Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitrianus
"Penelitian ini menganalisis pengaruh kebijakan pengendalian penggunaan kawasan hutan terhadap luas IPPKH tambang mineral dan batubara di Indonesia pada periode 2008-2017. Kebijakan pengendalian penggunaan kawasan hutan yaitu kebijakan moratorium izin dan kebijakan kenaikan tarif PNBP PKH yang dianalisis melalui pendekatan model ARIMA dengan melakukan proyeksi data sebelum kebijakan yang diidentifikasi sebagai Business As Ussual BAU dari IPPKH tanpa kebijakan dan selanjutnya BAU dibandingkan dengan data aktual setelah kebijakan untuk melihat pengaruh kebijakan tersebut. Kebijakan pengendalian penggunaan kawasan hutan lainnya yaitu kebijakan kuota IPPKH dianalisis dengan pendekatan deskriptif dan analisis spasial terhadap pola sebaran dan model ekspansi IPPKH tambang. Selain itu, dilakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang kompeten untuk memperdalam analisis.
Hasil analisis mengindikasikan kebijakan moratorium izin tidak efektif mengurangi luas IPPKH tambang mineral dan batubara sedangkan kebijakan kenaikan tarif dan perubahan skema pungutan PNBP PKH terindikasi mampu mengendalikan luas IPPKH tambang mineral dan batubara. Untuk kebijakan kuota luas IPPKH tambang, kebijakan ini cenderung mendorong terjadinya usaha penguasaan kawasan hutan oleh perusahaan tambang dan persaingan untuk mendapatkan IPPKH tambang khususnya pada wilayah yang kaya sumber daya alam.

This research analyzes the influence of policy of controlling the use of forest area against IPPKH area of mineral and coal mine in Indonesia in the period of 2008 2017. The policy of controlling the use of forest areas is the policy of permit moratorium and the policy of tariff increase of PNBP PKH is analyzed through ARIMA model approach by doing data projection before policy identified as Bussines As Ussual BAU of IPPKH without policy and BAU then compared with actual data after policy to see influence of the policy. The other policy of controlling the use of forest areas is the IPPKH quota policy is analyzed by descriptive approach and spatial analysis on the distribution pattern and expansion model of IPPKH mine. In addition, in depth interviews were conducted to competent sources to deepen the analysis.
The results of the analysis indicate that the policy of permits moratorium is ineffective reduces the extent of IPPKH of mineral and coal mines while the policy of tariff increase and the change of PNBP PKH levy scheme is indicated to be able to control the extent of IPPKH of mineral and coal mines. For IPPKH 39 s broad quota policy, this policy tends to encourage forestry companies 39 control of forest areas and competition to obtain IPPKH mines, especially in rich natural resources areas.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kusumawati
"Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan proses perizinan pinjam pakai kawasan hutan hal tersebut untuk menghindari adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Langkah selanjutnya penyempurnaan kebijakan yang lebih rasional sehingga tidak menimbulkan kerancuan di lapangan. Selain hal tersebut perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan tentang peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan maupun pertambangan agar diperoleh kesepahaman.
Kegiatan dan kebijakan mengenai pertambangan yang menggunakan kawasan hutan di Indonesia sudah diatur oleh berbagai sektor diantaranya sektor Kehutanan, Pertambangan, Lingkungan Hidup dan juga peran serta Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota). Berbagai permasalahan terjadi pada kawasan hutan terutama kawasan hutan lindung, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Adanya kegiatan pertambangan yang sudah dan sedang beroperasi pada berbagai tahapan baik perizinan, permohonan, eksplorasi maupun produksi menambah persoalan dalam mengatasi penggunaan lahan di kawasan hutan. Permasalahan lain yang muncul adalah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan fokus dan nuansa desentrralisasi otonomi daerah, maka sebagian Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) mengasumsikan bahwa kewenangan Pertambangan juga termasuk menjadi wewenang Pemerintahan Daerah.
Disharmonisasi diperparah lagi dengan adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Dalam pelaksanaan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan masih banyak dijumpai tumpang tindih kegiatan antara pemanfaatan kawasan hutan dengan penggunaan kawasan hutan. Misalnya kegiatan pemanfaatan kayu dengan kegiatan pertambangan. Hal tersebut menjadi hambatan dalam pelaksanaan pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Selain hal tersebut dijumpai juga adanya klaim-klaim masyarakat sekitar hutan untuk menuntut ganti rugi tegakkan akibat kegiatan pertambangan. Dengan demikian hal tersebut akan menghambat iklim investasi sektor pertambangan. Sebagai langkah kebijakan untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan langkah sinergitas kegiatan antara sektor terkait khususnya Kementerian Kehutanan dan
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library