Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Dian Eka Rahayu Sawitri
"Tesis ini membahas kebijakan clean and clear yang merupakan instrumen dalam menata izin usaha pertambangan mineral dan batubara yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Dalam rangka menata izin usaha pertambangan pemerintah melaksanakan kegiatan Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan yang terdiri dari inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi. Output dari inventarisasi adalah tersedianya data KP/SIPD/SIPR yang sudah disesuaikan legalitas usaha pertambangannya menjadi IUP atau IPR. Sedangkan output dari verifikasi adalah klasifikasi IUP yang mendapat status Clean and Clean (dinyatakan tidak bermasalah atau tumpang tindih). Upaya Pemerintah dalam mengevaluasi IUP melalui kebijakan clean and clear harus diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Mengingat implikasi sertifikasi Clean and Clear berpengaruh terhadap kegiatan usaha pertambangan lainnya maka legalitas kebijakan Clean and Clear mutlak diperlukan. Keberadaan dasar hukum bagi tindakan pemerintah berguna untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Oleh sebab itu kebijakan Clean and Clear perlu untuk dievaluasi dan diberi format hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
This thesis describes about the clean and clear policy that is an instrument in managing the mining and coal license that has been issued by Provincial Government, District/City. In order to manage the mineral mining lisence the government commits National Reconciliation Data Mining License consists of inventarization, verification and classification.The inventarization's output is the availability of KP/SIPD/SIPR data that legality mining license has been adjusted into IUP or IPR. Meanwhile the verification's output is IUP classification that has been granted clean and clear status (declared has no problem or overlapping). The government's effort to evaluate IUP through clean and clear policy must be appreciated and supported from all of the parties. Considering the implication of clean and clear certification has an influence to the other mining activity, the legality of clean and clear policy is absolutely needed. Therefore clean and clear policies need to be evaluated and given a legal format in accordance with the provisions of the legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32604
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Raziv Barokah
"Pergeseran kompetensi absolut dari peradilan umum (PN) ke peradilan tata usaha negara (PTUN) dalam mengadili gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa
(Onrechtmatige Overheidsdaad/OOD) secara tiba-tiba berdasarkan Perma 2/2019 memunculkan 2 (dua) persoalan utama yakni perbedaan parameter penilai tindakan pemerintah dari segi hukum perdata dengan hukum administrasi negara dan pengurangan jangka waktu mengajukan gugatan dari 30 (tiga puluh) tahun menjadi 90 (sembilan puluh) hari. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menyimpulkan terdapat perbedaan parameter penilai Gugatan OOD di PN dan PTUN, dimana PN menggunakan 4 parameter alternatif berupa pertentangan dengan 1) peraturan perundang-undangan; 2) hak subjektif; 3) kesusilaan; atau 4) kepatutan, sedangkan PTUN menggunakan 5 parameter alternatif berupa 1) peraturan; 2) AUPB; 3) kewenangan; 4) prosedur; atau 5) substansi. Idealnya, PTUN menyerap parameter PN mengenai bersifat melawan hukum agar tolak ukur pengujian di PTUN mencakup hukum tidak tertulis. Jangka waktu pengajuan Gugatan OOD ke PTUN terbatas 90 (sembilan puluh) hari sejak tindakan tersebut dilakukan dan diketahui, konsep ini tidak memberikan perlindungan hukum yang tepat bagi warga masyarakat. Idealnya, Gugatan OOD dapat diajukan kapanpun sejak muncul kerugian nyata atau kerugian potensial yang sangat dekat bagi warga masyarakat.
The absolute competency-shifting in adjudicating a lawsuits against the law by authorities from the general court to the state administration court suddenly based on Supreme Court Regulation No. 2/2019 raises 2 (two) issues regarding differences in the parameters of evaluating government actions in terms of civil law with state administration law and a significant reduction in the time period for filing a lawsuit from 30 (thirty) years to 90 (ninety) days. This research takes the form of a normative juridical approach to the rule of law. This study concludes there are differences in the parameters of the OOD Claims between general and administrative court. PN uses 4 alternative parameters in the form of conflict against 1) law regulation; 2) other people subjective rights; 3) morality; or 4) propiety. Administrative court uses 5 alternative parameters in the form of 1) statutory regulations; 2) General Principle of Good Governance; 3) authority; 4) procedure; or 5) substance. Ideally, the Administrative Court absorbs parameter from the general court. The time period for filing an OOD Lawsuit to administrative court is limited to 90 (ninety) days from the time the action was taken and it is known, this concept does not provide proper legal protection for community members. Since the Administrative Lawsuit and the OOD Lawsuit have different loss characteristics, ideally, the expiration date of the OOD Lawsuit can be filed at any time since a real loss or potential loss is very close to the community members. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library