Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Debora Damayanti
"Transformasi digital yang terjadi sejak Revolusi Industri 4.0 menjadi salah satu faktor pendorong munculnya “gig economy” pada pasar tenaga kerja di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Istilah gig economy mengacu pada pengaturan kerja jangka pendek, berbasis proyek dan hasil (output). Pekerjaan pada gig economy memberikan peluang bagi perempuan untuk memilih pekerjaan, otonomi, dan fleksibilitas dalam mengatur jadwal mereka sehingga perempuan dapat menyeimbangkan antara kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya. Dengan demikian, kesenjangan penghasilan antar gender dan berbagai bentuk diskriminasi pada perempuan yang telah lama terjadi pada pasar tenaga kerja tradisional diharapkan dapat berkurang pada gig economy. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers, baik secara rata- rata maupun dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan. Sumber data penelitian ini adalah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021. Metode dekomposisi Oaxaca-Blinder dan regresi kuantil digunakan untuk menganalisis kesenjangan penghasilan secara rata-rata maupun dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers sebesar 45,95 persen poin. Hasil dekomposisi menunjukkan bahwa kontribusi komponen unexplained/faktor diskriminasi jauh lebih besar dalam menjelaskan kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers. Kesenjangan dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan menunjukkan pola sticky floor effect, yaitu kesenjangan penghasilan yang melebar di bagian bawah distribusi penghasilan.

The digital transformation that has occurred since the Industrial Revolution 4.0 has become one of the driving factors for the rise of a "gig economy" in the labor market around the world, including Indonesia. The term gig economy refers to short-term, project-based and output-based work arrangements. Jobs in the gig economy provide opportunities for women to choose jobs, autonomy, and flexibility in managing their schedules so that women can balance between paid and unpaid work. Thus, it is expected that the gender earnings gap and various forms of discrimination against women that have long occurred in the traditional labor market will be narrowed in the gig economy. This study aims to analyze the gender earnings gap in gig workers, both on average and in the overall earnings distribution. This study uses data form National Labor Force Survey (Sakernas) August 2021. Oaxaca-Blinder decomposition and quantile regression are used to analyze gender earnings gap, both on average and in the overall earnings distribution. In this study it was found that the gender earnings gap in gig workers was 45.95 percentage points. The results of the decomposition show that the contribution of unexplained component/discrimination factor is higher in explaining gender earnings gap in gig workers. The gap in the overall earnings distribution shows a sticky floor effect, gender earnings gap is wider at the bottom of the earnings distribution."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raffianza Al Fathan
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan membahas bagaimana career commitment dari digital gig workers dipengaruhi oleh Job Crafting dan Meaningful Work serta peran mediasi meaningful work pada pengaruh job crafting terhadap career commitment pada digital gig workers di Indonesia. Model yang penulis gunakan diadaptasi berdasarkan tiga jurnal acuan yang dibuat oleh Wong, Kost, & Fieseler (2021), Mousa & Chaouali, (2022), dan Lin, Au, Leung, & Peng (2020). Penulis mengkombinasikan ketiga jurnal ini untuk membuat model penelitian yang baru. Penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan bantuan perangkat lunak Lisrel 8.80 dan SPSS Statistics 23. Peneliti menyebarkan kuesioner pada grup telegram dan facebook untuk pengumpulan data dari digital gig workers di seluruh Indonesia. Sebanyak 237 responden diperoleh sebagai sampel pada penelitian ini. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh positif dari job crafting terhadap meaningful work dan career commitment. Selain itu, terdapat juga peran mediasi parsial dari meaningful work pada pengaruh positif job crafting terhadap career commitment. Penemuan dari penelitian ini dapat digunakan dan dijadikan referensi bagi pihak yang memiliki kepentingan, khususnya akademisi dan perusahaan untuk meningkatkan komitmen karier para digital gig workers dengan membantu proses job crafting dan pembentukan makna sehingga para digital gig workers dapat bertahan pada career path yang mereka pilih.

This research aims to examine and discuss how career commitment of digital gig workers is influenced by Job Crafting and Meaningful Work, as well as the mediating role of meaningful work in the influence of job crafting on career commitment among digital gig workers in Indonesia. The model used by the author is adapted based on three reference journals by Wong, Kost, & Fieseler (2021), Mousa & Chaouali (2022), and Lin, Au, Leung, & Peng (2020) . The author combines these three journals to create a new research model. This study employs quantitative methods with SEM analysis using Lisrel 8.80 and SPSS Statistics 23 software. The researchers distributed questionnaires to Telegram and Facebook groups to collect data from digital gig workers across Indonesia. A total of 237 respondents were obtained as samples for this study. The research findings reveal that there is a positive influence of job crafting on meaningful work and career commitment. Additionally, there is a partial mediating role of meaningful work in the positive influence of job crafting on career commitment. The findings from this study can be utilized and serve as a reference for interested parties, particularly academics and companies, to enhance the career commitment of digital gig workers by assisting in the job crafting process and the formation of meaning, thus enabling digital gig workers to persist in the chosen career path."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Fathya Murti
"Apa yang dewasa ini dikenal luas sebagai perekonomian gig adalah hasil perkembangan perkembangan teknologi digital, khususnya penggunaan aplikasi yang mudah digunakan masyarakat secara massal. Ekonomi gig yang mampu membuat murah transaksi antara konsumen, produsen, dan pedagang mengandalkan teknologi digital dan juga hubungan kerja sistem kontrak independen/kemitraan, yang biasa disebut sebagai pekerja gig. Kondisi pekerja gig umumnya bersifat rentan karena jam kerja yang panjang dan bayaran berbasis proyek tanpa adanya gaji pokok. Penting untuk diperhatikan bahwa sejak tahun 2015, di beberapa negara muncul fenomena para pekerja gig, khususnya yang berada di sektor pengantaran online, dalam membentuk organisasi-organisasi kolektif dan melakukan resistensi untuk sebagai respon terhadap kondisi kerentanan yang mereka alami. Penelitian ini membandingkan resistensi yang dilakukan oleh pekerja gig pengantaran daring di dua negara, yaitu pekerja gig yang bekerja untuk di perusahaan platform Gojek (Indonesia) dan Deliveroo (Inggris). Penelitian ini menggunakan kerangka teori aspek ekonomi politik dalam perekonomian gig (Woodcock 2019) guna menjelaskan tentang mengapa regulasi negara dan kekuatan pekerja dapat mempengaruhi bentuk resistensi pekerja gig daring di kedua negara. Penelitian ini menemukan regulasi ketenagakerjaan yang tidak memposisikan pekerja gig dan kekuatan pekerja dalam membentuk organisasi-organisasi kolektif turut mempengaruhi bentuk dan cara resistensi yang dilakukan dalam merespon kondisi kerentanan kerja yang dihadapi oleh pekerja gig.

The gig economy, which is able to make cheap transactions between consumers, producers, and traders, relies on digital technology as well as the working relationship of an independent contracting system/partnership, commonly referred to as gig workers. The condition of gig workers is generally vulnerable due to long working hours and project-based pay without a base salary. It is important to note that since 2015, in several countries the phenomenon of gig workers, especially those in the online delivery sector, has emerged in forming collective organizations and carrying out resistance to respond to the precarity they experience. This study compares the resistance of online delivery gig workers in two countries, namely gig workers who work for the platform companies Gojek (Indonesia) and Deliveroo (England). This study uses a theoretical framework of political economy aspects in the gig economy (Woodcock 2019) to explain why state regulations and labor power can influence the form of online gig worker resistance in both countries. This research finds that employment regulations that positions gig workers as non-workers influence, as well as the power of workers in forming collective organizations, influence the forms and methods of resistance carried out in response to the conditions of work precarity faced by gig workers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library