Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hania Rahma
"Seiring dengan penerapan desentralisasi sejak Januari 2001 lalu, penyelenggaraan asas dekonsentrasi di Indonesia juga mengalami perubahan mendasar baik dalam tata aturan penyelenggaraannya maupun dalam luas cakupan bidang kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan. Penerapan dekonsentrasi di Indonesia pada era desentralisasi ditujukan untuk melaksanakan sejumlah kewenangan di bidang lain yang masih dimiliki Pemerintah Pusat, selain lima bidang kewenangan utama yang tidak diserahkan ke daerah, yang lokasi pelaksanaannya berada di daerah. Kewenangan Pemerintah tersebut menurut UU 22/1999 dilimpahkan kepada gubernur dan atau perangkat pusat di daerah. Untuk kewenangan yang dilimpahkan kepada gubernur, pelaksanaannya berada pada dinas propinsi.
Desentralisasi seharusnya berimplikasi pada berkurangnya secara signifikan anggaran pembangunan sektoral yang dikelola Pemerintah Pusat mengingat mekanisme pembiayaan yang dianut Indonesia adalah money follows function. Namun yang terjadi saat ini adalah terdapatnya hubungan yang tidak sejalan antara arah dan besar perubahan kewenangan dalam penyelenggaraan pembangunan dengan arah dan besar perubahan anggaran yang dialokasikan untuk melaksanaan kewenangan tersebut. Hal ini rnenimbulkan sejumlah pertanyaan yaitu: bagaimana dekonsentrasi diatur dalam peraturan perundangan yang ada saat ini, sejauh mana pelaksanaan dekonsentrasi di Indonesia dalam konteks desentralisasi secara umum, sejauh mana praktek dekonsentrasi telah sejalan dengan peraturan perundangan yang ada, implikasi apa yang timbul dari praktek dekonsentrasi yang terjadi selama ini, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?
Hingga saat ini tidak banyak studi atau kajian mengenai dekonsentrasi. Di Indonesia, bahkan belum ada studi yang secara khusus membahas persoalan dekonsentrasi pada era desentralisasi. Berangkat dad permasalahan di atas dan adanya keinginan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi penyempurnaan peraturan perundangan dan pelaksanaan dekonsentrasi di Indonesia, kajian ini ditujukan untuk mempelajari pelaksanaan dekonsentrasi dengan membandingkan praktek dekonsentrasi yang terjadi dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, serta mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pelaksanaan dekonsentrasi di Indonesia pada era desentraliasasi.
Studi ini menggunakan variabel pengeluaran pembangunan APBN, terutama yang dikategorikan sebagai anggaran dekonsentrasi, sebagai indikator utama dalam menilal pelaksanaan dekonsentrasi. Selain APBN digunakan juga variabel pengeluaran pembangunan yang berasal dari APBD. Untuk menilai praktek dekonsentrasi yang dijalankan oleh departemen pusat, Departemen Pertanian diambil sebagai contoh kasus.
Secara keseluruhan, hasil studi menyimpulkan bahwa penyelenggaraan dekonsentrasi pada era desentralisasi masih jauh dari kondisi yang ditetapkan oleh peraturan perundangan dan masih di bawah kondisi yang diharapkan dari penyelenggaraan desentralisasi secara umum. Keseluruhan hasil studi menunjukkan:
Masih terdapat ketidakseimbangan dalam pola pembiayaan pembangunan antara pusat dan daerah yang dicerminkan oleh masih tingginya kontribusi APBN dalam pembiayaan penyelenggaraan pembangunan secara keseluruhan, terus meningkatnya pengeluaran pembangunan APBN selama era desentralisasi dengan tingkat kenaikan yang lebih besar dibanding tingkat kenaikan dana perimbangan yang ditransfer ke daerah otonom, terjadinya pergeseran dalam aiokasi pengeluaran pembangunan APBN dari yang tadinya secara dominan diselenggarakan di daerah menjadi lebih banyak dilaksanakan langsung oleh kantor pusat,
Terdapat ketimpangan antara anggaran dekonsentrasi dengan anggaran pembangunan yang berasal dari APBD dan juga dengan dana perimbangan yang diterima daerah yang ditunjukkan oleh tingginya anggaran dekonsentrasi (mencapai 2-4 kali lipat) dibanding anggaran pembangunan yang bersumber dari APBD, tidak seimbangnya besaran pembiayaan dengan besaran kewenangan yang diserahkan/dilimpahkan sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya anggaran dekonsentrasi dibanding dana perimbangan yang diterima daerah, tidakterdapatnya pola, kriteria maupun mekanisme distribusi anggaran dekonsentrasi di antara propinsi,
Terdapat penyimpangan dalam praktek dekonsentrasi yang dijalankan departemen/LPND yang ditunjukkan oleh fakta bahwa sebanyak 73,5% anggaran pembangunan APBN dan 94% anggaran dekonsentrasi justru diserap oleh kelompok departemen/LPND yang tidak terkait dengan bidang kewenangan utama yang tidak diserahkan ke daerah, lebih dari 98% anggaran dekonsentrasi digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan yang bersifat pelaksanaan di daerah hanya 0,4% yang dialokasikan untuk penyelenggaraan kewenangan yang bersifat penetapan kebijakan, sebagian besar kegiatan dekonsentrasi diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota dengan melibatkan dinas pemerintah daerah setempat, tidak ada perubahan yang terjadi dalam mekanisme dan pendekatan yang digunakan oleh Departemen/LPND dalam merumuskan kegiatan dan menyusun anggaran dekonsentrasi dibanding sebelum desentralisasi.
Dari kasus Departemen Pertanian (Deptan) diketahui bahwa lebih dari separuh anggaran dekonsentrasi Deptan dialokasikan untuk penyelenggaraan proyek di 337 kabupaten/kota dengan rata-rata nilai proyek sebesar Rp 2,1 milyar per kabupaten/kota, Deptan masih menjadikan dekonsentrasi sebagai pendistribusian tugas penyelenggaraan pembangunan antara pusat dan daerah tanpa memperhatikan apakah sesuai atau tidak dengan bidang kewenangan yang dimiliki, Iebih dari 98% anggaran dekonsentrasi Deptan digunakan untuk membiayai kegiatan proyek pembangunan pertanian yang ruang lingkup kewenangannya bukan lagi milik Deptan berdasarkan peraturan perundangan yang ada, anggaran dekonsentrasi Deptan yang sangat tinggi (rata-rata 3 kali lipat dari anggaran pembangunan sektor pertanian yang dibiayai APED) berpeluang mengganggu penyelenggaraan kegiatan dinas propinsi dalam rangka desentralisasi.
Kondisi di atas disebabkan oleh sejumlah faktor yang bersumber dari: (1) peraturan perundangan yang ada yaitu berupa (i) kelemahan ketentuan pasal-pasal dalam UU dan PP yang berlaku saat ini, (ii) adanya gap antara ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku saat ini dengan terminologi dalam teori dekonsentrasi, dan (iii) terdapatnya inkonsistenasi di antara pasal-pasal yang terkait dengan dekonsentrasi yang terdapat daiam UU dan PP serta peraturan lain yang menyertainya, serta (2) pelaksanaan peraturan perundangan di lapangan yaitu berupa (i) adanya resistensi yang kuat dari pemerintah pusat untuk menyerahkan kewenangan berikut pembiayaannya kepada daerah, (ii) tidak berperannya Departemen Keuangan sebagai katup akhir penentuan keputusan pengalokasian penggunaan pengeluaran negara, (iii) hampir tidakadanya departemen/LPND yang melakukan penyesuaian tugas pokok dan fungsi dengan perubahan bidang kewenangan paska desentralisasi, (iv) rendahnya pemahaman para penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah mengenai dekonsentrasi, (v) rasa kecurigaan yang beriebihan berkaitan dengan rendahnya kepercayaan antar berbagai tingkatan pemerintahan, (vi) ketidakseimbangan antara transfer jumlah dan bobot kewenangan dengan pembiayaan, serta (vii) keteriambatan pusat dalam mengeluarkan peraturan perundangan lanjutan yang mendukung pencapaian efektifitas penyelenggaraan dekonsentrasi.
Studi ini mengusulkan kepada Pemerintah untuk: (1) melakukan berbagai perubahan dan penyempurnaan peraturan perundangan yang mengatur penyelenggaraan dekonsentrasi dalam konteks desentralisasi secara luas yaitu dengan mengembalikan ketentuan mengenai dekonsentrasi kepada terminologi yang sebenarnya dan melakukan penyempurnaan peraturan perundangan tentang pembagian bidang kewenangan antara pusat dan daerah, (2) melakukan evaluasi dan koreksi terhadap alokasi anggaran pengeluaran negara, terutama pengeluaran pembanguan dan dana perimbangan, (3) menetapkan departemen/LPND yang bertugas menindakianjuti ketentuan-ketentuan peraturan perundangan mengenai penyelenggaraan dekonsentrasi dikaitkan dengan konteks desentralisasi secara luas serta melakukan pengawasan dan penilaian terhadap praktek dekonsentrasi pada setiap departemen/LPND, serta (4) meningkatkan sosialisasi kepada para pejabat terkait di pusat dan saerah mengenai penyelenggaraan asas dekonsentrasi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T13293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seyf Eddine Benbekhti
"ABSTRAK
Islamic economists sought to find transactions that fit and conform to the principles of Islamic religion, where Islamic bonds were one of the most critical products compatible with Islam. This study aims to shed light on the impact of Sukuk as one of the alternatives available for funding expenditures and deficit in Malaysia. This research using a non-linear autoregressive distributed lag model (NARDL) during the period 1990-2016. After identifying the asymmetric effect and the dynamic multiplier of Sukuk on government budget balance during the fluctuations of the exchange rate of the Ringgit, we have found that Islamic bonds are a very useful tool in financing deficit making Malaysia a pioneering experience in the field of Islamic engineering."
Jakarta: Faculty of Economic and Business UIN Syarif Hidayatullah, 2019
330 SFK 8:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Said Mayzar Mulya
"Salah satu upaya penerapan good governance yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam proses pengelolaan keuangan adalah penerapan e-budgeting. Secara khusus Pemerintah Aceh telah melakukan perubahan pengelolaan keuangan daerah dengan meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah menggunakan Sistem Teknologi Informasi. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) hadir untuk mempercepat proses penyampaian informasi keuangan daerah agar lebih efektif, efisien dan akuntabel.
Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan metode pengumpulan data melalui studi literatur, dan wawancara mendalam, untuk mengetahui Implementasi SIPKD dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Berbasiskan Informasi Teknologi yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh serta Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengelolaan Keuangan Daerah Berbasiskan Informasi Teknologi di Pemerintah Aceh.
Hasil penelitian diketahui bahwa implementasi SIPKD sesungguhnya merupakan tantangan besar yang membutuhkan persiapan matang dan terstruktur terkait dengan peraturan, sistem, dan sumber daya manusia. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik kualitas serta persiapan yang dilakukan maka semakin baik pula keterandalan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

One of good governance application efforts done by Indonesian government in financial management process is by applying e-budgeting. Particularly, Aceh government has changed the financial management by improving the skill of managing the local financial using information technology system. Information system of local financial management (SIKPD) is aimed to accelerate the process of delivering the local financial information to be more effective, efficient and accountable.
This research used post positivist approach; the method of data collection was literature study and in-depth interview. It was done in order to see the implementation of SIKPD within the local financial management based on information technology done by Aceh government. It was also to find out the factors affecting the local financial management based on information in Aceh government.
The results revealed that the implementation of SIKPD was a big challenge required proper and structured preparations related to regulations, systems and human resources. These indicated that the better the quality and preparation done, the better the financial management done by the government."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kurniasih
"Berbicara mengenai otonomi daerah, tentu tidak dapat terlepas dari isu kapasitas keuangan dari masing-masing daerah. Hal ini dikarenakan otonomi dan desentralisasi selalu dikaitkan dengan besaran uang yang dapat dimiliki daerah. Tentu saja hal tersebut akan berkaitan langsung dengan besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan prosentase terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari pemetaan itulah kiranya skala prioritas kegiatan perlu disusun.
Tujuan kegiatan ini adalah: (1) menyediakan suatu program dasar perencanaan pembangunan secara menyeluruh dan terpadu dalam kerangka Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. (2) mengoptimalkan perencanaan pembangunan di Kota Bandung melalui penjaringan kebutuhan masyarakat. (3) menyusun skala prioritas kegiatan pembangunan di Kota Bandung tahun 2006.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dengan teknik kuantitatif melalui penggunaan software sebagai salah satu bentuk aplikasi e-government. Hasil analisis data menunjukkan peringkat masing-masing kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan dengan kriteria yang telah ditentukan sebagai prioritas pembangunan Kota Bandung.

Discussing about the local authonomy, certainly cannot be separated from the financial capacity issue from each local government. This is due to the fact that the authonomy and decentralization are always directly connected with the total of the budget obtained by the local government. Therefore, this matter certainly will be related to the total of the Pendapatan AsliDaerah (PAD) and the percentage towards the APBD. From the description above, the priority scale of the activity is necessary to be arranged.
The purposes of the activity are: (1) providing a basic programme of development planning entirely in the local authonomy framework based on the regulation (Undang-Undang) No. 32 Tahun 2004 concerning The Local Gevernment. (2) optimizing the development planning in Bandung through selecting the society's need. (3) arranging the priority scale of the development activity in Bandung in 2006.
The research method used in this paper is explorative descriptive with the quantitative technique by the software usage as one of egovernment applications. The result of the data analysis shows rank of each development activity which will be performed based on the determined criteria as the development priority in Bandung."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Riduansyah
"Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 ? 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 ? 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per tahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.

The income of local own revenues is a significant sources for routine and developmen expenditure in local government. The amount of local taxation and user charges income are influenced by the kind of local taxation and user charges which is being implemented and adjusted by the rule that is implemented, related with income of local taxation and user charges. The contribution of local taxation and user charges income to acceptance of local own resources in Bogor Municipal in the periode of budget years 1993/1994-2000 has significant meaning with the average income 27,78 per years. The contributin of local taxation and user charges income to the total income of Bogor Municipal can be see in their local government budget, related to the ability in doing local authonomy is good enough. The component of local taxation in the period 1993/1994-2000 has contribute 7,81 % per years with the growth average about 22.89 % per years. Mean while, the acceptance that come form the user charge component, in the same periode has contributed 15,61 % per years with the growth average 5.08 % per years. In increasing the contribution of local taxation and user charge income to the total of local own resources income and their contribution to the local government budget of Bogor Municipal, several things need to be done, such as intensification of collecting local taxation and user charges and also extensification by implementation of new local taxation and user charge, adjusted with the condition and potention that available."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Gladys
"Penelitian ini membahas mengenai PPN atas Jasa konstruksi yang dibiayai APBD. Penelitian ini menggunakan teori PPN sebagai teori utama. Penelitiaan ini bersifat kualitatif deskriptif dengan studi literatur dan studi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usulan daerah yaitu PPN atas jasa konstruksi yang dibiayai APBD sebaiknya tidak diterima karena lebih banyak kekurangan dibandingkan kelebihannya jika PPN atas jasa konstruksi yang dibiayai APBD didevolusikan ke pemerintah daerah.Pengenaan PPN atas jasa konstruksi yang dibiayai APBD tidak dapat diberikan fasilitas baik dari presumptive tax based dan presumptive input. Pengenaan PPN atas jasa konstruksi yang dibiayai APBD tidak memenuhi kriteria presumptive input diatur dalam UU PPN pasal 16B ayat (1) dan ayat (2) dan presumptive tax based yang diatur dalam UU PPN dan presumptive tax based yang diatur dalam UU PPN pasal 8A. Semi fasilitas yaitu nilai lain - lain, hanya diberikan untuk Pengusaha Kena Pajak bukan untuk pembeli.

This research discusses the Value Added Tax on contruction services financed by the local government budget. This research uses value added tax theory as the main theory. This research uses qualitative method by studying of literature and doing in-depth interviews. The results of this can be concluded, idea value added tax on contruction services financed by the local government budget as object local taxation had better accept because it have many shortage compared excess if as a local tax. Imposition value added tax on construction services financed by the local government budget doesn?t meet the criteria presumptive tax based and presumptive input. The criteria presumptive input according to act value added tax article 16B paragraph (1) and (2) and presumptive tax based according to act value added tax article 8A. Semi facility value added tax given to the employers tax.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S59683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Priti Octavernia
"Skripsi ini membahas mengenai manajemen belanja modal di Kota Serang yang dilatarbelakangi oleh pentingnya belanja modal bagi daerah namun alokasi belanja modal Kota Serang merupakan yang terkecil di Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui metode kualitatif.Teori yang digunakan ialah teori anggaran, belanja daerah, dan manajemen pengeluaran daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen belanja modal di Kota Serang belum berjalan dengan baik yang ditandai dengan ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan dengan alokasi anggarannya, SDM perencanaan dan pengadaan barang/jasa yang kurang kompeten, adanya dinamika politik lokal, terdapat pelaksanaan belanja modal yang kurang optimal karena terlambatnya kebijakan dan gagal lelang, serta alokasi belanja modal dan skala prioritas di Kota Serang sebagai DOB yang berdiri pada tahun 2007 cenderung tidak sama dengan daerah pada umumnya.

This thesis discusses the capital expenditure management in Serang City, which is motivated by the important of capital expenditure, however the average aloovation of capital expenditur in Serang City is the smallest in Banten Province. This study uses post-positivist approach with descriptive purpose trough qualitative methods. The research uses concept of budget, public expenditur, and public expenditure management. The results showed that the capital expenditure management in Serang City has not gone well, characterized by a mistmatch between plans with the budget allocations, personnel of planning and procurement that are less competent, the dynamics of local politics, the impelementation of the capital expenditure was not optimal because of the late policies and failed auctions, as well as the allocation of capital expenditures and priorities in Serang City are not likely the same as the area in general.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Riduansyah
"Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 ? 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 ? 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per tahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.

The income of local own revenues is a significant sources for routine and developmen expenditure in local government. The amount of local taxation and user charges income are influenced by the kind of local taxation and user charges which is being implemented and adjusted by the rule that is implemented, related with income of local taxation and user charges. The contribution of local taxation and user charges income to acceptance of local own resources in Bogor Municipal in the periode of budget years 1993/1994-2000 has significant meaning with the average income 27,78 per years. The contributin of local taxation and user charges income to the total income of Bogor Municipal can be see in their local government budget, related to the ability in doing local authonomy is good enough. The component of local taxation in the period 1993/1994-2000 has contribute 7,81 % per years with the growth average about 22.89 % per years. Mean while, the acceptance that come form the user charge component, in the same periode has contributed 15,61 % per years with the growth average 5.08 % per years. In increasing the contribution of local taxation and user charge income to the total of local own resources income and their contribution to the local government budget of Bogor Municipal, several things need to be done, such as intensification of collecting local taxation and user charges and also extensification by implementation of new local taxation and user charge, adjusted with the condition and potention that available."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya
"Pengetahuan tentang karakteristik permintaan pariwisata mancanegara diperlukan untuk perencanaan dan pengelolaan sektor pariwisata yang efisien khususnya di Indonesia di mana hampir sebagian besar industri sangat tergantung kepada pemerintah. Penelitian ini mempelajari hubungan antara determinan permintaan pariwisata dan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia, serta respon pemerintah terhadap perubahan determinan dimaksud. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan pendapatan negara asal wisatawan, nilai tukar mata uang, biaya perjalanan, dan kecenderungan periodic mempengaruhi jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia. Namun, permintaan wisatawan mancanegara hanya sensitif terhadap perubahan pada variable pendapatan. Lebih jauh, terdapat hubungan non linear antara pendapatan dan kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia. Pemerintah telah menyadari adanya pengaruh tersebut dan mengambil tindakan positif melalui instrument kebijakan anggaran. Implikasi dari penelitian ini akan berpengaruh terhadap prioritas program pemasaran pariwisata Indonesia.

The efficient planning and management of the tourism sector requires appropriate knowledge about the characteristics of inbound tourism demand, especially in Indonesia, where most industries are highly dependent on the government. This study examined the relationship between the determinants of inbound tourism demand and international visitor arrivals in Indonesia and the responses of the government to changes in the determinants. The findings show that changes in tourists rsquo origin country income, real exchange rates, travel costs, and the time trend affect international tourist arrivals in Indonesia. However, the inbound tourism demand in Indonesia is sensitive only to changes in the income variable. Moreover, the relationship between changes in income and tourist arrivals in Indonesia is not linear. The government has realized the impact of the changes of the determinants and responded positively through the instrument of budgeting policy. The implication of the findings will affect the budget allocation priority for the tourism marketing program.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T47488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghozali Akbar
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja alokasi anggaran di Indonesia dari perspektif maqashid syariah.Dalam penghitungan dan pengembangan indeks, penelitian ini melakukan analisis empiris dengan mengambil Indonesia dalam 12 tahun 2005-2016 sebagai sampel. Metode pengklasifikasian menggunakan model Sekaran sedang penghitungan indeks menggunakan metode Maqashid Sharia Based Performance MSBP yang digagas oleh Bedoui 2012 . Metode ini mengutamakan keseimbangan antar dimensi maqashid syariah.Bukti empiris menunjukkan bahwa negara Indonesia mempunyai skor yang cukup tinggi dalam indeks maqashid syariah. Indeks maqashid syariah di Indonesia stabil di nilai tinggi pada periode 2005-2009, menurun pada 2010-2014, dan sedikit naik kembali pada 2015-2016. Artinya, anggaran Indonesia mempunyai tren yang cukup baik dalam pemenuhan perlindungan maqashid syariah.Pada analisis kinerja anggaran dengan indikator yang ditentukan, Indonesia menunjukkan performa yang baik pada dimensi maqashid syariah perlindungan harta, sedang pada dimensi yang lain perlu dilakukan peningkatan. Hal ini cukup konsisten dengan indeks maqashid syariah.

The aim of this research is to evaluate budget allocation performance of Indonesia according to maqashid sharia.This study conduct empirical investigations by taking Indonesia for 10 year period 2005 2016 as a sample. In classifying expenditure budget allocation Sekaran model is used, and for counting the index Maqashid Sharia Based Performance MSBP , a method proposed by Bedoui 2012 is used. This method accentuate on balancing the maqashid sharia dimensions.Empirical evidence indicates that Indonesia has high score in maqashid sharia index. Maqashid Sharia Index in Indonesia goodly stable in 2005 2009, declined between 2010 2014, increased again in 2015 2016. It means, Indonesian budget have a good trend in fulfilling maqashid sharia.In the analysis of budget performance according to determined indicators, Indonesia shown good performance in protecting wealth maqashid sharia dimensions, although in another dimensions Indonesia still needs improvement. Overall this is consistent with the index maqashid sharia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S69994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>