Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anna Steven
"ABSTRAK
Obesitas merupakan penyakit tidak menular dimana lemak berlebih mengarah pada gangguan metabolik, penyakit kardiovaskular, dan perubahan abnormal biomekanik tubuh. Orang dengan obesitas memiliki kekuatan otot 6-10% lebih rendah dari orang dengan berat badan normal. Penurunan kekuatan otot sejalan dengan penurunan ruang gerak sendi, kontrol postural, dan kecepatan gerak yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kendala dalam melakukan aktivitas fisik. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh Hatha Yoga selama 12 minggu terhadap persentase lemak, lingkar pinggang, kekuatan otot genggam, fleksibilitas, kesiembangan, dan kecepatan gerak pada orang dewasa dengan overweightdan obesitas.
Tujuh puluh dua orang dengan overweightdan obesitas, berusia 18-60 tahun, dirandomisasi ke dalam kelompok perlakuan (n=36) dan kelompok kontrol (n=36). Persentase lemak, lingkar pinggang, kekuatan otot genggam, fleksibilitas, keseimbangan, dan kecepatan gerak merupakan variabel yang diukur. Pemeriksaan yang sudah terstandarisasi dilakukan sebelum dan sesudah intervensi.
Terdapat perbedaan signifikan di antara kedua kelompok (semua p <0,001). Persentase lemak dan lingkar pinggang memberikan hasil dengan arah berlawanan. Kekuatan otot genggam, fleksibilitas, keseimbangan, dan kecepatan gerak membaik pada kelompok perlakuan. Sementara itu, fleksibilitas dan kecepatan gerak menurun secara siginifikan pada kelompok kontrol. Tidak dilaporkan adanya efek samping serius pada kedua kelompok.
Secara umum, program latihan Hatha yoga selama 12 minggu terbukti efektif dalam memperbaiki komponen antropometri dan fungsional pada orang dengan overweight dan obesitas. Penemuan ini memiliki makna implikasi klinis yang penting karena yoga dapat diimplementasikan sebagai salah satu alternatif aktivitas fisik.

ABSTRACT
Obesity is a non-communicable disease in which excess body fat may lead to metabolic disorder, cardiovascular disease, and abnormal mechanics in body movements. Obese people have 6-10% less muscle-strength than those in the normal weight range. That decline in muscle-strength, along with similar declines in the range of movement of major joints, in postural control, and in the speed of movement may result in impaired ability to engage in physical activity. The purpose of this study is to investigate the effects on obese people of a 12-week Hatha yoga intervention--specifically focused on fat percentage, waist circumference, muscle strength, flexibility, balance, and gait speed.
Seventy-two overweight and obese people, aged 18-60 years, were randomly allocated to the yoga group (n=36) or to a "no exercise" control group (n=36). The fat percentage, waist circumference, handgrip strength, flexibility, balance, and gait speed were defined as outcome variables. Standardized tests were administered at baseline and post intervention.
There were significant differences between the two groups in regard to the outcome variables (all p <0.001). Predictably, fat percentage and waist circumference had moved in the other direction. Handgrip strength, flexibility, balance, and gait speed had significantly improved in the yoga group. Meanwhile, flexibility and gait speed significantly declined in the control group. No serious adverse events were reported in either group.
Overall, the 12-week Hatha yoga program was found to be effective in improving functional and anthropometric variables in obese people. The findings have important clinical implications since yoga may well serve as an alternative form of physical activity."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisyah
"Proses penuaan dan masalah kesehatan perkotaan dapat menyebabkan penurunan fungsi pada sistem muskuloskeletal. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah resiko jatuh pada lansia melalui Gait Speed and Energy Expendicture di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung. Intervensi resiko jatuh dilakukan lima hari selama enam minggu. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa skor Morse Fall Scale (MFS)danBerg Balance Test (BBT)meningkat setelah intervensi salain itu gait speed klien meningkat sebelum intervensi 6,4 meter/detik setelah intrvensi 11,4 meter/detik. Nilai PCIklien menurun sebelum intervesi 77,2denyut/meter setelah intervensi 74,9 denyut/meter, pemberi pelayanan di panti dapat menerapkan intervensi latihan fisik Gait speed and Energy Expendicturedalam kegiatan senam pagi sebagai upaya dalam mengatasi resiko jatuh pada lansia.

The aging process and urban health problems can lead to decreased function in the musculoskeletal system. This scientific work aims to analyze the nursing care of the elderly with the risk of falling problems in the elderly through Gait speed and Energy Expendicture in Social Institution Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung. The risk fall intervention is done five days for six weeks. The results of this paper show that the Morse Fall Scale (MFS) and Berg Balance Test (BBT) scores increased after the salt intervention that the client's gait speed increased before the 6.4 meter / second intervention after the 11.4 meter / second intrusion. The value of PCI client decreased before the intervention of 77.2 pulse / meter after intervention of 74.9 beats / meter, Service providers in the institution can apply physical exercise Gait speed and Energy Expendicture in morning gymnastic activities as an effort to overcome the risk of falling in the elderly."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Balqis Islamadina
"Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit pernapasan akut yang ditandai dengan penurunan fungsi paru disertai gejala sesak, batuk dan produksi sputum. Otot inspirasi seringkali terlibat dan mengalami kelemahan serta kelelahan akibat adanya hiperinflasi. Kelemahan otot inspirasi sangat berperan pada kejadian sesak sehingga mengurangi kapasitas latihan pada pasien PPOK. Selain itu, Latihan penguatan otot inspirasi menggunakan Inspiratory Muscle Trainer (IMT) diketahui dapat meningkatkan kekuatan otot inspirasi, namun belum terdapat penelitian yang menilai efektifitasnya dalam meningkatkan kecepatan berjalan dengan uji jalan 4 meter pada pasien PPOK.
Tujuan: Untuk mengetahui efek latihan penguatan otot inspirasi dengan menggunakan IMT terhadap kecepatan berjalan menggunakan uji jalan 4 meter pasien PPOK.
Metode: Penelitian ini adalah studi intervensional prospektif untuk menilai kecepatan berjalan pasien PPOK setelah pemberian program latihan dengan IMT selama 8 minggu. Subjek penelitian adalah pasien PPOK kelompok GOLD A hingga D yang berobat jalan ke Poliklinik Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Departemen Rehabilitasi Medik. Latihan IMT dilakukan di rumah selama 8 minggu, dengan dosis awal 30% PImax yang ditingkatkan 10% setiap 2 minggu hingga mencapai 60% PImax. Nilai PImax, kecepatan berjalan dan sesak dengan skala BORG dinilai setiap 2 minggu.
Hasil: Dari total 13 subjek, hampir seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dengan proporsi 92,3%. Nilai rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 64,92 (SB 8,713) tahun. Terdapat peningkatan kecepatan berjalan dari 1,59 (SB 0,32) meter/detik hingga 1,74 (SB 0,49) meter/detik dan nilai PImax dari 58,50 (SB 19,70) cmH2O hingga 67,02 (SB 19,88) cmH2O setelah menjalani 8 minggu latihan IMT. Simpulan: Terdapat peningkatan yang secara klinis bermakna pada kekuatan otot inspirasi dan kecepatan berjalan pasien PPOK dengan uji jalan 4 meter setelah menjalani latihan penguatan otot inspirasi dengan Inspiratory Muscle Trainer selama 8 minggu. Latihan IMT dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada program rehabilitasi paru pasien PPOK.

Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a respiratory illness characterized by reduced pulmonary function that is accompanied by dyspneu, chronic cough and sputum production. The inspiratory muscles are frequently involved in the disease process due to hyperinflation., resulting in weakness and increased fatigability. Inspiratory muscle weakness has an important role in the manifestation of dyspneu, therefore reducing exercise tolerance in COPD patient. Strength training to inspiratory muscle has been shown to improve inspiratory muscle strength, however there has not been any literature measuring its effectiveness on gait speed using four meter lane in COPD patient.
Aim: To find the effect of inspiratory muscle strengthening using Inspiratory Muscle Trainer (IMT) on four meter gait speed in COPD patient.
Methods: This is a prospective interventional study to evaluate gait speed in COPD patient after undergoing IMT training for 8 weeks. The subjects in this study are patient with COPD GOLD A to D visiting the pulmonary clinics in the department of internal medicine and medical rehabilitation. IMT training was performed as a home program exercise for 8 weeks, with initial dose of 30% PImax and improved by 10% every 2 weeks, reaching to maximal dose of 60% PImax at the end of 8 weeks training. PImax, gait speed and dyspneu using BORG scale was measured every 2 weeks during follow up.
Result: From a total of 13 subjects, almost all subjects are male (92,3%) and mean age was 64,92 (SD±8,713) years. There was an increase of gait speed from 1,59 (SD±0,32) to 1,74 (SD±0,49) meter/second and PImax from 58,50 (SD±19,70) to 67,02 (SD±19,88) cmH2O after 8 weeks IMT training. However, there was no improvement in dyspneu symptoms from BORG scale assessment.
Conclusion: IMT training for 8 weeks resulted in clinical improvement of inspiratory muscle strength and 4 meter gait speed in moderate to very severe COPD patient. IMT training can be considered as an addition to pulmonary rehabilitation program in COPD patient."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naldo Sofian
"Peningkatan kasus diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan berbagai komplikasinya memberikan dampak gangguan fungsional seseorang dalam bentuk gangguan kognitif dan kapasitas fisik. Keduanya masih reversibel dan baru diketahui berhubungan sehingga disebut sebagai PhysioCognitive Decline Syndrome (PCDS). Kondisi PCDS baru dipelajari pada lansia dan belum spesifik pada penyandang DMT2.
Tujuan
Mengetahui korelasi antara kendali glikemik dengan komponen physiocognitive decline syndrome pada penyandang DMT2 dewasa usia pertengahan.
Metode Studi potong lintang menggunakan consecutive sampling dari pasien di poliklinik metabolik endokrin dan poli jantung terpadu sejak Januari 2021 – November 2022. Subjek DMT2 berusia 40 – 59 tahun diinklusi. Pemeriksaan kekuatan genggam tangan, dan kecepatan berjalan 6-meter diperiksakan di ruangan standar. MoCA-Ina dilakukan oleh dokter yang telah dilatih. Data HbA1c subjek yang diperiksa adalah HbA1c 3 bulan terakhir. Analisis korelasi Pearson’s atau Spearman’s pada SPSS 20.0 dilakukan sesuai sebaran data.
Hasil Sebanyak 133 subjek telah dianalisis. Usia median mencapai 53 tahun dengan proporsi laki-laki dan perempuan serta komplikasi pada masing-masing kateori kendali glikemik (batas HbA1c 7,0%) serupa. Subjek didominasi dengan pendidikan SMA dan Sarjana/Diploma. Median durasi terdiagnosisnya diabetes melitus mencapai 7 tahun dengan HbA1c median 7.6%. Nilai MoCA-Ina pada subjek mencapai nilai median 24 dengan kecepatan berjalan rerata 1.02 + 0.23 m/detik dan median kekuatan genggam tangan 24 kg. Terdapat korelasi bermakna hanya pada HbA1c dengan kekutan genggam tangan (r = -0.24, R2 = 0.06, p value <0.01), terutama pada perempuan
Kesimpulan
Terdapat korelasi bermakna antara kendali glikemik dan kekuatan genggam tangan.

Increasing cases of type 2 diabetes melitus (T2DM) including its complication have caused functional dysfunction consisted of cognitive decline and physical incapacity. Both cognitive decline and physical incapacity had been just known to be reversible and related to each other, so it is termed as PhysioCognitive Decline Syndrome (PCDS). However, it had been just evaluated in geriatric and not specific to T2DM patient.
To investigate the correlation between glycaemic correlation and component of physiocognitive decline syndrome in middle-aged adult with T2DM.
A cross sectional study with consecutive sampling in our metabolic and endocrine clinic and integrated heart centre in January 2021 – November 2022 had been conducted. Inclusion criteria was 40 – 59 years old subjects with T2DM. Measurement of HbA1c in the last 3 month were analysed, while hand grip strength and gait speed were done in standard room. MoCA-Ina had been conducted by trained doctor. Correlation analysis using Pearson’s or Spearman’s in SPSS 20.0 was done according to data distribution.
133 subjects were analysed. Median age was 53 years old with both sex and complication within each glycaemic control category (HbA1c 7,0% cut off) were similar. Subjects were dominated by high school and undergraduate/diploma education level. Most subjects were diagnosed in up to 7 years of T2DM. Median of HbA1c levels in our study was 7.6%. MoCA-Ina score was 24 in median with mean of gait speed was 1.02 + 0.23 m/s. Our median for hand grip was 24 kg. Significant correlation was only found in relationship of HbA1c and hand grip strength (r = -0.24, R2 = 0.06, p value <0.01).
There was significant correlation between glycaemic control and hand grip strength.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwita Wijaya Laksmi
"Background: sarcopenia contributes to the development of frailty syndrome. Frailty syndrome is potentially improved by modifying insulin resistance, inflammation, and myostatin level. This study is aimed to investigate the effect of metformin on handgrip strength, gait speed, myostatin serum level, and health related quality of life (HR-QoL) among non diabetic pre frail elderly patients.
Methods: a double blind randomized controlled trial study was conducted on non-diabetic elderly outpatients aged >60 years with pre frail status based on phenotype and/ or index criteria (Cardiovascular Health Study and/ or Frailty Index 40 items) consecutively recruited from March 2015 to June 2016 at Cipto Mangunkusumo Hospital. One hundred twenty subjects who met the research criteria were randomized and equally assigned into 3 x 500 mg metformin or placebo group. The study outcomes were measured at baseline and after 16 weeks of intervention.
Results: out of 120 subjects, 43 subjects in metformin group and 48 subjects in placebo group who completed the intervention. There was a significant improvement on the mean gait speed of metformin group by 0.39 (0.77) second or 0.13 (0.24) meter/second that remained significant after adjusting for important prognostic factors (p = 0.024). There was no significant difference on handgrip strength, myostatin serum level, and HR QoL between both groups.
Conclusion: 3 x 500 mg metformin for 16 weeks was statistically significant and clinically important in improving usual gait speed as one of the HR QoL dimensions, but did not significantly improve the EQ 5D index score, handgrip strength, nor myostatin serum level.

Latar belakang: sarkopenia berkontribusi terhadap terjadinya sindrom frailty. Sindrom frailty berpotensi membaik dengan memodifikasi faktor inflamasi, resistensi insulin, dan miostatin. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh metformin terhadap kekuatan genggam tangan, kecepatan berjalan, konsentrasi miostatin serum, dan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien lanjut usia (lansia) non-diabetes dengan pre-frail.
Metode: studi ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan pada pasien rawat jalan berusia ≥ 60 tahun dengan status pre-frail berdasarkan kriteria fenotip dan/atau indeks (Cardiovascular Health Study dan/atau Frailty Index 40 items) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang direkrut dari bulan Maret 2015 sampai Juni 2016. Subjek yang memenuhi kriteria penelitian dirandomisasi menjadi grup metformin (3 x 500 mg) atau grup plasebo (amilum 3 x 500 mg). Luaran penelitian diukur pada awal studi dan 16 minggu setelah intervensi. Hasil: dari 120 subjek, 43 subjek dari grup metformin dan 48 subjek dari grup plasebo yang menyelesaikan penelitian. Terdapat peningkatan kecepatan berjalan pada kelompok metformin sebesar 0,39 (0,77) detik atau 0,13 (0,24) meter/detik yang tetap bermakna setelah disesuaikan dengan faktor prognostik penting (p=0,024). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kekuatan genggam tangan, konsentrasi miostatin serum, dan kualitas hidup terkait kesehatan antara kedua kelompok perlakuan.
Kesimpulan: pemberian metformin 3 x 500 mg selama 16 minggu secara bermakna meningkatkan kecepatan berjalan sebagai salah satu dimensi kualitas hidup terkait kesehatan, namun tidak meningkatkan secara bermakna skor indeks EQ-5D, kekuatan genggam tangan, dan konsentrasi miostatin serum.
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49: 2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library