Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daffa Hakim Alaina Nugroho
Abstrak :
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik atau HAP merupakan salah satu golongan pencemar yang terdapat pada pengolahan minyak bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi bakteri Gram positif yang mampu mendegradasi naftalena. Pengambilan sampel dilakukan di pantai Samudera Baru, Karawang. Isolasi bakteri dilakukan dengan metode pengayaan menggunakan medium Bushnell-Haas yang ditambah minyak diesel 1%. Dua isolat diperoleh yaitu SB 1.2.1 (Gram positif) dan SB 1.2.2 (Gram negatif). Isolat SB 1.2.1 dikarakterisasi secara biokimia. Isolat SB 1.2.1 tidak memiliki kompleks sitokrom C oksidase, menghasilkan enzim katalase, memetabolisme glukosa dengan cara selain oksidasi-fermentasi, serta tidak dapat memfermentasi glukosa. Isolat SB 1.2.1 ditumbuhkan dalam medium Bushnell-Haas dengan tambahan naftalena 0,02% dan yeast extract 0,5% dengan penurunan jumlah sel (dari 3,42 x 107 CFU/mL menjadi 1,97 x 107 CFU/mL pada batch pertama dan dari 7,05 x 107 CFU/mL menjadi 6,84 x 107 CFU/mL pada batch kedua) setelah 48 jam. Hasil pengukuran konsentrasi naftalena menggunakan HPLC menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi naftalena sebanyak 29,13% setelah 48 jam inkubasi dibandingkan dengan kontrol tanpa ditemukan senyawa lain saat HPLC. ......Polycyclic Aromatic Hydrocarbons or PAHs are a class of pollutants found in petroleum processing. This study aims to isolate and characterize Gram-positive bacteria capable of degrading naphthalene. Sampling was carried out on the coast of Samudera Baru, Karawang. Isolation of bacteria was done by enrichment of Bushnell-Haas medium with the addition of 1% diesel oil. Two isolates were obtained, namely SB 1.2.1 (Gram positive) and SB 1.2.2 (Gram negative). The SB 1.2.1 isolate was further characterized biochemically. The SB 1.2.1 isolate does not have a cytochrome C oxidase complex, produces catalase enzymes, metabolizes glucose in a way other than oxidation-fermentation, and cannot ferment glucose. The SB 1.2.1 isolate was then grown in Bushnell-Haas medium with the addition of 0.02% naphthalene and 0.5% yeast extract for 48 hours. There was a decrease in the total number of cells (from 3.42 x 107 CFU/mL to 1.97 x 107 CFU/mL on the first batch and form 7.05 x 107 CFU/mL to 6.84 x 107 CFU/mL on the second batch) after 48 hours. Analysis of naphthalene concentration using HPLC showed that there was a decrease in naphthalene concentrations of 29.13% after 48 hours of incubation compared to controls without other compounds found during HPLC.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carlos Daniel
Abstrak :
Isolat bakteri SB 1.2.1 merupakan bakteri Gram positif yang diisolasi dari sampel pasir di Pantai Samudera Baru, Karawang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan biodegradasi naftalena oleh isolat SB 1.2.1 yang ditumbuhkan dalam medium Bushnell-Haas dengan penambahan naftalena 0,02% (b/v) dan glukosa 0,5% (b/v). Pertumbuhan isolat SB 1.2.1 diukur menggunakan metode total plate count (TPC) dan spektrofotometer panjang gelombang 600nm. Pengurangan konsentrasi senyawa naftalena diukur menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan panjang gelombang 254 nm, 276 nm, 278 nm, 304 nm, dan 339 nm. Hasil pengukuran pertumbuhan menunjukkan peningkatan jumlah sel (6,78 x 106 menjadi 1,18 x 107 CFU/mL pada batch pertama dan 1,09 x 107 menjadi 1,28 x 107 CFU/mL pada batch kedua) pada inkubasi 24 jam dan pengurangan jumlah sel menjadi (3,92 x 106 CFU/mL pada batch pertama dan 3,21 x 106 CFU/mL pada batch kedua) pada inkubasi 48 jam. Hasil pengukuran konsentrasi senyawa naftalena setelah inkubasi 48 jam menunjukkan ada pengurangan konsentrasi naftalena sebesar 14,26%. ......Bacterial isolate SB 1.2.1 is a Gram-positive bacteria isolated from Samudera Baru beach in Karawang. This study aims to determine the capability of bacterial isolate SB 1.2.1 to degrade naphthalene. The isolate was grown in Bushnell-Haas medium with addition of 0.02% (w/v) napthalene and 0.5% glucose (w/v). Bacterial growth was measured using TPC (Total Plate Count) method and absorbance measurement used spectrophotometer at 600 nm. The decrease of napthalene concentration was measured using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) at 254 nm, 276 nm, 278 nm, 304 nm, and 339 nm wavelengths. Bacterial isolate SB 1.2.1 showed an increase in cell numbers after 24 hours of incubation (from 6.78 x 106 into 1.18 x 107 CFU/mL on the 1st batch dan 1.09 x 107 into 1.28 x 107 CFU/mL on the 2nd batch) and decrease in the number of isolate (into 3.92 x 106  CFU/mL on the 1st batch dan 3.21 x 106 CFU/mL on the 2nd batch) after 48 hours of incubation. There was a 14.26% decrease in naphthalene concentration after 48 hour.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Chatib Warsa
Abstrak :
Siprofloksasin adalah antibiotika kuinolon generasi ketiga yang dianggap sangat poten membunuh bakteri Gramnegatif dan Gram-positif. Penelitian multisenter telah dilakukan untuk pertama kalinya di Indonesia dengan tujuan melihat potensi Siprofloksasin, yaitu di 12 laboratorium mikrobiologi klinik se-Indonesia: Banda Aceh, Padang, Jakarta Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar dan Manado. Spesimen dari penderita penyakit infeksi yang sudah terseleksi kualitasnya diambil sebagai bahan penelitian. Spesimen tersebut berasal dari darah, cairan tubuh lain, bilasan bronkhus, sputum, usap tenggorok, usap hidung, usap telinga, cairan mata, usap urethra, usap vagina, pus, cairan luka, urin dan feses. Dengan metode cakram antibiotika Siprofloksasin, diperoleh hasil 72-98 % bakteri masih sensitif, sedangkan hanya 61 % dari 22 spesies Acinetobacteri spp. dan 40 % dari 19 spesies Neisseria gonorrhoeae yang masih sensitif. Dengan metode dilusi agar, uji KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) menunjukkan 69 ? 98 % bakteri sensitif terhadap Siprofloksasin dan dengan metode E-test antara 78 ? 100 % sensitif. Untuk kuman Acinetobacteri spp. sensitivitasnya berkisar antara 61 ? 70 %, dan untuk Neisseria gonorrhoeae sensitivitasnya antara 89 ? 92 %.
Invitro activity of . Ciprofloxacin against Gram-negative bacteria isolated from infected patients in Indonesia. Ciprofloxacin the third generation of the quinolone family was claimed very potent against Gram-negative and Grampositive pathogens compared to former generations. The first in-vitro multi centre study has been conducted in Indonesia including 12 clinical microbiology laboratories as follows: Banda Aceh, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar and Manado. Selected specimens from infected persons were chosen to be included in this study such as from blood, body fluids, bronchial washing, sputum, throat, nose, ear, eye, urethra, vagina, pus, wound, urine and feces. The results of ciprofloxacin disk test technique to all 1457 Gramnegative pathogens showed that between 72 ?98 % were susceptible, while against 22 Acinetobacter sp, only 61 % and againt 19 Neiserria gonorrhoeae only 40 % were susceptible. Results of the agar dilution MIC (Minimum Inhibitory Concentrtion) test were between 69 ?98 % susceptible and the E test technique were between 78 ? 100 % susceptible, while against the Acinetobacter were between 61 % and 70 % respectively. N. gonorrhoeae strains was susceptible between 89 % and 92 %.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novrina Heragandhi
Abstrak :
Penyakit infeksi kulit bakterial pada anak masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Di Indonesia penyakit kulit menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas dan diare. Walaupun dapat mengenai semua orang, beberapa kelompok tertentu yang memiliki faktor predisposisi akan rentan terhadap penyakit infeksi kulit. Penyebaran penyakit ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain status imun pejamu, kuman penyebab, penyakit kulit lain yang menyertai, dan higiene. Data jumlah kunjungan pasien ke poliklinik Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) selama tahun 2001 menunjukkan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2 setelah dermatitis atopik. Sedangkan pada tahun 2002 terdapat 328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru. Pioderma primer terbanyak secara berturut-turut adalah furunkulosis (19,32%), impetigo krustosa (15,0%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%). infeksi sekunder terbanyak dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik. Data dari 8 rumah sakit di 6 kota besar di Indonesia pada tahun 2001 didapatkan 13,86% dari 8919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma. Yang terbanyak adalah furunkulosis (26,35%), diikuti impetigo vesikobulosa (23,76%), dan impetigo krustosa (22,79%).5 Pioderma adalah infeksi kulit (epidermis, dermis) dan subkutan yang disebabkan oleh kuman stafilokokus dark streptokokus atau oleh keduanya. Terdiri atas beberapa bentuk klinis, yaitu impetigo, ektima, folikulitis, furunkel dan karbunkel, abses, erisipelas, selulitis, sefta infeksi sekunder pada kelainan kulit yang sudah ada. Pioderma superfisialis (PS) menggambarkan infeksi terjadi di bawah stratum korneum sampai dermis, atau di folikel rambut, sehingga semua bentuk di atas dapat dimasukkan ke dalam pioderma superfisialis, kecuali abses, erisipelas dan selulitis. Menurut beberapa kepustakaan bentuk PS yang tersering dijumpai adalah impetigo, sedangkan di Divisi Dermatologi Anak Departemen IKKK FKUI/RSCM penyakit ini menempati urutan kedua setelah furunkulosis. Impetigo terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus (S. aureus) dan kadang oleh Streptococcus pyogenes grup A (S. pyogenes). Penelitian Murniati (1996) terhadap pasien impetigo anak, didapatkan kuman penyebab terbanyak adalah S. aureus (70,41%) dan S. aureus bersama S. pyogenes (15,32%). Pengobatan pioderma diberikan atas dasar pengetahuan empiris yakni hasil beberapa penelitian yang telah ada mengenai kuman penyebab tersering dan golongan antibiotik yang efektif untuk kuman tersebut. Obat pilihan lini pertama dalam dua dekade terakhir untuk S. aureus dan S. pyogenes adalah eritromisin, dikloksasilin, kloksasilin, dan sefaleksin. Klindamisin dipakai untuk kasus yang berulang atau rekalsitran terhadap pengobatan.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Vega Yana Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Aktifitas pengomposan dapat meningkatkan konsentrasi bioaerosol di udara yang dapat menimbulkan dampak kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi bakteri dan jamur di udara dan untuk mengetahui pengaruh suhu dan kelembaban terhadap persebaran bakteri dan jamur di udara terkait pengomposan yang dilakukan di Fasilitas Pengomposan Fakultas Teknik. Dari hasil penelitian diketahui bahwa persebaran konsentrasi bioaerosol berturut-turut untuk bakteri gram positif, bakteri gram negatif, dan jamur pada titik uji ke-1 berkisar antara 123,7 hingga 4699,6 CFU/m3, 0 hingga 17,67 CFU/m3, dan 212,0 hingga 1484,1 CFU/m3, pada titik uji ke-2 berkisar antara 141,3 hingga 2402,8 CFU/m3, 0 CFU/m3, dan 300,4 hingga 1042,4 CFU/m3, sedangkan pada titik uji ke-3 berkisar antara 17,7 hingga 2102,5 CFU/m3, 0 CFU/m3, dan 53,0 hingga 1802,1 CFU/m3. Konsentrasi ini melebihi standar terkait. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan penanganan untuk mengurangi konsentrasi bioaerosol yang terpapar ke manusia.
ABSTRACT
Composting process can increase bioaerosol concentrations that can cause health effect on human. The objectives of this research are to study bioaersol concentration and temperature and humidity factors bioaerosol concentration regarding food and leaves waste composting in Composting Facility – Faculty of Engineering. This study found that bioaerosol concentration of gram positive bacteria, gram negative bacteria, and fungi on 1st sampling location about 123,7 to 4699,6 CFU/m3, 0 to 17,67 CFU/m3, and 212,0 to 1484,1 CFU/m3, on 2nd sampling location about 141,3 to 2402,8 CFU/m3, 0 CFU/m3, and 300,4 to 1042,4 CFU/m3, and on 3rd sampling location about 17,7 to 2102,5 CFU/m3, 0 CFU/m3, and 53,0 to 1802,1 CFU/m3. This concentration are higher than related standard. Therefore, we need to do some handing technique to reduce bioaerosol exposure to human
2015
S60320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library