Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lia Rosiana Permatasari
Abstrak :
Penyediaan Iayanan bermutu merupakan salah satu instrumen penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang antara lain dapat melalui peningkatan strategi mutu, yaitu penerapan Sistem Manajemen Mutu yang memberikan jaminan bahwa harapan pelanggan akan terpenuhi. Kepuasan pelanggan dalam bentuk jaminan mutu menjadi sangat penting terutama bagi penyelenggara pelayanan publik agar mempunyai tanggung jawab tentang mutu dan mampu menyediakan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Dengan diperolehnya Sertifikat sistem manajemen mutu 1SO 9002:1994 dan revisinya ISO 9001:2000 di Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan ( DPPB ) Propinsi DKI Jakarta tidak berarti menjamin kepuasan seluruh masyarakat dalam pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Tinggal Non Real Estate, Non Pemugaran dan Tanpa Basement namun hanya merupakan Iangkah awal bagi terwujudnya standar pelayanan yang diharapkan masyarakat. Karena fokus dan kualitas/mutu tertetak pada kepuasan pelanggan, maka pelanggan yang harus terpuaskan adalah berbagai pihak yang berkepentingan diantaranya pelanggan internal ( karyawan ) dan pelanggan eksternal ( pemilik/pemohon IMB ). Kepuasan karyawan dapat tercermin dari kualitas pelayanan internal dan kualitas pelayanan internal tercermin dalam lingkungan kerja yang kondusif sehingga akan mengurangi hambatan-hambatan yang terjadi didalam organisasi. Hal ini akan mendorong loyalitas karyawan pada organisasi. Selanjutnya loyalitas karyawan akan mendorong penciptaan nilai pelayanan ekstemal, yang kemudian hasil akhimya adalah tercapainya kepuasan pelanggan ekstemal. Adapun tujuan dari penulisan tesis inl adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO, seberapa besar tingkat kepuasan pelanggan internal dapat dicapai, hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan ISO, dan bagaimana pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan eksternal. Penelitian dilakukan dengan metode evaluasi dan survey lapangan kepada pelanggan internal dan ekstemal. Metode evaluasi dilakukan untuk memastikan adanya jaminan mutu yang diberikan DPPB setelah menerapkan ISO. Survey lapangan dilakukan untuk mengetahui persepsi pelanggan internal tentang tingkat kepuasan dan hambatan yang dihadapi dalam penerapan ISO, selain secara deskiptif, juga dilakukan uji hipotesis dan Model Multidimensional Scaling ( MDS ) untuk melihat tingkat keragaman dari indikator hambatan. Sedangkan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara jaminan mutu dan kepuasan pelanggan ekstemal dengan penelitian yang bersifat eksplanatif yaitu dengan menguji sampai seberapa jauh pengaruh hubungan diantara variabel dengan menggunakan analisis regresi linier yang diolah dengan program SPSS sehingga diperoleh koefisien regresi, korelasi, determinasi. Responden pelanggan internal yang digunakan sebanyak 88 (delapan puluh delapan ) orang dan responden pelanggan eksternal sebanyak 167 (seratus enam puluh tujuh ) orang yang dihitung secara proporsional menurut wilayah penelitian dengan teknik purposive sampling. Evaluasi terhadap laporan internal audit dan eksternal audit menyimpulkan bahwa DPPB Propinsi DKI Jakarta belum sepenuhnya dapat menjalankan sistem manajemen mutu sehingga tidak dapat dikatakan cukup berhasil menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO. Dengan penerapan sistem manajemen mutu ISO menunjukkan bahwa pelanggan internal ( pegawai ) yang menyatakan puas tidak besar, sehingga secara umum kurang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan internal. Hambatan penerapan ISO disebabkan oleh komitmen dart top manajemen tidak benar-benar dirasakan dan dipahami sampai dengan tingkat bawah (pelaksana), pemerintah tidak menyediakan dukungan dana yang cukup untuk sarana dan prasarana kerja, kurangnya 5DM yang mempunyai kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan, pegawai tidak terakomodasi dengan baik pada sistem ISO dan tidak ada reward dan Punishment yang jelas terhadap pegawai, baik sesuai maupun yang melanggar ketentuan. Sedangkan Indikator penerapan ISO yang paling menghambat ditimbulkan oleh tingkat pemahaman IS0 yang berbedabeda antar pegawai; menghambat pada indikator tingkat penolakan dari pegawai; dan cukup menghambat pada indikator kebijakan dan dukungan manajemen. Variabel Jaminan Mutu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan eksternal ditunjukkan dari persamaan regresi yang didapat mempunyai koefisien determinasi yang cukup signifikan, artinya variasi daripada variabel kepuasan pelanggan ekstemal dapat dijelaskan cukup besar oleh variasi variabel Jaminan Mutu. Untuk itu penulis menyarankan agar DPPB Propinsi DKI Jakarta lebih konsisten dalam menerapkan ISO, mampu mengurangi temuan ketidaksesuaian terhadap klausulnya serta melakukan pengawasan tertiadap pencapaian sasaran mutu secara periodik. Penerapan ISO hendaknya tidak hanya difokuskan pada 5 ( lima ) Kecamatan dan Suku Dinas yang telah memiliki sertifikat ISO raja tetapi juga ke seluruh kecamatan yang ada di wilayah DKI Jakarta dan seluruh produk perizinan yang diterbitkan juga secara bertahap dapat menerapkan sistem manajemen mutu ISO int. DPPS Propinsi DKI Jakarta harus melakukan proses perbaikan secara terns menerus untuk meningkatkan kepuasan pelanggan internalnya (pegawai), mampu mengurangi hambatan hambatan internal dalam menerapkan ISO serta berupaya memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Aziz
Abstrak :
Pajak Penghasilan Badan dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebagai salah satu jenis pajak yang memberikan andil dan peranan dalam penerimaan negara, menganut sistem pemungutan self assessment. Sistem self assessment tersebut masih memungkinkan terjadinya potensi penerimaan pajak yang hilang. Belajar dari pelaksanaan kebijakan sunset policy, mencerminkan bahwa Wajib Pajak belum sepenuhnya melaksanakan self assessment secara baik dan benar, terlepas disengaja atau tidak. Seandainya kebijakan sunset policy tidak diberlakukan dan Wajib Pajak tersebut tidak diperiksa sampai dengan batas daluwarsa penetapan pajak, maka pajak-pajak tersebut tidak pernah masuk dalam penerimaan negara, hilang sia-sia. Sebagai salah satu sumber peneriman negara, PPh Badan dan PPh Orang Pribadi peranannya harus meningkat setiap tahunnya, dengan meminimalisir atau bahkan menghilangkan sama sekali kesalahan Wajib Pajak dalam melaporkan pajaknya. Untuk itu diperlukan suatu upaya pengamanan penerimaan PPh Badan dan PPh Orang Pribadi dari kemungkinan hilangnya potensi penerimaan. Penulisan tesis ini, menggunakan metode analisis deskriptif, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala dan keadaan. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan narasumber yang relevan dengan pokok permasalahan penelitian. Data kuantitatif diperoleh melalui data sekunder untuk mengetahui seberapa besar peranan PPh Pasal 25/29 baik Badan maupun Orang Pribadi. Melalui penelitian ini dapat diketahui seberapa besar peranan PPh Pasal 25/29 baik Badan maupun Orang Pribadi, memastikan bahwa PPh Pasal 25/29 Badan dan Orang Pribadi menganut sistem pemungutan self assesment, serta upaya untuk meminimalisir kemungkinan hilangnya potensi penerimaan. Account Representatif dan Pemeriksa Pajak dituntut untuk lebih fokus dalam melakukan fungsi pembinaan, penelitian, dan pengawasan. Corporate and personal taxes are ones of the taxes that give significant contribution for tax revenue, which is based on self assessment system. In fact, the system itself might open the opportunity for losing taxes that should be received as tax revenue, especially the possibility of lost taxes on corporate and personal taxes article 25/29 of Income Tax Rule. Sunset policy implementation proves that most of tax payers take this policy, In addition, the tax analysis reports that the tax payers do not apply the self assessment system as required. So if sunset policy was not implemented and there was limited check for the tax payers, that the taxes would not be received as the tax revenue, especially at Pratama Jakarta Gambir Dua Tax Office. As one of national revenue sources, the contribution of corporate and personal taxes are expected to be improved each year, by reducing or eliminating the tax payers errors of tax reports in order to minimalize the lost of tax. This thesis uses descriptive analytical method, the purpose of this research is to describe or expose one case as the way it is. It is not in the purpose of testing certain hypothesis, yet only for describing a variable, evidence, and condition. Qualitative approach is based on literature review and indepth interview with the respondents related to the topic of this research, meanwhile the other approach uses secondary data. This research is to find out the significance of corporate and personal taxes role article 25/29. This research ensures that corporate and personal taxes are based on the self assessment collection system, In addition, it also exposes the efforts to minimalize the possibilty of losing tax revenue. So that, the role of corporate and personal taxes article 25/29 can be greatly improved. It is found that Account Representatives and Tax Editors are required to pay more attention in doing their responsibilities, such as development, observation, and supervision, low enforcement which are deeply discussed on chapter IV including the analysis of tax base reported on tax payers reports.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25826
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Usmansyah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara terhadap efektivitas pemeriksaan pajak. Efektivitas pemeriksaan pajak dilihat dari 2 sudut pandang, yaitu efektifitas dilihat dari besarnya temuan pemeriksaan dan dilihat dari pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib pajak. Analisis terhadap hasil penelitian dilakukan melalui analisis isi atas jawaban kuesioner dengan responden pemeriksa pajak dari Kantor Wilayah Pajak, Kantor Pemeriksaan Pajak, dan Kantor Pelayanan Pajak. Di samping itu, analisis juga dilakukan dengan menggunakan sumber data yang berasal dari laporan hasil pemeriksaan BPKP terhadap kantor pajak, ikhtisar hasil pemeriksaan banding pada MPP, sumber data lainnya yang terkait. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptis analitis, dengan pendekatan pada analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggambarkan bahasan non angka, sedangkan analisis kuantitatif menjabarkan pengaruh angka-angka. Hasil penelitian menunjukkan: 1. Tujuan pemeriksaan cenderung lebih berorientasi pada upaya memaksimalkan koreksi atau temuan pemeriksaan yang berpotensi menambah penghasilan negara. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari beban yang harus ditanggung oleh aparat pajak pada umumnya dan pemeriksa pajak khususnya, sejalan dengan tingginya target yang harus dicapai dalam penerimaan pajak untuk kontribusinya terhadap penerimaan negara 2. Dengan orientasi tujuan demikian, maka tujuan lainnya dalam rangka mempengaruhi kepatuhan wajib pajak tidak dapat dicapai secara efektif, yang terlihat dari tingkat ketidakpatuhan wajib pajak yang justru cenderung mengalami. peningkatan 3. Tujuan pemeriksaan yang berorientasi pada maksimalisasi koreksi fiskal cenderung mengabaikan faktor obyektivitas, sehingga hasil koreksi yang dilakukan ditanggapi wajib pajak dengan mengajukan keberatan dan banding. 4. Analisis atas hasil keputusan banding yang ditetapkan oleh majelis peradilan pajak menunjukkan bahwa keputusan banding yang menguntungkan wajib pajak cenderung meningkat. Ini berarti koreksi pemeriksaan secara substansial tidak sesuai dengan ketentuan perundang﷓ undangan yang berlaku. Ekploitasi signifikan yang dapat digambarkan adalah bahwa pemeriksaan pajak sejak awal telah terkondisi sebagai suatu sarana memaksimalkan temuan hasil pemeriksaan, yang berorientasi kepada penambahan penerimaan negara. Hal ini bisa dilihat dari beberapa fakta temuan hasil penelitian, yaitu: 1. Adanya target temuan hasil pemeriksaan yang harus dicapai oleh unit kerja pemeriksaan pajak dan pemeriksa pajak. Penetapan target temuan hasil pemeriksaan mengindikasikan bahwa sejak awal Kantor Pemeriksaan Pajak telah bertujuan memaksimalkan temuan hasil pemeriksaan, yang berarti bahwa tujuan yang ingin ditonjolkan adalah fungsi pemeriksaan pajak sebagai sumber penerimaan negara 2. Adanya pengakuan dari pemeriksa bahwa sejak awal telah diberi beban target temuan hasil pemeriksaan, yang orientasinya adalah penambahan penerimaan negara. Implikasi dari adanya beban target ini adalah bahwa pemeriksa beranggapan bahwa tujuan pemeriksaan pajak adalah memaksimalkan penerimaan negara, dan mengabaikan tujuan meningatkan kepatuhan wajib pajak. Hal ini juga diperkuat oleh kenyataan bahwa temuan hasil pemeriksaan akan mempengaruhi pencapaian kinerja pemeriksa, di mana keberhasilan kinerja pemeriksa pajak adalah dilihat dari besarnya temuan hash pemeriksaan 3. Hasil analisis terhadap keputusan majelis peradilan pajak terhadap banding wajib pajak menunjukkan bahwa secara signifikan keputusan banding yang menguntungkan wajib pajak meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa temuan hasil pemeriksaan pajak yang dihasilkan oleh pemeriksa pajak tidak secara menyeluruh didasarkan pada bukti obyektif, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan fakta yang ada. Hal ini bisa dikaitkan dengan tujuan pemeriksaan pajak yang sejak awal lebih menekankan pada besarnya temuan hasil pemeriksaan pajak, yang berimplikasi pada kemungkinan ketidakobyektifan kesimpulan hasil pemeriksaan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T14078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Purwanto
Abstrak :
Sistem pemerintahan di Indonesia yang mengatur hubungan antara pusat-daerah telah terjadi perubahan yang mendasar semenjak dilaksanakannya UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Berdasarkan keaua UU tersebut, daerah diberikan kewewenangan yang lebih luas dalam mengatur rumah tangganganya sendiri, termasuk bidang keuangan (fiscal decenUalisatlon) dimana daerah diberikan hak untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (generating revenue). Kreativitas daerah yang Iidak terkontrol dalam menggali sumbersumber pendapatan asli daerah, dikhawatirkan berdampak distortifterhadap para pelaku ekonomi dan pada gilirannya akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi yang pada awal pelaksanaan otonomi harus menghadapi serangkaian tuntutan dari daerah-daerah di wilayah perusahaan beroperasi. Tuntutan-tuntutan dan kreativitas daerah tersebut diajukan oleh daerah dalam rangka meninkatkan penerimaan PAD. Studi ini dimaksudkan hendak mengkaji bagaimana dampak upaya penggalian peneriman PAD yang dilakukan oleh daerah dalam rangka otonomi, terhadap kegiatan usaha PT. Pelabuhan Indonesia II. Kreativitas daerah dalam menggali sumber-sumber PAD diawal pelaksanaan otonomi menunjukkan adanya peningkatan penerimaan PAD yang signifikan dibandingkan sebelum otonomi. Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa di sebagian daerah penelitian yaitu di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang, peningkatan penerimaan PAD tersebut semra nyata berdampak negatif terhadap pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten yang beroperasi di wilayah tersebut. Sedangkan di daerah-daerah lainnya pada umumnya belum menunjukkan dampak yang nyata terhadap pendapatan Cabang Pelabuhan yang beroperasi di masing-masing daerah. Kota Cilegon dan Kabupaten Serang secara kreatif telah menerbitkan dan melaksanakan secara penuh perda-perda tentang pajak jasa pelabuhan dan retribusi jasa pelabuhan dan mendirikan BUMD bidang jasa kepelabuhanan. Pajak/retribusi tersebut, dikenakan terhadap subyek pajak/retribusi alas obyek pajak/retribusi yang juga merupakan sumber pendapatan Pelabuhan Cabang Ciwanda Banten. Demikian juga BUMD tersebut, didirikan dengan maksud mengambilalih kegiatan pelayanan jasa pelabuhan dad PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten. Kewenangan pemungutan pajak/retribusi (taxing power) tersebut didasari oleh kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik, dimana sebelum otonomi, kewenangan penyelenggaraan pelabuhan sepenuhnya berada di pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN yang ditunjuk. Sebagian daerah lainnya telah menerbitkan perda-perda sejenis namun belum diterapkan secara penuh sehingga belum berdampak pada penerimaan pendapatan PT. Pelabuhan yang beroperasi di wilayahnya. Beberapa daerah lainnya telah menyiapkan regulasi dibidang kepelabuhanan dan bersikap 'wait and see; menunggu kepastian kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik antara pemerintah kota/kabupaten/propinsi disatu pihak dengan dengan Pemerintah Pusat di pihak lain. Dibidang Kepelabuhanan, persoalan mendasar dalam pelaksanaan UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 sebagaimana telah diubah masing-masing dengan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004, adalah masih ditemuinya perbedaan persepsi diantara stakeholders, terutama antara Pemerintah Kota/Kabupaten /Provinsi di satu pihak dengan PT. Pelabuhan Indonesia II dan Pemerintah Pusat di lain pihak, sehingga mengakibatkan munculnya konflik diantara kedua pihak. Berdasarkan jenis permasalahannya, konflik yang muncul dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis konflik, yaitu: 1) Konflik kewenangan pengelolaan pelabuhan; 2) Konflik penerimaan pendapatan asli daerah; 3)Konflik pengakuan eksistensi hak-hak masyarakat lokal. Pada dasarnya, daerah menuntut agar semua regulasi dibidang kepelabuhanan disesuaikan dengan UU No 22 tahun 1999 dimana daerah mengklaim bahwa berdasarkan UU tersebut, peyelenggaraan pelabuhan menjadi kewenangan daerah. Sementara itu, dengan dasar yang lama, pemerintah pusat bertahan bahwa penyelenggaraan pelabuhan tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada BUMN. Seiring perjalanan waktu, konflik kewenangan ini semakin melebar diantara kedua pihak. Potensi konflik kewenangan ke depan masih terbuka lebar sepanjang belum ada kepastian hukum yang mengatur batasan-batasan kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang diberikan dari pemerintah kepada daerah yang dapat diterima oleh semua pihak (stakeholders). Selain itu, daerah menuntut kontribusi PT. Pelabuhan Indonesia II yang beroperasi di wilayahnya untuk meningkatkan penerimaan PAD. Bentuk tuntuntan tersebut antara lain berupa tuntutan pembagian pendapatan/revenue, tuntutan penerimaan royalty, tuntutan kepemilikan saham, dan pembagian laba BUMN sebagai dana alokasi umum yang dibagikan secara langsung kepada daerah. Sementara itu kreativitas daerah menggali sumber-sumber PAD melalui pajak dan retribusi jasa kepelabuhanan menimbulkan konflik baru, mengingat subyek dan obyek pajak/retribusi tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II yang diambilalih oleh daerah. PT. Pelabuhan Indonesia II juga menghadapi tuntutan-tuntutan dari masyarakat total hampir diseluruh daerah untuk mendapatkan pengakuan eksistensi ha-hak masyarakat lokal. Bentuk tuntutan tersebut antara lain partisipasi menyediakan fasilitas umum, fasilitas sosial, kesempatan kerja, penyelamatan lingkungan dan sumbangan untuk kegiatan lokal. Di daerah tertentu intensitas tuntutan sampai pada pengerahan massa secara fisik. Upaya penyelesaian sengketa kewenangan dalam pengelolaan kepelabuhanan dapat diselesaikan dengan adanya kepastian hukum tentang batas-batas kewenangan di antara para stakeholders dengan mengakomodir trend desentralisasi. Dengan tujuan efsiensi, pengelolaannya haruslah dilakukan oleh kedua pihak secara concurrent dimana kewenangan penyelenggaraan pelabuhan tingkat nasional dan internasional tetap dipegang oleh pemerintah pusat, sedangkan pelabuhan tingkat regional dan lokal masing-masing diserahkan kepada daerah propinsi dan daerah kota/kabupaten. Karena derajat ekstemalitasnya yang Iuas, maka untuk mengatur bidang kepelabuhanan, diperiukan peraturan khusus yang "berterima umum" oleh semua unsur masyarakat secara nasional, sehingga level peraturan yang paling sesuai adalah undang-undang khusus bidang kepelabuhanan. Daerah dalam menggali sumber-sumber baru penerimaan PAD haruslah memperhatikan adanya resistensi dan potensi konflik dengan pihak terkait dan haruslah didasari oleh kewenangan yang jelas dan pasti. Sedangkan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan eksistensi hak-hak masyarakat lokal, disarankan sebaiknya PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dalam melaksanakan program community development agar lebih "didaerahkan" dengan prioritas wilayah kerja yang intensitas konfliknya tinggi dan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah secara intensif.
Government system in Indonesia that regulate relationship between central - regional have been changed basically since implemented Laws No. 22, 1999 as has been changed to Laws No. 32, 2004 of Regional Government and Laws No. 25, 1999 as has been changed to Laws No. 33, 2004 Of Financial Balance Between Central and Regional. Based on the both Laws, regional is given wider authority to manage its own district, including of financial (fiscal decentralization) in which the regional is given right to obtain its regional native sources outcome, it is worried will have impact of distort over the financial actors and its turn will have negative impact over the national financial. PT. Pelabuhan Indonesia II as BUMN is one of financial actors that on the beginning of autonomy implementation must face serial of claim from the regional in which the company operate. The claims and creativity of the regional is delivered by regional in order to optimize PAD acceptance. This study is meant to analyst how the optimize impact of PAD acceptance that implemented by the regional in order of autonomy, over the business activity of PT. Pelabuhan Indonesia II. Regional creativity in obtain PAD resources in the beginning of autonomy shows that there is significant increasing of PAD acceptance if compared before autonomy. The analyst that have been done shows that in part of analyzed districts that is in Cilegon city and Serang District, increasing of PAD acceptance in fact have negative impact over the outcome of PT. Pelabuhan Indonesia II Branch Ciwandan Banten that operate in the regional. Meanwhile in the other districts in generally have not shown the true impact over the outcome of Branch Pelabuhan (hat operated in each district. Cilegon city and Serang District creatively have issued and fully implemented the regional regulations of port tax services and port service retribution also establish BUMD in field of port services. The taxes 1 retributions , is charged to the tax I retribution subject over the tax I retribution object that also is a resource of port outcome of Banten Ciwanda Branch. Also with the BUMD, is established by purpose of to lake over service activity of PT. Pelabuhan Indonesia II Banten Ciwandan II Branch. The authority of tax 1 retribution collection (taxing power) is based on authority of fully port implementation that still in conflict, in which before autonomy, authority of fully port implementation is on central government that its implementation is fully authorized to PT. Pelabuhan Indonesia II as the appointed BUMN. Some of the other regional have issued the similar regional regulations but have not fully implemented yet so have not impact yet over the PT. Pelabuhan's outcome that operated in its regional. Some of the other regional have prepare regulation in field of port and nature of "wall and see", waiting for certainty of port implementation authority that still in conflict between government of city I district I province in one party with Central Government in the other party. In field of port, the principal matter of implementation Laws No. 22, 1999 and Laws No. 25, 1999 as have been changed to each Laws No. 32, 2004 and Laws No. 33, 2004, is still founded the difference of perception between stakeholders, especially between Government of city 1 District 1 Province in one side and PT. Pelabuhan Indonesia II and Central Government in the other side, so arise the conflict between the both parties. Based on the kind of its cases, conflict that arise can be classified become three kind of conflict, that is : 1) Port Operational Authority Conflict; 2) Regional Native Outcome Acceptance Conflict; 3) Admission of Local Community Rights Existence Conflict. Basically, the regional requires in order al regulation in field of port is adjusted to Laws No. 22, 1999 in which the regional claim that based on the Laws, port implementation become to regional authority. Meanwhile, with the same basic, central government keep maintain that port implementation still become the authority of central government that its implementation is authorized to BUMN. Together with passing the time, this authorization conflict become more and more wider between the both parties. Authorization conflict potency in the future is still open widely as long as there is not law certainty that regulate limitation of port implementation authority that given from government to regional that acceptable by all parties (stakeholders). Beside that, regional claim contribution of PT. Pelabuhan Indonesia that operate in its regional to increase PAD acceptance. Kind of the claim are the claim for revenue proportion, royalty acceptance, share ownership, and BUMN profit proportion as general allocation fund that delivered directly to the regional. Meanwhile the regional creativity to obtain PAD new resources through tax and port service retribution arise new conflict, to remind subject and object of tax l retribution is one of sources of PT. Pelabuhan Indonesia 11 that taken over by regional. PT. Pelabuhan Indonesia II also facing the claims from local community almost in all regional to get confession of local community rights existences. Kind of the claims are participation to facilitate public and social facility, working chances, environment safety and aid for local activity. At the certain regional claim intensity until the forcing of mass physically. The effort to resolve the conflict of authority in port operational can be resolved with the existence of law certainty about limitation of authority between stakeholders by accommodate decentralization trend. By the purpose of efficiency, its operational must be done by both parties concurrently in which the authority of port implementation in national and international level is still hold by central government, meanwhile the regional and local port is authorized to province and regional district. Because of its externality is wide, so to manage the field of port, is needed special regulations that "general acceptance" by all community sectors nationally, so the most suitable regulation level is special laws in filed of port. Regional in obtain new resources of PAD acceptance must concern the existence of resistance and conflict potency with the related party and must be based on the clear and certain authority. To cover the claim of local community right existences, it is better of PT. Pelabuhan Indonesia II in implementing community developing program in order more "regionalized" with working district priority that its conflict intensity is high and make relationship with regional government intensively.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T14154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhartono
Abstrak :
Dalam rangka memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak yang pada akhirnya mengarah kepada target pengamanan penerimaan negara dari sektor pajak guna pembiayaan pembangunan. perlu dilakukan upaya perbaikan dan peningkatan kesadaran dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Ketidakpatuhan Wajib Pajak didalam melaksanakan kewajiban perpajakan bisa terjadi akibat faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal adalah kecerdasan spritual dan salah satu faktor eksternal adalah kinerja pelayanan pajak. Kecerdasan Spiritual adalah kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai serta menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya serta kemampuan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan orang lain. Kinerja Pelayanan Perpajakan adalah hasil kerja seseorang baik secara kuantitas maupun kualitas dalam memenuhi kebutuhan orang yang berkaitan dengan bidang perpajakan. Sedang Motivasi Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan adalah kemauan wajib pajak untuk melakukan kewajiban dalam perpajakan. Penelitian ini tergolong penelitian survei dan menggunakan metode deskriptif dan korelasional. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi masing-masing variabel apa adanya, sedangkan metode korelasional digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel yang diteliti. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah kecerdasan spiritual dan persepsi Wajib Pajak terhadap kinerja pelayanan (sebagai variabel bebas) dapat mempengaruhi motivasi wajib pajak (variabel terikat) dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sampel dipilih dari jumlah populasi yaitu wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Grogol Petamburan. Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dengan menggunakan pendekatan statistik korelasi Rank Spearman dan pengujian reliabilitas dengan menggunakan rumus Spearman Brown. Hasil Penelitian terhadap responden (wajib pajak) berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status dan lama menjadi wajib pajak menunjukkan hal sama yaitu tidak berhubungan terhadap motivasi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hasil penelitian atas hubungan antara kecerdasan spiritual dengan motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,748. Besaran angka koefisien korelasi ini secara kualitatif menunjukkan hubungan yang terkategori kuat dan positif. Hal tersebut berarti bahwa semakin baik kecerdasan spiritual yang dimiliki wajib pajak maka akan semakin tinggi pula motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hasil penelitian atas hubungan antara kinerja pelayanan perpajakan dengan motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,667. Besaran angka koefisien korelasi secara kualitatif menunjukkan hubungan yang terkategori kuat dan positif. Hal tersebut berarti semakin baik kinerja pelayanan perpajakan, maka akan semakin baik pula persepsi terhadap hasil kerja yang dapat dicapai oleh Wajib Pajak, atau dengan kata lain motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya akan meningkat secara signifikan seiring dengan semakin baiknya kinerja pelayanan perpajakan. Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan beberapa saran. Pertama, kondisi kecerdasan spiritual wajib pajak perlu dipupuk dan ditingkatkan antara lain melalui kegiatan penyuluhan secara intensif baik terhadap peraturan-peraturan perpajakan lengkap dengan segala aplikasi dan konsekuensi yuridisnya maupun terhadap tingkat kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya melalui pendekatan spiritual. Kedua, meningkatkan kecerdasan spiritual melalui peningkatan kecerdasan spiritual aparat perpajakannya sebagai contoh. Ketiga, Kinerja pelayanan Kantor Pelayanan Pajak perlu ditingkatkan, terutama pada aspek-aspek yang dipersepsi oleh wajib pajak belum maksimal. Dan keempat, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan sampel yang lebih banyak sehingga diperoleh wilayah generalisasi yang lebih meyakinkan serta dapat memperkukuh hasil penelitian ini.
In order to give and improve the service to the Taxpayers that finaly pointed to the target of country acceptance safety from tax sector for the reconstruction financier it?s necessary to be betterment and improvement of awareness to pay the tax. The disobedience of Taxpayers in order to pay the taxation is caused by both internal and external factors. One of the internal factors is spiritual quotient and one of external factors is the tax service effort. Spiritual quotient is ability to face and solve the meaning and value problem as well as place behavior and alive in meaning content which is wider and richer as well as ability to evaluate that someone's action or life way is more meaningful than the others. The taxation service effort is the result of someone?s works either qualifiedly or quantitatively to fulfill people's necessities which are interrelated to taxation. Whereas the Taxpayers motivation to pay the taxation is Taxpayers will in order to pay the taxation. This research is survey research and use descriptive and correlation method. Descriptive method is used to describe each variable condition it self, whereas the correlation method is used to know the relationship of variables which are researched. The aim of this research is to know whether spiritual quotient and Taxpayers perception toward service effort (as a free variable) can influence Taxpayers motivation (bound variable) to pay the taxation. Sample is chosen from the number of population is private Taxpayers that is registered in the District Tax Office Jakarta Grogol Petamburan. Before it's used to collect data, first using correlation statistics approach of Rank Spearman and reliability test using Spearman Brown pattern does the validity exam. The research result towards the respondents (Taxpayers) is based on the sex, age, educational background, status and period of Taxpayers, shows the similarity that is in connection of Taxpayers motivation toward his duty to pay the tax. The research result of the relationship between spiritual quotient and the Taxpayers motivation to pay the tax shows the value of correlation coefficient 6,748. This number qualitively shows the positive and strong relationship it means that the better the spiritual quotient that the Taxpayers has the higher the motivation he has to pay the tax. The research result of the relationship between tax service effort and Taxpayers motivation to pay the tax shows the value of correlation coefficient 6,667. This value qualitatively shows the strong and positive relationship. It means the tax service effort is getting better so that the perception toward the output that was reached by the Taxpayers, or in the other word the Taxpayers motivation to pay his tax will increase significantly along with the better tax service effort. Based on the research there are some suggestion recommended. Firstly, the condition of Taxpayers spiritual quotient needs to be grown and developed through intensive instruction activities, either towards the complete tax rules with any application and juridical consequences or towards the Taxpayers awareness to pay the tax through spiritual approach. Secondly is to improve the spiritual quotient of the tax employee for example. Thirdly, the service effort District Tax Office needs to be improving, especially on some aspects, which are not comprehended by the Taxpayers maximally. Lastly, It is important to do some continual research that involves more samples so the generalization area, which is more convincing and strengthen the result, can be reached.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bendot Chairul Akbar
Abstrak :
Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2001 telah bergerak ke arah pemulihan meskipun secara lambat, hal ini dapat dilihat dari perbaikan indikator makroekonomi seperti peningkatan produk domestik bruto, inflasi yang terkendali, penguatan nilai tukar rupiah terhadap US$ dan penurunan tingkat suku bunga yang relatif rendah. Berdasarkan indikator Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta juga mulai meningkat volume dan nilai perdagangan. Pemulihan perekonomian nasional ini ternyata belum mampu meningkatkan kegiatan investasi secara langsung. Fenomena yang muncul adalah banyak investor yang menginvestasikan dananya secara tidak langsung melalui pasar modal seperti pembelian reksadana. Reksadana sebagai salah satu instrumen investasi secara tidak langsung dalam bentuk portofolio mengalami peningkatan unit penyertaan dan nilai aktiva bersih yang cukup cepat. Pertumbuhan pada reksadana melebihi pertumbuhan deposito dan investasi yang lain. Hal ini menunjukkan adanya ekpektasi dari para investor untuk memperoleh premium return diatas rata-rata return bentuk investasi yang lain. Salah satu daya tarik investasi pada reksadana di banding investasi yang lain adalah insentif perpajakan dalam bentuk pembebasan pengenaan pajak atas return yang diperoleh. Diantara beberapa jenis reksadana, ternyata reksadana yang berbasis pendapatan tetap mengalami pertumbuhan jumlah pemilik dan kapitalisasi yang cukup besar. Hal-hal diatas menjadi ide menarik bagi penulis untuk melakukan analisa terhadap faktor-faktor makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar terhadap imbal basil (return) dari reksadana. Penganalisaan dengan melakukan penelitian pada pengaruh faktor-faktor makroekonomi yang meliputi inflasi, suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap US $ dan tingkat pengembalian pasar {IHSG} terhadap imbal hasil reksadana pendapatan tetap. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menjelaskan seberapa jauh pengaruh variabel makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar (1HSG) terhadap imbal hasil reksadana pendapatan tetap dalam kurun waktu tahun 2001 hingga tahun 2003. Sementara itu, signifikansi dalam penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi penelitian mengenai reksadana untuk memperkaya khasanah ilmu keuangan di Indonesia sebagai wahana investasi ini relatif baru. Penelitian dilakukan secara time series terhadap data inflasi. suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap US$ dan tingkat pengembalian pasar (IHSG) sebagai variabel eksogen dan imbal hasil reksadana pendapatan tetap sebagai variabel endogen. Adapun model pengolahan data yang digunakan dalam penelitian adalah Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan software EVIEWS 4.1. Penggunaan model VAR dikarenakan model ini dianggap lebih efisien, tepat dan tidak bias dalam mengestimasi koefisien yang diinginkan. Data variabel eksogen dan endogen yang digunakan dalam penelitian adalah data runtun waktu sehingga perlu diuji stasioneritas datanya. Untuk menguji stasioneritas data dilakukan dengan menggunakan uji akar unit (unit root lest) dengan metode Augmented Dickey Fuller (ADF). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan menggunakan model Vector Autoregression (VAR) adalah sebagai berikut : (1) berdasarkan R-square ,faktor-faktor makroekonomi yaitu inflasi, suku bunga SBI, kurs dan tingkat pengembalian pasar (1HSG) secara bersama-sama hanya mampu menjelaskan 17% terhadap imbal basil reksadana pendapatan tetap, (2) Dari uji F dan uji t tidak ada variabel makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar baik secara individu maupun bersama-sama mampu mempengaruhi imbal hasil reksadana pendapatan tetap, (3) lag pertama dan lag kedua imbal hasil reksadana mempunyai kontribusi yang lebih besar dibandingkan faktor-faktor makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar (IHSG).
The condition economic of Indonesian in 2001 have moved up direction to recovery even move slowly, This matter can be seen from stability of macroeconomic indicator like the increase of gross domestic bruto, controlled inflation, stability of exchange rates and the decrease of interest rate. Base on stock price index indicator, stock trading in capital market so begin increase pursuant to increase. Recovery economics in the reality not yet can increase investment directly. But, the phenomenon which in emerge is many funder invest his fund indirectly. One of investment instrument is growing fast is mutual fund. Mutual fund as one of indirect investment in portfolio shows out faster growth. Mutual fund grow exceed growth of other investment and time deposit . This matter shows existence of expectation from funder to get premium rate of return above average return on other investment. One of the attractive of mutual fund compared others is taxation incentive in form free taxation. Between some of mutual fund , in the reality being mutual fund fix income is growth capitalization. The things above becoming an interesting idea to me to analyze the factors macroeconomic and rate of return market to return mutual fund fix income. Analyzing by doing research influence of macroeconomic covering inflation, rate of interest of SBI ,exchange rate and market return to mutual fund fix income. This study aim to analyze and explain how far influence of variables of macroeconomic and market return to mutual fund fix income return. The study contribution concerning mutual fund in Indonesia because this investment relatively newly. As for data used in this study are based on macroeconomics data like inflation, rate of interest, exchange rate and market return data. For population data taked is mutual fund fix income return. This study is done by time series to inflation, rate of interest SBI, exchange rate and market return as exogenous variable and mutualmac fund fix income as endogenous variable. The research method used is Vector Auto regression. Using this method because this models assumed more efficient, accurate and not byas to estimate expected coefficients. Exogenous and endogenous variable data used in study is time series data so that required to stationary test. Data stationary test doer by using unit root test with Augmented Dickey Fuller (ADF). Result of study show that by using method Vector Auto regression shall be as followers (1) Pursuant to R-Square, factors of macroeconomic like inflation, SBI interest rate, exchange rate and market return only can explain 17% to mutual fund fix income return. (2) From F-test and t-test , no exogenous variable either though individual and also together can influence mutual fund fix income return. (3) First lag and second lag mutual fund fix income return have larges ones contribution compared to factors of macroeconomic and market return.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Darodjah
Abstrak :
Personal income tax represents personal tax in a way that its imposition is as possible strives to be harmonized with the circumstance of taxpayer. This is generally realized in the form of personal exemptions, which in Indonesia is known as PTKP. Therefore, this thesis will study the method in determining PTKP to reach justice in personal income tax. The thesis aims to look for and explain the reasons and basis that form the background of PTKP adjustment, relationship between Minimum Live Requirement or KHM and amount of PTKP for personal taxpayer, and implication of policy that adjusts the amount of PTKP to Income Tax section 21 accounted by government. Finally, the thesis will also analyze whether the policy of PTKP adjustment may bring justice in tax imposition. Based on experts' theory, a person's income during a period of time is subject to tax. This view has become standard for the ability to pay tax after deducting all expenses incurred to earn, bill, and maintain that person's income. In order to impose fair tax collection, the tax regulations must be enforced to all people without exception. In practice, the tax burden should be tuned to individual's ability to pay. Variety in family burdens may induce variety in the capacity to assume the burdens. As far as personal income taxpayer; there is part of income that should be excluded from tax, especially for the poor. This exclusion should be given out as part of an effort to earn income or to fulfill the minimum live requirement. If some of the minimum live requirement is not available, then the taxpayer may not be able to earn income that would subsequently be subject to tax. The exception is recognized as PTKP, whereas its amount is constantly adapted with the growth of economy, monetary, and price of basic needs annually. Research in this thesis uses descriptive analysis method with qualitative approach on the study of policy. Technique on data collection is in the form of book and field study done through interviews with related parties. The research results in a summary, which implies that the government is not in accordance with the income tax laws that require adjustment of PTKP following any changes in the economy and monetary as well as the price fluctuations of basic needs each year. The government obligation to adjust PTKP accordingly has been replaced by Income Tax Section 21 Accounted by Government. The policy is passed only to taxpayer who earns income from work. Thus, the policy has caused injustice in the system of personal income tax. PTKP for taxpayer in the amount of Rp 1.000.000; (one million rupiah) monthly has been in accordance with current KHM. However, additional PTKP for married couple and their burdens is not suitable with recent situation of economy and monetary as well as price of basic needs. With the existence of policy to adjust PTKP in 2005, Income Tax Section 21 Accounted by Government does not affect the calculation of Income Tax Section 21 for those who owe. So far, PTKP policy has not served justice in tax imposition. Moreover, the policy still needs much attention to be harmonized with the principality of justice. Preferably, adjustment on PTKP is conducted each year so that PTKP policy is not left behind by any changes in basic needs and economical and monetary growth. Also, in determining PTKP, the government should specify more appropriate amount of PTKP to be in accordance with economy, monetary, and taxpayer KHM. Additional PTKP for married couple and their burdens should be around 50% of PTKP instead of 10%. Furthermore, Income Tax Section 21 Accounted by Government should be abolished to provide rule of law and justice for personal taxpayer. In drafting future PTKP policy, effort should be maximized to reach justice in aspects such as: paying more attention to PTKP for daily and weekly paid workers as well as other irregular workers, giving additional PTKP for the burdens and not only in the beginning of tax year, and lastly to allow additional PTKP for siblings of taxpayer in consideration of certain circumstances.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library