Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Sulistiyono
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan lokasi penelitian di kawasan Muara Angke Kelurahan Pluit Kncamatan Penjaringan Jakarta Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengelolaan dan pengolahan jenis-jenis sumber daya lokal dalam kerangka strategi pemberdayaan komunitas nelayan. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya efektifitas pemberdayaan terhadap komunitas nelayan. Seiring dengan kemajuan kota Jakarta, berbagai program pembangunan infrastruktur di kawasan Muara Angke terus mengalami peningkatan. Pada segi sosial, berbagai pemberdayaan komunitas nelayan telah dilakukan di Muara Angke seperti Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Pemberdayaan Wanita Nelayan (PWN), bantuan bergulir kapal perikanan, Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Sekala Kecil (PUPTSK} dan lain sebagainya. Program pemberdayaan yang telah banyak dilakukan selama ini sebagai upaya mensejahterakan nelayan baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah, nampak masih belum optimal pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan seperti yang diharapkan. Komunitas nelayan di Muara Angke masih tinggal di lingkungan dengan tingkat kepadatan yang tinggi, bahkan masih banyak dari mereka yang tinggal di bantaran sungai dengan kondisi rumah yang sangat sederhana. Sebenarnya di kawasan Muara Angke telah disediakan pemukiman yang memadai bagi nelayan dengan sistem sewa yang ringan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, akibat desakan ekonomi banyak nelayan yang kemudian menjual atau menyewakan kembali fasilitas pemukiman tersebut kepada pihak lain yang tidak berhak (berprofesi bukan nelayan). Kesulitan yang masih mendera komunitas nelayan menunjukan bahwa dari berbagai program pembangunan yang ada, ternyata kurang efektif memberdayakan komunitas nelayan di Muara Angke. Kekurangmampuan komunitas nelayan dalam merubah nilai, norma dan berbagai sumber daya lokal yang tersedia seharusnya dipahami oleh pembuat kebijakan, sebelum menentukan program pemberdayaan komunitas nelayan, karena kornunitas nelayan membutuhkan berbagai persiapan dan penyesuaian dalam menghadapi perubahan. Untuk memahami fenomena tersebut seyogyanya dilakukan dengan mempelajari strategi pemberdayaan komunitas nelayan berbasis lokalitas agar dapat mengendalikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam pengembangan suatu komunitas (community development), khususnya nelayan miskin pada skala lokal. Kegagalan dalam penyelenggaraan program pemberdayaan dapat berupa `kemacetan' dana bergulir, penyelewengan penggunaan dana untuk kepentingan lain di luar program, bubarnya institusi-institusi sosial ekonomi yang dibangun setelah pelaksanaan program berakhir, dan sustanibilitas keberlanjutan kegiatan pemberdayaan terhenti di tengah jalan sehingga tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan program pemberdayaan yang kerap tidak didasarkan pada struktur sosial budaya lokal, baik yang berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat nelayan, akibatnya program-program pemberdayaan tersebut menjadi asing bagi masyarakat nelayan setempat, dan ironisnya, institusi bentukan program pemberdayaan yang barn sexing diperhadapkan dengan institusi-institusi lokal secara antagonistis. Sehingga, apatisme masyarakat terhadap program pemberdayaan semakin berkembang dan menimbulkan resistensi sosial yang berdampak pada penciptaan hambatan strategi terhadap keberhasilan program pemberdayaan. Membangun kemandirian sosial ekonomi lokal dapat ditempuh melalui pembangunan lokal yang bertumpu pada pemberdayaan penduduk setempat berbasis komunitas. Pembangunan lokal, diartikan sebagai penumbuhan suatu lokalitas secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik sumber daya manusia, sistem sosial, sumber daya alam dan infrastruktur. Hal ini harus dilakukan pada skala yang kecil (skala komunitas), dengan mengorganisasi serta mentransformasi sumber-sumber dan potensi menjadi penggerak bagi pembangunan lokal. Pemberdayaan-komunitas-nelayan-tersebut-bertujuan pada perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan di kalangan komunitas nelayan agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam pengelolaan wilayah pesisir demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraan komunitas nelayan. Mengacu pada upaya tersebut, alternatif pemberdayaan berbasis lokalitas yang dapat ditempuh memiliki karateristik antara lain; (1) prakarsa 1 ide berasal dari komunitas setempat, (2) dimulai dengan pemecahan masalah ril komunitas, (3) sumber utama adalah rakyat dan sumber daya lokal, (4) kesalahan dapat diterima, (5) kelembagaan pendukung dibina dari bawah, (6) evaluasi dilakukan sendiri, (7) berkesinambungan dan berorientasi pada proses, (8) kepemimpinan bersifat kuat, (9) fokus manajemen adalah kelangsungan dan berfungsinya sistem kelembagaan. Strategi pembnerdayaan alternatif yang diusulkan mengacu pada pemberdayaan dengan berbasis pada ko-manajamen.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutiman
Abstrak :
Dampak dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 hingga saat ini masih membawa dampak bagi perekonomian Indonesia, terutama dibidang ekonorni yaitu melemahnya kinerja sektor keuangan domestik khususnya perbankan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sector riil perekonomian sehingga menimbulkan permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan yang meningkat tajam (Penduduk miskin pada ahun 1997 berjumlah 22,5 juta jiwa meningkat menjadi menjadi 98 juta atau naik sebesar 48% pada tahun 1998 dan sekitar 70%nya merupakan penduduk desa). Dampak posistif dari krisis ekonomi tersebut, yaitu bangkitnya kegiatan usaha yang berbasis pada usaha kecil dan menengah khususnya yang berbasis pada sector produksi yang berpeluang strategis dapat memberikan nilai tambah cukup besar bail( nasional maupun daerah yaitu sektor perikanan dan kelautan. DKI Jakarta sebagai salah satu daerah yang mempunyai sumber pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan, terlihat kontribusinya yang cukup dominan dalam PDRB yaitu menyumbang sebesar 71% kepada sektor pertanian, walaupun sektor pertanian hanya menyumbang sebesar 0,28 bagi pembentukan PDRB DKI Jakarta. Kotamadya Jakarta Utara dengan wilayah 97,8% merupakan wilayah lautan, sudah barang tentu sektor perikanan merupakan unggulan dari segi PAD. Dengan kapal motor sebanyak 3.299 buah dan 4 TPI (tempat pelelangan ikan) pada tahun 1999 telah menghasilkan produksi ikan sebanyak 70,119,5 ton dengan nilai sebesar Rp 120,1 milyar meskipun pada tahun 2000 menurun dengan nilai sebesar Rp 92,8 milyar. Pendapatan regional perkapita merupakan, salah satu indikator kesejahteraan penduduk yang dilihat dari segi produk yang dihasilkan. Selama kurun waktu 1996-1999 pendapatan regional perkapita atas harga berlaku naik dari Rp12,9. juta menjadi Rp.22,5 juta. Namun pada tahun 1998 turun sebesar 19,08% dibanding tahun 1997. Jumlah nelayan yang ada di Jakarta Utara sebanyak 21.012 orang atau 2,94% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut sebanyak 9.460 nelayan penduduk tetap selebihnya merupakan pendatang. Sedangkan jumlah nelayan di Kepulauan Seribu sebanyak 4.717 orang nelayan atau 56,5% dari jumlah penduduk di kepulauan Seribu. Persentase jumlah nelayan pekerja terhadap pemilik di Kepulauan Seribu mencapai 362, artinya sebagian besar nelayan (65%) yang ada di Kepulauan Seribu hanya sebagai pekerja. Kabupaten Kepulauan Seribu dibentuk dengan PP nomor 55 tahun 2001 dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 186 tahun 2000 tentang pembentukan Kelurahan di Kepulauan Seribu. Dengan pembentukan kecamatan menjadi kabupaten Kepulauan Seribu dapat diartikan bahwa Pemda Kepulauan Seribu harus dapat membiayai berbagai sarana dan prasarana maupun SDM untuk mendukung kegiatan pelayanan masyarakat maupun dalam membangun prasarana publik dan mencari sumber pembiyaannya. Kondisi sumberdaya alam Kepulauan Seribu memberikan peluang bagi sektor pariwisata dan perikanan laut. Komoditas yang dikembangkan adalah budidaya rumput laut dan ikan kerapu dengan jumlah petani sebanyak 460 nrang. Produksi perikanan laut mencapai 57,2 juta kg dengan nilai Rp 97,26 milyar pada tahun 2000 menurun dibanding pada tahun 1999 yang mencapai 63 juta ton. Meskipun produksi sektor perikanan di Kepulauan Seribu cukup besar namun masyarakat nelayan belum dapat menikmati hasilnya atau dapat diartikan tidak merubah kesejahteraannya atau masih tetap miskin. Dalam hal ini tidak ada hubungan antara jumlah penduduk pada satu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan para nelayan berdasarkan data yang tersedia adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, alat tangkap yang masih tradisional, kurangnya sarana dan prasarana dasar (transportasi/Kapal/perahu motor, pendidikan, kesehatan), tempat pelelangan ikan (TPI), pencemaran laut, tingginya biaya hidup, namun masih perlu dibuktikan dengan suatu penelitian secara komprehensif. Penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan di Kepulauan Seribu, baik Pemerintah pusat maupun daerah telah mengambil beberapa kebijakan. Penanggulangan masyarakat pesisir/nelayan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah daerah adalah bantuan PDM-DKE selama 2 tahun (1998-1999), bantuan ingub sudah cukup lama dan sampai sekarang (2002) dan Program PEMP dimulai tahun 2001 sampai sekarang (2002). Masalahnya adalah hanya sebagian kecil yang menerima bantuan dengan kriteria-kriteria tertentu dibandingkan dengan jumlah masyarakat miskin yang ada kepulauan Seribu. Program Penanggulangan Kemiskinan untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan masyarakat nelayan, pada umumnya dengan menggunakan perencanaan strategis. Artinya penanganan suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lain karena harus didasarkan kepada permasalahannya. Perbedaan ini juga dapat dilihat dari Strength, Weakness, Opportunuity dan Threat. Namun perbedaan tersebut juga bisa dilihat dari segi nisi, misi, strategi dan sasaran yang hendak dicapai. Kebijakan-kebijakan yang ada di Kepulauan Seribu, pada umumnya masih bersifat Top Down, yaitu kebijakan yang dilahirkan dari pendekatan manajemen strategis, sementara masyarakatnya masih bersifat pasif atau menerima apa adanya, apalagi kegiatannya adalah bersifat bantuan dana. Pemilihan prioritas strategi kebijakan dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode TOWS dan metode Game Theory atau teori permainan. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan dan prioritas strategi serta dapat memecahkan masalah konflik antar stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan nelayan karena prioritas strateginya merupakan kombinasi dari para stakeholder yang ada. Prioritas strategi kebijakan yang diusulkan sebagai suatu kebijakan baru adalah peningkatan kematnpuan teknis keterampilan penangkapan dan budidaya ikan serta konservasi bagi para nelayan dan masyarakat pesisir pada umumnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saharuddin
Abstrak :
I would like to point out through this dissertation that the network established among the institutions have a significant contribution in the firmation and integration occurs through a series of cooperation and competition among actors in the use of scarce resource based on the 'surplus' possessed by each party. The foundation of cooperation and competition is built through patterns of relationship that is developed by three categories of Aceh Besar fisherman economic main actor; i.e. lake boat, pawang, and toke bangku (actors of the base-structure). The relationship system of cooperation and competition that runs parallel to the symmetrical relationship paterns succeed to avoid the symptom of 'patronage' as often in every fisherman community in other parts of Indonesia. I would like to point out the symptom of the above integration by observing the behavior of actors in the fish catching system of Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam Province like toke boat, pawang, and toke bangku, and other actors related to them in the frame of economic purposed such as margee, pengrajin ikan asin (salted-fish maker), aneuk pukat, and becak laut, or others i called as periphery actors. Each of the mentioned actors acts as key actor in the expansion of cooperation networking and competition among fisherman. Outside of the above two actor categories: there are auxiliaries that o called as environmental components such as aoutside capital provider, panglima laot lhok, panglima laot provinsi, and the clement from the government. Such environmental componen possess the functions to facilitate, suppress, limit, and control the actions of actors especially the actions of actors in the 'base structure'. The effect of environment pressure has caused Aceh fisherman to get stuck in the middle of the two main powers. The first is the power came from the land in the form of coastal resource exploitation that significantly affect the traditional fisherman's way of life. Th second is the power came from the sea that the development of global capitalist in the sector of marine resource exploitation has produced large capitalized fish catchers that over exploit marine resource which make the traditional fisherman' yield significantly decrease. Such a power is the result of the cooperatio. between the government's policy and the capitalist. In the mean time, th institution of Lembaga Adat Laor/Pan lima Laot of Nanggroe Aceh Darussalar. Province gives strong pressure to panglima laot lhok, so that the panglima lac llwk then lost his autonomy. In confronting the environmental pressure that occurs in the fish catching sector, the economic actor of Aceh Besar traditional fishermen try to empower the 'surplus' they have and by using the institution and the existing inter-institution network; such as familial network, cooperation network by complementing 'surplus' - toke boat. pawang , and toke bangku, panglima laot institution and state institution; although the las institution is applid limited to only certain actors.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D821
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Putri Alvernia Rosalina
Abstrak :
ABSTRAK
Kegiatan usaha minyak dimulai dari eksplorasi sampai ke proses pengilangan memiliki potensi menghasilkan tumpahan minyak bumi. Pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak terus terjadi karena Indonesia sebagai negara penghasil minyak dalam jumlah yang cukup besar. Masalah dalam penelitian ini adalah tumpahan minyak mencemari tanah dan air yang merusak lingkungan hingga menimbulkan kerugian ekonomi nelayan. Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat pencemaran tanah dan pencemaran air, menganalisis tingkat efektivitas penurunan TPH dengan penggunaan bioremediasi dan penambahan zeolit, mengevaluasi kerugian ekonomi nelayan, dan mengevaluasi kelayakan bioremediasi dan zeolit. Metode yang digunakan adalah metode campuran yaitu gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah tanah dan air di lokasi penelitian tercemar minyak bumi. Penggunaan bioremediasi dan penambahan zeolit mampu untuk menurunkan kandungan hidrokarbon. Penurunan pendapatan dirasakan nelayan akibat terjadinya tumpahan minyak. Kesimpulan penelitian ini penggunaan bioremediasi dan zeolit mampu menurunkan kandungan TPH sebesar 99% namun memerlukan pengurangan dosis dan kuantitas serta diperlukan pengendalian tumpahan minyak dari pihak industri agar bioremediasi dan zeolit dapat efektif untuk diterapkan di Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Selain itu, rata-rata kerugian nelayan pada sektor perikanan akibat tumpahan minyak sebesar 76%.
ABSTRACT
The oil business activities begin from the process of exploration until oil refining which has a potential of producing oil spills. The environmental pollution due to oil spills remain to exist as Indonesia is an oil-producing country with significant oil production volumes. This research focuses on the issue of oil spills contaminating soil and water that pollute the environment which causes detrimental economic effects to fishermen. The purpose of this research is to analyze the level of soil and water contamination, analyze the total petroleum hydrocarbon (TPH) by using bioremediation and adding zeolite, evaluate the economic loss for the fishermen, and evaluate the feasibility of bioremediation and zeolite. The method utilized is a mixed method of quantitative and qualitative method. The outcome of this research is that the soil and the water at the research site have been polluted with oil contamination. The use of bioremediation and zeolite may decrease the hydrocarbon content. The decline of income due to the oil spills affected the fishermen. The conclusion of this research on the use of bioremediation and zeolite could decrease the TPH content amounting to 99% however it requires a reduction in dosage and quantity as well as oil spill control from the industry so that bioremediation and zeolites can be effective in Sedari Village, Cibuaya District, Karawang Regency. In the addition, the average of the fishermen economic loss on the fishery sector due to the oil spills were amounting to 76%.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library