Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bangun Wijayanti
Abstrak :
Transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah suatu transaksi dimana kepentingan-kepentingan ekonomis perusahaan berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi atau komisaris atau juga pemegang saham utama dari perusahaan tersebut. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan seringkali melakukan berbagai transaksi guna mencapai keuntungan yang maksimal. Adakalanya transaksi-transaksi yang dibuatnya tersebut dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan, namun di sisi lain pihak tersebut juga memiliki kepentingan pribadi atas berlangsungnya transaksi-transaksi tersebut, misalnya transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan direktur, atau dengan komisaris, atau dengan pemegang saham utama perusahaan tersebut. Dalam hal demikian, maka transaksi-transaksi yang dilakukan perusahaan dengan pihak-pihak: direktur, komisaris, pemegang saham utama atau pihak terafiliasi lainnya, adalah suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Benturan kepentingan disini adalah terdapatnya perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi pihak-pihak tersebut. Dalam hukum perusahaan dikenal adanya beberapa transaksi yang karena sifatnya dapat menimbulkan benturan kepentingan, yang jika dikelompokkan dapat terdiri dari 4 (empat) kelompok transaksi, yaitu: 1. Transaksi self dealing; 2. Transaksi corporate opportunity; 3. Transaksi executive compensation; dan 4. Transaksi dengan controlling stockholder. Transaksi yang demikian mungkin dilakukan atau difasilitasi oleh direksi berdasarkan kekuasaannya. Dengan kekuasaannya direksi dapat mengambil keputusan untuk bertransaksi demi kepentingannya atau kepentingan pihak lain, bukan demi perseroan. Hal yang demikian tentu saja melanggar prinsip fiduciary duty yang melekat di pundak pengurus perseroan. Keterbukaan sangat diperlukan atas transaksi-transaksi yang mungkin mengandung suatu conflict of interest. Suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan dikaitkan dengan prinsip fiduciary duty yang melekat pada pundak direksi dan komisaris perseroan go publik, maka Undang-Undang Pasar Modal mengharuskan adanya persetujuan mayoritas pemegang saham independen. Jika transaksi tersebut dilakukan tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka tindakan direksi dan komisaris dianggap sebagai tindakan yang melanggar prinsip fiduciary duty namun juga merupakan tindakan di Iuar kewenangannya (ultra vires). Selanjutnya berkenaan dengan kewajiban menyampaikan secara terbuka kepada publik dan keharusan memperoleh persetujuan mayoritas dari pemegang saham independen atas setiap transaksi yang mengandung benturan kepentingan merupakan pelaksanaan prinsip keterbukaan dan penghormatan terhadap hak pemegang saham berdasarkan asas kesetaraan. Dengan demikian pelanggaran terhadap ketentuan transaksi yang mengandung benturan kepentingan tidak saja menodai prinsip keterbukaan yang dijunjung tinggi di pasar modal, namun juga menjauhkan terciptanya suatu pasar modal yang efisien. Pada prinsipnya hukum tidak melarang dilakukannya transaksi yang menimbulkan benturan kepentingan tersebut. Akan tetapi hukum mengaturnya sedemikian rupa sehingga diharapkan dengan pengaturan tersebut, sungguhpun terjadi transaksi yang berbenturan kepentingan, kemungkinan kerugian terhadap pihak tertentu yang dapat menimbulkan ketidakadilan diharapkan dapat diredam. Bagi perusahaan go publik, BAPEPAM mensyaratkan kewajiban untuk memperoleh persetujuan mayoritas dari pemegang saham independen atas setiap transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan BAPEPAM Nomor IX.E.1. Apabila suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan dilakukan tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka tindakan direksi dan komisaris dianggap sebagai tindakan di luar kewenangannya (ultra vires). Dengan demikian, tindakan direksi dan komisaris bertentangan dengan Pasal 85 ayat (1) dan Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Direksi atau komisaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila terbukti telah menyebabkan terjadinya suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini BAPEPAM selaku otoritas pasar modal berwenang mengenakan sanksi kepada pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan, yaitu direksi dan komisaris tadi. Tindakan BAPEPAM yang meminta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan pengurus atas pelanggaran ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah mengacu kepada ketentuan Pasal 85 ayat (2) dan Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas dan juga ketentuan Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal. Dengan begitu pengurus perseroan tidak dapat mengelak tanggung jawabnya dan mengalihkan tanggung jawab kepada perseroan. Karena Undang-Undang Perseroan Terbatas memberikan kemungkinan untuk meminta pertanggungjawaban dari pengurus perseroan atas kesalahan dan kelalaiannya dalam menjalankan perseroan. Dengan dimungkinkannya direksi dan komisaris terkena sanksi dalam Peraturan BAPEPAM Nomor I .E.1 diharapkan pengelolaan perusahaan go publik menjadi bertambah baik. Dengan begitu pasar modal menjadi tempat yang aman dan menarik bagi masyarakat untuk menanamkan uangnya. Kewenangan BAPEPAM untuk mengenakan sanksi administratif terhadap setiap pelanggaran ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut tidak mengurangi hak BAPEPAM untuk menerapkan ketentuan pidana apabila temyata ditemukan unsur-unsur pidana dalam suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan, misalnya transaksi itu dilakukan dengan dilatarbelakangi adanya penipuan, penggelapan atau korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi terutama yang menyangkut transaksi yang mengandung benturan kepentingan menunjukkan bahwa peraturan yang ada belum sepenuhnya dapat melindungi pemegang saham minoritas dari tindakan diskriminatif yang dilakukan pengurus perseroan (direktur dan komisaris) berkaitan dengan perlakuan yang sama kepada seluruh pemegang saham, baik itu pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Sylvia Diana
Abstrak :
Dalam pencapaian laba yang maksimal Operating Leverage digunakan untuk mengungkit laba operasi bila dalam kondisi pasar cerah dimana akan dapat meningkatkan produksi dan selanjutnya mengungkit penjualan dan laba operasi, namun dalam kondisi pasar lesu akan dapat pula menimbulkan tingkat kerugian yang tinggi. Dalam penelitian ini kondisi operating leverage tersebut akan dilihat bagaiman keadaannya dalam kelompok perusahaan yang berorientasi ekspor dan yang ridak berorientasi baik dalam periode krisis maupun dalam periode sehelumnya. Dari analisis deskriptif yang dilakukan ditemukan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang begitu tajam dalam kondisi leverage kedua kelompok perusahaan tersebut. Disisi lain penggunaan Operating Leverage akan berhubungan dengan kebijakan pendanaan perusahaan yang dikaitkan dengan penggunaan hutang dalam pembiayaan aktiva tetap yang diperlukan. Sebaliknya pula operating leverage akan mempengaruhi arus masuk pendapatan di masa yang akan datang akibat biaya letup yang ditimbulkannya dan mempengaruhi variabilitas pendapatan secara terbalik dimana hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi struktur modal. Setelah melukukan penelilian terhadap faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi terhadap struktur modal seperti ukuran perusahaan, kemampuan laba, tingkat leverage operasi, tingkat leverage gabungan serta kalisifikasi indutri ditemukan hanva variahel kemampuan laba yang memiliki hubungan yang sangat kuat dan konsisten terhadap struktur modal pada kedua kelonrpok perusahaan yang diuji dan juga pada kedua periode pengujian, sedangkan variabel tingkat leverage operasi tampaknya tidak memiliki hubungan regas dengan struktur modal dimana hanya ditemukan pada periode krisis untuk kelompok yang tidak berorientasi ekspor-hubungan yang lain adalah adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap strukur modal tetapi hanya pada kelompok perusahaan yang tidak berorientasi ekspor - Semenrara variabel-variahel lain seperti klasijikasi industri dan tingkat leverage gabungan tidak ditemukan memilki hubungan yang berarti terhadap struktur modal. Dari hasil yang ditemukan tampaknya untuk perusahaan yang ada di Indonesia khususnnya perusahaan bukan jusa yang terdaftar di Bursa Efek Jakarata, balk perusahaan yang berorientasi ekspor maupun yang tidak berorientasi ekspor datum penentuan struktur modalnya kurang memperhatikan masalah resiko bisnis maupun resiko total yang dihadapi.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library