Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ingrid Gratsya Zega
"Dalam pengaturan kartel di Indonesia, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Rule of Reason, dengan kata lain harus ada proses pembuktian yang menunjukkan bahwa memang telah terjadi praktek kartel diantara para pelaku usaha. Diseluruh negara di dunia yang memberlakukan Hukum Persaingan Usaha, praktek kartel merupakan pelanggaran yang sangat sulit untuk dibuktikan. Hal ini dikarenakan kasus kartel jarang atau tidak memiliki bukti langsung (direct evidence/hard evidence), mengingat pada umumya perjanjian kartel tidak dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Dikarenakan kesulitan tersebut, munculnya praktek penggunaan indirect evidence sebagai alat bukti pun banyak dilakukan di berbagai negara, didasari pertimbangan bahwa memang sulit memperoleh bukti langsung dari praktek kartel. Pada praktiknya, yang kerap digunakan KPPU sebagai indirect evidence adalah hasil analisis terhadap hasil pengolahan data yang mencerminkan terjadinya supernormal profit yang terjadi bukan karena peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Jika melihat putusan KPPU atas kasus dugaan kartel fuel surcharge (komponen tarif baru yang ditujukan untuk menutup biaya yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur sebagai imbas dari kenaikan harga minyak dunia) oleh sembilan maskapai penerbangan di Indonesia, maka kasus ini diputus didasarkan pada bukti tidak langsung (indirect evidence). Dalam putusannya Majelis KPPU menggunakan uji korelasi dan homogeneity variance test, yang sampai pada kesimpulan bahwa pergerakan fuel surcharge menunjukkan adanya trend yang sama diantara para terlapor (maskapai penerbangan). KPPU menilai sejak diberlakukan komponen tarif baru ini, fuel surcharge penerbangan mengalami kenaikan yang signifikan, dan tetap diberlakukan meskipun harga minyak dunia (avtur) mengalami penurunan yang signifikan. Dari apa yang terdapat dalam Peraturan KPPU, maka indirect evidence termasuk dalam kategori bukti petunjuk. Namun dalam Peraturan KPPU tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut apa saja yang termasuk dalam alat bukti petunjuk, hanya saja disebutkan bahwa petunjuk merupakan pengetahuan Majelis Komisi yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.

In analyzing the cartel, there are two kinds of business competition law approach is used, i.e. Per Se Illegal and Rule of Reason. In the cartel arrangements in Indonesia, the approach used is Rule of Reason, in other words there should be a process of evidence showing that indeed there has been a cartel practices among business actors. Around country in the world imposing a Business Competition Law, the cartel practice is a violation that is very difficult to prove. It because of cartel cases rarely or do not have direct evidence which is not generally made under a written agreement. Due to these difficulties, the emergence of using practice of indirect evidence as a proof was mostly done in many countries, based on the consideration it was difficult to obtain direct evidence. In practice, that is often used by the Business Competition Supervisory Commission as indirect evidence is the result of an analysis of data processing reflecting the occurrence of supernormal profits which is not due to the increased efficiency and productivity of the company. In its decision in case of alleged cartel fuel surcharge (new tariff component intended to cover expenses as the impact of the increased aviation fuel price affected by the rising world oil prices) by nine airlines in Indonesia, commission decided it based on indirect evidence (indirect evidence). In its decision the Commission used correlation and variance homogeneity test, which brought to the conclusion that the movement of fuel surcharge showed the same trend among the reported (airlines). The Commission considered since enacted the new tariff components, the fuel surcharge flights experienced a significant increase, and remain in place despite world oil prices (aviation fuel) has decreased significantly. From what is contained in the Commission's Regulations, indirect evidence is categorized as clue proof. In the Regulation itself is not explained further what is included in the clue proof, it's just mentioned that the clue is the knowledge by which the Commission is known and believed the truth."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29451
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anindhita Prameswari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24859
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shahrina Tiara W
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan economic evidence dalam pembuktian penetapan harga fuel surcharge yang dilakukan oleh maskapai-maskapai penerbangan domestik Indonesia. Dalam putusan atas dugaan penetapan harga tersebut, yaitu Putusan terhadap Perkara No: 25/KPPU-I/2009, KPPU menyatakan bahwa para Terlapor (PT Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia Air Asia) dinyatakan telah melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan dihukum dengan sanksi administratif untuk membayar denda dan ganti rugi yang dibayarkan pada kas Negara. Dalam kasus ini KPPU menggunakan uji statistik terhadap pergerakan grafik fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor dan KPPU menemukan persamaan trend dalam pergerakan harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor tersebut. Maka pembuktian yang dilakukan oleh KPPU dalam kasus ini adalah dengan menggunakan economic evidence. Dalam penerapannya, pengaturan hukum diperlukan untuk melindungi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, baik konsumen maupun para pelaku usaha.

This essay discusses about the application of economic evidence in the evidencing of a fuel surcharge fixing conducted by Indonesia?s domestic airlines. In the verdict on the alleged price fixing by the Decision on Case No. 25/KPPU-I/2009, KPPU states that the Parties (PT Garuda Indonesia (PT), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines , PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service and PT Indonesia Air Asia) have violated Article 5 of Law No. 5 1999 and were penalized with administrative sanctions to pay fines and compensation payable to the State Treasury. In this case, KPPU used statistical tests to trace the movement of fuel surcharge set that were set by each Party and KPPU found similarities in the trend of price movements that were set by the Parties. Thus, the evidencing conducted by KPPU in this case is by way of using economic evidence. In such practice, the legal regulations are necessary to protect every parties involved, both consumers and business actors. Because we can not deny that they have big role in the growth of the nation?s economy"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25096
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library