Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Steven Setiono
"Tujuan: Menilai manfaat edukasi mengenai gangguan berkemih neurogenik pada pasien cedera medulla spinalis (CMS) di RSUP Fatmawati terhadap pengetahuan dan kemampuan mengatasi masalah.
Metode: Desain studi eksperimental. Subyek 22 orang pasien paraplegi karena CMS dengan gangguan berkemih neurogenik yang dirawat pertama kali di RSUP Fatmawati. Subyek diberikan program edukasi yang terdiri dari 7 topik selama rentang 3 minggu. Dilakukan penilaian pengetahuan dan kemampuan masalah dengan menggunakan kuesioner pada awal penelitian, pasca pemberian edukasi, dan 3 bulan pasca edukasi. Selain itu dilakukan penilaian kepentingan topik edukasi menurut subyek dengan skala Likert.
Hasil: 22 subyek menyelesaikan penilaian awal dan pasca edukasi, namun hanya 18 orang yang dapat dihubungi saat follow up 3 bulan. Terdapat peningkatan pengetahuan yang bermakna antara awal dan pasca edukasi (p=0,033), pasca edukasi dan follow up (p=0,047). Terdapat peningkatan yang bermakna pada kemampuan menyelesaikan masalah antara awal dan pasca edukasi (p=0,000), tidak terdapat perubahan bermakna antara pasca edukasi dan follow up (p=0,157). Seluruh topik edukasi yang diberikan dianggap penting oleh subyek.
Kesimpulan: Terdapat peningkatan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah setelah pemberian edukasi, dan terdapat retensi sampai dengan 3 bulan pasca edukasi. Pemberian program edukasi mengenai gangguan berkemih neurogenik pada pasien CMS penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah, serta mencegah komplikasi urologis.

Objective : To evaluate the effect of educational program in neurogenic bladder for spinal cord injury patient at Fatmawati General Hospital in improving knowledge and problem solving skill.
Methods : This is a experimental study. Twenty two paraplegic SCI patients with neurogenic bladder in Fatmawati hospital was included in this study. The subjects was given educational program which consist of 7 topics in 3 weeks period. Questionnaire for evaluating knowledge and problem solving skill was given at the beginning of the study, after completion of education program, and 3 months after education. A likert scale-based questionnaire also given at the end of education to assess patient?s perception of importance regarding the education topics.
Results : All subjects finished the initial and post education assessment, but only 18 subjects finished follow up evaluation. There was significant difference in knowledge between initial and post education assessment (p=0.033) and between post education and follow up (p=0.047). There was significant improvement in problem solving skill between initial and post education assessment (p=0.000) and no significant difference between post education and follow up (p=0.157). All topics given perceived as important by all the subjects.
Conclusion : There is a significant improvement in knowledge and problem solving skill after educational program, and there is retention up to 3 months after education. Educational program in neurogenic bladder for patients with SCI during hospital stay is important in improving patient?s knowledge and problem solving skill also for prevention of urological complication.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Larasati
"Latar Belakang: Gangguan berkemih dalam kehamilan dapat mempengarui kualitas dari hidup seorang ibu hamil. Akan tetapi, Sampai saat ini belum didapatkan data mengenai hubungan paritas dan trimester kehamilan dengan kejadian gangguan berkemih di Indonesia.
Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan berbagai gangguan kejadian berkemih yang terjadi selama kehamilan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang. Subjek pada penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Cempaka Putih dan Puskesmas Johar Baru menggunakan metode consecutive sampling pada Juli 2019 sampai Desember 2019. Data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengisian daftar harian berkemih, kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) dan penilaian indeks sandvik.
Hasil: Didapatkan sebanyak 279 ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan multiparitas berhubungan dengan terjadinya inkontinensa tekanan pada wanita hamil (P= 0,045, OR 2,59, CI 95% 1,002-6,73), tetapi tidak bermakna pada variabel yang lain (primipara dan nulipara dengan inkontinensia tekana; multipara, primipara dan nullipara dengan inkontinensia desakan, gangguan frekuensi dan nokturia; trimester kehamilan dengan inkontinensia tekanan, desakan, gangguan frekuensi dan nokturia) (P>0,05). Prevalensi inkontinensia tekanan yang terjadi pada kehamilan sebesar 11,1%, dimana pada trimester I,II,III yakni 12,7%, 12,4%, 10,9%. Prevalensi inkontinensia desakan yang terjadi pada kehamilan sebesar 5,0%, dimana trimester I,II,III yakni 4,6%, 2,8%, 8%. Prevalensi gangguan frekuensi yang terjadi pada kehamilan sebesar 75,6%, dimana trimester I,II,III yakni 67,3%, 74,7%, dan 79,1%. Prevalensi nokturia yang terjadi pada kehamilan 86% ,dimana pada trimester I,II,III, yakni 81,6%, 83,5%,dan 89,2%. Indeks keparahan inkontinensia urin terbanyak dalam kehamilan adalah pada tingkat ringan (93,3%) dan sedang (6,7%).
Kesimpulan: Adanya hubungan yang bermakna antara multiparitas dengan terjadinya inkontinensia tekanan pada wanita hamil. Dilakukan penelitian selanjutnya untuk menilai faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap gangguan berkemih pada ibu hamil dengan cakupan dan subjek yang lebih luas.

Background: Low urinary tract symptoms in pregnancy can affect the quality of life for a pregnant woman. However, until now there has been no data regarding the relationship between parity and trimester of pregnancy with the incidence of urinary disorders in Indonesia.
Objective: Analyzing the factors associated with various Low urinary tract symptoms has occur during pregnancy.
Methods: This research is an observational analytic study with cross sectional method. The subjects in this study were pregnant women who visited the Cempaka Putih Health Center and Johar Baru Health Center using the consecutive sampling method from July 2019 to December 2019. Data collected in the form of obstetric history through interviews, bladder dairy, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) Indonesian version and index sandvik
Results:Obtained as many as 279 pregnant women who met the inclusion and exclusion criteria. Obtained multiparity associated with the occurrence of pressure incontinence in pregnant women (P = 0.045, OR 2.59, 95% CI 1.00-6.73), but not significant in other variables (primipara and nulipara with stress incontinence; multipara, primipara and nullipara with urge incontinence, frecuency and nocturia; trimester with stress incontinence, urge incontinence, frecuency and nocturia) (P> 0.05). The prevalence of stress incontinence that occurs in pregnancy is 11.1%, where in the I, II, III trimesters that is 12.7%, 12.4%, 10.9%. The prevalence of urge incontinence that occurs in pregnancy is 5.0%, where I, II, III trimesters are 4.6%, 2.8%, 8%. The prevalence of frequency that occur in pregnancy is 75.6%, where I, II, III trimesters are 67.3%, 74.7%, and 79.1%. The prevalence of nocturia that occurs in pregnancy is 86%, where in the I, II, III trimesters, ie 81.6%, 83.5%, and 89.2%. The highest severity index in urinary incontinence in pregnancy was mild (93.3%) and moderate (6.7%).
Conclusion: There is a significant relationship between multiparity with the occurrence of stress incontinence in pregnant women. It is recommended to have further research to study other factors that may influence low urinary tract symptoms on pregnant women with broader scope and subjects background
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kaleb Tjindarbumi
"Latar Belakang. Gangguan berkemih neurogenik akibat cedera medulla spinalis CMS dapat berupa lesi sakral dan suprasakral. Setelah fase syok spinal, pada fase lanjutan terjadi perubahan karakteristik detrusor dari akontraktil menjadi hiperrefleks disertai adanya detrusor sphincter dysynergia DSD . Lesi suprasakral lebih berisiko untuk menimbulkan tekanan detrusor Pdet yang tinggi baik pada fase pengisian ataupun fase miksi. Teknik berkemih refleks, kateter menetap, kateter berkala atau campuran dinilai dapat berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya Pdet dan perubahan ini hanya dapat dinilai melalui pemeriksaan urodinamik.Tujuan. Menilai apakah tinggi rendahnya Pdet dipengaruhi oleh teknik berkemih yang digunakan pasien CMS lesi suprasakral. Metode. Studi potong lintang dengan menilai Pdet pasien CMS lesi suprasakral yang telah melakukan pemeriksaan urodinamik pada periode 01 Januari 2015 sampai dengan 31 Agustus 2017. Nilai rerata Pdet dinilai pada fase pengisian dan fase miksi. Identifikasi teknik berkemih dilakukan dengan merujuk pada status rekam medis dan dikelompokkan menjadi refleks, kateter menetap, campuran dan kateter berkala.Hasil. Terdapat 66 subyek yang dianalisa dan terdiri dari 32 subyek dengan refleks, 17 subyek dengan kateter menetap, 7 subyek dengan campuran dan sisa 10 subyek dengan kateter berkala. Nilai Pdet pada kelompok kateter berkala lebih rendah dibandingkan kelompok lain tetapi hasil ini tidak signifikan secara statistik p = 0.243 dan p = 0.684 Kesimpulan. Walaupun tidak berbeda secara signifikan, nilai Pdet pada kelompok kateter berkala lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya sehingga apabila memungkinkan teknik kateter berkala tetap direkomendasikan menjadi pilihan teknik berkemih. Pemeriksaan urodinamik secara berkala penting untuk dilakukan dalam menilai dan monitor Pdet.

Background. Neurogenic bladder dysfunction due to spinal cord injury SCI can be classified into sacral and suprasacral lesion. After spinal shock, the recovery phase will have a bladder characteristic of acontractile turning into hyperreflex and presence of detrusor sphincter dyssynergia DSD . Suprasacral lesion has greater risk of producing high detrusor pressure Pdet in the filling and voiding phases. Voiding technique voiding reflex, indwelling cathteter, intermittent catheter and mixed is thought to have effect on the Pdet value and the changes can only be measured by urodynamic examination. Aim. To evaluate whether the high or low value of Pdet is affected by the voiding technique that used by suprasacral lesion SCI patient. Method. Cross sectional study to determine the Pdet of suprasacral SCI patient that has done urodynamic examination within period of 1st January 2015 to 31st August 2017. The average value of Pdet is noted during the filling and voiding phase. Identification of voiding technique is based on medical record and was classified as voiding reflex, indwelling catheter, mixed and intermittent catheter.Result. 66 samples are analyzed and consisted of 32 subjects with reflex, 17 subjects with indwelling catheter, 7 subjects with mixed technique and 10 subjects with intermittent catheter. The Pdet filling and voiding value in intermittent catheter group is lower that other groups although it is not statistically significant p 0.243 and p 0.684 . Conclusion. Although not significantly different, the Pdet value in the intermittent catheter group is lower than other groups so that whenever possible intermittent cathter is still recommended to be technique of choice. Routine urodynamic examination is important to determine and monitoring the Pdet value "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library