Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simangunsong, Gunawan
"Setelah terbit Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 ada pengaturan bahwa pejabat yang menyalahgunakan wewenang yang menimbulkan kerugian keuangan negara dapat memulihkan kerugian keuangan negara tersebut paling lama 10 hari setelah terbitnya hasil pengawasan aparat pengawas intern pemerintah. Setelah pejabat pemerintah memulihkan kerugian keuangan negara, maka seharusnya unsur pidana korupsinya hilang. Namun UU 30/2014 tersebut tidak kompatibel dengan UU Tipikor Pasal 4 yang menyatakan pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana yang menciptakan ketidakpastian hukum terhadap pejabat pemerintahan. Penelitian ini mengkaji status penyalahgunaan wewenang setelah pejabat pemerintah memulihkan kerugian negara. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan melakukan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian menemukan bahwa Pertama, pengaturan mekanisme pemulihan kerugian keuangan negara tidak seragam sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kedua, apabila kerugian keuangan negara telah dipulihkan maka unsur pidana pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tidak terpenuhi sesuai pengertian kerugian negara yang harus nyata dan pasti. Selain itu penelitian ini menemukan dibandingkan pemidanaan konsep sanksi berat, tuntutan ganti kerugian harusnya menjadi prioritas utama dan ditambah dengan denda sebagai pengoptimalan pemulihan kerugian keuangan negara
.....After the issuance of Law No. 30 of 2014 there is an arrangement that officials who abuse authority that incurs financial losses of the state can recover the financial losses of the country no later than 10 days after the issuance of the results of the supervision of the government's internal supervisory apparatus. After government officials recover the financial losses of the state, then the criminal element of corruption should be lost. However, Law 30/2014 is not compatible with The Tipikor Law Article 4 which states that the return of state financial losses does not remove the criminal that creates legal uncertainty against government officials. The study examined the status of abuse of authority after government officials recovered state losses. This research uses normative juridical method by doing statute approach and case approach and conceptual approach. The results of the study found that First, the arrangement of the mechanism of recovery of state financial losses is not uniform so as to cause legal uncertainty. Second, if the financial losses of the state have been recovered then the criminal element in Article 2 and Article 3 of the Tipikor Law is not met in accordance with the understanding of state losses that must be real and certain. In addition, this study found that compared to criminalizing the concept of severe sanctions, indemnity claims should be a top priority and coupled with fines as optimization of the recovery of state financial losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaila Oktariana
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang permasalahan hukum dengan penggunaan diskresi
yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintah. Dalam menggunakan diskresi, Pejabat
Pemerintah memiliki potensi didakwa dengan Undang-undang Tindak Pidana
Korupsi. Sehingga diperlukan perlindungan hukum bagi Pejabat Pemerintah, agar
dapat menggunakan diskresi tanpa khawatir akan didakwa dengan tindak pidana
korupsi. Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
seorang Pejabat dapat didakwa dengan tindak pidana korupsi, bagaimana
perlindungan hukum bagi Pejabat Pemerintah dalam melakukan wewenang
diskresi dan apakah Pejabat Pemerintah dapat dikenakan pertanggungjawaban
pidana ketika melakukan diskresi. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang dipakai menggunakan dua
pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Datadata
yang diperoleh akan dideskripsikan untuk kemudian dianalisa secara
kualitatif dan diuraikan secara sistematis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
Pejabat Pemerintah dapat didakwa tindak pidana korupsi karena melanggar
prosedur yang seharusnya ditempuh ketika menggunakan diskresi. Perlindungan
Hukum diwujudkan dengan melakukan pengujian kebijakan pemerintah melalui
mekanisme administrasi. Prosedur pengujian melalui mekanisme administrasi
diatur dalam Undang-undang No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan. Pejabat Pemerintah dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana
apabila tindakan Pejabat tersebut memenuhi unsur kecurangan (fraud), adanya
benturan kepentingan (conflict of interest), ada perbuatan melawan hukum
(ilegality), maupun mengandung kesalahan yang disengaja (gross negligence)
sehingga konsekuensi yang timbul merupakan tanggung jawab pribadi.

ABSTRACT
This thesis discusses the legal issues with the use of discretion by Government
Officials. In using discretion, Government Officials have the potential to be
charged with the Corruption Act. So legal protection is required for Government
Officials, in order to use discretion without fear of being charged with corruption.
The scope of the problem in this study is how an Officer can be charged with a
criminal act of corruption, how the legal protection for Government Officials in
exercising discretionary powers and whether Government Officials may be
subject to criminal liability when conducting discretion. The research method
used is normative juridical research. The approach used using two approaches is
the approach of legislation and case approach. The data obtained will be described
to be analyzed qualitatively and systematically described. The results concluded
that Government Officials can be charged with corruption for violating the
procedure that should be taken when using discretion. Legal Protection is realized
by conducting government policy testing through administrative mechanisms. The
testing procedure through the administrative mechanism is regulated in Law no.
30 of 2014 on Government Administration. Government Officials may be liable to
criminal liability if the Official's action meets the element of fraud, the existence
of a conflict of interest, any illegal act, or contains gross negligence so that the
consequences are the responsibility personal."
2017
T47787
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Febri
"Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang melakukan penyalahgunaan wewenang di dalam keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 menentukan hasil pengawasan aparat intern pemerintah salah satunya adalah terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara karena dalam keputusan dan/atau tindakan Pejabat Pemerintahan mengandung ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang memiliki kompetensi absolut untuk melakukan pengujian ada atau tidak unsur penyalahgunaan wewenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 mengatur pengujian unsur penyalahgunaan wewenang namun dengan frasa tambahan sebelum adanya proses pidana. Frasa tersebut menimbulkan problematika terhadap penyelesaian pengujian unsur penyalahgunaan wewenang. Hakim dalam memutuskan perlu membuat pertimbangan (ratio decidendi) dan kriteria ideal mengenai penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara karena kesalahana adminstratif. Dan juga putusan PTUN dalam tataran eksekusi tidak dijalankan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Penelitian tesis dengan menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis normatif, tipologi penelitiannya adalah preskriptif, dan hasil penelitiannya berbentuk preskriptif-analitis.Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa kriteria ideal atau pertimbangan dalam putusan penilaian unsur penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara berdasarkan Pasal 16 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 didasarkan pada maksud dan tujuan permohonan, kompetensi PTUN, legal standing, dan pertimbangan hukum terhadap hasil pengawasan APIP, asas legalitas, penilaian kerugian negara berdasarkan potential loss (hukum materiil) bukan lagi actual loss sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25 Tahun 2016, serta kriteria ideal lainnya adalah adanya unsur perbuatan melawan hukum dalam keputusan dan/atau tindakan yang menimbulkan kerugian negara karena kesalahan administrasi. Terhadap putusan PTUN mengenai pengujian unsur penyalahgunaan wewenang sesuai sifatnya bahwa putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap maka putusan tersebut merupakan putusan eksekutorial yang dapat dilaksanakan, selain itu bersifat mengikat semua orang (erga omnes). Sementara itu frasa sebelum adanya proses pidana dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 menimbulkan implikasi berupa pembatasan terhadap kompetensi absolut peradilan lain dalam hal terjadinya kerugian negara karena Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tidak mengatur seperti hal tersebut, sehingga ditinjau dari hukum perundang-undangan terjadi konflik norma dengan adanya frasa sebelum adanya proses pidana. Putusan PTUN mempunyai kekuatan mengikat dan eksekutorial namun sulit dieksekusi meskipun sudah ada pengaturan upaya paksa, selain itu daya mengikatnya adalah erga omnes.

Government Agencies and/or Officials are prohibited from committing abuse of authority in decisions and/or actions determined and/or carried out. Article 20 of Law Number 30 of 2014 determines the results of supervision of internal government apparatus, one of which is that there are administrative errors that cause losses to state finances because the decisions and/or actions of Government Officials contain whether or not there is an element of abuse of authority. Based on Article 21 paragraph (1) of Law Number 30 of 2014, the one that has absolute competence to examine whether or not there is an element of abuse of authority is the State Administrative Court. Article 2 of Supreme Court Regulation Number 4 of 2015 regulates testing for elements of abuse of authority but with an additional phrase prior to criminal proceedings. This phrase raises problems with the completion of testing elements of abuse of authority. Judges in deciding need to make considerations ( ratio decidendi ) and ideal criteria regarding the abuse of authority which causes state losses due to administrative errors. And also PTUN decisions at the execution level are not carried out by Government Agencies and/or Officials. Thesis research uses normative juridical research methods, the research typology is prescriptive, and the research results are prescriptive-analytical. The results of this study are that the ideal criteria or considerations in the decision to evaluate elements of abuse of authority that are detrimental to state finances based on Article 16 of Supreme Court Regulation Number 4 of 2015 are based on the intent and purpose of the application, competence of the State Administrative Court, legal standing , and legal considerations of the results of APIP supervision. , the principle of legality, the assessment of state losses based on potential loss (material law) is no longer an actual loss according to the Constitutional Court Decision Number 25 of 2016, as well as other ideal criteria is the presence of an element of unlawful act in decisions and/or actions that cause state losses due to administrative errors . Regarding the PTUN's decision regarding the examination of elements of abuse of authority according to its nature that the PTUN's decision has permanent legal force, the decision is an executorial decision that can be implemented, besides that it is binding on everyone (erga omnes). Meanwhile, the phrase before criminal proceedings in Supreme Court Regulation Number 4 of 2015 has implications in the form of restrictions on the absolute competence of other courts in the event of state losses because Law Number 30 of 2014 does not regulate such matters, so that in terms of statutory law there is a conflict of norms with the phrase before the criminal process. Administrative Court decisions have binding and executorial powers but are difficult to execute even though there have been coercive measures in place, in addition to that their binding power is erga omnes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Fadhil Abulkhair
"Skripsi ini membahas penyalahgunaan wewenang yang dilakukan salah satu staf khusus presiden berkaitan dengan Surat Edaran Staf Khusus Presiden Nomor 003/S-Skp-Atgp/Iv/2020 Perihal Kerjasama Sebagai Relawan Desa Lawan COVID-19 yang dikeluarkannya. Penelitian berfokus pada dasar pembentukan dan kewenangan dari staf khusus presiden berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, fokus penelitian adalah unsur penyalahgunaan yang dilakukan staf khusus presiden tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis-normatif yang menekankan pada norma hukum tertulis dan hasil penelitian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pembentukan staf khusus presiden adalah melalui keputusan presiden dan wewenangnya hanya terbatas untuk membantu presiden sehingga segala yang dilakukannya berdasarkan komando presiden. Selain itu, ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang dikarenakan tidak adanya pelimpahan wewenang atau perintah dari presiden. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Penulis menyarankan agar pemerintah mempertegas kewenangan staf khusus presiden dan staf khusus presiden diharapkan untuk mempertahankan integritasnya sebagai pejabat pemerintahan.

This thesis discusses the abuse of authority committed by one of the special presidential staff in relation to the Surat Edaran Staf Khusus Presiden Nomor 003/S-Skp-Atgp/IV/2020 Regarding Cooperation as a Village Volunteer Against COVID-19 that he issued. The research focuses on the basis of the formation and authority of special presidential staff based on Indonesian laws and regulations. In addition, the focus of the research is the element of abuse of power committed by the special presidential staff. The research method used in this thesis is juridical-normative which emphasizes written legal norms and the research results are presented descriptively. The results of this study conclude that the basis for the formation of special presidential staff is through presidential decrees and their authority is only limited to assisting the president so that everything he does is based on the president's command. In addition, an element of abuse of authority was found because there was no delegation of authority or orders from the president. Based on the results of this study, the author suggests that the government should strengthen the authority of the presidential special staff and the presidential special staff are expected to maintain their integrity as government officials. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library