Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
O`Regan, Tom
Canberra: Commonwealth, 1996
791.43 ORE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Byars, Jackie
London: Routledge, 1991
791.437 5 BYA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Young, Lola
London: Routledge, 1996.
791.43 YOU f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Astuti
"Penelitan ini adalah sebuah analisis diskursus kritis yang dilakukan dengan menggambarkan
bagaimana kapitalisme media membentuk representasi perempuan dalam "gambar hidup" di televisi
dari segi karakter dan peran. Kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah FTV (Film Televisi),
sebuah program yang ditayangkan oleh S01V sejak 4 Oktober 2000A sew memaksudRan program
ini sebagai tontonan altematif di tengah sinetron yang menyesaki daftar acara televisi-televisi swasta
di Indonesia. Sinetron sendiri sering dikeluhkan karena dianggap melanggengkan nilai-nilai patriarkis
di masyarakat.
Representasi perempuan dalam "gambar hidup" selama ini tidak pemah jauh keluar dari
nilai-nilai yang erkandung dalam ideologi gender, yang selama ini membatasi ang gerak
perempuan dalam bentuk pembingkaian yang ber1
Pembingkaian terhadap perempuan tersebut dapat dilihat dari enam sisi, yaitu bingkai fisik, pikiran,
domestik, sosial, peke~aan dan politik. Sebagai benang merah dari keenam bingkai tersebut adalah
bahwa bias gender tersebut merupakan p~ uk kapitalisme yang patriarkis. Ka~italisme ini lah yang
mula-mula menyebabkan munculnya pemb;:mian ke~a secara seksual, d1 mana perempuan
ditempatkan di ruang privat untuk menaukung laki-laki yang ditempatkan di ruang publik. Akibatnya,
laki-laki diidentikkan dengan "pr6duksi" sementara perempuan itientik dengan "konsumsi".
Marjinalisasi perempuan dan bidang produksi dan dominasi sebagai obyek "tontonan• sering menjadi
ideologi utama media massa. ,.
Dalam memahami repr:esentasi perempuan di media massa, ada dua sudut pandang, yaitu
media mumi sebagai cermin dan keadaan masyarakat dan media tidak hanya sebagai cermin, tapi
juga membentuk realitas sosial itu sendiri (Debra Yatim, 1992}. Dalam sudut pandang ini, lewat
proses seleksi, media melakukan interpretasi dan bahkan membentuk realitas sendiri. Hasilnya,
adalah representasi perempuan sebagai subject position yang memiliki makna tersendiri dalam
diskursus. Untuk lebih jelasnya, digunakan Frame of Reference for Studying Mediation milik Dennis
McQuail yang mengemukakan bahwa hubungan media dengan institusi lain mempengaruhi institusi
media dan institusi media tersebut mempengaruhi isi. lnstitusi lain yang dimaksud di sini, dengan
mengambil Marxist Critical Theory adalah institusi ekonomi. Marx berpendapat media massa adalah
alat untuk mengekalkan kapitalisme karena dasar dari masyarakat adalah sistem ekonomi. Teori
Marx ini berhubungan erat dengan teori ideologi Althusser dan teori hegemoni Gramsci. Televisi
sebagai media massa menjadi penting karena karakteristiknya audiovisualnya dan ditonton banyak orang. Oleh karena itu, televisi mempunyai kekuatan untuk menentukan budaya apa yang menjadi
mainstream.
Masalah mengenai media yang seksis ini telah lama menjadi pematian para feminis, yang
menganggap media massa sebagai salah satu batu sandungan bagi gerakan mereka. Feminisme di
dunia dikenal terbagi dalam tiga gelombang. Terakhir, Naomi Wolf, · feminis asal AS,
memproklamiri
-'aliran Feminisme Kekuasaan.
Analisis diskursus kfitis ini lalu dilakukan :dengan melibatkan dua dimensi kembar. Dimensi
yang pertama, yaiju communicative events terbagi dalam tiga tingkatan, yartu teks, discourse practice
dan sociolcu/tural practice. Dimensi ini memandang masing-masing tingkatan tersebut secara umum,
·sedangkan dimensi yang kedua, yartu order of discourse memandang keteri
tingkatan tersebut dalam konteks yang general.
Berdasari
dua episode FTV diperoleh dua macam frame yang sama-sama merombak keenam bingkai
perempuan baik dari sudu fisik, pikiran, sosial, domestik, peke~aan dan politik, serta keluar dari
dikotomi maupun kategorisasiperempuan di media massa, karena menjadi subject position yang
memiliki makna sendiri. Dengan demikian, maka representasi perempuan dalam FTV ini, dari sudut
karakter maupun peran, telah meninggalkan sudut pandang pertama yang menghadiri
.perempuan dalam stereotipenya dan menempatkan dirinya dalam sudut pandang kedua, yang kental
dengan nilai-nilai ideologi feminisme.
Berdasari
sebagai gatekeeper dalam jalinan gatekeeper groups, terjadi yang dinamakan dengan
technologization of discourse, yaitu proses intervensi dalam ruang lingkup discourse praCtice untuk
membentuk hegemoni baru datam institusi atau organisasi yang ber:sangkutan, sebagai bagian dari
usaha secara umum untuk member1akukan restrukturisasi hegemoni dalam praktek institusional dan
budaya.
Sementara itu, analisis pada tingkatan sociocultural practice menunjukkan bahwa dalam
program FTV ini juga terdapat tarik ulur antar13 kepentingan komersil dengan kepentingan idealis.
Sebagai institusi bisnis, stasiun televisi tidak dapat melepaskan diri dari prinsip-prinsip kapitalisme,
namun berdasariketiga tingkatan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa kapitalisme memang menentukan isi tapi
bl.ikan satu-satunya faktor, Karena masih ada faktor idealisme yang mengimbangi kaprtalisme. Faktor
idelisme ini dapat menghasilkan terobosan baru. Terobosan baru tersebut terwujud dalam
techonologization of discourse. Walaupun hakikat dari technologization of discourse ini adalah
sebagai hegemoni, namun dapat pula sekaligus dimafaatkan untuk kepentingan idealisme tadi.
Dalam kasus ini, technologization of discourse menghasilkan FTV sebagai discourse type baru
Sebagai hasil dari discourse type baru tersebut, dalam teks, terbentuk representasi perempuan, baik
dari karakter maupun peran, yang merupakan dekonstruksi dari representasi yang umum.
Dengan demikian maka ter1ihat bahwa antara kepentingan komersil dengan kepentingan
idealis dapat saling mendukung dan bahwa televisi selaku media yang ditonton banyak orang tidak
hanya dapat menentukan budaya yang menjadi mainstream, namun juga dapat menciptakan budaya
tandingan. Berdasaripula dimanfaatkan untuk menyebar1uaskan nilai-nilai baru, dalam hal ini adalah nilai-nilai feminisme
guna terciptanya representasi perempuan yang manusiawi dalam media massa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujatrini
"Skripsi ini mengungkapkan permasalahan tentang pemikiran_pemikiran dasar feminisme di tahun 70-an, serta dampaknya dalam sinema di Perancis di masa itu. Analisis dibuat berdasarkan teori Dominique Noguez, yang diilhami oleh pemikiran Karl Marx mengenai materialism dialektik. Setiap kelompok masyarakat mempunyai ideologi yang dihayati secara tak sadar oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Ideologi tersebut terungkap dalam karya-karya seni yang dihasilkan oleh para seniman. Teori Noguez menyebutkan bahwa ideologi dan sinema tidak dapat dipisahkan. Film merupakan ungkapan ideologi dari sutradara yang membuatnya dan merupakan media yang efektif untuk menanamkan ideologi tertentu kepada penontonnya.
Dalam bab II diuraikan perkembangan konsep-konsep baru menyangkut kedudukan perempuan dalam masyarakat Perancis. Konsep-konsep yang kemudian disebut feminisme ini, pertama kali diutarakan oleh Poullain de la Barre pada abad XVII. Pada dasarnya, konsep-konsep terebut melihat bahwa kedudukan perempuan sebenarnya secara alamiah sama dengan pria, sehingga kaum perempuan berhak memperoleh pendidikan dan mendapat kedudukan yang sama dengan pria dalam masyarakat, dalam pekerjaan maupun perkawinan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S14500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Husnul Mawadah
"Penelitian ini beranjak dari permasalahan bagaimana pandangan dan sikap perempuan terhadap poligami dalam skenario film 13erhugi ,S'nami karya Nia Dinata. Metode yang digunakan untuk menganalisis skenario film tersebut adalah kualitatif deskriptif analisis dengan didukung teori feminisme yang berprespektif kritik feminis ideologis sehagai strategi pembacaan untuk mengungkapkan pemaknaan haru dan menghasilkan penafsiran yang herbeda. I-Iasil analisis mengungkapkan bahwa skenario film tersebut memberikan ruing hicara bagi perempuan. Tokoh-tokoh perempuan yang diceritakan bcrada dalam ikatan poligami di tiga rumah tangga yang herbeda dalam skenario tersehut memiliki pandangan dan sikap yang beragam dalam menjalani poligami. Akar dari keberagaman tersebut adalah budaya dan agama yang mereka anut. Oleh karena itu. poligami dalam teks dilihat secara multikultur. Setiap tokoh memiliki alasan yang herbeda dalam memutuskan untuk masuk atau bertahan dalam rumah tangga poligami. Budaya dan agama yang dipengaruhi oleh sistem patriarki tclah mengakar dalam kehidupan mercka sehingga mereka secara sadar menerima poligami sehagai sesuatu yang \ajar. Akan tetapi. benang merah dari perhedaan tersehut menunjukkan persamaan. yaitu semangat mendobrak poligami yang muncul dari kesadaran alas rasa ketidaknyamanan selama hidup dalam ikatan poligami. Selain itu, dalam skenario tersebut juga diketahui mengenai pandangan dan sikap pengarang terhadap poligami.
Pengarang menyampaikan kritiknya terhadap poligami melalui tiga tokoh yang berusia muda, cerdas, dan kritis. Dua tokoh di antaranya adalah laki-laki yang berperan sehagai tokoh pendukung. Melalui tokoh-tokoh tersehut pengarang dengan leluasa menyampaikan kritiknya. Hal itu mengindikasikan hahwwa pengarang menyadari peiijuangan feminisme mencapai kesetaraan gender dapat dicapai dengan kerja lama kedua helah pihak, perempuan dan laki-laki. Mclalui praktik penulisan perempuan, pengarang dalam teks ini berusaha memunculkan suara perempuan dalam poligami yang selama ini cenderung terbungkam. Dari analisis mengenai pandangan dan sikap pengarang diketahui balma pengarang cenderung menolak poligami. Pengarang mengajak kaum perempuan untuk menolak masuk dalam ikatan poligami dan berharap kaum laki-laki juga hersikap kritis terhadap fenomena tersebut. Dengan demikian. jika tidak ada perempuan yang mau dipoligami dan laki-laki memiliki sikap kritis terhadap hal itu. maka poligami pun tidak akan terjadi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T37397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1990
700 POP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Haidar Faisal
"Kerja perfilman merupakan kerja tim, bukan kerja perorangan, termasuk di dalamnya penggarapan pemindahan latar dari novel ke film. Karena proses transformasi itu melalui dua tahap, yakni dari novel ke skenario dan kemudian dari skenario ke film, maka pemindahan latar bukan hanya menjadi tanggung jawab Sutradara dan Art Director, melainkan juga penulis skenario, tim teknik, bagian laboratorium, penata suara, penata musik, dan seluruh tim artistik yang rnempersiapkan kostum, desain selling, property, dan detail perlengkapan lainnya. Kasus pemindahan latar novel Serpihan Mutiara Retak karya Nina Pane Budianto ke dalam film dengan judul yang sama oleh sutradara Wim Umboh dan penulis skenario Satmowi Atmowiloto memperlihatkan penggarapan yang tidak baik jika dibandingkan dengan pemindahan latar dan novel Saat-Saat karya Arswendo Atmowiloto ke dalam film yang berjudul Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku yang disutradarai Jun Sapto Hadi dan penulis skenario Arswendo Atmowiloto.
Kegagalan penggarapan latar dalam film Serpihan Mutiara Retak dikarenakan pekerja film lebih berkonsentrasi pada pengadeganan peristiwa, dan bukan pada latar yang menyelimuti peristiwa tersebut. Sebaliknya, Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku justru menempatkan latar sebagai salah satu unsur terpentmg dalam proses produksinya. Ini terlihat dari keseriusannya memberi peran cahaya, pewamaan, dan penataan kostum. Dan perbandingan kedua novel dan film di atas, dapat diketahui bahwa penggarapan latar yang baik pada film akan muncul karena dorongan novel itu sendiri. Dalam arti, keherhasilannya sangat ditentukan olch bagaimana penulis novel menggarap latarnya. Selain itu, tugas penting yang harus dilakukan penata artistik dalam pemindahan latar novel ke film adalah menganalisis waktu cerita (fiksi) dan waktu peristiwa (Takla). Analisis rersebut sangat membantu dalam penggarapan selling, khususnya dalam pemilihan perangkat fisik yang akan digunakan dalam pembuatan film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S10957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library