Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asniyati Almi
Abstrak :
[ABSTRAK
Gangguan depresi mayor merupakan suatu gangguan kejiwaan ditandai dengan kemurungan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa dan mengalami minimal empat dari gejala berikut yaitu perubahan berat badan dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktivitas, tidak ada energi, rasa bersalah, masalah dalam berfikir dan membuat keputusan, berfikir berulang tentang kematian dan bunuh diri tampa riwayat episode manik, campuran atau hipomanik, sekurang-kurangnya telah dirasakan selama 2 minggu. Survei kesehatan mental dunia pada 17 negara menemukan sekitar 1 dari 20 orang dilaporkan menderita episode depresi setiap tahunnya, paling sering terjadi adalah gangguan depresi mayor. Pengobatan dengan farmakoterapi golongan antidepresan hanya menunjukkan efektifitas 60-70% disertai efek samping yang serius sehingga berbagai modalitas terapi dikembangkan, salah satunya akupunktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi kombinasi akupunktur dengan antidepresan dibandingkan kombinasi akupunktur sham dengan antidepresan terhadap perubahan skor Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D 17) pada penderita gangguan depresi mayor. Uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan pada 48 pasien gangguan depresi mayor dialokasikan ke dalam kelompok kombinasi akupunktur dengan antidepresan dan kelompok kombinasi akupunktur sham dengan antidepresan. Penilaian kemajuan terapi digunakan skor HAM-D 17. Hasil penelitian menunjukkan rerata skor HAM-D 17 pada kelompok kasus sebelum terapi 22,2±3,38 dan setelah terapi ke-12 turun menjadi 7,3±2,64. Sedangkan pada kelompok kontrol rerata skor HAM-D 17 sebelum terapi 21,4±3,10 dan setelah terapi ke-12 turun menjadi 9,3±3,33. Terdapat perbedaan bermakna antara selisih rerata penurunan skor HAM-D 17 sebelum dan setelah 12 kali terapi pada kelompok kasus 14,9±2,45 dibandingan dengan kelompok kontrol 12,2±4,30 (p<0,005). Terapi kombinasi akupunktur dengan antidepresan lebih efektif mengurangi gejala gangguan depresi mayor dibandingkan kombinasi akupunktur sham dengan antidepresan.
ABSTRACT
Major depressive disorder is a psychiatric disorder that is characterized at least four of the following symptoms, loss of weight and appetite, sleep disturbance and loss of interest of activity, low energy level, guilt, difficulty concentrating and making decisions, recurrent death or suicide, without a history of manic episodes, mixed or hypomanic. These sings and symptoms have been felt at least for 2 weeks. The mental health survey conducted in 17 countries found that about 1 in 20 people are reported to suffer from a depressive episode each year and most are major depressive disorder. The effectiveness of antidepressant medication only 60-70% with serious side effects, so that various therapeutic modalities developed, one of which is acupuncture. This study aims to determine the effectiveness of combination therapy of acupuncture with antidepressants compared to combination of sham acupuncture with antidepressants in patients with major depressive disorder and the outcome was the score Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D 17). Single-blind randomized clinical trial conducted in 48 patients with major depressive disorder and the patients were allocated into two groups, intervention (acupuncture with antidepressants) and control (sham acupuncture with antidepressant). The mean of HAM-D 17 score in the intervention group before treatment was 22,2±3,38 and after treatment was 7,3±2,64. The mean of HAM-D 17 score in control group before treatment was 21,4±3,10 and after treatment was 9,3±3,33. There was significant differences between intervention and control group before and after 12 times of therapy in the mean decrease of score on HAM-D 1714.9±2.45 to12.2±4.30 (p<0.005). A combination of acupuncture therapy with antidepressants is more effective in reducing the symptoms of major depressive disorder compared to sham acupuncture combination with antidepressants, Major depressive disorder is a psychiatric disorder that is characterized at least four of the following symptoms, loss of weight and appetite, sleep disturbance and loss of interest of activity, low energy level, guilt, difficulty concentrating and making decisions, recurrent death or suicide, without a history of manic episodes, mixed or hypomanic. These sings and symptoms have been felt at least for 2 weeks. The mental health survey conducted in 17 countries found that about 1 in 20 people are reported to suffer from a depressive episode each year and most are major depressive disorder. The effectiveness of antidepressant medication only 60-70% with serious side effects, so that various therapeutic modalities developed, one of which is acupuncture. This study aims to determine the effectiveness of combination therapy of acupuncture with antidepressants compared to combination of sham acupuncture with antidepressants in patients with major depressive disorder and the outcome was the score Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D 17). Single-blind randomized clinical trial conducted in 48 patients with major depressive disorder and the patients were allocated into two groups, intervention (acupuncture with antidepressants) and control (sham acupuncture with antidepressant). The mean of HAM-D 17 score in the intervention group before treatment was 22,2±3,38 and after treatment was 7,3±2,64. The mean of HAM-D 17 score in control group before treatment was 21,4±3,10 and after treatment was 9,3±3,33. There was significant differences between intervention and control group before and after 12 times of therapy in the mean decrease of score on HAM-D 1714.9±2.45 to12.2±4.30 (p<0.005). A combination of acupuncture therapy with antidepressants is more effective in reducing the symptoms of major depressive disorder compared to sham acupuncture combination with antidepressants]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lori Oktavia
Abstrak :
ABSTRAK
Kehamilan, persalinan dan menjadi seorang ibu merupakan pengalaman penting dalam kehidupan seorang wanita. Pada sebagian besar wanita, memiliki seorang anak adalah peristiwa yang sangat membahagiakan karena peristiwa ini dianggap sebagai pemenuhan tertinggi bagi identitas mereka sebagai wanita. Namun demikian, pada sebagian wanita lainnya, peristiwa tersebut dapat pula menimbulkan gangguan-gangguan yang mempengaruhi kesehatan mental mereka. Hal ini terjadi karena proses persalinan dan masa sesudahnya merupakan keadaan yang cukup berat bagi sang ibu. Perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam maupun di luar tubuh para ibu tersebut dapat menjadi faktor penyebab timbulnya gangguan emosi pasca persalinan. Dalam penelitian ini, gangguan emosi yang akan diteliti adalah gangguan depresi pasca persalinan. Gangguan ini umumnya j terjadi dalam kurun waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah persalinan dan ditandai dengan simtom seperti: mudah menangis, merasa tidak berguna, bersalah, merasa lelah berkepanjangan dan gangguan tidur. Menurut hasil beberapa penelitian, penderita depresi pasca persalinan lebih banyak terdapat pada mereka yang kurang mendapatkan dukungan sosial > dari orang-orang di sekitarnya. Dari sini, timbul asumsi peneliti tentang adanya hubungan antara dukungan sosial dengan ada/tidaknya gangguan depresi pasca persalinan. Namun, mengingat dukungan sosial itu sendiri adalah suatu konsep yang luas, maka yang difokuskan pada penelitian ini adalah dukungan sosial yang diterima secara nyala (enacted support), yaitu pemberian bantuan yang benarbenar terjadi dalam suatu situasi yang spesifik (Collins et al, 1993). Adapun Permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah : apakah ada hubungan yang signifikan antara jumlah dan kepuasan terhadap dukungan sosial yang diterima secara nyata dengan ada/tidaknya gangguan depresi pasca persalinan. Penelitian dilakukan terhadap 35 oreng responden. Adapun responden dalam penelitian ini adalah wanita pasca persalinan yang berusia 20-35 tahun, pendidikan minimal SMU/sederajat, melahirkan bayi yang sehat dan tidak prematur dan tidak memiliki sejarah gangguan psikiatrik di masa lampau. Pengukuran variabel-variabel yang hendak diteliti dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yang terdiri dari kuesioner yang mengukur jumlah dan kepuasan terhadap dukungan sosial yang diterima serta instrumen BDI (Beck Depression Inventory) yang mengukur simtom depresi pasca persalinan. Sedangkan untuk menganalisis data guna menjawab permasalahan utama di atas, digunakan perhitungan korelasi biserial. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jumlah dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasi yang diterima secara nyata, dengan ada/tidaknya gangguan depresi pasca persalinan pada ibu dewasa muda. Selain itu, ditemukan pula hubungan yang signifikan antara kepuasan responden terhadap bentuk dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasi yang diterimanya, dengan ada/tidaknya gangguan depresi pasca persalinan. Saran peneliti, untuk masa yang akan datang sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang gangguan emosi yang dialami oleh para ibu pada masa pasca persalinan, misalnya dengan menggunakan metode penelitian secara kualitatif, sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih banyak tentang masalah gabgguab emosi pasca persalinan ini dan bagaimana cara pencegahannya.
2002
S3106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Oktari Anryanie Arief
Abstrak :
Pendahuluan: Dokter di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kadang tidak mengenali adanya depresi pada seseorang. Pemberian pelatihan psikiatri untuk dokter di Puskesmas diperkirakan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diagnosis terhadap masalah psikiatri. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun suatu modul pelatihan yaitu Modul Pelatihan General Practitioner Kesehatan Jiwa (GP Keswa). Modul bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dokter di Puskesmas dalam melakukan deteksi kasus gangguan jiwa yang sering di masyarakat. Modul merujuk pada PPDGJ III. Tujuan: Mengidentifikasi keefektivan Modul GP Kesehatan Jiwa akan pengetahuan dan keterampilan dokter umum di pelayanan primer dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana pengobatan gangguan depresi. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre dan post test. Subjek penelitian adalah 23 dokter umum yang bertugas di Puskesmas Wilayah Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu Mei-Oktober 2015. Sampel diambil secara simple random sampling. Seluruh subjek penelitian mengikuti pelatihan modul GP Keswa selama satu hari. Pengetahuan dinilai sebelum pelatihan, satu hari dan tiga bulan setelah pelatihan dengan kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh subjek. Keterampilan diagnosis dinilai oleh tim penilai, yaitu staf pengajar Departemen Psikiatri FKUI-RSCM. Hasil: Satu hari setelah pelatihan, 100% subjek mengalami peningkatan pengetahuan. Penilaian tiga bulan setelah pelatihan hanya 8,7% subjek yang tetap mengalami peningkatan pengetahuan. Keterampilan wawancara subjek penelitian hasilnya bervariasi, 12 orang dinyatakan lulus, delapan orang borderline, dan tiga orang tidak lulus. Kesimpulan: Pemberian pelatihan modul GP Keswa efektif dalam meningkatkan pengetahuan dokter Puskesmas mengenai gangguan depresi satu hari setelah pelatihan, namun tidak dapat bertahan setelah tiga bulan pelatihan. Modul Pelatihan GP Keswa tidak efektif untuk meningkatkan keterampilan wawancara dalam menegakkan diagnosis gangguan depresi.
Introduction: Physicians in Public Health Center (PHC) sometime do not recognize the existence of depression in a person. Provision of psychiatric training for physicians in PHC is expected to enhance the knowledge and skills of physicians to the problem of psychiatric diagnosis.. Ministry of Health has develooped a training module that is General Practitioner (GP). This module aims to enhance the skills of doctors in the health center in case of detection of depression disorder in the community frequently. The module refers to PPDGJIII. Objective: To assess the effectiveness of training module GP toward physicians to enhance their knowledge and skills to diagnose depressive disorders. Methods: The study design used was one group pre and post test. Subjects were twenty-three general practitioner who served in Health Center in Banjar, South Kalimantan. The study was conducted in the period Mei-Oktober 2015. Samples were taken by simple random sampling. All recipients GP training modules for one day. Knowledge assessed before training, one day and three months after training with the knowledge questionnaires filled by the subject. Skills diagnosis assessed by assessmet team. Results: One day after training, 100% of subjects experienced an increase in knowledge. But three months after training only 8.7% of the subjects continued to experience an increase in knowledge. Interview skills outcome is varied, twelve people pass, eight people borderline, and three people did not pass. Conclusion: Providing GP training modules effective to improve knowledge of physician about depressive disorders one day after training, but can not last three months after training. Providing GP training modules is not effective in improving interviewing skills to diagnose depressive disorder.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Nuur Ditrie
Abstrak :
Penderita gangguan depresi semakin meningkat setiap tahunnya, terutama pada generasi muda. Hal ini membawa urgensi tentang pentingnya menjaga kesehatan mental, terlebih lagi WHO melaporkan bahwa depresi sangat mempengaruhi kualitas hidup dan menjadi penyebab dari meningkatnya risiko gangguan kesehatan lainnya. Kesalahan diagnosis seringkali terjadi pada depresi, maka dari itu sangat penting untuk mengembangkan pendekatan objektif untuk membantu dokter mendiagnosis depresi secara lebih efektif. Elektroensefalografi (EEG) merupakan teknologi berbasis sinyal otak yang dapat merekam aktivitas jaringan otak. Penelitian ini bertujuan untuk membuat program analisis gangguan depresi berbasis Machine Learning. Aplikasi Graphical User Interface (GUI) juga dibuat untuk mempermudah pengguna. Pemrosesan sinyal dilakukan dengan dua metode, yakni wavelet dan Power Spectral Density (PSD). Relative Power Ratio (RPR) dihitung sebagai fitur klasifikasi. Perhitungan dominansi juga dilakukan untuk mereduksi jumlah fitur. Fitur dengan dominansi tertinggi akan digunakan untuk membuat model klasifikasi Machine Learning. Pengklasifikasi yang digunakan adalah K-Nearest Neighbor (KNN) dengan cross validation. Akurasi tertinggi yang diperoleh mencapai 70% dengan metode wavelet dan 65% dengan metode PSD. ......The number of individuals suffering from depressive disorder (also known as major depressive disorder or MDD) is increasing every year, especially among the younger generations. This highlights the urgency of prioritizing mental health, especially considering the World Health Organization’s report that depression significantly affects the quality of life and increases the risk of other health disorders. Misdiagnosis often occurs in cases of depression, making it crucial of develop an objective approach to help doctors diagnose depression more affectively. Electroencephalography (EEG) is a brain signalbased technology that records brain network activity. This research aims to create a machine learning-based program for analyzing depressive disorders. Additionally, a Graphical User Interface (GUI) application is developed to facilitate users. Signal processing is performed using two methods, namely wavelet and Power Spectral Density (PSD). The Relative Power Ratio (RPR) is calculated as a classification feature. Dominance computation is also conducted to reduce the number of features, and the feature with highest dominance are used to create the Machine Learning classification model. The classifier used is K-Nearest Neighbor (KNN) with cross-validation. The highest accuracy achived is 70% with the wavelet method and 65% with the PSD method.
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ristiana Istiqomah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas pemberian teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dalammengurangi gejala gangguan depresipada mahasiswa rantau. Penelitian ini menggunakan pretest-posttest design, dimana peneliti melihat perubahan skor partisipan saat pre-tes dan post-test menggunakan Beck Depression Inventory dan Coping Attitude Scale (CAS). Proses screening dilakukan dengan memberikan kedua kuesioner tersebut dan wawancara serta observasi pada calon partisipan. Dua orang partisipan mengikuti program intervensi ini dari awal sampai akhir sesi, sebanyak 7 sesi pertemuan. Setelah intervensi diberikan, terdapat penurunan skor BDI dan hasil kualitatif menunjukkan terdapat perubahan positif yang dirasakan oleh kedua partisipan.Temuan lain dari penelitian ini adalah masalah utama yang menyeabkan munculnya gejala depresi pada partisipan bukan disebabkan oleh pengalamannya sebagai mahasiswa perantau. ......The objective of this study is to evaluate the efficacy of Cognitive Behavioral Therapy in reducing depressive symptoms for migrate college students. This study used pretest-posttest design by Beck Depression Inventory dan Coping Attitude Scale (CAS) to measure the change of depression symptoms before and after intervenstion process. Initial screening process is conducted using BDI and CAS as well as interview to migrate college students. There are two participants who followed the intervention in seven sessions. After intervention process, the participants showed positive changes. Another findings from this research is the core problems which cause depression symptoms is not about their experience as migrate college student.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Aditya Apsari
Abstrak :

Meningkatnya angka prevalensi gangguan depresi, terutama di generasi muda, membawa urgensi tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. Terlebih lagi, adanya gangguan depresi pada seseorang telah terbukti untuk meningkatkan risiko dan keparahan (severity) penyakit kardiovaskular. Seringkali, depresi luput atau salah didiagnosis sebagai penyakit lain, karena gejala-gejalanya yang mirip dengan penyakit non-mental lainnya. Karena itu, kebutuhan untuk membuat suatu sistem berbasis sinyal elektroensefalografi (EEG) yang dapat membantu diagnosis gangguan mental ini menjadi semakin penting. Tujuan penelitian ini adalah membuat program analisis spektral dan klasifikasi sinyal EEG untuk membantu diagnosis gangguan depresi yang berbasis Machine Learning. Untuk melengkapinya, dibuat juga aplikasi MATLAB dengan Graphical User Interface agar mempermudah pengguna. Sinyal EEG diproses menggunakan dua metode, yaitu wavelet dan Power Spectral Density (PSD). Relative Power Ratio dan Average Alpha Asymmetry dihitung sebagai fitur klasifikasi. Untuk mereduksi jumlah fitur, dilakukan perhitungan dominansi. Fitur akan diurutkan sesuai dominansinya, sehingga fitur dengan dominansi tertinggi akan digunakan untuk klasifikasi Machine Learning. Pengklasifikasi yang digunakan adalah feedforward neural network dengan cross validation. Hasil akurasi tertinggi yang dicapai adalah 83,6% menggunakan metode wavelet dan 77,5% menggunakan metode PSD. Selain itu, di bagian Frontal dan Parietal subyek depresi, ditemukan aktivitas alfa bagian otak kanan yang lebih dominan. Hal tersebut konsisten dengan penemuan dari riset-riset sebelumnya yang menunjukkan bahwa subyek depresi memiliki asimetri aktivitas otak yang dominan di bagian kanan.


The increasing prevalence of depressive disorder (also known as major depressive disorder or MDD), especially in the younger generations, has brought urgency upon the importance of keeping good mental health. Moreover, depression has proven to increase risks of cardiovascular diseases, along with their severities. Depressive disorders are oftentimes not diagnosed or misdiagnosed, because some of the symptoms are similar with those of other non-mental illnesses. Because of that, the necessity to build a system based on electroencephalographic (EEG) signals that could help diagnose this mental illness has been increasing in importance. The goal of this research is to make a Machine Learning-based classification program that implements EEG spectral analysis to aid for the diagnostics of depression. A MATLAB application with a Graphical User Interface was made as an addition to the program so that users can operate it easily. EEG signals were processed using two different signal processing methods, which are wavelet and Power Spectral Density (PSD). Relative Power Ratio and Average Alpha Asymmetry were calculated for feature extraction. As a feature-reducing method, feature dominance was calculated and ranked so that the highest ranked features will be used as input for the Machine Learning classification. The classifier used was feedforward neural network with cross validation. The highest achieved results were 83,6% accuracy using the wavelet method and 77,5% accuracy using the PSD method. Other than that, depressed subjects also showed a dominant right-hemisphere alpha activity in the Frontal and Parietal region, which is consistent with previous research that reveals the right-dominated asymmetry in the depressed brain.

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Levi
Abstrak :
Latar Belakang Gangguan jiwa, terutama di Indonesia, memerlukan perhatian khusus karena tingginya angka pasien rawat inap dengan kondisi seperti skizofrenia, depresi, dan bipolar. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM), sebagai pusat rujukan, menghadapi tingkat readmisi yang signifikan, mendorong perlunya pemahaman mendalam mengenai profil risiko pasien untuk meningkatkan manajemen dan layanan kesehatan jiwa di Indonesia. Metode Penelitian menggunakan data rekam medis pasien dewasa dengan skizofrenia, bipolar, atau depresi mayor yang mengalami readmisi dalam 30 hari setelah pulang dari perawatan di RSCM pada tahun 2022. Metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis data sekunder tersebut menggunakan SPSS, dengan presentasi data dalam bentuk tabel dan naratif. Hasil Dari 258 pasien psikiatri, 19 (7,34%) mengalami readmisi dalam 30 hari pasca pulang. Profil risiko pasien meliputi rentang usia 19-40 tahun, mayoritas perempuan (63.2%), pendidikan tinggi (89.5%), tidak menikah (78.9%), tidak bekerja (78.9%), dan tinggal di perkotaan (100%). Mayoritas menderita skizofrenia (52.6%), tidak memiliki komorbid (73%), menggunakan BPJS (84.2%), tinggal bersama keluarga (89.5%), dan sebelumnya dirawat 1-5 kali (63.2%). Pasca pulang, sebagian tidak patuh dalam pengobatan (57.9%), memiliki upaya bunuh diri (84.2%), dan menggunakan rawat jalan psikiatri (94.7%). Kesimpulan Readmisi 30 hari pasca pulang di RSCM tahun 2022 masih tergolong tinggi jika dibandingkan data secara global, tetapi mengalami penurunan jika dibandingkan dengan data RSCM tahun 2018. Profil risiko pasien dari aspek sosiodemografi, klinis, serta pasca pulang tetap harus diperhatikan untuk dapat mengurangi angka readmisi serta meningkatkan kualitas pelayanan psikiatri di RSCM. ......Introduction Mental disorders, particularly in Indonesia, demand special attention due to the high number of inpatients with conditions like schizophrenia, depression, and bipolar disorder. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (RSCM), as a referral center, faces significant readmission rates, underscoring the need for a deep understanding of patient risk profiles to enhance mental healthcare management and services in Indonesia. Method The study utilized secondary data from adult patients diagnosed with schizophrenia, bipolar disorder, or major depression who experienced readmission within 30 days after discharge from RSCM in 2022. Quantitative descriptive analysis through SPSS was employed to analyze the data, presented in tabular and narrative forms. Results Out of 258 psychiatric patients, 19 (7.34%) experienced readmission within 30 days post-discharge. Patient risk profiles included an age range of 19-40 years, mostly females (63.2%), higher education levels (89.5%), unmarried (78.9%), unemployed (78.9%), and residing in urban areas (100%). Majority were diagnosed with schizophrenia (52.6%), had no comorbidities (73%), utilized BPJS (84.2%), lived with family (89.5%), and had been previously hospitalized 1-5 times (63.2%). Post-discharge, some were non-adherent to treatment (57.9%), exhibited suicidal tendencies (84.2%), and utilized outpatient psychiatric care (94.7%). Conclusion Thirty-day readmission at RSCM in 2022 remains relatively high compared to global data, but has seen a decrease when compared to RSCM data in 2018. Patient risk profiles in terms of sociodemographic, clinical, and post-discharge aspects must continue to be considered to reduce readmission rates and enhance the quality of psychiatric care at RSCM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library