Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Itje Aisah Ranida
Abstrak :
ABSTRAK Titik berat pembangunan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke-II (PJP II) ini adalah ekonomi disertai dengan penbangunan sunberdaya manusia. Sejalan dengan hal itu, para pakar dalan bidang gizi dan kesehatan telah mencetuskan tinggi badan potensial sebagai indikator nyata yang digunakan untuk ukuran fisik manusia. Indikator ini diharapkan dapat menberikan indikasi terhadap upaya yang telah dilakukan. Tinggi badan yang dicapai anak pada umur masuk sekolah dasar dapat memberikan gambaran tentang gangguan pertunbuhan yang diderita pada umur-umur sebelumnya, selain itu dapat nenunjukkan gambaran pertumbuhan anak sebagai gambaran taraf kesehatan dan gizi penduduk di wilayah yang bersangkutan. Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang mempunyai prevalensi tinggi pada penyakit gangguan pertumbuhan (dalan hal ini penyakit gondok), juga daerah yang telah lebih dahulu (1988) melakukan pengukuran Tinggi Badan terhadap Anak Baru Masuk Sekolah oleh para peneliti dari Puslitbang Gizi Bogor, yang kemudian tahun 1994 Direktorat Bina Gizi Masyarakat melakukannya di seluruh Indonesia. Jenis penelitian ini adalah panel studi yang bertujuan ingin melihat/mempelajari hubungan antara daerah yang mempunyai kondisi endenik gondok di desa miskin dan tidak miskin dengan rata-rata tinggi badan anak baru masuk sekolah. Hasil penelitian nenunjukkan bahwa selain variabel gondok ternyata variabel miskin (dalan hal ini status sosek) lebih mempunyai hubungan yang secara statistik cukup bermakna terhadap rata-rata tinggi badan. Hal ini terbukti dari hasil tenuan yang mengatakan bahwa, perubahan rata-rata TBABS tahun 1988 dan 1994 untuk anak kelompok umur 7 dan 8 tahun di desa tidak gondok tidak miskin lebih tinggi dari perubahan rata-rata desa gondok lainnya dengan kisaran 0.3 - 1.6 cm pada 95% CI dengan p = 0.016. Pada penelitian ini dapat disimpulkan adanya variable-variabel (gondok, miskin) yang berhubungan terhadap rata-rata tinggi badan dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan, yang akhirnya dapat digunakan sebagai alat perbandingan antar daerah pada waktu yang sama atau membandingkan keadaan daerah yang sama antar waktu yang berbeda. Diharapkan hasil penelitian ini dapat sedikit dijadikan bahan pertimbangan dalam peningkatan program kesehatan yaitu pada penentuan lokasi-lokasi sasaran, satu diantaranya adalah faktor rendahnya tingkat sosial ekonomi dan tingkat endemisitas.
ABSTRACT The focus of The Long Term Development II is economic and human resource development. The result of the latter can be identified, among other things, by measuring children's potential height as a real indicator of physical measurement of human body. The height of children entering elementary school gives a powerful indicator to depict growth retardation or forlir in the past. It globally explain health and nutritional status in the population the children residing. Central Java is one of province with a high prevalence of goitre. Height measurement for children entering elementary school has been conducted by Nutrition Center for Research and Development Bogor in the province in 1988. The measurement has been expanded and conducted to all provinces in Indonesia. This study is aimed to learn relationship between goitre endemicity with certain poverty level in villages and average height of children entering elementary school taking two cross-sectional ones, 1988 and 1994, the study attempts to see the height differences and changes with and between these years. The results of the study shows poverty variable is more potent then goitre to give statistically significant relationship between the independent variables and the average height. Difference of average height of children entering elementary school for 7 and 8 aged groups in villages with No-goitre endemic and not poor in the years of 1988, 1994 is bigger than other combination of villages. The range is 0.3 - 1.6 cm with 95% CI, p = 0.016 Through this finding it is conducted that alleviating both goitre endemic and poverty will give the best achievement of potential average height.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Budiman
Abstrak :
Kualitas manusia sebagai salah satu modal dasar pembangunan lebih mendapat perhatian pada Pelita V dalam rangka mempertinggi derajat kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditetspkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Tersirat bahwa agar tercapai tingkat kualitas manusia yang dicita-citakan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan member! prioritas yang tinggi pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat dalam keluarga termasuk peningkatan status gizi masyarakat di samp ing upaya-upaya prevent if, kuratif dan rehablitatif. Kualitas manusia terdiri dari aspek ragawi dan aspek mental; yang termasuk aspek ragawi yaitu kebugaran dan pertumbuhan; sedangkan yang termasuk aspek mental yaitu kecerdasan dan keterampilan. Gangguan gizi yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ragawi dan mental adalah kurang energi protein (KEP) dan kurang iodium. Di Indonesia, KEP dan gangguan akibat kurang iodium (GAKI) merupakan dua dari empat masalah gizi utama. Prevalensi gizikurang pada anak usia di bawah lima tahun (balita) yang diukur atas dasar berat badan pada umur tertentu (kurang dari 70 % median acuan) menurun dari 29.1 persen (1983) menjadi 10.8 persen (1987)1. Laporan lain2 menyebutkan bahwa prevalensi menurun dari 14.4 persen (1978) menjadi 12.8 (1986) dengan penurunan yang besar terjadi didaerah perkotaan yaitu 4.2 persen di bandingkan daerah pedesaan sebesar 0.9 persen. Besar dan luasnya masalah pertumbuhan ragawi di samping dinyatakan dengan prevalensi gizikurang pada anak balita, dapat pula dinyatakan dengan besarnya prevalensi gizikurang pada anak usia tujuh tahun yang diukur pencapaian tinggi badannya. Hal ini sekaligus dikaitkan dengan keadaan ekonouii suatu wilayah3'4,'. Di Indonesia, prevalensi gizi kurang anak usia tujuh tahun secara nasional belum ads. Prevalensi gizikurang atas dasar indeks tinggi badan menurut umur (<=90% median acuan Indonesia hasil modifikasi acuan WHO-NCHS) anak baru masuk sekolah (6-8 tahun) di tiga provinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1988 berturut-turut adalah 9.8; 14.6 dan 16.4 persen. Oleh karena tinggi badan merupakan produk dari interaksi berbagai faktor dan kesempatan mengoreksi tinggi badan sebelum mencapai tinggi bada usia dewasa terjadi pada masa usia sekolah, maka pertumbuhan ragawi pada usia tersebut perlu mendapat perhatian secara khusus. Di pinak lain, penderita GAKI di Indonesia pada tahun 1986 di perkirakan 30 juta penduduk mempunyai resiko tinggi mengalami defisiensi iodium dan bermukim di daerah endemis. Tiap tahun dari sejumlah itu terjadi 9200 bayi lahir mati. Di samping itu lebih dari 750 000 orang menderita kretin.Diperkirakan pula 3.5 jut a di antaranya dijumpai mengalami gangguan mental, gangguan motorik termasuk pertumbuhan ragawi, dan gangguan kordinasi. Pembesaran kelenjar gondok (goiter) da lam berbagai tingkat kurang lebih 8 juta orang. Di satu pihak KEP dan GAKI mempunyai efek terhadap pertumbuhan; di lain pihak pertumbuhan tersebut merupakan hasil interaksi yang sangat komplek berbagai faktor. Berbeda dengan sebaran masalah KEP yang dapat terjadi dengan tidak mengenal kekhususan ketinggian tempat, sebaran masalah GAKI terutama terjadi di daerah pegunungan dan daerah aliran sungai yang deficit unsur iodium serta daerah yang sukar dijangkau dengan kendaraan umum. Daerah-daerah tersebut uraumnya secara sosial-ekonomis jug a kurang maju. Oleh karena itu, pertumbuhan anak di daerah ysng endemik GAKI, kemungkinan bukan disebabkan oleh defisiensi iodium saja tetapi peranan sosial ekonomi perlu dipertimbangkan. Hubangan antara defisiensi iodium dan tinggi badan anak sekolah dasar kelas satu menjadi objek penelitian ini.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
kalaupun hujan , tak perlu kami pindahkan ke tempat yang teduh. Malah, kalau sekali-kali tersiram hujan, kualitas enceng gondok yang sudah mengering akan jadi lebih baik....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fuonaliza
Abstrak :
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) masih rncrupakan salah satu masalah gizi mikro di Indonesia yang bclum terkendali dengan baik hingga kini. Pembesaran kelenjar tiroid (gondok) merupakan salah satu bentuk manifestasi GAKY. Di Provinsi Sumatera Barat prevalensi GAKY berdasarkan TGR (Tomi Goiter Rate) tahun 1980 adalah 74,7%, tahun 1987 sebesar 33,7%, tahun 1995 sebesar 39 % dan umm zoos sebesaf 93%. Prevaxenéi GAKY befdgsarkan TGR di Kota Padang cenderung meningkat dari 8,S% pada tahun 1998 menjadi 21,5% tahun 2003 dan 26,3 % pada tahun 2006. GAKY tidak hanya menyebabkan gondok saja tapi juga memberikan dampak terhadap perkembangan fisik, mental dan fmmgsi intelektual. Penelitian ini beftujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gondok Kota Padang. Disain penelitian yang digunakan adalah studi kasus kontrol dimana kasus adalah anak SD/MI berusia 6-12 tahun yang menderita gondok yang diperiksa dengan cara palpasi. Kasus diambil dari hasil Survei Peruetaan Gondok di Kota Padang tahun 2006. Sedangkan kontrol adalah anak SD/MI yang berusia 6-12 tahun yang berasal dari SD/MI yang sama deugan kasus dan tidak menderita gondok yang diperiksa dengan cara palpasi. Sampel seluruhnya bexjumlah 452 orang dengan perbandingan kasus 1 kontrol adalah lzl. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung clengan ibu anak sckolah dan melakukan pemafiksaan terhadap sampel garam yang dibawa dari rumah. Pada penelitian ini juga dilakulcan pemeriksaan terhadap kadar yodium dalam urin dan swnber air minum sebanyak 10% dari total sample yang diambil secara random. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji mulnple Iogislic regression. Dari hasil analisis ini diperoleh hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian gondok di Kota Padang sctelah dikontrol oleh konsumsi makanan mengandung yodium dan kualitas garaxn bezyodium dengan p value 0,000 dan OR 2,663 (95% CI 1,802-3,935). Konsumsi rnakanan mengandung yodium berhubungan dengan kejadian gondok pada anak SD/MI di Kota Padang dengan p value 0,000 dan OR 2,259 (95% CI 1,507-3,386) setelah. dikontrol oleh umur dan kualitas garam beryodium. Makanan mengandung yodium seperti ikan laut dan daging ayam berhubungan dengan kejadian gondok dengan p value 0,000, OR 2,326 (95% CI 1,596-3,392) untuk ikan laut dan p value 0,038, OR 1,509 (95%CI 1,040-2,189) mmtuk daging ayam_ Kualitas garam juga berhubungan dcngan kejadian gondok dengan p value 0,030 dan OR 1,772 (95% CI 1,056~2,973) setclah dikontrol oleh umur dan konsmnsi makanan mengandung yodium. Berdasarkan basil penelinan ini disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Padang untuk meningkatkan penyuluhan tentang GAKY kepada masyarakat, mernperhatikan faktor usia dengan memfokuskan pada usia dibawah 10 tahun dalam membuat perencanaan penanggulangan GAKY, melalcukan pemeriksaan kadar yodium urin scbelum melakukan intervensi dan melakukan pengawasau yang ketat terhadap kualitas garam yang beredar di masyarakat serta memotivasi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi ikan laut. Bagi peneliti disarankan untuk xnelakukan penelitian tentang faktonfaktor yang berhubungan dengan rendahnya kualitas garam yang dikonsumsi anak, penelitian tentéhg kadar yodium dalam garam mulai awal distribusi sampai tingkat konsumsi anak, pcnelitian tentang kandungan yodium pada rnakanan tradisional, peuelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pole. konsumsi anak dan kqiian lebih dalam tentang hubungan sumber air minum dengan kejadian gondok serta faktor-faktor yang mempengamhi kadar yodium dalam sumber air minum. Masyarakat tcrutama ibu rumah tangga diharapkan meningkatkan pcngetahuannya femng GAKY seningga bmakap lebih snlektifdalam memilih makanan untuk anak
Iodine Deficiency Disorders (IDD) is still one of micro nutrition problems in Indonesia that has not been well controlled up to now. The thyroid gland enlargement (goiter) is one of the IDD manifestations. ln West Sumatera Province, the IDD prevalence based on TGR (Total Goiter Rate) is 74.7% in 1980, 33.7% in 1987, 39% in 1995 and 9.8% in 2003. The IDD prevalence bwed on TGR in Padang City tends to increase from 8.5% in 1998 to 21.5% in 2003 and 26.3% in 2006. IDD does not only cause goiter but also brings impacts to physical, mental and intellectual function development. This research is aimed at discovering factors related to goiter incidence in Padang City. The research design applied is the case control study with elementary school (SD/Ml) children ranging from 6 to 12 years old with goiter examined using palpation technique as the cases. The cases were taken from the results of Goiter Mapping Survey in Padang City in 2006. The control used consists of 6-12 year old elementary school (SD/Ml) children from the same schools of the cases but who do not have goiter when examined using palpation technique. The total sample size is 452 with case-control ratio of 1:l. The data was collected using direct interview with the child's mother and by examining salt sample brought from home. In this research, examination on the iodine level in urine and drinking water source taken randomly was perfomied in 10% ofthe total sample. The data is analyzed using multiple logistic regression. From the results of the analysis, it is revealed that there is a significant relationship between age and goiter incidence in Padang City alter _being controlled by iodine containing food consumption and iodine containing san quality with a p value of o_ooo and an on of 2.663 (95% ci 1.802-3.935): Consumption of iodine containing food is shown as having relationship with the goiter incidence in elementary school (SD/Ml) children in Padang City with a p value of 0.000 and an OR of 2.259 (95% CI 1.507-3386) atter being controlled by age and iodine containing salt quality. Iodine containing food such as sea tish and chicken is shown as having relationship with goitcr incidence with a p value of 0.000 with an OR of 2.326 (95% Cl 1.596-3392) for sea iish and p value of 0.038 with an OR of 1.509 (95% CI 1.040-2.l89) for chicken. The salt quality also relates to the goiter incidence with a p value of 0.030 and an OR of 1,772 (95% CI 1.056-2.973) aiter being controlled by age and iodine containing food consumption. Based on this research it is suggested to the Health Ofliice of Padang City to improve education on IDD to the community by paying attention to the age factor and focusing on children under 10 years. old when. developing plans for IDD control, performing urine iodine level examination before doing an intervention and exercising tight control on the quality of salt sold in the community as well as motivating the community to increase sea iish consumption Researchers are suggested to do researches on factors related to the low quality of salt consumed by children, iodine level in salt starting from distribution stage to child consumption stage, iodine content in traditional food, factors related to child consumption pattem and in-depth review on relationship between drinldng water resource with goiter incidence and factors affecting iodine level in drinking water. The community, especially housewives, is expected to increase the knowledge on [DD and acts more selectively in choosing food for children.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Agnasia Desmara
Abstrak :
Hidrogel merupakan struktur tiga dimensi dari polimer hidrofilik yang dibentuk dengan perlakuan kimia atau fisika dan dapat menyerap air dalam jumlah banyak. Parameter kinerja hidrogel dalam menyerap air disebut sebagai swelling ratio dimana dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain sifat hidrofilik dan struktur morfologi dari polimer pembentuk hidrogel. Pada penelitian ini dibuat hidrogel dari campuran polimer karboksimetil selulosa (CMC) dan polivinil alkohol (PVA) dengan crosslinker kimia asam sitrat. CMC disintesis dari selulosa eceng gondok sebagai sumber selulosa yang sudah diketahui potensial sebagai sumber selulosa dan dalam jumlah melimpah. Sintesis hidrogel dengan basis CMC eceng gondok sudah dilakukan dengan hasil swelling ratio yang baik. Pada penelitian ini ditambahkan polimer sintesis PVA (polivinil alkohol) yang bersifat hidrofilik dengan harapan akan meningkatkan nilai swelling ratio yang dihasilkan. Efek dari perbedaan komposisi CMC/PVA dan konsentrasi asam sitrat ditinjau melalui hasil karakterisasi hidrogel. Variasi komposisi CMC/PVA yang digunakan adalah 1:3, 2:2, dan 3:1 dan konsentrasi asam sitrat sebesar 5%, 10%, dan 15%. Berdasarkan hasil penelitian didapati adanya pengaruh penambahan PVA yakni menurunkan nilai swelling ratio dari hidrogel berbasis CMC dengan hasil tertinggi pada komposisi CMC/PVA 3:1 dan konsentrasi asam sitrat 10%. Hasil ini disebabkan karena CMC bersifat lebih dominan dengan sifat polyelectrolyte yang menghasilkan sifat ganda pada pengembangan hidrogel. Struktur PVA yang semikristalin juga menyebabkan air sulit berdifusi dibandingkan CMC dengan struktur amorf dimana hal ini didukung dengan hasil uji morfologi SEM. Analisis morfologi hidrogel menggunakan SEM juga mendukung hasil dimana tebentuk pori yang banyak dan besar pada konsentrasi asam sitrat 10% dan pada analisis FTIR juga menunjukkan terbentuknya crosslinking dari polimer.
Hydrogel is three dimensional hydrophilic polymers made by either chemical or physical crosslinking and can absorb water in large amount. The performance parameter of hydrogel in absorbing water called as swelling ratio and related to hydrophilic characteristic and morphology structure of its polymers. In this study, hydrogel synthesized from carboxymethyl cellulose (CMC) and polyvynil alcohol (PVA) with citric acid as chemical crosslinker. CMC synthesized from water hyacinth cellulose which has been known as potential source of cellulose, especially in its amount. Synthesis of CMC based hydrogel has been done by previous study which has good characteristic result. In this study hydrophilic synthetic polymer, polyvinyl alcohol (PVA), is added in order to increase swelling ratio of hydrogel. Effect of different compositions CMC/PVA and citric acid concentration are reviewed through the hydrogel characterization result. Variations of composition used are 1:3, 2:2, and 3:1 also with concentration of citric acid in 5%, 10%, and 15%. Based on the result, adding PVA to CMC based hydrogel has effect which is decreasing swelling ratio and the best result found in 3:1 of CMC/PVA composition with 10% citric acid concentration. This result happen because domination from CMC with its polyelectrolyte characteristic which can result double effect in swelling the hydrogel. PVA with semicrystalin structure also caused difficulity in water absorbance to hydrogel structure compared to amorphous structure of CMC and this result supported with morphology test using SEM. Hydrogel morphology analysis through SEM also showed the formation of large pores on the surface of hydrogel with 10% acid acid. Futhermore crosslinking between polymers with 10% citric acid also showed in FTIR analysis.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tambunan, Usman Sumo Friend
Abstrak :
ABSTRAK
Komposisi utama tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) (Solms) kering adalah. molekul selulosa. sedang komponen lain terdiri dari lignin, lemak, protein, abu dan lain-lain. Kadar selulosa di dalam tumbuhan ini agak tinggi, boleh karenanya mempunyai potensi untuk- digunakan sebagai bahan baku pulp. Tumbuhan eceng gondok yang diambil dari daerah Krawang, waduk Curug dan danau Rawa Pening, dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran—kotoran dan lumpur, kemudian dipotong-potong menjadi 2-4 cm dan selanjutnya dimasukkan kedalam oven pada suhu 1O5 ± 3 derajat C dalam waktu 2 jam Pulp yang diperoXeh ditentukan sifat-sifatnya yaitu : derajat putih, bilangan permanganat, kadar abu dan panjang serat. Rendemen dan sifat-sifat pulp eceng gondok berbeda-beda tergantung pada asal tumbuhan, tinggi eceng gondok, bagian tumbuhan yang dimasak dan cara pemasakan. Ren demen pulp yang paling tinggi dari hasil percobaan adalah 52,8 % dengan sifat sebagai berikut : derajat putih 20,8 GE, bilangan permanganat X2,27, kadar abu 8,78 % dan panjang serat rata-rata X,99 mm. Hasil ini diperoleh dari pemasakan . tangkai eceng gondok dari Curug, yang mempunyai tinggi X0X,5 i 5 cm dengan kadar NaOH X5 % per berat bahan baku kering.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1978
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
limbah cair industri tahu dan eceng gondok yang cukup banyak terdapat di indonesia belum dikelola dengan baik. sehingga membawa dampak negatif terhadap lingkungan. dari penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa limbah cair tahu dan eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai biogas. limbah cair tahu dan eceng gondok mempunyai kandungan bahan organik yang cukup tinggi
631 BLI 48:3 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Nasir
Abstrak :
ABSTRAK
Perubahan ukuran fisik penduduk terutama kelompok usia muda merupakan indikator upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tinggi badan yang dicapai pada anak usia masuk sekolah memberikan gambaran keadaan gizi pada usia sebelumnya. Tinggi badan anak usia masuk sekolah yang berada dibawah standar pada tingkat tertentu dapat menggambarkan keadaan gizi klhususnya tingkat pertumbuhan dan kesehatan pada masa lalu.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara tingkat endemisitas gondok, tingkat sosial ekonomi dan pola konsumsi makanan pokok dengan tinggi badan anak usia sekolah di Propinsi Jawa Timur. Desain penelitian ini adalah kros-seksional dengan memanfaaatkan data sekunder yang telah dikumpulkan oleh berbagai instansi pemerintah.

Analisa bivariat yang digunakan adalah uji beda rata-rata dengan batas nilai alfa 5 %, dan analisa multivariat dengan menggunakan analisa regresi linier berganda untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan tinggi badan rata-rata anak usia masuk sekolah.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tinggi badan rata-rata anak usia sekolah yang tinggal di daerah tidak endemik lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di daerah endemik ringan, endemik sedang rnaupun endemik berat. Perbedaan juga terjdi antara tinggi badan rata-rata anak usia masuk sekolah yang tinggal di daerah endemik ringan dengan yang tinggal di daerah endemik sedang dan berat; demikian jugs terdapat perbedaan antara tnggi badan rata rata anak usia masuk sekolah yang tinggal di daerah endemik sedang dengan yang tinggal di daerah endemik berat.

Anak usia masuk sekolah yang tinggal di desa miskin mempunyai tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tinggal di desa tidak miskin. Rata-rata tinggi badan anak usia masuk sekolah yang mempunyai pola konsumsi makanan pokok yang terdiri dari beras atau beras jagung mempunyai rata rata tinggi badan lebih tinggi dari anak usia masuk sekolah yang mempunyai vita konsumsi makanan pokok terdiri dari beras jagung umbi-umbian.

Dengan membedakan kelompok usia 6 tahun dan 7 tahun, terdapat perbedaan yang bermakna tinggi badan rata-rata anak usia masuk sekolah yang tinggal di berbagai tingkatan endemisitas gondok kecuali pada usia 7 tahun. Pada anak usia 7 tahun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tinggi badan rata-rata anak usia masuk sekolah yang tinggal di daerah endemik berat dengan yang tinggal di daerah endemik sedang. Tidalk terdapat perbedaan yang bermakna antara tinggi badan rata-rata anak usia masuk sekolah yang tinggal di daerah endemik ringan dengan yang tinggal di daerah tidak endemic.

Analisis regresi menunjukan bahwa pada kelompok anak usia 6 tahun, anak-anak yang tinggal di daerah tidak endemik dengan pola konsumsi makanan pokok beras atau beras jagung dan berasal dari keluarga mampu mempunyai perbedaan tinggi badan sebesar 2,8 cm dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah endemik berat, dengan pola konsumsi makanan pokok beras jagung umbi-umbian.

ABSTRACT The Relationship Of Endemicity Of The Endemic Goitre Regions, Social Economic Strata And Consumption Pattern Of Staple Food With Height Of School Age Children In The Province Of East JavaThe change of the population physical size, especialy the youth in an indicator of the efforts to increase the human resources quality. The height achieved by the school age children provide the nutrition condition of the previous age. The height of the school age children which is under certain standard provide the nutrition condition, especially the growth level and the health in the past.

This research is intended to study the relationship between the goitre endemicity, social economic strata and the consumption pattern of the staple food with height of the school age children in the Province of East Java. The research design is a crossectional by utilizing a secondary data which have been collected by various government agencies. The bivariate analysis use the average difference test with the a limit 5 %; and the multivariate analysis using the multiple tinier regretion analysis to find out the factors which are related with the average height of the school age children.

The results of the research indicate that the average height of the school age children in the non endemic goitre region, low endemic goitre region, medium endemic goitre region and high endemic goitre region, there is also difference between the heihgt of the school age children who live in the medium endemic goitre region with those who live in the high endemic goitre region

The school age children who live in the poor village have a lower height compared with those who live in relatively rich village. The average height of the school age children who have a consumption pattern of the staple food which consist of rice or rice-corn have a taller height than those who have the consumption pattern of the staple form corn rice and rhizobium.

There is significant difference of the average height of the school age children who live in various level of goitre endemicies except the age of seven years, by classifying the age group 6 and 7 years. There is no significant difference between average the school age children height who live in the high endemic goitre region with those who live in the medium endemic region for the 7 years children. There is no significant difference between the school age children who live in the low endemic goitre region with those who live in the non endemic region.

The regression analysis indicates that in the 6 years age group, the children who live in the non endemic goitre region with the staple food of rice or corn and comes from relatively wealthy family have a height difference of 2,8 cm compared with those who live the high endemic goitre region, with consumption pattern of corn rice and rhizobiunt.

1996
T 5214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Hastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Eceng gondok (!Eichhornia crassipes (Mart.) Solms:) merupakan salah satu gulmasir yang banyak dijum- pai di perairan indonesia. Tumbuhan ini mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat, oleh karenanya mempunyai kemampuan menyerap unsur hara, senyawa organik, dan unsur kimia lain dari air limbah dalam jumlah besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan pemanfaatan eceng gondok sebagai penyerap unsur N, P, dan CD bahan organik dengan mengadakan pengukuran BOD dari efluen kolam sedimentasil di Instalasi Kolam Oksidasi Pulo Gebang, serta mengetahui pengaruh pencemaran efluen kolam sedimentasi terhadap pertumbuhan eceng gondok. Dari hasil yang diperoleh, ternyata karena tingginya kandungan bahan organik, N total, 'dan P total, maka air limbah yang langsung ditanami eceng-gondok^menyebabkan tumbuhan hanya dapat hidup selama 3-6 hari, tetapi tumbuhan ini dapat hidup dalam efluen kolam sedimentasi yang telah diendapkan selama 7 hari. Eceng gondok yang ditanam dalam bak berisi efluen kolam sedimentasi selama 15 hari inampu menurunkan kadar N total dan BOD, tetapi tidak mampu tc^rh^-,dap kadar P. Dari hasil penanaman eceng gondok dalam '",ak berisi efluen kolam sedimentasi yang kemudian.diaerasi, d-i-peroleh;- bahwa semakin lama waktu perlakuan aerasi, pertumbuhan makin baik, terlihat dari kenaikan berat basah maupun jumlah daun yang mak-in meningkat walaupun masih jauh di bawah kondisi normal (Hoagland 25 %). Sedangkan dalam. efluen kolam sedimentasi yang diencerkan dengan air sungai kemudian diaerasi, dipproleh kenaikan. berat basah dan,jumlah daun yang lebih tihggi daripada dengan perlakuan aerasi saia. Dari hasil penelitian.ini dapat diambil kesimpulan bahwa e-ceng gondok sangat efektip terhadap penurunan kadar N dan BOD dari efluen kolam sedimentasi, sementara eceng gondok tidak efektip terhadap penurunan kadar P. Makin tinggi kadar unsur-unsur hara terkandung dalam-efluen kolam. Sedimentasi yang menyebabkan makin rendahnya kadar oksigen terlarut, tidak memberikan tambahan herat basah dan jumlah daun, tetapi menekan pertumbuhan.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>