Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Habibah
Abstrak :
Berinteraksi dengan lawan jenis merupakan suatu kebutuhan bagi para santri yang ada dalam masa remaja. Akan tetapi bagi santri di pesantren Al-Idris, interaksi lawan jenis tidak bisa mereka lakukan secara bebas, sebab ada aturan pesantren yang membatasi mereka. Selain itu di sana juga terdapat gendered space yang memisahkan wilayah santri putri dan santri putra, sehingga hanya dalam waktu tertentu para santri dapat berinteraksi dengan lawan jenisnya. Dalam penelitian ini, saya melihat hubungan interaksi lawan jenis santri dengan ruang di sekitar mereka. Saya ingin melihat cara para santri menciptakan embodied space yang mereka gunakan untuk berinteraksi dengan lawan jenisnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Data dikumpulkan dengan cara observasi partisipan serta wawancara mendalam. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ada lima tempat yang digunakan oleh para santri untuk menciptakan embodied space agar bisa berinteraksi dengan lawan jenis mereka. Tempat itu meliputi sekolah, warung, masjid, asrama, serta pohon di wilayah kuburan di luar pesantren. Kemudian dalam menciptakan embodied space ada berbagai cara yang dilakukan oleh para santri yang disesuaikan dengan tempat interaksinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebenarnya embodied space diciptakan oleh para santri karena adanya keinginan mereka untuk berinteraksi melebihi batasan interaksi yang ada, yang didukung juga oleh lemahnya kontrol sosial serta ada negosiasi santri terhadap aturan interaksi. ...... Interacting with members of the opposite sex is a necessity for students who exist in adolescence. However, for students in Al-Idris Islamic boarding schools, the interaction of the opposite sex cannot be done freely, because there are pesantren rules that limit them. In addition there is also a gendered space that separates the female students and male students, so that only within a certain time the students can interact with the opposite sex. In this research, I see the interaction between the opposite sex types of students with the space around them. I want to see the way the students create an embodied space that they use to interact with the opposite sex. This study uses a qualitative method with an ethnographic approach. Data were collected by participant observation and in-depth interviews. The results of the study show that there are five places used by students to create embodied space in order to interact with their opposite sex. The place includes schools, stalls, mosques, dormitories, and trees in the area of ​​the cemetery outside the pesantren. Then in creating embodied space there are various ways that are done by the students that are adjusted to the place of interaction. This study also shows that the actual embodied space was created by the students because of their desire to interact beyond the limits of interaction, which is also supported by weak social control and students' negotiations on the rules of interaction.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Liani
Abstrak :
Ruang publik yang disediakan dalam kota diharapkan dapat menunjang kebutuhan masyarakat dalam kehidupan berkota. Namun pada kenyataannya banyak ruang publik kota yang dikategorikan gendered sebagai ruang maskulin. Ketidakseimbangan antara ruang maskulin dan ruang feminin ini mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam mengakses ruang publik kota. Teori Performance Dimensions oleh Kevin Lynch dari bukunya yang berjudul ‘A Theory of Good City Form’ menjelaskan bagaimana aspek fit, akses dan kontrol menjadi kriteria penting untuk membangun kualitas ruang kota yang baik. Di Indonesia, budaya patriarki yang berkembang mempengaruhi cara pandang masyarakat dalam melihat gender, sehingga ekspresi diri gender di ruang publik pun terbatas. Padahal ruang publik seharusnya dapat menunjang kebutuhan dasar semua gender seperti interaksi, informasi, dan transportasi dengan baik. Kualitas ruang yang baik seperti keamanan, kenyamanan, dan kesenangan juga menjadi aspek penting yang perlu ditawarkan oleh ruang publik dalam kota. Makalah ini akan membahas performa ruang publik dalam memenuhi kebutuhan gender dan bagaimana kota tersebut memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya.
Public facilities within the city area are expected to meet the needs of citizens in daily urban life. However, many public facilities are considered gendered as masculine space. This spatial imbalance between masculine space and feminine space affects women's involvement in the use of public facilities inside the city. Kevin Lynch's "Performance Dimensions theory in ‘A Theory of Good City Form’ explains how Fit, Access and Control become critical for achieving good spatial qualities inside the city. In Indonesia, patriarchal culture that develops inside the society influences the impression on the way we see gender, which can limit their presence in public spaces. However, public spaces should be accessible by all genders to meet their basic needs such as interaction, information, and commuting inside the city. Spatial qualities such as safety, comfort, and pleasure also need to be provided in public spaces within the city. This paper will look at the performativity of public spaces to fulfill gender’s needs and how the city provides their basic needs as part of its community.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zalfa Salsabila
Abstrak :
Kampung kota merupakan permukiman padat penduduk dengan penduduk masyarakat menengah ke bawah yang identik dengan nilai kekeluargaannya. Gender merupakan salah satu konsep akibat dari konstruksi sosial yang dapat membedakan peran dan porsi kegiatan masyarakat kampung kota ke dalam kelompok wanita dan pria. Pembedaan ini termasuk dalam prosesnya bermukim, pembentukan gendered space, dan terciptanya sense of community terhadap kedua kelompok tersebut. Kelompok wanita kampung kota sendiri memiliki karakteristik unik yang timbul dari pengkondisiannya sebagai wanita, MBR, dan seseorang yang bermukim di kampung kota. Dari sini timbul pertanyaan apakah pengelompokan ini juga berpengaruh terhadap pandangan dan perlakuannya terhadap peningkatan kualitas bermukimnya? Dengan metode analisis deskriptif kualitatif, tulisan ini membahas mengenai mengapa kelompok wanita, kondisi ruang bermukim kampung kota, dan aktivitas kesehariannya saling berkorelasi satu sama lain. Selain itu apa peran kelompok wanita dalam meningkatkan kualitas bermukim di lingkungan kampung kota secara keseluruhan. Skripsi ini mengungkapkan bahwa peran kelompok wanita dalam peningkatan kualitas bermukim kampung kota terjadi pada tingkat subsisten yang banyak mengacu pada keamanan lingkungannya dan juga memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemberdayaan wanitanya. ...... Urban kampong is a densely populated settlement with lower-middle-class residents who are known for their strong sense of kinship. Gender is a concept resulting from social construction that can differentiate the role and portion of urban village community activities into groups of women and men. This matter includes the process of living, the establishment of gendered spaces, and the formation of a sense of community for both groups. The women's group in the urban kampong itself has unique characteristics arising from their condition as women, low-income households (MBR), and individuals living in the urban kampong. So the question remains of whether this categorization also influences their perspectives and treatment in improving their quality of living. Using a qualitative descriptive analysis method, this paper discusses how the women's group, the living conditions in the urban kampong, and their daily activities correlate with each other. It also explores the role of the women's group in enhancing the overall quality of living in the urban kampong neighborhood. This thesis reveals that the role of women's groups in improving the quality of living in urban kampong is at the subsistence level which refers a lot to the security of the neighborhood and also has a close relationship with the level of women's empowerment.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library