Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wayan Apriani
Abstrak :
Program Pemberantasan TB Paru bertujuan untuk memutuskan rantai penularan penyakit TB Paru. Salah satu upaya dalam pemutusan rantai penularan adalah menemukan dan mengobati penderita BTA (+) sampai sembuh, dengan menggunakan obat yang adekuat dan dilakukan pengawasan selama penderita minum obat. Kegiatan pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kabupaten Donggala telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan atau memang dimasyarakat TB Paru masih banyak ditemukan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Kabupaten Donggala. Jenis disain yang digunakan adalah kasus kontrol dengan menggunakan 2 jenis kontrol. Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+), kontrol-1 yang merupakan kontrol yang berasal dari sarana pelayanan kesehatan yaitu adalah tersangka TB Paru dengan hasil pemeriksaan BTA (-) dan tidak diobati dengan obat anti tuberkulosis serta pada saat wawancara tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih dan kontrol-2 berasal dari masyarakat yaitu tetangga kasus dengan criteria tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 270 kasus dan 540 kontrol. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-1 adalah umur, adanya sumber penular, cahaya matahari dalam rumah, kepadatan penghuni rumah, interaksi antara sumber penular dan cahaya matahari dalam rumah, dan sumber penular tidak berobat. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-2 adalah jenis kelamin, status vaksinasi BCG, keeratan kontak, lama kontak, sumber penular tidak berobat dan kepadatan penghuni rumah. Dari basil penelitian ditemukan bahwa adanya kontak dengan penderita TB yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang erat hubungannya dengan kejadian TB, sehingga disarankan untuk meningkatkan penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin hingga penderita sembuh dan dilakukan penyuluhan secara terus menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar segera mencari pengobatan. ......The objective of Pulmonary Tuberculosis Control Programme is to reduce TB transmission. In order to reduce the transmission, the first priority is to decrease the risk of infection by case finding, treatment and cure of AFB (+) tuberculosis patients with adequate regimens and proper supervision during the treatment. TB Control Programme activities with DOTS strategy in Donggala District has been implemented since 1995. Due to the increasing of case finding of new AFB (+) patients, tuberculosis still remain as public health problem. This is caused by the awareness of community to get the treatment or the existence of Pulmonary Tuberculosis in the community. The research aim is to identify the related factors to Pulmonary Tuberculosis in Donggala District. The case-control method had been used with two different controls. The case is the new AFB (+) tuberculosis patients while the first control is the TB suspect with the result of the examination is negative as facilities based control and the second is the neighbor of cases as community based control. Both controls were not coughing for last 3 weeks at the time of the interview. 270 cases and 540 control had been interviewed as the respondents. The result of the research reveals that related factors to Pulmonary Tuberculosis with facilities based control are age, source of infection, house lighting, house density, interaction of house lighting and source of infection, and the source of infection who were not treated. Related factors to the incidence of Pulmonary Tuberculosis with community based control are sex, BCG vaccination status, contact closeness, duration of contact, the source of infection who were not treated and house density. Based on the result of the study, it is identified that a contact with TB patients who were not treated is the risk factor that closely relates to the Tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, early treatment and cure the patients. In addition, it is necessary to provide continuous health education in order to improve the awareness of community to seek the treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Prevalensi TB paru di Indonesia yang tinggi yaitu sebesar 272 per 100.000 penduduk dan dampaknya terhadap sosio-ekonomi serta kualitas hidup penderitanya membuat penyakit ini sebagai salah satu masalah kesehatan nasional. Pasien TB paru mengalami perubahan fungsi paru akibat inflamasi kronik sehingga terjadi penurunan kualitas hidup. Uji jalan 6 menit merupakan salah satu tes sederhana yang telah terstandardisasi untuk menilai kapasitas fungsional paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil uji jalan 6 menit pada pasien pasca TB paru dan hubungannya dengan gejala klinis TB serta gambaran foto X-Ray toraks. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Juni 2011. Sampel penelitian berjumlah 78 orang yang dipilih dengan metode total sampling. Dilakukan wawancara untuk mengisi kuesioner, pengukuran uji jalan 6 menit, dan pemeriksaan foto X-Ray toraks. Rerata hasil uji jalan 6 menit pada laki-laki adalah adalah 438,19 ± 117,77 m dan pada perempuan adalah 369,56 ± 143,10 m, serta hanya 9 orang subyek (11,5%) yang mencapai hasil uji jalan 6 menit yang normal. Sebesar 56,41% subyek masih memilki gejala klinis TB dan 88,5% memiliki lesi pada gambaran foto X-Ray toraks. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara hasil uji jalan 6 menit dengan gejala klinis TB (p=0,009) dan gambaran foto X-Ray toraks (p=0,000). ...... The prevalence of pulmonary TB in Indonesia is high (272 in 100.000 populations). It affects sosio-economy and quality of life of the patients so TB is one of national health problems. Lung function in post pulmonary TB will decline as a result of chronic inflamation leading to decreased quality of life. The six minutes walking test is one of standardized simple tests to assess the functional capacity of the lungs. This study aims to determine the result of six minutes walking test of the post pulmonary tuberculosis patients and whether it is associated with clinical symptoms and chest X-Ray findings of TB. This is a cross sectional study held in South Central Timor District, East Nusa Tenggara on June 2011. Seventy eight subjects were selected using total sampling and interviewed to find out any clinical symptoms left. Then, the patients were ask to complete six minutes walking test measurement and chest X-Ray examination. The mean result of six minutes walking test for male is 438.19 ± 117.77 m and for the female is 369.56 ± 143.10 m. Nine out of 78 subjects (11.5%) achieve normal results. Percentage of subjects who still have clinical symptoms of TB is 56.41% and 88.5% shows lesions on chest X-Ray. It is concluded that there is a correlation between six minutes walking test result with the clinical symptoms of TB (p = 0.009) and chest X-Ray findings (p = 0.000).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library