Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dissy Pramudita
"Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar yang bertujuan membandingkan efektivitas dan keamanan obat Kombinasi Tetap Timolol 0,5%-Brinzolamide 1% (KT-TB) dengan Kombinasi Tetap Timolol 0,5%-Latanoprost 0,005% (KT-TL) Preservative free pada pasien glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) yang tidak terkontrol dengan Timolol 0,5%. Sebanyak 42 pasien GPSTa dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Hasil penelitian mendapatkan bahwa KT-TL preservative free memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menurunkan TIO dibandingkan KT-TB. Keduanya mampu mempertahankan rentang TIO diurnal < 3 mmHg. Efek samping tersering yang ditemukan pada kedua obat adalah hiperemi konjungtiva, dengan efek samping multipel lebih terkait dengan pmeberian obat KT-TB.

This is a prospective, randomized clinical trial. The purpose of this study were to compare the efficacy and safety of fixed-combination Timolol 0.5%/Latanoprost 0.005% (TL-FC) preservative free and fixed-combination Timolol 0.5%-Brinzolamide 1% (TB-FC) in POAG patients transitioned frome Timolol 0.5% monoterapi. Fourty two POAG patienst were divided randomly into 2 groups. The result of this study were TL-FC preservative free has a greater effect in lowering IOP than TB-FC. Both treatment can controlled the diurnal IOP range under 3 mmHg. The most common ocular AEs was hyperemia conjunctiva. Multiple subjective AEs were more related to TB-FC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nindiana Pertiwi
"Deteksi progresi glaukoma penting untuk menentukan efektivitas terapi, dan inisiasi atau eskalasi terapi glaukoma sering kali bergantung pada penilaian progresi. Meskipun demikian, tingkat kesepakatan (agreement) di antara para ahli dalam mengidentifikasi progresi glaukoma bervariasi antar penelitian. Penelitian ini membandingkan agreement dan waktu interpretasi progresivitas glaukoma oleh dokter spesialis mata menggunakan dua metode: perangkat lunak FORUM® dan printouts hasil pemeriksaan OCT dan Humphrey. Sebanyak 36 sample cases yang masing-masing terdiri dari minimal 3 laporan OCT dan 5 laporan Humphrey dinilai oleh 12 dokter spesialis mata non-glaukoma (observers). Agreement terhadap status progresi glaukoma antara observers dan konsensus spesialis glaukoma dan dinyatakan dalam nilai Kappa. Waktu interpretasi merupakan total waktu yang dibutuhkan oleh observers untuk menilai progresivitas glaukoma pada seluruh kasus (n=36). Tingkat agreement terhadap status progresi glaukoma ketika menggunakan FORUM® dan ketika menggunakan metode konvensional (printouts) sama baik, dengan nilai Kappa rata-rata 0,62±0,16 vs. 0,63±0,22 (p=0,928). Metode FORUM® memiliki waktu interpretasi rata-rata yang lebih singkat dibandingkan dengan metode printouts, namun tidak bermakna secara statistik (29,1±9,5 vs. 38,8±13,6 menit, p=0,055). Studi ini menunjukkan bahwa penilaian progresi glaukoma menggunakan perangkat lunak FORUM® Glaucoma Workplace tidak memiliki keunggulan dibandingkan metode printouts dalam hal agreement terhadap status progresi dan waktu interpretasi.

Detecting glaucoma progression is crucial for determining whether current therapy is effective, and the initiation or escalation of glaucoma therapy often depends on progression status. However, the level of agreement among experts in identifying glaucoma progression varies across studies. This study aims to compare the agreement and interpretation time of glaucoma progression assessment using two methods: the FORUM® software and printouts of OCT and Humphrey reports, as assessed by ophthalmologists. A total of 36 sample cases comprising minimum 3 OCT and 5 Humphrey reports were assessed by 12 ophthalmologists. Agreement on glaucoma progression between observers and standard reference was presented as Kappa value. Interpretation time was defined as the total time required by observers to assess glaucoma progression across all sample cases (n=36). The level of agreement on progression status between the observers when they used FORUM® and conventional (printouts) method were both good, with mean Kappa value 0.62±0.16 vs. 0.63±0.22 respectively (p=0.928). The FORUM® method had a shorter mean interpretation time compared to printouts method, but not statistically significant (29.1±9.5 vs. 38.8±13.6 minutes, p=0.055). This study showed that the assessment of glaucoma progression using FORUM® Glaucoma Workplace software has no superiority to printouts method in terms of agreement on progression status and interpretation time."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudardjat Sugiri
"Kebutaan, penurunan fungsi penglihatan dan kesakitan mata telah dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting di wilayah Asia Tenggara (WHO). Berdasarkan WHO maka diperkirakan terdapat 12 juta kebutaan dan 60 juta penurunan penglihatan di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri berdasarkan survai morbiditas mata dan kebutaan tahun 1982 yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Dari angka tersebut prosentase penyebab kebutaan utama ialah :
- katarak 0.70%
- kelainan kornea 0.13%
- penyakit glaukoma 0.10%
- kelainan refraksi 0.06%
- kelainan retina 0.03%
- kelainan nutrisi 0.02%
Banyak macam cara pengobatan penyakit glaukoma baik secara obat-obatan maupun secara operasi. Cara operasi bisa dilakukan dengan membuka aliran akuos dari bilik mata depan ke celah sub konjungtiva pada mata taripa blok pupil, untuk membentuk pengaliran cairan akuos, atau dengan mengurangi pembentukan cairan akuos di badan siliar(3,4,5).
Dari pengalaman klinis dapat terjadi suatu keadaan glaukoma yang berat misalnya glaukoma refrakter atau glaukoma absolut, glaukoma hemaragik atau glaukoma neovaskular, dimana tindakan operasi kurang berhasil. Pada keadaan diatas perlu dipikirkan cara pengobatan yang lebih efektif lain untuk menurunkan tekanan intra okular. Di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, pada glaukoma neovaskular dilakukan tindakan transkleral kriokoagulasi dan transkleral diatermi dengan tujuan mengurangi keadaan iskemia retina/koroid, untuk menurunkan tekanan intra okular.
Sikatrik korioretina terjadi karena kerusakan epitel pigmen retina dan reseptor retina, terjadi penggabungan dari lapisan retina luar ke membrana Bruch, terjadi perubahan jaringan ikat korio-kapiler dan lapisan pembuluh darah koroid dalam, degenerasi dan disorganisasi dari retina sensoris dan sel-sel penyokong (6,8). Keadaan ini dapat terjadi akibat perubahan atau setelah tindakan krioterapi atau diatermi dari pada retina, baik pada perubahan penyakit retina maupun pada terapi glaukoma diatas.
Pada suatu kelainan di retina , dapat di ikuti dengan penurunan tekanan intra okular (T.I.O.) yang moderat, pengurangan aliran humor akuos melalui bilik mata depan, suar ringan di akuos dan peningkatan kadar protein cairan subretinal. Ada 2 hipotesa kemungkinan terjadinya keadaan tersebut. Hipotesa pertama menyatakan bahwa kelainan retina akan menimbulkan inflamasi ringan sistem traktus uvea, disebabkan kegagalan sawar darah-akuos, disertai suar akuos & pengurangan produksi akuos, mengakibatkan peninggian protein cairan sub retinal. Hipotesa kedua mengatakan bahwa terjadi kegagalan ringan sawar darah akuos. Dan juga, produksi akuos tetap normal tetapi terjadi perubahan aliran dari bilik mata belakang kerongga badan kaca, melalui kelainan diretina dan melewati epitel pigmen retina.
Aliran yang tidak lazim ini (misdirected/unconvention al route) dari humor akuos menyebabkan penurunan tekanan intra okular, dan membawa protein dari bilik mata belakang yang akan mengumpui di celah subretinal.
Pembuktian adanya aliran cairan dari badan kaca ke celah retina ini terlihat pada percobaan binatang kera yang disuntikan cairan fluoresin iso tiosianat dextran. Disini terjadi kerusakan intregitas retina sensoris, yang diikuti pengaliran cairan badan kaca ke celah subretinal dan akan di absorpsi pembuluh darah koroid dan menimbulkan penurunan tekanan intra okular."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Ayu Permatasari
"Glaukoma merupakan penyebab kebutaan permanen terbesar kedua di dunia. Di Indonesia, tercatat sebanyak 427.091 kunjungan di rumah sakit terkait glaukoma. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Penanganan glaukoma tidak hanya bertujuan untuk mencapai target klinis saja, tetapi juga untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup pasien glaukoma. Untuk itu diperlukan adanya pengetahuan mengenai jenis tindakan operatif yang memberikan kualitas hidup lebih baik pada pasien glaukoma. Penelitian ini menggunakan desain cross- sectional dengan mengambil data primer melalui wawancara pasien RSCM Kirana yang sudah menjalani trabekulektomi atau pemasangan glaukoma implan dengan kuesioner NEI-VFQ-25 (National Eye Institute Visual Function Questionnaire 25) yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Data tersebut kemudian akan diolaah menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan skor kualitas hidup pasien. Terdapat 59 subjek untuk setiap kelompok. Rerata skor kualitas hidup kelompok glaukoma implan(62.59) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok trabekulektomi(61.59). Tetapi, perbedaan tersebut tidak bermakna signifikan secara statistik (p=0.782).

Glaucoma is the second leading cause of permanent blindness in the world. In Indonesia, there were 427,091 hospital visits related to glaucoma. This number is expected to continue to increase over time. Treatment of glaucoma is not only aimed at achieving clinical targets, but also to maintain and improve the quality of life of glaucoma patients. For this reason, it is necessary to have knowledge about the types of surgical management which provide a better quality of life for glaucoma patients. This study used cross-sectional design. Primary data were taken through interviews of patients from RSCM Kirana who had undergone trabeculectomy or glaucoma implants using the NEI-VFQ-25 questionnaire (National Eye Institute Visual Function Questionnaire 25) which had been translated into Indonesian. The data will then be analyzed using the Mann-Whitney test to determine differences in patient quality of life scores."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdani Zain
"Perkembangan teknologi komputer dan turunnya harga komputer telah menyebabkan meluasnya pemakaian komputer dibidang kedokteran. Meningkatnya penggunaan ini, khususnya di bidang medis, adalah sebagai akibat keinginan untuk memaksimalkan kegunaan komputer itu sendiri secara efisien. Hal ini biasanya akan diperoleh dengan cara optimisasi interaksi pemakai dan informasi-informasi yang dihasilkan oleh komputer. Kegunaan maksimal informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem komputer tergantung dari aplikasinya bagi pemakai. Dengan maksud tercapainya salah satu dari sekian objektif yang ingin dicapai, maka dikembangkan teknik pemerosesan citra untuk optalmologi.
Studi tentang subjek ini telah dilaksanakan dan dibuktikan kegunaanya untuk penditeksian awal glaucoma. Teknik pemerosesan citra dalam aplikasinya dibidang oftalmologi terutama menyangkut cara menghasilkan suatu citra baru dari pada citra yang langsung berasal dari alat foto fundus, baik monokular maupun stereo dan kamera slit lamp. Citra yang baru ini biasanya sudah melewati proses perbaikan citra, penghilangan derau (noise), peningkatan ketajaman gambar, dan penditeksian tepi. Hasil yang didapatkan adalah tetap suatu citra yang masih memerlukan kemampuan pemakainya untuk menterjemahkannya. Peningkatan dibidang ini telah dilakukan, dengan memanfaatkan komputer untuk menyaring informasi yang cukup sulit jika dilaksanakan oleh manusia.
Sungguhpun teknik pemerosesan citra dapat meningkatkan kemampuan dan sejumlah manfaat bagi manusia, pemakaian teknik ini hanya akan efisien jika pemakainya memiliki pengetahuan tentang ciri-ciri penyajian atau penampakan analog dari fenomena alam.
Penyajian analog dari pada kelainan mata, seperti peningkatan kerusakan mata akibat glaucoma, penyempitan lapang pandangan mata, perubahan topografis dari pada cup dan penampakan warna dari pada retinal layer dan ukuran dari anterior chamber, merupakan objek utama dari pada studi ini. Glaukoma, sebagai suatu penyebab yang cukup umum dari kebutaan, dapat diditeksi pada taraf awal dengan mempelajari perubahan topografis atau cupping papilla ( optic disc ). Perubahan-perubahan konfigurasi papilla telah ditemukan sebagai indikator yang baik untuk menentukan adanya, serta kemajuan glaukoma. Tetapi, untuk topografis dan konfigurasi yang ekstensif tidak dapat ditentukan, jika menggunakan pengukuran dengan satu parameter tertentu saja untuk secara tepat dapat membedakan papilla normal dan glaukoma.
Dengan menggunakan teknik pemerosesan citra untuk pemakaian dibidang oftalmologi, dapat diekstrak karakteristik yang khas dalam membedakan mata normal dan glaukoma. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa studi telah dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metoda untuk menentukan dan mengukur kondisi glaukoma; yang tentunya harus dilengkapi dengan sejumlah uji coba lebih lanjut.
Maksud dan tujuan dari pada studi ini, adalah mengembangkan suatu aplikasi teknik pemerosesan citra untuk oftalmologi khususnya glaukoma. Secara bertahap beberapa teknik pemerosesan telah diajukan.
Dalam hal komputerisasi lapang pandangan mata , dibahas suatu perimeter projeksi berbasis komputer berikut teknik pengukurannya. Juga dibahas analisis, kalibrasi lapang pandangan mata dan tentang sistem kontrol pergerakan mata dengan metoda yang belum pernah diterapkan sebelumnya.
Stereo-photogrametri digital untuk papilla adalah suatu bidang dalam lime dan teknologi kedokteran yang telah diterima secara meluas khususnya optalmologi. Teknik ini secara meluas telah digunakan untuk mengukur secara kuantitatif, seperti perbandingan cup/disc.
Diketahui bahwa ukuran dan kedalaman dari papilla sangat berubah-ubah dari individu ke individu, sehingga perbandingan cup/disc tidak bisa merupakan faktor penentu, melainkan bentuk cup dan perbandingan cup tersebut terhadap mata sebelahnya lebih bisa menentukan.
Sebagai pengganti cara pengukuran kuantitatif tersebut diatas, dikembangkan teknik rekonstruksi tiga dimensi papilla, yang tidak lain merupakan pengukuran cara kualitatif. Suatu cara baru untuk melakukan pengukuran volume dari bilik depan mata manusia telah dikembangkan dengan hasil yang cukup teliti. Agar selanjutnya dapat digunakan secara klinis, masih diperlukan pengukuran dengan jumlah pasien yang lebih besar.
Untuk analisis suatu topografis yang lebih rumit, teknik-teknik yang telah dibahas diatas, akan sangat lebih bermanfaat jika dilengkapi dengan teknik perbaikan warna. Dengan teknik ini dapat membuat setiap gangguan atau kelainan lapisan serabut saraf retina, menjadi lebih jelas dengan penampakan yang lebih mudah untuk diinterpretasikan.
Secara fungsional dan keterkaitan satu sama lain dari teknik-teknik yang telah dibahas, jelas dapat dimengerti bahwa semuanya secara teknis cukup potensial untuk dikembangkan kesuatu sistem baru yang diberi nama Sistem Pemerosesan Citra oftalmologis" atau " ohthalmologic Image Processing System (GIPS).
Pada penelitian ini juga dikemukakan suatu perkakas baru dan teknik yang memiliki kemampuan untuk mengamati, analisis, dan pengontrolan tahapan terhadap akibat dari suatu gangguan pada mata, seperti pertumbuhan dan perbaikan kembali lapang pandangan dan lapisan serabut saraf.
Dengan menggunakan software interface standar'dan guide line suatu Geographic Information System, semua informasi spasial kelainan mata yang didapat dengan menggunakan teknik-teknik tersebut diatas dapat diintegrasikan menjadi satu sehingga akan didapatkan kemampuan mengakses dan memeroses multipel data Optalmologis serta mengembangkan prosedur dan algoritma untuk mengolah informasi.
Sistem terakhir ini diharapkan dapat dikembangkan dalam waktu dekat mendatang sehingga didapat suatu sistem management informasi yang efisien dalam memenuhi kebutuhan mengakses data bagi para ahli ilmu kedokteran, khususnya bagi peneliti yang berminat mengembangkan bidang optalmologi.

Recent advances in computer technology and the recent reduction in the price of computer have resulted in their widespread use in medical applications gas well as in home. The increase in use, especially in medicine, has resulted in the concern over how to maximize the efficient use of computer. This is usually accomplished by optimizing the interactions of the users with the information's presented by the computers. The ultimate use of information's generated by the computer system is in its application to users. In order to accomplish one of the objectives, we develop the image processing technique for ophthalmology.
The study of this subject has been conducted and proved especially useful for early detecting of glaucoma in the eye.
Image processing technique for ophthalmology applications is highly concerned with the generation of new images from existing images which were produced from a monocular- or Stereo-fundus camera and slit lamp camera. The new enhanced image may have noise suppressed, blurring removed, or edges accentuated.
The result is, however, still an image, usually meant to be interpreted by a person. Bore progress has been made in these areas where computers have been called upon to extract ill-defined information from images that even people find hard to interpret.
While image processing techniques offer increased capability and a number of potential advantages for the human being, the effective use of image processing techniques requires an understanding of object features of analog presentations.
The analog presentations of eye diseases, such as the progression of damage from glaucoma, decreasing of visual field, topographic changes or cupping and color appearance of the retinal layer in the human eye and its anterior chamber volume measurement are mainly the object of this study. Glaucoma, as a common cause of blindness can be detected in the early stages by studying topographic changes or cupping of the optic disc. Changes in the configuration of the optic disc cup in human eye were found as a good indicator of the presence and progress of glaucoma. However, in more extensive topographies and-configuration determination no single measurement parameter was able to accurately differentiate normal and glaucomatous optic cup.
By using the proposed image processing technique for ophthalmology applications, the most distinguish characteristic of normal and glaucomatous eye can be extracted. These findings suggest that any single feature of optic cup was not a sensitive indicator of glaucomatous cupping.
To accomplish these phenomena, some studies have been conducted on the methods for determining and measuring the glaucomatous eye, but the improvements and further development is still needed.
The purpose of this study is, therefore, to develop image processing technique for ophthalmology applications especially glaucoma. In this research work several image-processing techniques were proposed subsequently.
In regard with computerization of visual field measurement, the design of a new computerized projection perimeter and its measurement technique was discussed. The analysis and calibration of visual field map, including of a kind of eye movement control was also discussed, which have never been included in the ever-built perimeter.
Digital stereo-photogrammetry of the optic disc is one of the areas of medicine in which has received wide interest in ophthalmology. This technique have been 'idely used for measurements of the optic disc quantitatively, such as cup/disc ratio. We know that the size and depth of the physiologic cup varies greatly among different individuals. The significant factor is not the cup/disc ratio, but the "shape" of the cup and its comparison to that of the cup in the fellow eye.
Instead of quantitative measurement the three-dimensional reconstruction of the optic disc was developed by which the qualitative measurements of optic disc can be done.
A new computerized method to measure the volume of anterior chamber in the human eye was extended to extract the parameter, which can be used to accurately differentiate normal and glaucomatous eye.
The analysis of complex topographical relationships such as those mentioned above can be greatly aided by the use of color enhancement technique to make any defect part of retinal and nerve fiber layer too clear to be detected. By using these techniques, the appearance of retinal layer and the color boundary of nerve fiber layer have been enhanced.
The functioning and interrelation of whatever the above presented techniques is clearly understood and technologically potential for expansion to the new area of imaging system so called ophthalmologic image processing system (DIPS).
This research has also develop new tool and technique that offer the potential to observe, analyze and control the end results of diseases affecting the human eye, such as reproducibility and recovery of visual field and nerve fiber layer. Using standard interface software?s and operating guide lines of geometric information system (GIS) all of the ophthalmologic information extracted in the above mentioned image processing techniques have been integrated to provide the capabilities to access and process multiple ophthalmologic disperse data sets and develop the necessary procedures and algorithm to drive resource information.
This system has established an efficient information management system to meet the data access requirements of medical doctors specializing in ophthalmology.
"
2000
D437
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan tulisan ini adalah membandingkan penurunan tekanan intraokular (TIO) setelah pemberian obat tetes mata travoprost 0,004% dengan setelah pemberian timolol 0,5% pada glaukoma primer sudut tertutup kronik..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edi S. Affandi
"Tujuan tulisan ini adalah untuk membandingkan penurunan tekanan intraokuler (TIO) setelah pemberian obat tetes mata Trovoprost 0,004% dengan setelah pemberian timolol 0,5% pada glaukoma primer sudut tertutup kronik. Penelitian prospektif yang dilakukan dari April 2005 sampai Juli 2005 di Departemen Mata Rumah Sakit Cipto Mangunkitsumo (RSCM) Jakarta pada pasien glaukoma primer sudut tertutup kronik. Subjek dibagi secara acak menjadi 2 grup: grup pertama diberi tetes mata Travoprost 0,004% sekali sehari, dan grup ke dua diberi timolol 0,5% dim kali sehari. Dua minggu sesudah pengobatan dengan obat yang pertama, obat diganti dengan obat yang kedua. Tekanan intraokuler dicatat sebelum pengobatan dimulai, pada hari 1, hari 7 dan hari 14. Masa wash out terlaksanakan selama tiga minggu sebelum terapi awal dan setelah dilakukkan cross over. Enam belas pasien (32 mata) memenuhi kriteria inklusi dan diikutsertakan pada penelitian ini. Sebelum terapi, TIO pada grup Travoprost sebesar 25.38 ± 3,01 sedangkan pada grup timolol sebesar 25,88 ± 2,55 mmHg (p=0,354). Pada hari ke 7 pengobatan, TIO untuk masing-masing sebesar 16,75 ± 1,92 dan 21,25 +_ 3,09 (p=0,00l). Sedangkan pada hari ke 14 pengobatan, TIO untuk masing-masing grup sebesar 13,94 ±_ 2,02 dan 19,25 ± 2,18 (p=000). Dengan demikian Travoprost secara statistik bermakna menurunkan TIO lebih cepat dan besar dari pada timolol (p<0.05). Telex mala Travoprost 0,004% menurunkan tekanan intraokuler lebih cepai dan lebih besar daripada teles mata limolol 0,5%. (Med J Indones 2006; 15:242-5).

The objective of this study is to compare the reduction of intraocular pressure (IOP) after instillation of Travoprost compared with timolol in chronic primary angle-closure glaucoma. A prospective randomized, crossover study was conducted from April 2005 to July 2005 at Department of Ophthalmology, National Central General. Hospital (RSCM) Jakarta on subjects with chronic primary angle-closure glaucoma. Subjects were randomly divided into 2 groups: those taking Tmvoprost once daily and those taking timolol twice daily. Two weeks after treatment with the first drug, the second drug was substituted. Intraocular pressure was recorded before therapy, at day 1, day 7, and day 14. There was a wash out period of three weeks prior to initial treatment and after the cross over. Sixteen subjects (32 eyes) met the inclusion criteria and were included in this study. The mean baseline (OP in the Travoprost group was 25.38 ±3.01 mmHg, while in the timolol group it was 25.88 ±2.55 mmHg (p=0.354). At dav 7, the IOP were consecutively 16.75 ± 1.92 mmHg and 21.25 ± 3.09 mmHg (p=0.00i) and at day 14 IOP were 13.94 + 2.02 mmHg and 19.25 + 2.18 mmHg (p=000). This showed that Travoprost decreased the IOP faster and greater than timolol. The mean baseline IOP was 25.38 ± 3.01 mmHg was decreased to 11.44 ± 1.90 mmHg with Travoprost. In the timolol group, the mean baseline IOP of 25.88 ± 2.55 mmHg was decreased to 6.63 ± 2.25 mmHg. Statistically, Travoprost significantly reduced the IOP faster and greater than timolol "
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-4-OctDec2006-242
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Valentino
"ABSTRAK
Glaukoma merupakan penyakit multifaktorial dan penyebab kematian terbesar kedua di dunia. Riskesdas 2007, menyatakan sekitar 4.6 penduduk Indonesia menderita glaukoma. Baku emas penegakkan diagnosis glaukoma menggunakan nilai rerata RNFL. Tujuan penelitian ini untuk melihat korelasi nilai rim area dengan rerata RNFL sebagai alat diagnostik glaukoma primer sudut terbuka. Penelitian ini menggunakan metode studi potong-lintang dengan jumlah sampel sebanyak 55 subjek yang diambil dari total data rekam medis bulan februari 2015 hingga juni 2016. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien glaukoma primer sudut terbuka berusia >58 tahun 56.4 , laki-laki 61.8 , cup-disk rasio >0.7 63.6 , nilai rerata RNFL 60.76 19.86 ?m, dan nilai rim area 0.73 0.56 mm2. Hasil uji korelasi pearson antara Rim area dengan rerata RNFL didapatkan nilai r 0,734 dan nilai p< 0,05 yang menyatakan kedua variabel memiliki korelasi kuat dan secara statistik bermakna. Pengukuran menggunakan ROC curve didapatkan nilai cut-off rim area sebasar 1.049 dengan nilai sensitivitas 81.8 dan spesifisitas 95.5 . Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Rim area memiliki korelasi dengan nilai rerata RNFL dan dapat digunakan sebagai alat diagnostik glaukoma primer sudut terbuka.

ABSTRAK
Glaucoma is a multifactorial disease and the second biggest cause of death in the world. Riskesdas 2007 report rsquo s stated around 4.6 population in Indonesia was diagnosed with glaucoma. The gold standard in diagnosing glaucoma is using the average RNFL.The purpose of this research is finding the correlation of rim area with average of RNFL as a diagnostic tools for primary open angle glaucoma. The method used in this research is a cross sectional study, the samples of which use 55 patient medical records from 2015 February until 2016 June. The result consist of the data that most of the patient with primary open angle glaucoma are older than 58 years old 56.4 , male 61.8 , cup disk ratio 0.7 63.6 , the average RNFL 60.76 19.86 m and rim area 0.73 0.56 mm2. Rim area and average RNFL are analyzed with pearson corelation test and the result of which are r value 0,734 and p value less than 0,05 which represent a strong correlation and statistically significant result. Measurement with ROC curve found that the cut off of rim area is 1.049 with 81.8 sensitivity and 95.5 specificity. As the conclution, rim area has corelation with average RNFL and can be used as a diagnostic tool for primary open angle glaucoma. "
2016
S70378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardanareswari Chaerani
"Glaukoma adalah salah satu penyebab kebutaan terbanyak kedua di dunia yang disebabkan oleh tekanan yang meninggi pada bola mata. Dalam proses mendiagnosa glaukoma, dibutuhkan waktu yang lama dikarenakan tidak ada perubahan secara signifikan pada citra fundus. Pada penelitian ini, penulis menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) untuk mengekstraksi fitur dan metode klasifikasi Deep Belief Network (DBN) dalam mengklasifikasi glaukoma pada data citra fundus. Hasil pada model CNN-DBN dibandingkan dengan metode ekstraksi fitur CNN dan klasifikasi Support Vector Machine (SVM) yang dinamakan model CNN-SVM. Arsitektur CNN yang digunakan pada penelitian ini adalah ResNet-50. Dataset yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 online database, yaitu cvblab dan kroy1809. Pada proses ekstraksi fitur, model dilatih dari fully connected layer pada ResNet-50. Kemudian, vektor fitur dari fully connected layer diklasifikasi menggunakan metode klasifikasi DBN dan SVM. Berdasarkan hasil simulasi, CNN-DBN memiliki hasil akurasi, precision, dan recall terbaik dibandingkan dengan metode CNN-SVM dan CNN dengan akurasi 96.46%, precision 95.86%, dan recall 98.05% pada pembagian dataset training dan testing 70:30.

Glaucoma is the second most common factor of blindness in the world caused by the increasing pressure on the eyeball. It takes a long time to diagnose glaucoma due no significant change in the fundus image. In this study, the author used the Convolutional Neural Network (CNN) to extract the features and the Deep Belief Network (DBN) classification method to classify glaucoma in fundus images. The results on the CNN-DBN model will be compared with to the CNN feature extaction method and the Support Vector Machine (SVM) classification method, named the CNN-SVM model. The CNN architecture used in this study is ResNet-50. The dataset used in this study are from 2 online database, cvblab and kroy1809. In the feature extraction process, the model is trained using the CNN method with the ResNet-50 architecture. Afterward, the feature vectors of the fully connected layer are classified using the DBN and SVM classification methods. Based on the simulation results, CNN-DBN has the best results than CNN-SVM and CNN method with the accuracy of 90%, precision of 95%, and recall of 92% with splitting data training and testing of 70:30."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Stephanus
"Glaukoma primer merupakan glaukoma yang paling sering muncul, dan trabekulektomi merupakan tatalaksana operatif lini pertamanya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan bagaimana trabekulektomi menurunkan tekanan intraokular pada kedua bentuk glaukoma primer dalam jangka waktu antara 1-6 bulan. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang, yaitu dengan mengambil data sekunder dari rekam medik pasien berupa data pra-intervensi dan pasca intervensi dalam waktu yang sama. Intervensi adalah trabekulektomi. Waktu antara pasca trabekulektomi dengan trabekulektomi dilaksanakan minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan. Peneliti mengambil 90 pasien sebagai sampel, 38 di antaranya adalah pasien POAG dan 52 lainnya pasien PACG. Melalui trabekulektomi, penurunan tekanan intraokular pada PACG lebih besar dibandingkan pada POAG. Namun penurunan tekanan intraokular hasil trabekulektomi pada pasien POAG dibandingkan dengan pasien PACG tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Penelitian selanjutnya membutuhkan tekanan intraokular pra-operasi yang cenderung sama untuk mengetahui hasil yang lebih objektif.

Primary glaucoma is the most common form of glaucoma, and trabeculectomy is the first line for operative management for it. This research is intended to find out the comparison between how trabeculectomy lower intraocular pressure in both kinds of primary glaucoma patients within a short period 1 6 months . This research uses cross sectional design by taking secondary data from glaucoma patients rsquo medical record and seeing the intraocular pressure before and after trabeculectomy at the same time. The time between the post operation data and the operation is a month at minimum and six months at most. Researcher took 90 patients as samples, 38 are POAG patients and the other 52 are PACG patients. The result shows that the intraocular pressure lowering effect trabeculectomy in PACG patients is bigger than in POAG patients. The difference of intraocular pressure lowering effect by trabeculectomy among PACG patients is not significant compared to POAG patients. The upcoming research will need the same pra operation intraocular pressure patients to objectify the results more.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>