Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erita Lusianti
Abstrak :
ABSTRAK
Asam azelat merupakan salah satu zat yang memiliki efek anti jerawat dan pencerah kulit akan tetapi dilarang terdapat pada produk kosmetik berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 18 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika tahun 2015 lampiran V. Asam azelat sebagai obat jerawat dalam penggunaannya harus dengan resep dokter dan umumnya digunakan pada konsentrasi 20 di dalam formulasi krim dan 15 di dalam gel. Penggunaan asam azelat pada konsentrasi rendah di dalam produk kosmetik tidak direkomendasikan karena asam azelat tidak menunjukkan efektifitas jika konsentrasinya di bawah 10 dan penggunaan antibiotik dosis rendah dapat menimbulkan resistensi. Aplikasi konsentrasi yang lebih tinggi dari 10 dianggap sebagai penggunaan pada medis. Metode standar penentuan asam azelat baik dalam kadar tinggi maupun kadar rendah belum ada, tapi umumnya digunakan metode KCKT untuk penentuan asam azelat dalam kadar besar. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi metode analisis asam lemak standar AOAC Internasional serta validasi metode analisa agar metode tersebut dapat diaplikasikan di laboratorium. Metode analisis melibatkan pemanasan sediaan krim yang telah dilarutkan dengan metanol dan ditambahkan katalis BF3-metanol 10 , dilanjutkan dengan ekstraksi dan analisis dengan GCMS. Berdasarkan hasil validasi metode diperoleh kurva kalibrasi yang cukup linier dengan nilai korelatif 0,9997. Metode ini juga cukup sensitif dengan batas deteksi 1,02 g/mL, presisi yang cukup baik dengan simpangan baku relatif RSD antara 0,63 ndash; 0,96 serta hasil yang cukup akurat yang mana persentase perolehan kembali sebesar 99,85 pada rentang 98,27 ndash; 100,72 . Hasil yang baik ini menunjukkan bahwa metode dapat digunakan sebagai metode analisis untuk pengujian di laboratorium.
ABSTRACT
Azelaic acid is one of the substances that has anti acne and skin lightening effects but prohibited on cosmetics products based on the Regulation of the Head of the National Agency of Drug and Food Control BPOM No. 18 of 2015 on the Technical Requirements of Cosmetics Ingredients Annex V. Azelaic acid as an acne medicine in use should be by prescription and is generally used at a concentration of 20 in a cream formulation and 15 in the gel. The use of azelaic acid at low concentrations in cosmetic products is not recommended because azelaic acid is not shown to be effective if the concentration is below 10 and the use of low dose antibiotics can lead to resistance. While the use of above 10 is categorized as a medical treatment. The standard method of determining of azelaic acid both in high and low levels does not yet exist, but used the HPLC method to determine a large amount of azelaic acid. In this research, the fatty acid standard analysis method of AOAC International was modified and validated to be used in the laboratory. The method of analysis involves heating the cream preparations dissolved with methanol and then added BF3 methanol catalyst, followed by extraction and analysis using GCMS. The validation of method shows that the calibration curve is linear with correlative value of 0.9997. The method is fairly sensitive with 1.02 g mL detection limit, and fairly precision with relative standard deviation RSD of between 0.63 0.96 and fairly accurate which the recovery percentage is 99.85 at range 98.27 100.72 . In sum the results demonstrate that the method can be used as a routine analysis method for laboratory testing.
2018
T49236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Siti Yunita A.
Abstrak :
Kapang Aspergillus terreus menghasiikan suatu metabolit skunder yang tergolong ke dalam kelompok senyawa statin yaitu lovastatln. Senyawa statin merupakan senyawa penurun kadar kolesterol dengan cara menginhibisi enzim HMG-CoA reduktase pada biosintesis kolesterol. Kapang Aspergillus terreus yang digunakan adalah Aspergillus terreus UlCC 368. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH media fermentasi terhadap produksi lovastatin menggunakan fermentasi media cair. Hasil fermentasi Aspergillus terreus UlCC 368 dianalisis pienggunakan TLC, LCMS, GCMS dan kromatografi kolom. Pra eksperimen dilakukan dengan kondisi sebagai berikut; waktu inkubasi sampai 14 hari, kecepatan agitasi 150 rpm, dilakukan pada suhu kamar (28-30°C) dan pH media 6,5. Dari hasil pra eksperimen, terbukti Aspergillus terreus UlCC 368 positif menghasiikan lovastatin sejak hari ke-6 dan lovastatin masih terus diproduksi sampai dengan hari ke-12. Adanya lovastatin yang dihasilkan pada pra eksperimen memungkinkan dilakukan tahap eksperimen selanjutnya, yaitu eksperimen variasi pH media, dapat dilakukan dengan kapang yang sama. Eksperimen variasi pH media dilakukan pada 5 nilai pH, yaitu: 6,00; 6,25; 6,50; 6,75 dan 7,00 dengan kondisi kecepatan agitasi 150 rpm, waktu inkubasi 10 hari dan dilakukan pada suhu kamar (28-30°C). Semua ekstrak eksperimen variasi pH media tidak ditemukan adanya lovastatin. Hal ini didukung oleh hasil analisis dengan TLC dan LCMS. Dengan tidak dihasilkannya lovastatin pada eksperimen ini menunjukkan bahwa AspergiHus terreus UlCC 368 dapat menghasilkan lovastatin namun hasilnya tidak reproducible (bila dilakukan pengulangan belum tentu diperoleh hasil yang sama).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah Afani
Abstrak :
Kontaminasi makanan terhadap mikroorganisme, terutama bakteri merupakan penyebab terbesar terjadinya keracunan makanan. Agen antibakteri dengan kandungan senyawa alami menarik perhatian, salah satunya mikroalga. Namun, informasi mengenai potensi antibakteri dari mikroalga masih terpaku pada beberapa spesies. Oleh karena itu, skrining aktivitas antibakteri dilakukan untuk menemukan potensi dari spesies baru. Ekstraksi metabolit mikroalga secara bertingkat menggunakan n-heksan, etil asetat, dan etanol. Kemudian, pengujian dilakukan dengan metode resazurin reduction (RR)assay untuk menentukan aktivitas antibakteri dan Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) Shimadzu GCMS-QP 2010 Ultra dengan fase diam Rtx-5MS untuk analisis senyawa aktif. Hasil menunjukkan isolat Chlorella vulgaris InaCC M205 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli InaCC B5 dan Staphylococcus aureus InaCC B4, isolat Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus InaCC B4 dan Bacillus cereus InaCC B9, serta isolat Nannochloropsis oceanica InaCC M207 juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus InaCC B4 dan Bacillus cereus InaCC B9. Kandungan senyawa aktif yang ditemukan berupa methyl palmitate, methyl linoleate, methyl cis-7,10,13,16,19-docosapentaenoate, dan methyl cis-11,14,17-Icosatrienoate. ......Food contamination of microorganisms, especially bacteria is the biggest cause of food poisoning. Antibacterial agents with the content of natural compounds attract attention, one of which is microalgae. However, information regarding the antibacterial potential of microalgae is still fixated on some species. Therefore, screening of antibacterial activity is carried out in order to discover the potential of new species. Extraction of microalgae metabolites in a serial using n-hexane, ethyl acetate, and ethanol. Then, testing was carried out using resazurin reduction (RR) assay method to determine antibacterial activity and Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) Shimadzu GCMS-QP 2010 Ultra with a stationary phase of Rtx-5MS for active compound analysis. The results showed that Chlorella vulgaris InaCC M205 inhibit the growth of Escherichia coli InaCC B5 and Staphylococcus aureus InaCC B4, Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 inhibit the growth of Staphylococcus aureus InaCC B4 and Bacillus cereus InaCC B9, as well as Nannochloropsis oceanica InaCC M207 also inhibits the growth of Staphylococcus aureus InaCC B4 and Bacillus cereus InaCC B9. The active compounds found are methyl palmitate, methyl linoleate, methyl cis-7,10,13,16,19-docosapentaenoate, and methyl cis-11,14,17-Icosatrienoate.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailatul Djamilah
Abstrak :
Penelitian bertujuan mengetahui fase pertumbuhan Chlorella sp.; identitas molekuler Chlorella sp.; mendeteksi lipid Chlorella sp. secara kualitatif; waktu panen Chlorella sp. dengan biomassa terbanyak; waktu panen Chlorella sp. dengan lipid terbaik; dan mengkarakterisasi asam lemak pada tiga fase pertumbuhan Chlorella sp. Sepuluh mikroalga diseleksi menjadi tiga melalui identifikasi molekuler, pendeteksian lipid kualitatif menggunakan nile-red, dan pengamatan pertumbuhan dalam Erlenmeyer, selanjutnya karakterisasi pertumbuhan, pengamatan produksi biomassa dengan metode filtrasi, penghitungan kadar lipid dengan ekstraksi Bligh-Dyer, dan analisis profil asam lemak dengan karakterisasi FAME menggunakan GCMS. Hasil penelitian menunjukkan Chlorella sp. MA-84, Chlorella sp. MA-86, dan Chlorella sp. MA-90 diidentifikasi secara molekuler sebagai Chlorella vulgaris dan memiliki potensi lipid terbaik secara kualitatif tanpa hambatan pertumbuhan biomassa. Terdapat variasi fase-fase pertumbuhan pada ketiga strain. Chlorella vulgaris MA-84, Chlorella vulgaris MA-86, dan Chlorella vulgaris MA-90 menghasilkan biomassa tertinggi masing-masing 1,242±0,08 g/L (t12), 3,217±0,17 g/L (t14), dan 0.604±0.04 g/L (t16), kadar lipid tertinggi masing-masing 13,853±7,09% (t15), 26,810±22,62% (t16), dan 10,161±3,74% (t16). Ketiga strain mengandung asam palmitat, asam palmitoleat, asam heksadekadienoik, asam linoleat, asam stearat, dan asam arakidat. ......The study aims to identify the growth phases of Chlorella sp., molecularly identify of Chlorella sp., qualitatively detect Chlorella sp. lipids, determine the best harvesting time for maximum biomass and maximum lipid content, also characterize the fatty acids on three growth phases of Chlorella sp. Ten microalgae were selected into three strains through molecular identification, qualitative lipid detection using nile-red, and growth observation in Erlenmeyer, for analyze growth characterization, biomass production using filtration method, lipid content using Bligh-Dyer extraction, and fatty acid profiling through FAME characterization using GCMS. The research results showed that Chlorella sp. MA-84, Chlorella sp. MA-86, and Chlorella sp. MA-90 were molecularly identified as Chlorella vulgaris and demonstrated the best qualitative lipid potential with good growth. There were variations in growth phases among the three strains. Chlorella vulgaris MA-84, Chlorella vulgaris MA-86, and Chlorella vulgaris MA-90 produced the highest biomass of 1.242±0.08 g/L (t12), 3.217±0.17 g/L (t14), and 0.604±0.04 g/L (t16), respectively, and exhibited the highest lipid content of 13.853±7.09% (t15), 26.810±22.62% (t16), and 10.161±3.74% (t16), respectively. All three strains contained palmitic acid, palmitoleic acid, hexadecadienoic acid, linoleic acid, stearic acid, and arachidic acid.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Wulan Alindi
Abstrak :
Indonesia sebagai negara agrikultural tentunya memiliki permasalahan mengenai serangan hama dan limbah organik. Salah satu jenis hama yang tersebar di Indonesia adalah spesies baru ulat grayak (Spodoptera frugiperda) yang baru muncul pada Maret 2019. Limbah organik menjadi permasalahan besar karena jumlahnya yang memenuhi 60% total sampah Indonesia. Salah satu limbah organik yang banyak ditemukan di Indonesia adalah durian yang kulitnya diperkirakan menghasilkan limbah sekitar 556.360 ton per tahunnya. Durian mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, alkaloid, triterpenoid, dan tannin yang bersifat racun terhadap hama. Pengambilan senyawa bioaktif kulit durian dilaksanakan menggunakan metode ultrasonic-assisted extraction yang merupakan metode ekstraksi maserasi yang dimodifikasi berbantukan gelombang ultrasonik dengan variasi polaritas pelarut yaitu etanol absolut, 70%, 50%, 30%, dan akuades. Proses ekstraksi dilaksanakan pada suhu 40oC, 53 kHz, dan waktu 20 menit. Variasi pelarut tersebut memberikan pengaruh yang berbeda terhadap yield ekstrak kasar dan persentase mortalitas ulat grayak. Yield tertinggi dihasilkan oleh pelarut akuades dengan persentase sebesar 87,05 ± 1,56%. Dilakukan pula uji efikasi dari seluruh ekstrak dan diperoleh hasil bahwa ekstrak kulit durian terbukti memiliki kemampuan sebagai bioinsektisida dengan persentase mortalitas tertinggi sebesar 27% untuk pelarut etanol 30%. Uji GC-MS dilaksanakan pada ekstrak terbaik dan diperoleh senyawa kolekalsiferol sebagai senyawa berpotensi sebagai pestisida tertinggi dengan peak area sebesar 23,68%. Senyawa identifikasi GC-MS diuji dengan docking molekuler dengan asetilkolinesterase sebagai salah satu reseptor insektisida dan diperoleh nilai docking tertinggi sebesar -6,8 kkal/mol untuk senyawa asam palmitat dan 1-Oktadekena serta persen kemiripan interaksi dengan ligan kontrol tertinggi dimiliki oleh 1-Oktadekena sebesar 80%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Jesse Karubaba
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kemungkinan menciptakan nilai tambah yang sangat besar pada sumber daya sabut kelapa yang selama ini dianggap sebagai limbah. Salah satu nilai tambah yang dapat dihasilkan dari sabut kelapa adalah bio-oil yang kaya akan senyawa aromatik. Senyawa kaya aromatik dalam bio-oil telah berhasil diproduksi melalui proses pirolisis katalitik dengan bantuan katalis ZSM-5 terimpregnasi logam Nikel dan Seng. Pirolisis adalah perengkahan termal non-oksigen dari bahan organik. Produk pirolisis atau dikenal sebagai bio-oil digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Namun, seiring perkembangan zaman bio-oil dapat digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan banyak produk petrokimia karena memiliki senyawa aromatik. Aromatik adalah zat kimia berbentuk cincin yang dapat ditemukan dalam biomassa yang kaya lignoselulosa. Aromatik bio-oil diperoleh dari proses pirolisis katalitik limbah sabut kelapa dengan menggunakan bantuan katalis untuk memaksimalkan komposisi senyawa aromatik. Sabut kelapa dipotong dan digiling dalam persiapan-awal ke ukuran yang diinginkan. Katalis yang diimpregnasi Zn/ZSM-5 dan Ni/ZSM-5 yang telah dikarakterisasi oleh XRD (X-Ray Diffraction) digunakan untuk memaksimalkan yield dari senyawa aromatik, juga luas permukaan spesifik katalis menggunakan analisis Branauer Emmet Teller (BET). Proses pirolisis katalitik berlangsung di reaktor silinder unggun diam yang dilengkapi dengan tungku sebagai sumber panas. Produk yang keluar dari reaktor dikondensasi dengan menggunakan air dingin dan aseton. FTIR (Fourier Transform Infrared) dan GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer) berfungsi sebagai instrumen analitik untuk mengidentifikasi keberadaan dan kuantitas kelompok aromatik dalam bio-oil. BTX (Benzena, Toluena dan Xilena) sebagai senyawa aromatik dalam bio-oil telah diidentifikasi melalui analisis FTIR. Nikel dengan 5% berat loading adalah komponen aktif utama dalam katalis ZSM-5 yang diimpregnasi karena kinerjanya dalam menghasilkan yield tertinggi dari bio-oil aromatik sebesar 38,90%, pada suhu reaksi 450°C. Senyawa kaya aromatik dari bio-oil sebagai hasil penelitian ini dapat dianggap sebagai penemuan baru dalam menciptakan nilai tambah yang sangat besar pada sumber daya alam asli Indonesia, yang memiliki risiko minimal terhadap manusia dan lingkungan, dan dapat didaur ulang tanpa polusi.


This study is aimed to explore the possibility of creating enormous added value on coconut fiber resources which was so far considered as wastes. One of the added value of coconut fiber that can be created is bio-oil which rich in aromatic compounds. The rich-aromatic compounds within bio-oil has been produced successfully by the catalytic pyrolysis process which supported by impregnated ZSM-5 catalyst of Nickel and Zinc. Pyrolysis is a non-oxygen thermal cracking of organic materials. Pyrolysis product or known as bio-oil is used as an alternative fuel. However, as the era progresses bio-oil can be used as raw materials in manufacturing process of many petrochemical products because it has aromatic compounds. Aromatic is a shaped-ring chemical substance that can be found in lignocellulosic-rich biomass. Aromatic bio-oil is obtained from catalytic pyrolysis process of waste coconut fiber with the aid of using catalysts to maximize the composition of aromatic compounds. Coconut fiber is cut and grind in pre-treatment to the desirable size. Impregnated catalysts Zn/ZSM-5 and Ni/ZSM-5 that have been characterized by XRD (X-Ray Diffraction) are used to maximize the yield of aromatic compounds, and also specific surface area using Branauer Emmet Teller (BET) analysis. The catalytic pyrolysis process takes place in a fixed bed turbular reactor equipped with a furnace as a heat source. The product coming out of the reactor is condensed by using cold water and aceton. FTIR (Fourier Transform Infrared) and GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer) serve as analytical instruments in order to identify the presence and the quantity of aromatic group in bio-oil. BTX (Benzene, Toluene and Xylene) as aromatic compounds within bio-oil has been identified through the FTIR analysis. Nickel of 5% weight loading is the main active component within impregnated ZSM-5 catalysts due to its performance in producing the highest yield of aromatic bio-oil as of 38.90%, at the reaction temperature of 450°C. The aromatic-rich compounds of bio-oil as results of this study could be considered as a new invention of creating enormous added value on Indonesia original natural resources, which has a minimal risk to humans and the environment, and can be recycled without pollution.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library