Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tjam Diana Samara
Abstrak :
Latar belakang: Semaphorin-3B (SEMA3B) sebagai faktor antiangiogenik dan Cullin-1 (CUL1) sebagai faktor proangiogenik merupakan contoh dua protein yang bekerja secara antagonis dalam invasi trofoblas, yang bila terjadi ketidakseimbangan akan menyebabkan preeklamsia (PE). VEGF, MMP9, E-cadherin, p21, dan CASP3 merupakan kandidat protein terkait kaskade hantaran sinyal SEMA3B dan CUL1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar SEMA3B dan CUL1, serta kandidat protein terkait kaskade hantaran sinyalnya pada patologi PE berdasarkan perbedaan usia kehamilan saat persalinan. Metode: Penelitian diadakan di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan dari April 2017-April 2018. Studi potong lintang dengan observasi analitik dilakukan untuk mengukur kadar SEMA3B dan CUL1 dan kandidat protein terkait kaskade hantaran sinyalnya dalam plasenta, serta kadar SEMA3B dan CUL1 dalam serum ibu pada 70 pasien PE berdasarkan dua kelompok usia kehamilan saat persalinan: <34 minggu dan ≥34 minggu. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hasil: Kadar SEMA3B, CUL1, VEGF, dan E-cadherin secara bermakna lebih rendah pada kelompok usia kehamilan <34 minggu. Pada kelompok usia kehamilan <34 minggu: terdapat korelasi positif antara usia kehamilan dengan SEMA3B, CUL1, dan protein terkait kaskade hantaran sinyalnya; terdapat korelasi positif antara SEMA3B dengan VEGF dan p21; terdapat korelasi positif antara CUL1 dengan VEGF, MMP9, E-cadherin, p21, dan CASP3; dan korelasi negatif antara rasio p21/CUL1 dengan usia kehamilan. Pada kelompok usia kehamilan ≥34 minggu: terdapat korelasi positif antara SEMA3B dalam plasenta dengan SEMA3B dalam serum ibu; tidak ada korelasi SEMA3B dengan kandidat protein terkait kaskade hantaran sinyalnya; terdapat korelasi positif antara CUL1 dengan MMP9, E-cadherin, p21, dan CASP3. Kadar proangiogenik CUL1 dan VEGF yang rendah rendah dan ratio p21/CUL1 yang tinggi secara bermakna berhubungan dengan usia kehamilan <34 minggu saat persalinan. Analisis multivariat menunjukkan kadar CUL1 yang rendah meningkatkan risiko melahirkan sebesar empat kali lebih besar pada usia kehamilan <34 minggu dibandingkan usia kehamilan ≥34 minggu. Kesimpulan: Pada PE usia kehamilan <34 minggu saat persalinan, gambaran patologi PE lebih berat, kadar SEMA3B yang lebih rendah, serta kadar CUL1 yang lebih rendah memiliki risiko empat kali lebih besar terjadi persalinan dibandingkan usia kehamilan ≥34 minggu saat persalinan. ......Background: Semaphorin-3B (SEMA3B) as an antiangiogenic factor and Cullin-1 (CUL1) as a proangiogenic factor are examples of two proteins that work antagonistically in trophoblast invasion, which will cause preeclampsia (PE) if an imbalance occurs. VEGF, MMP9, E-cadherin, p21, and CASP3 are protein candidates related to the signal transduction cascade of SEMA3B and CUL1. The aim of this study was to analyze SEMA3B and CUL1 levels, as well as protein candidates related to the signal transduction cascade in pathology of PE based on differences in gestational age at delivery. Methods: The study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital and Budi Kemuliaan Hospital during April 2017 until April 2018. In this cross-sectional study SEMA3B, CUL1, and protein candidates related to the signal transduction cascade (VEGF, MMP9, E-cadherin, p21, CASP3) were measured in the placenta, as well as SEMA3B and CUL1 levels in maternal serum in 70 PE patients in two gestational age at delivery groups: <34 weeks and ≥34 weeks. Measurements were conducted at Integrated Laboratory of Faculty of Medicine Universitas Indonesia. Results: Levels of SEMA3B, CUL1, VEGF, and E-cadherin were significantly lower in the gestational age group of <34 weeks compared to ≥34 weeks. In the gestational age group of <34 weeks: there were positive correlation between age gestational age and SEMA3B, CUL1, protein candidates related to their signal transduction cascade; there were positive correlations between SEMA3B and VEGF, p21; there were positive correlations between CUL1 and MMP9, E-cadherin, p21, CASP3; there were negative correlation between p21/CUL1 ratio and gestational age. In the gestational age group of ≥34 weeks: there were positive correlation between SEMA3B in placenta and SEMA3B in maternal serum; there were positive correlations between CUL1 and MMP9, Ecadherin, p21, CASP3; there were no correlation between SEMA3B and candidate protein related to the signal transduction cascade. Significantly, low level of proangiogenic CUL1 and VEGF, and high ratio p21/CUL1 were associated with <34 weeks of gestational age at delivery. Multivariate analysis showed that at <34 weeks of gestational age, low levels of CUL1 increased the risk of giving birth by four times greater than at ≥34 weeks of gestational age. Conclusions: In PE at <34 weeks of gestation age at delivery, pathology of PE was worse, level of SEMA3B was lower, and lower level of CUL1 had four times greater risk of labor than at ≥34 weeks of gestational age at delivery.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adianty Kartika
Abstrak :
Latar belakang: Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan kepada ibu hamil dengan salah satu asuhan yang dilakukan adalah pemantauan pertumbuhan janin. Salah satu modalitas pemantauan pertumbuhan janin yang sederhana dan memiliki sensitivitas tinggi adalah pengukuran tinggi fundus uteri secara serial. Berbagai studi internasional tentang normogram tinggi fundus uteri sesuai populasi tertentu telah dilakukan dan diaplikasikan sebagai pemantauan pertumbuhan janin. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian nomogram tinggi fundus uteri dengan populasi normal di Jakarta agar mendapatkan normogram tinggi fundus uteri sebagai salah satu modalitas pemantauan pertumbuhan janin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain longitudinal yang dilakukan pada ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di 4 Rumah Sakit dan 4 Pusat Kesehatan Masyarakat di DKI Jakarta selama bulan Juli 2020 sampai April 2021. Pemeriksaan tinggi fundus uteri dilakukan pada usia kehamilan 16 sampai 42 minggu berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) dan pengukuran CRL trimester I. Nomogram tinggi fundus uteri dipresentasikan dalam model regresi quadratic dengan persentil 10, 50, 90. Hasil: Sebanyak 947 pengukuran tinggi fundus uteri dari 321 subjek penelitian dilakukan analisis dan diolah menjadi nomogram tinggi fundus uteri dengan persentil 10, 50, 90. Dan didapatkan rumus persamaan regresi kuadrat TFU (cm) = -9,355 – 0.008(usia kehamilan)2 + 1.4(usia kehamilan) dengan R Square 0.912 (p < 0.05). Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan nomogram tinggi fundus uteri pada populasi normal di Jakarta dengan persentil 10, 50 dan 90 yang diharapkan dapat menjadi salah satu modalitas untuk memantau pertumbuhan janin dan mendeteksi kelainan pertumbuhan janin. Kata kunci: nomogram, tinggi fundus uteri, usia kehamilan. ......Background: Antenatal care (ANC) is a health care service provided by health workers to pregnant women, including monitoring fetal growth. Serial measurement of the fundal height (FH) is simple and sensitive modality for monitoring fetal growth. International studies on FH nomograms according to certain populations have been carried out and applied for monitoring of fetal growth. Therefore, it is necessary to conduct a research on FH nomogram with normal population in Jakarta as one of modality for monitoring fetal growth. Objective: To obtain a nomogram of FH according to gestational age in uncomplicated pregnant women based on the normal population in Jakarta. Methods: A descriptive observational study with a longitudinal design was conducted on pregnant women who met the inclusion but not exclusion criteria at 4 Hospitals and 4 Public Health Centers in Jakarta from July 2020 to April 2021. FH measurements were carried out from pregnant women with gestational age 16 to 42 weeks based on the first day of last menstrual period (LMP) and 1st trimester CRL measurement. The nomogram for FH was presented in a quadratic regression model with 10th, 50th, 90th percentiles. Results: FH nomogram with the 10th, 50th, 90th percentiles were derived from 947 measurements of 321 subjects. The quadratic regression equation formula is FH (cm) = -9.355 - 0.008 (gestational age)2 + 1.4 (gestational age) with R Square 0.912 (p <0.05). Conclusion: It was found that the fundal height nomogram of the normal population in Jakarta is expected to be one of the modalities for monitoring and detecting fetal growth abnormalities. Keywords: nomogram, fundal height, gestational age
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Mustahsani Aprami
Abstrak :
Profit lipid yang abnormal merupakan faktor risiko mayor untuk penyakit jantung koroner (PJK) dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan dengan gangguan pertumbuhan prenatal (BBLR) atau postnatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko mempunyai profil lipid yang abnormal pada individu dengan gangguan pertumbuhan prenatal. Penelilian dilakukan pada populasi kohort di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Sawa Barat yang lahir tahun 1988-1990. Kriteria BBLR berdasarkan pada bayi lahir > 37 minggu dengan berat badan lahir 2700 gram. Kriteria inklusi, BBLR dan non-BBLR dengan pertumbuhan postnatal sampai usia 36 bulan adekuat, mempunyai catatan lengkap BB lahir, TB lahir sampai usia 36 bulan dan catatan BB, TB pada usia 12-14 tahun, bersedia ikut dalam penelitian. Setelah dilakukan pemeriksaan profil lipid, validitas data dan stratifikasi, dari 871 orang subyek yang diteliti, hanya 229 yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Ditentukan sebanyak 105 subyek penelitian melalui simple random yang mengalami dislipidemia dimasukkan kedalam kelompok kasus, untuk kelompok kontrol, diambil jumlah yang sama dengan matching. Untuk membandingkan data-data antara kedua kelompok dipakai uji student t-test, sedangkan menjawab masalah utama yaitu besarnya risiko mengalami dislipidemia digunakan perhitungan odds ratio dengan menggunakan table 2x2. Hasi penelitian karakteristek umum kedua kelompok (umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi bada) tidak ada perbedaan bermakna p<0,05. Tidak ada perbedaan yang bermakna kadar kolesterol total dan kolesterol LDL remaja dengan BBLR dibandingkan remaja yang non BBLR, p>0,05. Radar trigliserida lebih tingi bermakna pada remaja dengan BBLR dibandingkan dengan remaja non BBLR, p=0,00004, sedangkan kadar kolesterol HDL lebih rendah bermakna pads remaja dengan BBLR dibandingkan remaja non-BBLR, p=0,00004.. Pada remaja dengan BBLR mempunyai risiko lebih besar untuk teijadi dislipidemia dibandingkan remaja non BBLR dengan odds ratio 3,26 95%CI 1,77-6,02; p=0,00003. Kesimpulan : Remaja dengan gangguan pertumbuhan prenatal mempunyai risiko lebih besar untuk terjadi dislipidemia.
Abnormal lipid profile is an independent risk factor for coronary artery disease. Some studies have shown that small for gestational age (SGA) was associated with abnormal plasma lipid profile in adolescent and adulthood. This study was conducted to asses whether SGA children are more prone to have abnormal plasma lipid profile. This study was performed to cohort population in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang-West Java who was born between 1988-1990. The criteria of SGA are term infants, gestational age of > 37 weeks, birth weight : 2700 grams and birth length 45-50 centimeters. Appropriate gestational age (AGA) are term infants, gestational age > 37 weeks; birth weight > 2700 grams and birth length > 47 centimeters. Inclusion criteria were SGA and AGA with postnatal growth up to 36 months adequately, complete birth weight and birth length records up to 36 months as well and birth weight and birth length during 12-14 years of age, willing to accompany in this study. After lipid profile examination was performed, validity and stratification data of 871 subjects, 229 subjects were complied with including criteria. With the simple random, I05 subjects of dislipidemia were decided as the case group and the same number of control group were included as matching. The significance of differences between two groups was examined using student t -test and Mann Whitney. A p level of 0.05 was considered statistically significant. There were no differences in general characteristic of both group (age, gender, birth length) p>0.05. No significant differences between total cholesterol and LDL cholesterol levels in subject with SGA compared with AGA, p>0 05. Triglyceride level was higher found significant in subject SGA compared with AGA, p=0.00004, however the HDL cholesterol level have a significant more less in subject SGA compared with AGA, p=0.00004. Subject with SGA have an increase risk to develop of dislipidaemia compare with subject AGA, odds ratio of 3.26, 95%CI 1.77-6.O2;p=0.00003. Conclusion : Subject with prenatal growth retardation have an increase risk for dislipidaemia in adult life.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Kusuma Wardani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Kelahiran prematur menjadi salah satu penyebab utama kematian pada neonatus. Risiko mortalitas neonatus prematur akan menurun dengan bertambahnya usia kehamilan. Kondisi hipoksia akut akan menyebabkan insufisiensi plasenta, sehingga transfer nutrisi dari maternal ke janin akan terganggu. Hipoksia menstimulasi ekspresi faktor transkripsi HIF-1α, dan renin akan di ekspresikan lebih tinggi pada kondisi hipoksia.Renin angiotensin system (RAS) berperan dalam menjaga tekanan darah dan homeostasis elektrolit dalam tubuh.Renin dapat menstimulasi prostaglandin sebagai salah satu pencetus kelahiran diduga menjadi penyebab kelahiran prematur. Tujuan: Mengukur ekspresi renin pada usia kehamilan dan berat lahir pada jaringan plasenta neonatus prematur Metode: Desain penelitian menggunakan cross sectional, plasenta neonatus prematur dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan usia kehamilan (28-32 minggu dan 33-36 minggu) dan berat lahir neonatus (<1500 dan 1500-2500 gram) untuk neonatus prematur yang disertai preeklampsia maupun tanpa disertai preeklampsia. Pengukuran ekspresi relatif mRNA renin menggunakan metode two step RT-PCR. Pengukuran protein renin menggunakan metode ELISA. Hasil: Ekspresi renin yang lebih tinggi dijumpai pada plasenta neonatus prematur disertai preeklampsia usia kehamilan 28-32 minggu dan plasenta neonatus prematur tanpa disertai preeklampsia usia kehamilan 33-36 minggu. Ekspresi renin lebih tinggi pada plasenta neonatus prematur dengan berat lahir<1500 gram, baik pada prematur yang disertai preeklampsia maupun tanpa disertai preeklampsia. Kesimpulan: Tingginya ekspresi renin menunjukkan adanya penghambatan transfer nutrisi dari maternal ke janin sehingga janin tidak berkembang dengan optimal.Ekspresi renin lebih tinggi dijumpai pada neonatus dengan SGA. Ekspresi renin seluruh plasenta neonatus prematur lebih rendah dari plasenta aterm.
ABSTRACT
Background: Preterm birth has become a main cause of neonanus mortality. Preterm neonatus mortality risk will decrease along with the increasing gestational age. Acute hypoxia will lead placental insufficiency, which results disruption on transfer nutrition from maternal to fetus. Hypoxia stimulates expression HIF-1α transcription factor, and renin will be highly expressed in hypoxia. Renin angiotensin system (RAS) plays a role in maintaining blood pressure and electrolyte homeostatic in the body. Renin stimulates prostaglandin synthesis that induces labor, and it was suspected as a cause of preterm birth Objective: Measure renin expression in gestational age and birth weight of preterm neonates placental tissue Methods: The research design used cross sectional, placental preterm neonates were divided into two groups based on gestational age (28-32 and 33-37 weeks) and birth weight (<1500 and 1500-2500 grams), preterm neonates with and without preeclampsia. Renin mRNA relative expression was measured by two step RT-PCR method. Renin protein was measuredby ELISA method. Results: Renin expression is found higher in placental preterm neonates with preeclampsia 28-32 weeks gestational age, placental preterm neonates without preeclampsia 33-36 weeks gestational age. Renin expression was higher in placental preterm neonates <1500 grams birth weight, for both placental preterm neonates with and without preeclampsia. Conclusion: The high renin expression showed inhibition nutrition transfer from maternal to fetus, so that the fetus does not optimally being develop.The higher renin expression found in fetus with SGA. Renin expression in preterm neonates placenta is lower than at term neonates placenta
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Pertin
Abstrak :
Epilepsi merupakan suatu kondisi kronis yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak. Keadaan ini merupakan penyulit yang biasa ditemukan pada berbagai gangguan neurologis seperti kelumpuhan otak (cerebral palsy: CP) yang dapat mengakibatkan kerusakan otak lebih lanjut, terutama apabila disertai dengan serangan kejang yang berlangsung lama. Insidens epilepsi pada penyandang CP berkisar antara 25 ? 35%. Insidens epilepsi yang sering pada pasien penyandang CP menunjukkan bahwa kedua kelainan tersebut agaknya mempunyai penyebab yang sama atau saling berhubungan. Kami melaksanakan suatu studi retrospektif untuk menentukan apakah insidens epilepsi berbeda tergantung pada tipe CP. Data diambil dari rekam medik, meliputi: nama, jenis kelamin, paritas, usia ibu, penatalaksanaan pra, peri dan pasca lahir serta hasil rekaman EEG. Pengolahan data menggunakan uji statistik X2 pada P < 0,05. Didapatkan di antara 67 kasus dengan CP, 53 bertipe CP spastik, 13 kasus campuran dan 1 CP diskinetik. Lelaki 47,8%, Perempuan 52,2% dengan usia rerata 50,3 (SD 36,3) bulan. Pada 25 pasien dengan CP yang berhubungan dengan epilepsi ditemukan 72% dengan kejang umum, 20% dengan kejang parsial, dan 8% dengan spasme infantil. Insidens epilepsi ternyata menunjukkan perbedaan yang bermakna (P < 0,05) tergantung tipe CP dan usia kehamilan saat pasien dilahirkan. Disimpulkan bahwa insidens epilepsi pada pasien penyandang CP di YPAC medan ialah 37,3%, dan terdapat perbedaan bermakna sesuai tipe CP dan usia kehamilan saat pasien dilahirkan. (Med J Indones 2002; 11: 158-63)
Epilepsy is a chronic condition due to cerebral function disorders. Epilepsy occurs as a common complication of many neurological disorders such as cerebral palsy (CP) that can cause further brain damage if especially they are accompanied with prolonged seizure. The incidence of epilepsy among patients with CP varies, 25-35%. The high incidence of epilepsy among patients with CP suggests that these disorders has common or related origins. We carried out a retrospective study to determine the incidence of epilepsy among patients with CP registered July 1988 to June 1998 in YPAC Medan and to determine whether the incidence of epilepsy was different according to type of CP. Data was compiled from medical records, including name, sex, parity, mothers age, prenatal, perinatal, and postnatal history, and EEG resuts. Data were analysed using statistical computer program and its significance was evaluated by chi square test at p < 0.05. There were 67 cases with CP, 53 cases spastic CP, 13 cases mixed CP and one case dyskinetic CP. Of the 67 cases CP, 47.8% were male, 52.2% female with the mean age of 50.3 (SD 36.9) months. There were 25 (37.3%) patients CP associated with epilepsy, 72% general seizures, 20% partial seizures, and 8% infantile spasm. The incidence of epilepsy was significantly different among patients with CP associated with the type of CP and gestational age, p < 0.05. We concluded that the incidence of epilepsy among patient with CP in YPAC Medan was 37.3% and showed significant difference in CP according to type and gestational age. (Med J Indones 2002; 11: 158-63)
Medical Journal of Indonesia, 2002
MJIN-11-3-JulSep2002-158
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adly Nanda Al Fattah
Abstrak :
Keakuratan penilaian pertumbuhan janin adalah salah satu komponen penting dalam asuhan antenatal. Rujukan umum berat janin dan berat lahir yang dapat diadaptasi pada pasien lokal telah dikembangkan oleh Mikolajczyk dan rekan. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi standar presentil lokal dengan mengevaluasi odds ratio (OR) dari skor Apgar <7 pada menit ke-1 dan ke-5 pada small-for-gestational age (SGA) dibandingkan bayi yang tidak SGA.
2016
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susilowati Ramelan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang

Angka kematian bayi (AKB) sudah sejak lama dipakai sebagai salah satu indikator status kesehatan masyarakat suatu negara. Angka ini di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 93 kematian per 1000 kelahiran pada tahun 1983 ( Utomo, 1984). Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga 1986 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, didapatkan AKB sebesar 71,8 permil (Budiarso dkk., 1986). Meskipun angka tersebut menunjukkan perbaikan bila dibandingkan dengan AKB pada tahun 1983, namun masih merupakan AKB tertinggi di antara negara-negara anggota ASEAN. Pada tahun 2000 diharapkan angka tersebut dapat ditekan menjadi 45 permil (Dep. Kes. RI.1984).

Dari angka kematian bayi tesebut, kematian neonatal dini (KND) merupakan porsi terbesar. Vaughan (1987) memperkirakan bahwa sebagian besar (sekitar 61%) dari kematian bayi terjadi pada masa neonatal dini. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Barros dkk. (1987) meski persentase yang lebih rendah, 45%. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa penurunan AKND akan mengakibatkan penurunan AKB secara bermakna (Markum dkk., 1983). WHO memperkirakan bahwa AKND di Indonesia menduduki tempat tertinggi di negara-negara anggota ASEAN, ialah 32,9 permil (WHO, 1984). Upaya penurunan AKND secara khusus dapat dinilai sebagai bagian dari upaya ilmu kesehatan anak, namun secara. umum hal tersebut juga merupakan upaya pelayanan kesehatan menyeluruh yang melibatkan berbagai bidang dan keahlian.

Tinggi rendahnya AKND dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Faktor tersebut adalah faktor bayi itu sendiri, faktor ibu, faktor perilaku masyarakat khususnya perilaku ibu faktor sosial dan ekonomi, factor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan lain-lain. Masing-masing faktor tersebut tidak dapat dianggap

secara eksplisit berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan. Faktor bayi yang sudah banyak dikenal mempengaruhi AKND adalah berat lahir, masa gestasi, nilai Apgar, dan pelbagai penyakit neonatus khususnya sindrom gangguan pernapasan. Pelbagai faktor ibu yang ikut menentukan AKND antara lain adalah umur, pendidikan, penyakit selama masa kehamilan misalnya eklamsia, serta paritas.

Bayi baru lahir adalah hasil reproduksi yang dipaparkan pada lingkungan baru melalui proses persalinan. Hasil reproduksi tersebut dapat dinilai antara lain dengan berat badan bayi waktu lahir. Berat badan waktu lahir tersebut, di lingkungan kedokteran dikenal sebagai berat lahir, dinilai seba-gai salah satu

indikator tumbuh-kembang janin dari sudut gizi?

1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryasni
Abstrak :
Latar belakang: Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu bentuk gangguan pertumbuhan janin yang terbagi menjadi pertumbuhan janin terhambat dan pertumbuhan kecil masa kehamilan. Sebanyak 6,2% anak di Indonesia lahir dengan BBLR setiap tahunnya. Evaluasi pertumbuhan janin dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun penggunaan indeks pertumbuhan jarang diteliti meskipun dapat mendiagnosis lebih dini masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan indeks pertumbuhan untuk memprediksi kejadian kecil masa kehamilan pada janin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode Nested case control yang membandingkan indeks pertumbuhan antara bayi sesuai masa kehamilan dan kecil masa kehamilan. Subjek dari penelitian ini merupakan bayi yang dilahirkan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada Januari 2015 hingga Desember 2019 dan telah dilakukan pemeriksaan USG dua kali dengan interval 3-6 minggu. Janin dengan kelainan kongenital atau kehamilan ganda dieksklusi dari penelitian. Berat badan lahir dibagi menjadi kecil masa kehamilan dan sesuai masa kehamilan. Hasil: Dalam penelitian ini didapatkan 38 bayi kecil masa kehamilan dan 152 bayi sesuai masa kehamilan. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi positif antara pertambahan diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar perut dan panjang femur selama masa gestasi dengan kejadian pertumbuhan kecil masa kehamilan (p < 0,05). Kejadian kecil masa kehamilan dapat diprediksi dengan perubahan HC < 4,9 mm/minggu dan perubahan AC < 6,9 mm/minggu. Kesimpulan: Kejadian kecil masa kehamilan pada janin dapat diprediksi dengan pertumbuhan lingkar kepala < 4,9 mm/minggu dan pertumbuhan lingkar perut < 6,9 mm/minggu. ......Background: Low birth weight (LBW) is one a form of growth disturbance, divided into fetal growth restriction and small gestational age. About 6.2% of all children in Indonesia were born with LBW. Evaluation of growth restriction can be utilized using various methods. However, use of ultrasound growth index is understudied despite its usefulness in early diagnosis of fetal growth restriction. This study aims to utilize growth index for predicting small gestational age babies. Method: This study was a observational analytic study using nested case control method comparing fetal growth index between small gestational age and appropriate gestational age babies. Subjects of this study were babies born in Cipto Mangunkusumo National General Hospital on January 2015 to December 2019 and had been examined twice using ultrasound examination, three to six weeks apart. Fetus with congenital abnormalities or twin pregnancy were excluded from this study. Birth weight was divided into small gestational age and appropriate gestational age. Result: There were 38 small gestational age subjects and 152 appropriate gestational age subjects included in this study. There was positive correlation between growth of biparietal diameter, head circumference, abdominal circumference, femur length, and incidence of small gestational age birth weight. (p < 0.05). Incidence of small gestational age birth weight was predicted using head circumference growth < 4,9 mm/weeks and abdominal circumference growth < 6,9 mm/weeks. Conclusion: Small gestational age fetus could be predicted using head circumference growth < 4,9 mm/weeks and abdominal circumference growth < 6,9 mm/weeks.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Savitri
Abstrak :
Berat badan (BB) lebih pada anak adalah penyakit metabolik yang memengaruhi morbiditas saat dewasa. Maka, diperlukan tindakan preventif. Penelitian bertujuan mengurangi proporsi BB lebih anak usia sekolah. Desain penelitian adalah studi potong-lintang. Data didapatkan dengan mengukur tinggi dan berat badan 288 siswa sesuai kriteria dan membagikan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan responden terbanyak bergizi tidak berlebih (74,3%), berberat lahir normal (89,9%), terlahir prematur (70,1%), dan tidak memiliki riwayat asma (92,4%) maupun alergi (93,1%). Uji Chi-Square tidak berbeda bermakna antara riwayat kelahiran dan penyakit dengan BB lebih(p>0,001). Disimpulkan bahwa BB lebih anak usia sekolah tidak berhubungan riwayat kelahiran maupun penyakit. ......Children overweight is metabolic disease which affects the development of adulthood morbidity. Thus, preventive measure is needed. The study objective is to decrease prevalence of overweight in school-age children. The study design is cross-sectional. Data was obtained by measuring 288 students’ height and weight meeting the criteria and by spreading questionnaire. The results show most respondence are not overnutritioned(74,3%), have normal birth weight(89,9%), were born preterm(70,1%), and have no asthma(92,4%) nor allergy(93,1%). Chi-Square test shows no significant difference between birth and disease history and children overweight(p>0,001). In conclusion, overweight in school-age children has no association with birth nor disease history.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Lisa
Abstrak :
Kelangsungan hidup bayi didefinisikan sebagai kemampuan bayi untuk bertahan hidup menjalani kehidupan sampai berusia 1 tahun. Tahun 2012, AKB Indonesia sebesar 32 per-1000 kelahiran hidup. Status ekonomi akan mempengaruhi kekangsungan hidup bayi melalui faktor maternal, gizi, kondisi janin saat lahir, pengendalian penyakit dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berat lahir menurut usia kehamilan terhadap kelangsungan hidup bayi di Indonesia. Metode penelitiannya adalah kohort retrospektif dengan pemanfaatan 13.295 data anak yang terdapat pada data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelangsungan hidup bayi berat lahir kecil masa kehamilan memiliki probabilitas paling rendah sebesar 97. Hasil cox regresi diperoleh berat lahir kecil masa kehamilan pada status ekonomi kaya, HR=8,95, pada ekonomi menengah, HR=3,72, dan pada ekonomi miskin, HR=7,36. Kecil masa kehamilan memiliki kontribusi terhadap kematian bayi di populasi sebesar 42. Peningkatan kualitas antenatal care selama kehamilan dan sosialisasi metode perawatan kanguru pada bayi baru lahir merupakan salah satu alternatif untuk menurunkan kejadian kecil masa kehamilan.
Infant survival is defined as the ability of infants to survive through life until the age of 1 year. In 2012, Indonesia IMR reported as 32 per 1,000 live births. Sosio economic status will affect infant suvival through maternal factors, nutrition, fetal condition at birth, disease control and environment. This study aims to determine the effect of birth weight for gestational age on the infants survival in Indonesia. The Method of study is a retrospective cohort, utilize of data 13 295 child data contained in the Riskesdas data 2013. Result of the analysis showed that the survival of small for gestatioanal age had the lowest probability of 97. Results cox regression showed that small for gestational age on the high economic status , HR 8.95, the middle income status, HR 3.72, and the poor economic status, HR 7.36. Small for gestational age have contributed to infant mortality in the population by 42. Improving the quality of antenatal care for during pragnancy and socialization of kangaroo care method for birth weight small for gestational age is an alternative to decrease the incidence of small for gestational age.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>