Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny Hoedoro Hoed
Abstrak :
French formal educational system consists of three "layers", i.e. elementary school (école élémentaiire, four years, age 6-11), junior secondary school (college, four years, age ll-15), senior secondary school (lycée, three years, age 15-18). The last year of lycée is called class terminale' at the end of which students have to take the baccalaureal examinations. At the tertiary layer we have the universities and grandes école. Universities are more research and theory oriented (except for the recently created institutes universities de technologie (comparable to the Anglo-Saxon Diploma Program or Polytechnical Schools)). The grandes écoles, which are more market oriented institutions, are elit schools that take only few highly selected students. To enter the grande école system, candidates must take two years of preparatory class especially in mathematics, beside modern languages, economics, philosophy, and literature, depending on the kind of school they choose. A sinergy between these two kinds of tertiary education has been developed, mainly in the area of research for doctoral program. Education is one type of "soft power" in international politics. Most Indonesian academicians, scientists, and intellectuals who hold Masters or Doctor's degree come from universities in foreign countries (among others The Netherlands, USA, Britain, Germany, France, Australia, Japan, China, Egypt, Lebanon, and Saudi Arabia). They come back with ideas and abstract systems as well as academic behavior they learned in those universities. The first Indonesian student who studied in France at the Sorbonne was Rasjidi, later Professor at the University of indonesia, who defended his thesis on in 1956. There are now no less than 3000 Indonesia alumni from French universities covering about 25 various fields of study. There is a need of continuous and systematic effort to create a synergy among those alumni and with alumni from universities of other Countries.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
JKWE-4-3-2008-5
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Albina Rosalina
Abstrak :
Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara kurikulum terselubung dengan modernitas individu di lembaga pendidikan non formal dan lembaga pendidikan formal serta perbedaan kemampuan/efektivitas kedua lembaga pendidikan tersebut dalam menanamkan modernitas bagi pesertanya. Adapun yang menjadi alasan dari penulis mengkaji topik di atas adalah mengingat nilai modernitas masih dan tetap dibutuhkan oleh setiap individu untuk dapat bertahan di era industrialisasi dan globalisasi ini.

Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan noneksperimen yang berbentuk korelasi dan komparasi. Pengumpulan datanya melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden yaitu peserta pelatihan program setara D1 kejuruan Elektronika di BLKI Pasar Rebo dan mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Kejuruan Elektronika Semester 2. Teknik samplingnya adalah sampel jenuh dengan jumlah responden 36 orang peserta pelatihan dan 80 orang mahasiswa.

Masalah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: (1) adakah hubungan kurikulum terselubung dengan tingkat modernitas individu di lembaga pendidikan non-formal?; (2) adakah hubungan kurikulum terselubung dengan tingkat modernitas individu di lembaga pendidikan formal?; (3) apakah ada perbedaan yang signifikan antara tingkat modernitas individu di lembaga pendidikan non-formal dengan tingkat modernitas individu di lembaga pendidikan formal pada periode waktu belajar yang sama?.

Hasil analisis data memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan antara kurikulum terselubung dengan tingkat modernitas individu di lembaga pendidikan non-formal, dimana skore r = 0,165, dan r2 = 0,027. Dari hasil uji t persamaan regresi Y = 158,736 + 0,275X didapatkan hasil bahwa koofisien konstanta 158,736 sangat signifikan sedangkan koefisien b = 0,275 tidak signifikan. Selanjutnya, dari uji F didapatkan hasil bahwa persamaan regresi di atas tidak signifikan pada a = 0,05.

Hasil analisis data memperlihatkan bahwa ada hubungan antara kurikulum terselubung dengan tingkat modernitas individu di lembaga pendidikan formal meskipun kekuatan hubungan tersebut cenderung rendah,

dimana r = 0,263 signifikan pada a = 0,05 sedangkan r2 = 0,069. Dari hasil uji t persamaan regresi Y = 150,073 + 0,377X didapatkan hasil bahwa koefisien konstanta 150,073 sangat signifikan sedangkan koefisien b = 0,377

signifikan pada a = 0,019. Dari uji F didapatkan hasil bahwa persamaan regresi di atas signifikan pada a = 0,019.

Hasil uji Z menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat modernitas individu di lembaga pendidikan non-formal dengan di lembaga pendidikan formal pada waktu belajar yang sama (2 semester). Perhitungan statistik memperlihatkan hasil Zo = 0,1038 dan Z tabel = 1,96 pada a = 0,05 maka Zo berada di daerah penerimaan Ho.

Pada lembaga pendidika formal ditemukan bahwa dimensi kurikulum terselubung: sikap guru yang tidak diskriminatif memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi modernitas: keterbukaan dan kesediaan untuk menerima perubahan social; selanjutnya kegiatan ekstrakulikuler berhubungan dengan aspirasi pekerjaan.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doloksaribu, Debora Kristina
Abstrak :
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Permasalahan yang menjadi inti penelitian adalah bagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor 90 K/Pdt.Sus-BPSK/2019 mengategorikan jenis sengketa antara lembaga pendidikan formal dan peserta didik, dan bagaimana analisis hukum atas potensi sengketa pengembalian atau pengurangan biaya pendidikan di masa pandemi. Di Indonesia, sengketa antara peserta didik dan lembaga pendidikan formal tidak banyak terjadi, berbeda dengan negara lainnya seperti Amerika Serikat, Inggris dan India. Di negara-negara tersebut, sengketa yang timbul biasanya diajukan ke peradilan umum dengan dasar adanya hubungan kontraktual, maupun ke lembaga yang khusus mengajudikasi persoalan hukum perlindungan konsumen dengan dasar kedudukan hukum peserta didik selaku pengguna layanan pendidikan. Di masa pandemi, proses pembelajaran pada faktanya memang telah beralih dari metode pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh sehingga berpotensi menimbulkan sengketa terkait pengembalian atau pengurangan biaya pendidikan. Objek sengketa dapat saja berkaitan dengan tindakan lembaga pendidikan formal yang dianggap melanggar perjanjian (hukum privat) atau yang berkaitan dengan produk hukum peraturan perundang-undangan (hukum publik). Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 90 K/Pdt.Sus-BPSK/2019, sengketa antara lembaga pendidikan formal dan peserta didik, khususnya mengenai kebijakan non-restitusi biaya pendidikan dalam hal peserta didik tidak jadi menempuh pendidikan bukanlah merupakan sengketa konsumen. Pemerintah dan lembaga pendidikan formal perlu mengambil kebijakan terbaik untuk kepentingan peserta didik di masa pandemi, karena secara yuridis gugatan pengembalian atau pengurangan biaya pendidikan yang diajukan ke lembaga peradilan belum tentu dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan peserta didik. ......This thesis uses a library research method with secondary data as the data source. The main issue of this research is how the Supreme Court Decision Number 90 K/Pdt.Sus-BPSK/2019 categorizes dispute between formal educational institutions and students, and how is the legal analysis on potential disputes regarding tuition fee refund or reduction during the pandemic. In Indonesia, dispute between students and formal educational institutions rarely occurs, in contrast to other countries such as the United States of America, Britain and India. In those countries, disputes are usually submitted to courts on the basis of a contractual relationship, or institutions that specifically adjudicate consumer protection legal issues on the basis of students as users of educational services. During the pandemic, the learning process has in fact moved from face-to-face learning to distance learning, which has the potential to cause disputes concerning the refund or reduction of tuition fee. The object of the dispute could be related to the actions of formal educational institutions which considered to have violated agreements (private law) or those related to legislation (public law). As a result of the research, it can be concluded that based on the Supreme Court Decision Number 90 K/Pdt.Sus- BPSK/2019, dispute between formal educational institutions and students, specifically in regard to non-refundable policies of tuition fee in the event that students cancel their attendance is not constituted as a consumer dispute. The government and formal educational institutions need to take the best policies for the benefit of students during the pandemic, given that juridically, a lawsuit which demands tuition fee refund or reduction may not necessarily produce results expected by students.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library