Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudy Kurniawan Putra
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan: Kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi masalah regional terutama di Asia Tenggara. Pada bulan Juni-Desember 2015 sebaran titik panas akibat kebakaran hutan tertinggi terdapat di Provinsi Riau. Data dari Dinas Kesehatan 2015 terdapat peningkatan gangguan kesehatan di masyarakat provinsi Riau. Sampai saat ini belum terdapat data mengenai faal paru pada petugas pemadam kebakaran di Provinsi Riau. Metode: Penelitian cross sectional / potong lintang pada petugas pemadam kebakaran kota Pekanbaru di kantor pusat dinas pemadam kebakaran kota Pekanbaru pada bulan Mei 2016 pasca kebakaran pada tahun 2015. Hasil: Pada penelitian ini terdapat65 petugas pemadam kebakaran didominasi jenis kelamin laki-laki 96,9 , umur 53,8 di 30-39 tahun, tingkat pendidikan terbanyak SLTA 73,8 , 66,2 perokok, dengan indeks brinkman sedang 33,8 , 56,9 yang memakai APD, 38,5 obesitas, lama terpajan 58,5 dengan durasi 2-5 jam dan lama kerja terbanyak di 5-10 tahun sebanyak 67,7 . Keluhan pernapasan yang dialami bulan Mei tahun 2016 terbanyak adalah batuk berdahak 43,1 , sesak dada atau napas 32,3 dan batuk 20 . Gambaran faal paru pada bulan Mei tahun 2016 terbanyak gambaran normal sebanyak 49,2 , restriksi 43,1 , obstruksi 4,6 , dan campuran 3,1 . Nilai rerata kavasitas vital paksa KVP 3223,92 630,190, rerata nilai volume ekspirasi paksa detik pertama VEP1 2685,82 571,862 dan VEP1/KVP sebesar 87,9754 8,23283. Kesimpulan: Faktor-faktorkarakteristik sosiodemografi yang dominan pada pemadam kebakaran di Riau pasca kebakaran hutan 2015 adalah jenis kelamin laki-laki, umur 30-39 tahun, pendidikan SLTA, perokok dengan indeks brinkman sedang, obesitas, dengan lama terpajan 2-5 jam, dominan yang menggunakan APD, lama kerja 5-10 tahun. Pada pemeriksaan spirometri terdapat gangguan restriksi sebanyak 43,3 , gangguan obstruksi 4,4 dan gangguan campuran 3,3 . Keluhan respirasi yang terbanyak adalah batuk berdahak. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti efek asap kebakaran hutan jangka panjang pada pemadam kebakaran dengan melakukan pemeriksaan faal paru secara berkala
Background:Forest fires in Indonesia have become a regional problem especially in Southeast Asia. In June-December 2015 hot spots caused by the highest forest fire in Riau Province. Data from the Health Office 2015 there is an increase in health problems in the Riau provincial community. Until now there has been no data about lung function in firefighters in Riau Province. Methods: Cross sectional study at Pekanbaru firefighters at Pekanbaru fire department head office in May 2016after the forest fire in 2015 Results: Sample of this study was 65 firefighters were male dominated 96.9 , age 53.8 in 30-39 years, 73.8 highest level of education is senior high school, 66.2 of smokers, with brinkman index classification of moderate smokers 33,8 , 56.9 were using personal protective equipment PPE , 38.5 obesity, 58.5 exposure duration and 2-5 hours duration and duration of 5-10 years were 67.7 . Respiratory complaints that occurred in May of 2016 most are cough with phlegm 43.1 , chest tightness or shortness of breath 32.3 and cough 20 . The lung function in May of 2016 was normalized by 49.2 , restriction 43.1 , obstruction 4.6 , and 3.1 mixture. The mean expiratory forced vital capacity FVC value is 3223,92 630,190, the mean expiration volume value in one second FEV1 is 2685,82 571,862 and FEV1 / FVC is 87,9754 8,23283. Conclusion: The dominant sociodemographic characteristics of firefighters in Riau after the 2015 forest fires were male gender, age 30-39 years old, senior high school education, smokers with moderate brinkman index, obesity, with 2-5 hours of exposure, dominant use of PPE, 5-10 year work duration. On spirometry examination there are 43.3 restriction disorder, obstruction disorder 4.4 and mixed disorder 3.3 . Most respiratory complaints are cough with phlegm. Further research is needed to investigate the effects of long-term forest fire fumes on firefighting by regularly checking lung function.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rambe, Seira Yuana Putri Boru
Abstrak :
ABSTRAK
Latar BelakangWorld Resources Institute WRI berdasarkan kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 2014, terdapat 3.101 titik api dipulau Sumatera dan 87 dari jumlah tersebut ditemukan di Provinsi Riau. Asap yang berasal dari kebakaran hutan menghasilkan senyawa karsinogenik yaitu Benzo a pyrene dengan metabolit utamanya Benzo a pyrene-diol epoxide BPDE yang bersifat mutagenik tinggi sehingga menyebabkan kerusakan DNA dan meningkatkan terjadinya risiko kanker termasuk kanker paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar BPDE serum pada petugas pemadam kebakaran pasca kebakaran hutan tahun 2015 di Provinsi Riau.MetodePenelitian dengan desain potong lintang yang dilakukan pada Mei 2016 bertempat di kantor pusat pemadam kebakaran kota Pekanbaru, terhadap 70 orang petugas pemadam kebakaran yang ikut memadamkan api kebakaran hutan di Provinsi Riau periode Agustus-Oktober 2015. Dilakukan pengambilan darah untuk pengukuran kadar BPDE serum, pengukuran kadar CO ekspirasi menggunakan alat CO analyzer, pengisian kuesioner data dasar, status merokok, keluhan respirasi, fagerstorm dan penggunaan APD.HasilNilai tengah kadar BPDE serum dan kadar CO ekspirasi yaitu 16 ng/ml 1,93-71,13 dan 9 ppm 0-54 . Kadar BPDE serum pada perokok 15,26 ng/ml 1,93-48,47 , bukan perokok 15,63 8,42-50,51 dan bekas perokok 22,07 13,46-71,13 nilai p = 0,025. Kadar BPDE serum pada kelompok yang tidak menggunakan APD dan yang menggunakan APD 17,15 ng/ml vs 15,63 ng/ml . Kadar CO ekspirasi pada perokok 11,52 ppm 0-54 , bukan perokok 7,02 ppm 0-45 dan bekas perokok 7,00 ppm 0-27 nilai p = 0,05. Keluhan respirasi terbanyak berupa dahak/reak sebanyak 44,3 .KesimpulanKadar BPDE serum lebih tinggi pada bekas perokok dan pada responden yang tidak menggunakan APD Kadar CO ekspirasi didapatkan lebih tinggi pada perokok Keluhan respirasi terbanyak adalah dahak/reak.Kata kunci : Benzo a pyrene diol epoxide, asap kebakaran hutan, pemadam kebakaran
BackgroundWorld ,hr> ABSTRACT
Resources Institute WRI based on the 2014 forest fires in Indonesia, showed 3.101 firespots in the Sumatera island and 87 of them were located in the Riau Province. Forestfire smoke produced carcinogenic compound, Benzo a pyrene, with its main metabolic which is Benzo a pyrene-diol epoxide BPDE . It had a high mutagenic characteristic and could cause damage to DNA and increased the risk of cancer, especially lung cancer. This study rsquo;s purpose was to know serum BPDE levels in firefighters after forestfire 2015 at Riau Province.Method A cross sectional study conducted in May 2016 at Pekanbaru rsquo;s Fire Departement, involve 70 firefighters who took part in extinguishing at the Riau rsquo;s forestfires between August-October 2015. Blood samples were taken to check the serum BPDE levels, the level of exhale carbon monoxide CO during expiration using a CO analyzer and filling questionaire about smoking status, respiratory symptoms, fagerstrom and universal precaution. ResultMedian for serum BPDE levels and CO expiration levels to be 16 ng/ml 1,93-71,13 and 9 ppm 0-54 . Serum BPDE levels in smokers 15,26 ng/ml 1,93-48,47 , non-smokers 15,63 8,42-50,51 and ex-smokers 22,07 13,46-71,13 with p=0,025. Serum BPDE levels in firefighters not using universal precautions were higher than the firefighters who did 17,15 ng/ml vs 15,63 ng/ml . CO expiration level was higher in smokers 11,52 ppm 0-54 , non-smokers 7,02 ppm 0-45 and ex-smokers 7,00 ppm 0-27 , with p=0,05. Sputum was the major respiratory symptoms 44,3 .ConclusionSerum BPDE levels are higher in firefighters who are ex-smokers and firefighters who not using universal precautions compared with those who use. CO expiration levels are higher in smokers and the major respiratory complaints is sputum.
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiqurrokhman
Abstrak :
Asap dari pembakaran banyak mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya. Gas CO merupakan salah satu senyawa berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Perlu dilakukan penelitian untuk mereduksi gas CO pada asap pembakaran. Pada penelitian ini dilakukan reduksi gas CO menggunakan karbon aktif teraktivasi yang berasal dari tempurung kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon aktif teraktivasi dengan ukuran partikel 500-600 nm dapat menjerap gas CO sebesar 3,72% dari konsentrasi awal selama 30 menit dan karbon aktif teraktifasi dengan ukuran 800-1000 nm memiliki kemampuan penjernihan asap hingga 75% dari OD(Optical Density) maksimal asap selama 30 menit.
Smoke from burning contains many harmful compounds. CO gas is dangerous substance that can harm our health. Research needs to be done to reduce the CO in combustion. In this research, the reduction of CO gas using activated carbon based on oil palm shell. The result showed that activated carbon with a particle size between 500-600 nano can adsorb CO gas by 3.72 % of the initial concentration for 30 minutes and activated carbon with a particle size between 800-1000 nano can clean smoke 75% of of maximum smoke OD(Optical Density)for 30 minutes.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54880
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Ali Abdurrahman
Abstrak :
Aspek kesehatan dan keselamatan menjadi pertimbangan perancangan pembangunan sistem transportasi massal bawah tanah dalam mengurangi risiko kebakaran. Pola pengembangan perkotaan memerlukan pemahaman yang baik terhadap kepentingan penggunaan ruang bawah tanah. Dalam perancangan stasiun bawah tanah, ketersediaan kapasitas ventilasi yang baik untuk manajemen asap memiliki kemungkinan untuk memperpanjang waktu evakuasi selama evakuasi darurat dilakukan. Sistem konfigurasi ventilasi untuk manajemen asap kebakaran dipilih menggunakan ventilasi paksa, ventilasi alami dengan bukaan atrium (efek cerobong) yang terhubung langsung dengan zona platform, dan kombinasi keduanya (ventilasi hybrid). Studi ini menggunakan model eksperimen dan analisis simulasi numerik untuk memprediksi pergerakan asap dalam kebakaran stasiun bawah tanah. Eksperimen ini menggunakan model tipikal stasiun bawah tanah skala 1:25 dan simulasi numerik juga dilakukan pada skala 1:25 dengan NIST FDS V.05. Skenario kebakaran terburuk dilakukan terhadap lokasi paling rawan terkait keselamatan evakuasi dan kebakaran kompartemen skala besar yang diatasi dengan konfigurasi ventilasi hybrid. Hasil menunjukkan pendekatan parameter berbasis standar dapat diterapkan dalam sistem manajemen asap kebakaran. Ventilasi alami efektif dalam pengendalian asap untuk volume ruangan dan lokasi tertentu sehingga untuk kebakaran skala besar direkomendasikan untuk mengatur jumlah atrium. Ventilasi hybrid dan laju pergantian udara yang memadai dengan mengatur kapasitas ventilasi paksa untuk ruang bawah tanah direkomendasikan untuk kebakaran skala besar dan untuk manajemen panas bahkan dalam kondisi kebakaran terburuk.
Safety, health, comfort and accessibility are major important aspects in building design consideration. Trend of urban development requires better understanding on the importance of underground space utilization. In a subway station design, providing good ventilation capabilities for smoke management has the possibility to extent the evacuation time during emergency evacuation. Smoke vent configuration was selected using forced ventilation, natural ventilation via atria opening (chimney effect) connected to the platform level, and combining of those configurations (hybrid ventilation based). This paper used models scaled fire tests and numerical modeling to predict smoke movement in subway station?s fire. Fire test was carried out in a 1:25 scale of a typical subway station and numerical modeling also was performed in a 1:25 scale with the NIST Fire Dynamic Simulator V.05. The worst case scenario was performed on the most vulnerable location regarding safety egress and large scale of compartment fires under hybrid vent configuration. The results show prescriptive based parameter approaches can be applied on smoke management system. Natural ventilation effective on smoke controlled in a particular compartment volume and location so in a large-scale compartment application is recommended to increase the number of atria. Hybrid ventilation and adequate ACH by configuring forced vent capacities for underground space recommended for large scale fires and heat management, even in the worst fires case.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Cahyo Wibowo
Abstrak :
Deteksi dini kebakaran merupakan hal yang sangat penting jika terjadi kebakaran di suatu gedung. Hal ini berhubungan erat dengan evakuasi dan keselamatan kebakaran. Pada kejadian kebakaran umumnya, suatu material yang terbakar akan menghasilkan api dan asap. Oleh karena itu, deteksi asap dapat dijadikan sebagai parameter peringatan dini kebakaran. Detektor asap berbasiskan pengolahan citra dewasa ini sedang berkembang dengan sangat pesat. Cakupan daerah yang lebih luas, lokasi kebakaran, laju perkembangan kebakaran serta waktu deteksi yang lebih baik membuat sistem deteksi asap berbasis pengolahan citra menjadi sebuah pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem deteksi konvensional. Akan tetapi, parameter nilai threshold yang merupakan basis dalam pengolahan citra tersebut masih belum mampu didefinisikan dengan tepat sehingga dapat mencapai kebutuhan keselamatan. Temperatur awal kemunculan asap lebih besar dibandingkan dengan temperatur lingkungan. Asap dapat naik ke atas disebabkan oleh gaya apung yang dimiliki oleh asap tersebut. Ketika asap terus naik, udara sekitar akan bergerak menuju asap tersebut sehingga menyebabkan temperatur asap akan menurun dan temperatur lingkungan akan meningkat. Seiring peningkatan ketinggian pun gaya apung yang dimiliki oleh asap akan berkurang, hal ini akan berpengaruh pada optical density asap pada perbedaan ketinggian. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaruh karakteristik thermal material terhadap karakteristik asap yang dihasilkan, baik waktu kemunculan, luasan, dan optical density. Nilai optical density yang telah diperoleh dari pengukuran akan dibandingkan dengan tingkat keabu-abuan citra, sehingga hasil korelasi yang diperoleh dapat menjadi sebuah acuan pengembangan sistem deteksi asap berbasis citra. ......Early fire detection plays important role of fire building occupants because it has effects with the evacuation and fire safety. In happen of fire, fire and smoke will appear together, so that, it is possible to said that smoke detection is the principal parameter of early fire detection. In recent years, video smoke detection was rapidly developed. Wide range detection, fire location, fire growth, and better early detection make video smoke detection better than the traditional one. But then, the threshold 'the main parameter of video smoke detection' hasn't exactly determined well for the safety limits. The initial temperature of smoke plume is bigger than the ambient temperature. Smoke rises due to positive buoyant force. During the rising process, the smoke entrained by the surrounding air which has lower temperature. So that, the temperature of surrounding air increases and the temperature of smoke decreases, and the smoke buoyant force decreases too. The decreasing of it has influence to the smoke's optical density at various heights. This research will discuss about the influence of the material's properties to the properties of produced smoke, i.e. the initial time of smoke appearance, the smoke wide, and the optical density. The value of measured optical density will compare to the gray value and the correlation between them hopefully can be a step of video smoke detection development.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S736
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library