation of the porous material (ZA, G, dan GO). Mass ratio L:SA:PM of 4:1:3, resulted as the highest efficiency with LZA3 6.067 g GTO/g LZA3, LG3 6.771 g GTO/g LG3 and LGO3 10.916 g GTO/g LGO3. Adsorption isotherm model of Langmuir, Freundlich and Temkin of LGO was studied. The adsorption process of LGO matrix was well fitted to Langmuir equilibrium. The adsorption kinetic of LGO matrix was well fitted to Pseudo-seond order. The extended release study showed that LGO matrix was able to hold GTO release up to more that 8 weeks with the average release rate of 5.07 g/week.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Christianty
Abstrak :
Latar Belakang: Teh hijau mengandung katekin yang dapat mencegah pembentukan plak gigi. Katekin dalam teh merupakan komponen utama yang dapat menghambat aktivitas enzim glukosiltransferase sehingga menghambat terbentuknya glukan dari sukrosa yang memberikan daya lekat bagi bakteri saat pembentukan plak gigi dan juga membunuh bakteri penyebab plak gigi. Tujuan: mengetahui pengaruh minuman teh hijau seduh konsentrasi 50% dan 25% dalam menghambat pembentukan plak gigi. Metode: Dilakukan usaha pembersihan plak gigi awal dengan penyikatan gigi dan flossing, kemudian diberikan tiga macam perlakuan, yakni berkumur dengan air putih, larutan teh hijau seduh 50%, dan 25% pada 39 orang mahasiswa FKG UI angkatan 2005-2008 pada bulan September sampai dengan Oktober 2008. Antara ketiga perlakuan terdapat jeda waktu satu minggu. Kemudian subyek diperkenankan untuk makan dengan menu dan porsi yang sama, lalu setelah lima jam dilakukan pemeriksaan indeks plak menggunakan indeks plak Loe dan Sillness yang dimodifikasi pada enam permukaan gigi 16, 21, 24 (25), 36, 41, 44 (45). Data hasil penelitian dievaluasi dengan menggunakan pengukuran statistik Friedman yang dilanjutkan dengan uji post hoc Wilcoxon (p<0,05). Hasil: Uji Friedman memperlihatkan adanya paling sedikit dua perlakuan yang berbeda bermakna antara perlakuan air putih, teh 50%, dan teh 25% pada permukaan distopalatal/distolingual, palatal/lingual, dan mesiopalatal/mesiolingual. Uji Wilcoxon memperlihatkan adanya perbedaan bermakna antara perlakuan dengan air putih dan teh 50% pada hampir semua permukaan kecuali permukaan siobukal/mesiolingual, serta antara air putih dan teh 25% pada permukaan palatal/lingual dan mesiopalatal/mesiolingual. Kesimpulan: Teh hijau seduh merk Kepala Djenggot (KD) dengan konsentrasi 50% dan 25% lebih efektif dalam mengurangi pembentukan plak gigi secara klinis bila dibandingkan dengan air putih, dengan keefektifan tertinggi terdapat pada larutan teh hijau seduh konsentrasi 50% pada keenam permukaan gigi, sehingga berkumur dengan larutan teh hijau seduh dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengontrol plak gigi.
Background: Green tea contains catechin which can prevent dental plaque formation. Catechin in tea is a primary component which can inhibit enzyme glucosyltransferase?s activity so it can inhibit glucan formation from sucrose which gives adhesive ability to bacteria in dental plaque formation and also kills bacteria causing dental plaque. Objectives: To study the influence of 50% and 25% steeped green tea solution concentration in inhibiting dental plaque formation. Method: Initial dental plaque cleansing is performed by brushing teeth and flossing, and then three treatments, which is rinsing with water, 50% and 25% steeped green tea solution concentration are given to 39 people of University of Indonesia Faculty of Dentistry year 2005-2008 on September to October 2008. Between the three treatments, there is a week period apart. Then the subject can eat with the same menu and portion, and then after five hours plaque index is examined using modified Loe and Sillness plaque index on six dental surface of 16, 21, 24 (25), 36, 41, 44 (45). Study result?s data are evaluated by statistic evaluation Friedman, continued with post hoc test Wilcoxon (p<0,005). Result: Friedman test shows there are at least two treatments that are significantly different between water, 50% and 25% steeped green tea solution concentration treatment on distopalatal/distolingual, palatal/lingual, and mesiopalatal/mesiolingual surface. Wilcoxon test shows there is significant difference between water and 50% steeped green tea solution concentration treatment on almost all surface, except mesiobuccal/mesiolabial surface, also between water and 25% steeped green tea solution concentration treatment on palatal/lingual and mesiopalatal/mesiolingual surface. Conclusion: Green tea Kepala Djenggot (KD) brand with 50% and 25% concentration are clinically more effective in inhibiting dental plaque formation compare to water, with the highest effectiveness is in 50% steeped green tea solution concentration on six dental surfaces, therefore rinsing with steeped green tea solution is able to be used as one of the dental plaque control alternatives.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
It all started in May 2004. Mr. John Gokongwei called me and aaid "Your marching orders are to launch a green tea pruduct in a PET bottle." He had obviously seen green tea products outselling softdrinks by a mile in China....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fadjar Arifin
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Tanin terdapat dalam sejumlah besar tanaman. Tanin bersifat adstringen dan dilaporkan bersifat hepatotoksik pada pemberian secara topikal, parenteral maupun per os. Zat-zat yang bersifat hepatotoksik pada pemberian dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan sirosis. Teh hijau merupakan bahan dasar pembuatan teh wangi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah teh, yang mengandung tanin teh, berpengaruh buruk terhadap hati. Untuk itu dibuat ekstrak teh hijau (ETH) dan diberikan per os dengan dosis tinggi pada mencit jantan strain C3H 32 ekor yang dibagi 4 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol, kelompok II diberi ETH 80 mg/kg BB/hari, kelompok III 400 mg/kg BB/ hari dan kelompok IV 2000 mg/kg BB/hari; lama perlakuan 90 hari. Dibuat sediaan potong 5 u dari lobus kiri hati dan diwarnai dengan H.E. Hasil dan Kesimpulan: Pengaruh perlakuan terhadap berat badan mencit diuji dengan sidik ragam satu arah, didapat F hit > F tabel (p < 0,01); analisa korelasi didapat r = -0,422 (p<0,05). Makroskopik hati berwarna merah kehitaman mengkilap. Pada kelompok I dan II tidak ditemukan kelainan mikroskopik hati. Dari kelompok III, pada 3 ekor mencit ditemukan kelainan berupa inti hepatosit piknotik di sekitar v. sentralis, sinusoid dekat v. sentralis sedikit melebar, membran sel tidak tampak jelas, hiperseluler, jaringari ikat antara sel hati tidak bertambah dan pseudolobulus tidak tampak. Pada kelompok IV, seluruh mencit tampak kelainan yang sama dengan_ ke-3 ekor mencit kelompok III. Dengan uji korelasi Kendall didapat S = 216 (p<0,01). Kesimpulannya bahwa ETH yang diberikan per os dengan intubasi esofagus mempengaruhi pertumbuhan berat badan mencit yang tergantung pada besarnya dosis ETH. Juga derajat kerusakan hati berkaitan dengan dosis ETH yang tinggi.
Scope and Method of Study: Tannin is found in a great number of plants. It was reported to be hepatotoxic, either given topically, parenterally or per os. Hepatotoxic substances in long intake can cause liver cirrhosis. Green tea is the basic substance to make jasmine tea in Indonesia. This study is aimed at knowing whether tea, which contains tea tannin, has a bad influence towards liver microscopic patterns. Green tea extract (GTE) was made and given per os with high dosage to 32 male C3H mice, divided into 4 groups. Group I as control group, group II was given GTE at 80 mg/kg body weight, group III given GTE 400 mg/kg and group IV given GTE 2000 mg/kg; duration of treatment is 90 days. A microscopic preparation of 5 u was made from left lobe of the liver and stained with HE. Findings and Conclusions: The influence of treatment to-wards bodyweight is analysed by one way anova resulted in F-count > F-table at p<0.01. Correlation analysis found r = -0,422 (p<0.O5). Macroscopically the livers are bright blackish red. In group I and II no changes found with the light microscope. Three mice of group III, and all of group IV were seen pycnotic in the nuclei of hepatocytes around the central vein, slight dilatation of sinusoid around the central vein, cell membrane not clear, hypercellular, connective tissue between the liver' cells not increased, no pseudolobulus. The Kendall test found S = 216 (p<0.01). The conclusion is that GTE given by esophageal intubation affects the increase of bodyweight of C3H mice and depend on the dosage of GTE. Also the degree of liver destruction correlated to the more given dosage of GTE.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T58502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Kertadjaya
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Kulit merupakan pelindung terhadap dunia luar. Bila luka tidak cepat menutup, ada kemungkinan infeksi. Tujuan utama pengobatan luka adalah penutupan luka dengan cepat dan pembentukan jaringan parut yang fungsional dan estetik. Proses penyembuhan memerlukan sel darah, mediator , matriks ekstrasel, sel parenkim yang terluka dan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu f.inflamasi, f.proliferasi dan f.remodeling. Pada setiap perlukaan terjadi regenerasi lapisan epidermis (epidermisasi). Epidermisasi dimulai dengan proliferasi sel epitel ke arah lateral (proliferasi horisontal) dan diikuti proliferasi ke arah vertikal guna memperkuat daya lindung kulit dengan terbentuknya lapisan dengan pertautan sel-sel epitel. Petani di Jawa Barat bagian selatan mengobati luka dengan air teh hijau dan sembuh tanpa obat lain. Teh hijau mengandung katekin (20-22% dari berat daun teh hijau). Kadar epigalokatekin galat (salah satu komponen katekin) mencapai 39% dari seluruh katekin yang ada. Epigalokatekin galat merangsang pembentukan IL-1β dan TNF pada kadar 100 µg/ml dalam 1 jam secara maksimal oleh sel MN darah tepi manusia. IL-1 dan TNF merangsang neutrofil dan makrofag untuk mengeluarkan mediator lain yang berperan pada penyembuhan baik pada f. inflamasi maupun f. proliferasi. Dalam rangka upaya untuk melihat bagaimana air teh hijau dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka maka telah dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh berbagai kepekatan katekin dalam air teh hijau terhadap ketebalan epidermis di tepi luka dan perbandingan antara lebar epidermis dengan lebar luka pada hari ke-8 setelah perlukaan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor mencit galur C3H berumur 3-5 bulan, BB 16,4-24,8 g; dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Digunakan 3 macam kepekatan katekin dalam seduhan ATH yaitu yang mengandung katekin ±0,2mg/0,5 ml (kepekatan rendah), ± 2 mg/0,5 ml (kepekatan sedang = air minuman teh) dan ± 20 mg /0,5 ml (kepekatan tinggi) serta 1 kelompok yang hanya dilukai saja (K.Kb) dan 1 kelompok yang ditetesi aquadest (K.Kp). Biopsi jaringan granulasi dilakukan pada hari ke-8 setelah perlukaan dan dibuat preparat dengan pewarnaan HE. Hasil dan kesimpulan : Hasil pemberian berbagai kepekatan katekin dalam ATH pada luka kulit mencit dapat dirangkum sebagai berikut : (a) Angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka adalah sebagai berikut : K.Kb 30,0; K.Kp : 22,5; K.ATH 0,2 : 29,3; K.ATH 2 : 28,1; K.ATH 20 : 21,0. (Dalam mikrometer, pembesaran 100 x ). (b) Angka rata rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka adalah sebagai berikut : K. Kb : 0,54; K.Kp : 0,78; K.ATH 0,2 : 0,45; K.ATH 2 : 0,43; K.ATH 20 : 0,53. Kesimpulan : (1) Analisis data ketebalan epidermis di tepi luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH memberikan pengaruh yang berbeda bermakna pada ketebalan epidermis di tepi luka kulit mencit (Hhit = Ha > Htab yaitu 12,24 > 9,49; batas kemaknaan 5% tabel Kruskal Wallis pada df = 4 yaitu Hub = 9,49 ), yaitu angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah dan sedang lebih tebal dibanding kelompok yang diberi katekin kepekatan tinggi dan aquadest, tetapi hampir sama dengan yang tidak diberi apa-apa. (2) Analisis data perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH tidak memberikan pengaruh yang berbeda bermakna (Hhit = Ha < Htab yaitu 7,49 < 9,49 ), karena angka rata-rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah, sedang maupun tinggi lebih kecil daripada yang diberi aquadest dan yang tidak diberi apa apa. ......Scope and methods of study : The primary function of the skin is to serve as a protective barrier against the environment. Loss of the integrity of the skin as a result of injury or illness may lead to infection. The goals of treatment of wound are rapid closure of the wound and making a functional esthetical scar. Wound healing is a dynamic, interactive process involving soluble mediators, blood cells, extra cellular matrix, parenchyma cells and beginning with an acute inflammation, then tissue formation and remodeling. In every wound were epithelisation must cover the wound, epithelisation beginning with proliferation of epithelial cell in horizontal way and than in vertical way to strengthen the epidermal layer. At the Southern part of West Java, farmers while at the paddy field treated their wound with green tea beverage and were cured without other treatment. Green tea contains mostly polyphenols, especially the catechin group, about 20-22% of the dry weight, with epigalocatehin gallate as the main component (39% ). Catechin is colorless, easily soluble in water, astringent and readily oxidizable. 100µg/ml EGCG stimulated mononuclear cells of human perifer blood to produced IL-1β is and TNF maximally in one hour and IL-1β- TNF stimulated neutrophil and macrophage to produced another mediators that involved in wound healing. To investigate the effects of green tea beverage on epithelisation of skin wound healing, we gave three concentration of 0,5 cc green tea beverage (GTB 0,2, GTB 2 and GTB 20) in three consecutive days to 25 C3H skin wounded mice (3-5 months, weight 16,4 - 24,8 g ) that are divided at random into five groups. One group ( K.Kb ) was treated as control and the other group ( K,Kp ) was treated with aquadest. We biopsied the granulation tissue of the wound healing at the eighth days and make HE tissue slide. The slide was examined microscopically for the epithelial thickness at the edge of wound and count the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound, These data were statistically analyzed. Result and conclusion : Effect of several concentration of catechin in green tea beverage on the epithelisation of skin wound healing were: (a) Mean from the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound were (in micrometer) : Free control group: 30,0; Solution control group 22,5; Green tea 0,2 group : 29,3; Green tea 2 group : 28,1; Green tea 20 group : 21,0. (b) Mean from the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound were : Free control group : 0,54; Solution control group : 0,78; Green tea 0,2 group ; 0,45; Green tea 2 group : 0,43; Green tea 20 group : 0,53. Conclusion: Several concentrations of catechin in green tea beverage give significant different effect on the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound (Hhit = Ha >Htab or 12,24 > 9,49 ), especially with the low and middle concentartion of GTB but not for the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound (Hhit = Ha < Htab or 7,49 < 9,49 ).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T3847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>