Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rian Timadar
Abstrak :
Pemikiran Foucault tentang sejarah pada dasarnya ingin mengubah dua konsep sejarah yang sudah ada sebelumnya, yaitu sejarah tradisional (total history) dan sejarah yang dikembangkan oleh penganut mazhab Annales (1929" 1989). Untuk mengubah itu semua, Foucault menciptakan dua metode penulisan sejarah, yaitu arkeologi dan genealogi. Arkeologi menganalisis secara empiris atas terbentuknya diskursif historis, sedangkan genealogi menjalankan analisis kritis dan berangkai dari diskursus historis dengan melibatkan isu yang menjadi "sejarah masa kini". Metode yang diciptakan Foucault nyatanya membawa pengaruh pada praktik museum. Sejarah yang dihadirkan tidak lagi ditampilkan sebagai keseluruhan yang tetap, tidak berubah, dan telah selesai sehingga tidak mungkin dibangun kembali. Bagi Foucault, sejarah bersifat diskontinuitas dan "nonlinear". Metode Foucault memberi efek pada cara museum memperlakukan objek, yaitu tidak lagi sebagai alat memori, akan tetapi alat berpikir produktif. Museum mempunyai power untuk mempertanyakan dan mengungkap hubungan- hubungan yang secara historis telah diwariskan. Oleh karena itu, museum memiliki potensi menegakkan kekuasaan yang lebih besar melalui ilmu pengetahuan/wacana. Dengan demikian, tesis ini membahas tentang museum sejarah menurut Foucault serta bagaimana penerapannya. Objek penelitian ini adalah studi kasus Museum Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.
Foucault thoughts about history actually want to change two preceding historical concepts, which are the total history and the concept of history developed by Annales (1929-1989). For that reason, Foucault developed two methods in the writing of history, archaeology and genealogy. Archaeology analyses empirically the establishment of the historical discursive, while genealogy does the critical and sustainable analysis of the historical discursive by implementing the issues which become the "recent history". These methods, in fact, bring some influences to the practice of Museum. The history is no longer presented as a fixed, unchangeable and finished fullness, so that it is impossible to be reconstructed. According to Foucault, history is something discontinuitical and nonlinear. Foucault's methods affect the way of the museum in treating objects not only as a tool of memory, but also as a productive thinking instrument. The museum has power to ask and reveal the relations that historically inherited. Therefore, the museum has potency to support the greater power through science or discourse. In that intention, this thesis discusses the museum of history in Foucault's perceptions and how they are implemented. The object of this research is the case of study of the Museum of West Java People Struggle.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T43924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ibrahim Badry
Abstrak :
Tesis ini adalah kajian filosofis atas pengembangan komputasi DNA yang menggunakan analisis Arkeologi dan Genealogi dari Michel Foucault. Dalam penelitian ini, ditemukan adanya kesejajaran antara tiga episteme yang telah diungkap Foucault dengan tiga teknologi komputasi yang telah dikembangkan (penerapan metode Arkeologi) dan suatu jenis exercise atas kekuasaanpengetahuan sebagaimana diurai Foucault dengan titik tekan pada normalisasi, pengembangan model Artificial Intelligent Creatures, dan kemungkinan model panopticon molekuler (penerapan metode Genealogi). Hasil penelitian ini juga mengandaikan bahwa problem yang muncul harus disikapi dengan rumusan etika baru. Sebab, etika yang sudah dikembangkan tidak dapat mengatasi persoalan yang sekiranya dapat terjadi dengan dikembangkannya komputasi DNA. ...... This thesis is a philosophical study about DNA computation development which uses Genealogical and Archaeological analytics from Michel Foucault. In this thesis had been found parallelism between three episteme which described by Foucault with the three technology of computation (Archaeological applied) and a kind of exercise of knowledge-power as identified by Foucault which focusing in normalization, developing Artificial Intelligent Creatures, and possibility of molecular panopticon (Genealogical applied). This thesis supposes to formulate a new ethical approach. It is because the ethics which were developed not have an adequacy to solve a problematical discourse which comes from DNA computation development.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28641
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai identitas remaja Jepang yang dibangun melalui wacana-wacana yang bergerak saling melengkapi dan membutuhkan satu sama lain, dalam nama idola pop, musik pop Jepang atau J-pop, dan fashion remaja Jepang, serta remaja Jepang itu sendiri. Media pun diperkenalkan sebagai pihak yang berkepentingan dalam hubungan-hubungan yang terjadi di dalam wacana, mengenalkannya ke permukaan dalam wacana-wacana berada di dalam hubungan. Kekuasaan adalah alat yang digunakan untuk melakukan penelitian atas wacana-wacana yang terjadi atas nama identitas. Kekuasaan yang dimaksud bukan bentuk pengekangan ataupun kekuasaan terpusat yang dimiliki hanya oleh satu orang atau satu kelompok. Foucault, menjelaskan kekuasaan sebagai suatu model strategis canggih dalam suatu masyarakat tertentu, yang dibentuk dari kekuasaan-kekuasaan mikro yang terpisah-pisah. Remaja mencari identitas, idola pop menggunakan gaya hidupnya sebagai idealisme akan identitas, musik pop berperan sebagai perwakilan identitas idola, dan fashion sebagai gaya hidup yang dapat dicermati secara visual, adalah wacana-wacana penting yang terbentuk di dalam suatu jaringan kekuasaan. Disampaikan secara giat oleh media demi terperolehya keuntungan, yang mana keuntungan atas pencapaian identitas oleh remaja termasuk di dalamnya, suatu kesadaran atas pemerolehan gaya hidup yang diterangkan dalam wacana kekuasaan. Dari penelitian mengenai identitas remaja Jepang, melalui pemahaman kekuasaan, diperoleh kesimpulan bahwa wacana sebagai pengetahuan, adalah hal yang dipentingkan di dalam kekuasaan. Wacana yang berusaha menjelaskan mengenai identitas yang diinginkan remaja Jepang, erat dengan kebebasan dan kebaruan, dapat dipahami secara lebih mendalam, dan dipilah-pilah melalui wacana-wacana lain yang berkepentingan dengannya. Wacana-wacana tersebut saling berhubungan satu sama lain, dan mampu berlipat ganda ke dalam wilayah penyebaran yang baru, yang secara keseluruhan berada di dalam jaring kekuasaan. Nama-nama baru atas identitas dengan demikian muncul, dan dapat dijelaskan kembali melalui kekuasaan yang tertuang dalam wacana-wacana. ......The focus of this study is Japanese youth identities which derive from texts through Japanese pop idols, pop music or known as J-Pop, youth fashion, and the youth themselves. Media as well is related in the texts, the one who have interest and need in youth, produce or reproduce texts in relations with others texts. Power is used as tools to explain identity texts. Power itself is not about repressive or one controlled system. What Foucault means by power is not an exclusively negative force. Foucault define power as one concept based on knowledge make uses of knowledge, a strategical system in one society analysis. Youth seeks identities, pop idols use lifestyle as idealism of such identities, pop music role as pop idols identity, and fashion used by idols as visual lifestyle, are the important texts which related one to another in power relations. Media use these texts in purpose of finding benefits based on youth identity. Youth themselves have their own will to find their own identity through knowledge about identity, and vice versa, which these relations can be explained in power knowledge relations. From this study, can be concluded that texts as knowledge, is one of the important things to make power works. Texts explain youth identity, filled with freedom and feel of new things, related to many other youth texts, are in position ofpower relations. These texts related to each other, can be spread or double in new field of knowledge and texts, which still inside power relations. New names of identity will come from texts, again explainable by the use of power and its realtions.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T20198
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fillingham, Lydia Alix
Yogyakarta: Kanisius, 2005
194 FIL f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Falzon, Christopher
London and New York : Routledge , 1998
194 FAL f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Joko Suyono
Yogyakarta: Lanskap Zaman, 2002
194 SEN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
Abstrak :
Minuman tradisional beralkohol nusantara merupakan isu-isu yang sering kali diperdebatkan oleh para akademisi. Salah satu faktor perdebatannya adalah mengenai nilai kebudayaannya yang patut dijaga agar dapat diwariskan turun temurun. Dalam hal ini saya akan mengaitkan pemerintah dengan efek yang mempengaruhi perilaku pelaku usaha minuman beralkohol khas Bali dalam menjalani usahanya. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipan, wawancara mendalam dan studi literatur. Berkenaan dengan berlakunya peraturan terkait tata kelola minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali, dengan kata lain pemerintah telah melegalkan minuman tersebut dengan beberapa ketentuan. Pemerintah mencoba untuk menumbuhkan minat para pelaku usaha untuk mengikuti arahan yang ditetapkan. Penulisan ini hendak memaparkan bagaimana relasi dan respon yang terjalin dari sudut pandang pelaku usaha terhadap peraturan pemerintah tersebut yang mengacu pada konsep Foucault mengenai governmentality (1991). Proses pengontrolan yang dilakukan pemerintah ini telah diinterpretasikan berbeda-beda oleh para pelaku usaha sebagai target sasaran peraturan. Argumen dalam penulisan ini adalah pengontrolan tidak selalu berjalan mulus, bahkan proses pengontrolan tersebut dapat memicu perlawanan dari target yang dituju.  ......The traditional alcoholic beverages of the archipelago are issues that are often debated by academics. One of the triggering factors is the cultural value that needs to be maintained so that it can be passed down from generation to generation. In this case, I will relate the effects that influence the behaviour of Balinese alcoholic beverage business actors in running their business. The data was collected through participant observation, in-depth interviews and literature studies. With regard to the enactment of regulations related to the management of Balinese fermented and/or distilled beverages, in other words, the government has legalised these drinks with several provisions. The government tries to foster the interest of business actors to follow the established directives. This paper wants to explain how the relationships and responses that exist from the point of view of business actors to the government regulations refer to Foucault's concept of governmentality (1991). The control process carried out by the government has been interpreted differently by business actors as the target. The argument in this paper is that control does not always run smoothly, even the control process can trigger resistance from the intended target.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julizar Firmansyah
Abstrak :
Berdasarkan pelacakan filosofis mengenai arkeologi pengetahuan dari Michel Foucault ada beberapa hal yang dapat ditarik sehubungan dengan masalah penelitian. Pertama, sejarah dalam pengertian arkeologi pengetahuan berjalan sesuai prinsip diskontinuitas yang inti filosofisnya ialah pemutusan terhadap subjek, karena subjektivitas hanya menggiring manusia pada dominasi. Diskontinuitas terdiri atas ambang batas, selaan, retakan, mutasi, dan transformasi. Tugas ahli sejarah justru memperlihatkan berbagai diskontinuitas. Kedua, arkeologi pengetahuan bertujuan mengeksplisitkan episteme. Ketiga, hal terpenting untuk mengetahui cara kerja arkeologi pengetahuan adalah mengkaji regularitas-regularitas diskursif dengan menggunakan metode penelitian kritis-reflektif dan interpretatif. Hasil penelitian menunjukkan, penerapan diskontinuitas dalam studi modernisasi melahirkan apa yang disebut Mansour Faqih sebagai arkeologi pembangunan. Jika modernisasi tidak dikaji dengan arkeologi Foucault, maka orang tidak dapat melihat relasi antara pengetahuan dan kekuasaan negara-negara maju di dalamnya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairil Parmato
Abstrak :
Tubuh merupakan medium yang paling tepat untuk memvisualisasikan diri. Tubuh juga merupakan titik pusat bagi diri. Tubuh yang melekat merupakan jembatan yang menghubungkan diri ini dengan ruang-ruang tak terbatas yang akan memvisualisasikan identitas diri. Dalam sejarahnya, persoalan mengenai tubuh tidak banyak mengambil porsi dalam pembicaraan yang besar seperti politik. Baru pada abad ke-20, tubuh mulai ramai dibicarakan di ruang publik dikarenakan perkembangan teknologi dan media yang ada. Tubuh mulai banyak disorot dan persoalan mengenai tubuh dengan cepat menjadi topik utama dan meluas ke area di mana ada diskursus mengenai citra tubuh yang dibentuk dalam masyarakat sampai mengenai identitas sosial yang dibentuk oleh tubuh. Diskursus mengenai tubuh semakin meluas ketika arus media dan industri fashion mulai berkembang dengan cepat. Berbagai nilai dan konsekuensi yang hares diambil tubuh menjadi suatu hal yang dianggap wajar. Problem tubuh tidak lagi hanya menyangkut masalah nilai dan identitas sosial seorang individu, namun juga meluas kepada problem kesehatan bahkan seksualitas. Dalam sejarah filsafat sendiri, persoalan mengenai tubuh lebih fokus dibahas oleh seorang filsuf Prancis, Michel Foucault. Baginya, tubuh merupakan media bagi sensasi, rasa dan kenikmatan bertempat. Menurutnya, tubuh merupakan satu dimensi dengan empat variabel di dalamnya, yakni kuasa-pengetahuan, kenikmatan, rasa, dan sensasi. Baginya, kuasa bagi tubuh bukanlah alat untuk merepresi tubuh melainkan alat untuk memperluas kemampuan tubuh dan meningkatkan kualitas tubuh. Foucault membuat tiga bentuk analisanya terhadap tubuh, yakni force relation, di mana di sini ia mengemukakan mengenai kekuasaan dan tubuh. Kemudian ia juga mengemukakan mengenai anatomi tubuh dan perwujudan kekuasaan dalam tingkah laku. Yang terakhir, ia berbicara mengenai tubuh sosial di mana, di sinilah adanya perwujudan kekuasaan dan tubuh. Bagi Foucault, sebuah diskursus mengenai tubuh tidak akan habis dibahas karena pembicaraan ini menyangkut segala aspek yang ada di masyarakat, karena nilai-nilai sosial yang dibentuk dalam masyarakat, bahkan identitas sosial seorang individu akan berakar pada tubuh. Tubuh merupakan benda sosial di mana ia adalah penanda bagi sebuah masyarakat. Perkembangan masyarakat dengan sistem kapitalisme globalnya, membuat masyarakat modem terjebak pada sebuah era eksplorasi dan eksploitasi tubuh. Itulah mengapa Foucault mengatakan bahwa tubuh manusia merupakan tempat yang paling esensial untuk pengoperasian kekuasaan. Tubuh juga merupakan tempat untuk tempat di mana praktek-praktek sosial terjadi. Dan sini tercapai sebuah kejelasan bagaimana tubuh sampai digolong-golongkan, dikonstitusi, dan dimanipulasi oleh kekuasaan. Diskursus mengenai tubuh mulai melebar lagi ketika negara dan media mengambil tempat di dalanmya. Mulailah ada proses normalisasi dan idealisasi yang dibentuk oleh negara dan media. Problematika yang terjadi menjadi bertambah luas ketika perkembangan media menawarkan berbagai idealisasi di dalamnya. Hal ini membuat tubuh bukan lagi seonggok daging dengan kebebasan dan kuasa di dalamnya, melainkan tubuh sebagai barang bongkar-pasang yang bisa diutak-atik sesuai dengan keinginan, kapan pun dan di mana pun. Diskursus mengenai tubuh tidak akan luput dari pembahasan seksualitas. Perkembangan seksualitas sering kali mengalami represi, yang dimulai dari zaman Victoria. Bahkan, sampai sekarang pun represi terhadap seksualitas masih terjadi dengan adanya bentukan idealisasi dan normalisasi dan negara dan media tali. Kuasa yang tadinya berfungsi melebarkan sayap kualitas tubuh menjadi berbalik menghakimi dan membatasi ruang gerak tubuh. Diskursus yang ada mulai membuat sebuah nilai kebenaran mengenai tubuh dan seksualitas. Tubuh merupakan sebuah media tempat segala macam aksesoris melekat. Sekarang, tubuh bisa dengan mudah dibentuk, dimanipulasi, dan direpresi. Diskursus mengenai tubuh dan seksualitas tidak akan pernah memiliki truth (kebenaran) dengan T besar di dalamnya, karena my body, your body, our body is wonderland!
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Syifa Amira
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fenomena kelas olahraga sebagai produk budaya kebugaran yang menjadi salah satu pilihan pelaku olahraga sebagai kegiatan berolahraga. Studi-studi sebelumnya mengatakan bahwa kelas olahraga diikuti karena sudah menjadi gaya hidup yang dianut oleh partisipan. Studi-studi lain juga mengatakan bahwa kelas olahraga menjadi pilihan karena adanya dukungan sosial dan motivasi antar partisipan dan instruktur yang mendorong iklim semangat berolahraga. Namun, peneliti melihat bahwa studi-studi sebelumnya tidak membahas beroperasinya relasi kekuasaan. Menurut peneliti, penting untuk membahas bagaimana pengetahuan membentuk kekuasaan yang beroperasi pada aktor kelas olahraga secara makro dan mikro. Diskursus mengenai kesehatan dan budaya kebugaran yang terus berkembang seiring waktu mendorong kedisiplinan yang terinternalisasi pada para pelaku olahraga di Jakarta Selatan. Kemudian, ada pula sertifikasi instruktur olahraga yang menjadi panutan bagi instruktur dan juga peserta, dimana hal ini merupakan pengetahuan yang menentukan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam cabang olahraga terkait. Data pada penelitian ini diperoleh dengan pendekatan kualitatif melalui studi pustaka, observasi, serta wawancara mendalam dengan instruktur dan partisipan kelas olahraga yang telah rutin berpartisipasi pada kelas olahraga tatap muka maupun virtual. ......This study aims to describe the phenomenon of exercise class as a product of fitness culture which is one of the choices of sports players as an exercise activity. Previous studies say that exercise classes are followed because it has become a lifestyle adopted by participants. Other studies also say that exercise classes are the choice because of the social support and motivation between participants and instructors that encourage a climate of enthusiasm for exercising. However, the researcher sees that previous studies did not discuss the operation of power relations. According to the researcher, it is important to discuss how knowledge shapes the power that operates on actors in the macro and micro sports classes. The discourse on health and fitness culture that continues to develop over time encourages internalized discipline among sports players in South Jakarta. Then, there is also a sports instructor certification who is a role model for instructors and participants, where this is knowledge that determines what things need to be done and shouldn't be done in the related sport. The data in this study were obtained using a qualitative approach through literature study, observation, and in depth interviews with instructors and sports class participants who regularly participate in face-to-face and virtual sports classes.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>