Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
Budi Hartanto
Depok: Kepik, 2013
190 BUD d
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Chichester: Wiley Blackwell, 2014
500 PHI
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Bacharuddin Jusuf Habibie
Jakarta: UI-Press, 2010
PGB 0511
UI - Pidato Universitas Indonesia Library
Hilmi Demir
"The philosopher, Luciano Floridi claims that these new technologies have led to a revolutionary shift in our understanding of humanity?s nature and its role in the universe. Florodi?s philosophical analysis of new technologies leads to a novel metaphysical framework in which our understanding of the ultimate nature of reality shifts from a materialist one to an informational one. In this world, all entities, be they natural or artificial, are analyzed as informational entities. This book provides critical reflection to this idea, in four different areas, information ethics and the method of levels of abstraction the information revolution and alternative categorizations of technological advancements applications, education, internet and information science epistemic and ontic aspects of the philosophy of information.
"
Dordrecht, Netherlands: Springer, 2012
e20400387
eBooks Universitas Indonesia Library
Hendra Nanto Widjaja
"Teknologi kini sedang menjadi pokok pembicaraan hangat, terutama di dalam kalangan intelektual yang merasa berhak bahkan wajib membicarakannya. Umum berpendapat bahwa kita mau tidak mau harus menerima kehadiran teknologi sebagai bagian dari hidup dan perkembangan manusia. Teknologi menciptakan berbagai kemungkinan yang mempermudah hidup manusia, hal itu dapat kita saksikan di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Terlepas dari berbagai sumbangan positifnya bagi manusia, teknologi juga telah mengakibatkan berbagai dampak negatif Orang tersentak menyaksikan polusi yang diakibatkan oleh pabrik-pabrik industri serta terjadinya peningkatan pengangguran karena komputerisasi dan otomatisasi dalam proses produksi dan sebagainya. Singkatnya, kemajuan teknologi telah menbawa perubahan-perubahan sosial baik positif maupun negatif. Kenyataan terakhir inilah yang memaksa sementara orang menjadi begitu pesimis terhadap janji manis yang ditawarkan teknologi. Kenyataan terakhir ini hanya akan menjadi semakin parah kalau kita tenggelam di dalam pesimisme dan hanyut di dalam cengkeraman teknologi, tanpa berusaha membekali diri dan menghadapinya secara serius. Teknologi sebagai hasil budaya manusia seharusnya tidak menjadi momok yang menakutkan, kalau manusia senantiasa siap untuk mengikuti dan mengendalikannya. Bahkan bila manusia dengan penuh disiplin memperhatikan setiap perkembangannya, serta mengarahkannya secara tepat, maka teknologi justru membuka peluang-peluang baru yang meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan demikian kita tidak harus berkerut dahi dan berwajah muram menghadapi teknologi . Pandangan optimis tentang teknologi inilah yang ingin diperlihatkan di dalam skripsi ini melalui pandangan dan pemikiran futurolog Alvin Toffler (1928 - ). Dalam karyanya The Third Wave, tahun 1980, tampak jelas optimisme Toffler terhadap perkemibangan teknologi serta sumbangannya terhadap peradaban manusia. Untuk memperlihatkan garis perkembangan teknologi dan pengaruhnya pada perubahan sosial, Toffler membagi era peradaban manusia menjadi tiga bagian. Yang pertama disebutnya era Gelombang Pertama. Era ini terutama ditandai dengan sosiosfer yang bertumpu pada pertanian dan teknologinya yang masih serba tradisional. Sementara pada era Gelombang Kedua manusia menyaksikan suatu loncatan baru di dalam peradabannya berupa revolusi industri. Terbentuklah pusat-pusat industri yang memprodukmemproduksi barang-barang dalam skala besar (massifikasi). Terjadilah sentralisasi kerja dan produksi yang menimbulkan jurang antara produsen dan konsumen. Bahkan penerapan teknologi pada era ini menurut Toffler sendiri banyak memberi dampak negatif . Sedangkan pada era Gelombang Ketiga justru merupakan pembalikan dari era Gelombang Kedua. Masyarakat yang ditandai oleh teknologi tinggi informasi cenderung mengalihkan kerja dari pusat-pusat produksi (sentralisasi) ke lingkungan rumah atau keluarga (desentralisasi). Produksi lebih berorientasi kepada sistem produksi dalam skala kecil (demassifikasi) dengan penekanan pada prinsip prosumen . Dalam era Gelombang Ketiga teknologi justru menjadi sarana yang sungguh-sungguh memanusiakan dunia dan dengan itu pula meningkatkan kualitas hidup manusia . Akhirnya muncul juga pertanyaan, apakah teknologi yang serba canggih itu memang sesuai untuk seluruh situasi peradaban yang beranekaragam di dunia ini? Atau, apakah semua bangsa siap menerima dan menghadapi perkembangan-perkembangan teknologi yang spektakuler itu?. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini perlu kita ajukan dalam rangka suatu catatan kritis menanggapi optimisme Toffler."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16184
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Ajay Bagaskara
"Dalam ranah pascahumanisme dalam filsafat teknologi. Eksistensialisme seringkali dianggap tidak penting. Hal ini dikarenakan, dalam pencarian filsafat teknologi pemaknaan manusia terhadap teknologi sering dianggap antroposentris. Namun, sejatinya perenungan eksistensialisme tersendiri justru penting agar seorang engineer melakukan refleksi diri dan mempunyai penjiwaan atas apa yang ia sedang rancang, rakit, ataupun buat. Terkhususnya dalam welding engineering process yang merupakan ranah engineering dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Jika refleksi diri dan penjiwaan dalam perancangan, perakitan, dan pembuatan artefak engineering ini dikesampingan dan tidak dibahas. Maka artefak dan teknologi tetap hanya dinilai sebagai instrumen ataupun objek belaka yang tidak memiliki creative energy untuk membuat menampakkan sesuatu. Pada kesempatan inilah relasi I-Thou yang di rancang oleh Martin Buber dapat membantu seorang engineer menampakkan state of the art dari artefak dengan dialog bersama teknologi yang menghasilkan creative energy bersama yang aktif.
In the realm of post-humanism on philosophy of technology, Existentialism is often deemed unimportant. This is because in philosophy of technology, humans meaning of technology is often considered anthropocentric. However, in fact, independent existentialist contemplation is actually important so that an engineer can self-reflect and have an understanding of what he/she is designing, assembling or creating. Especially in the welding engineering process, which is an engineering domain with a high level of difficulty. If self-reflection and spirit in the design, assembly and manufacture of engineering artifacts are sidelined and not discussed. So artifacts and technology are still only valued as mere instruments or objects that do not have the creative energy to do something. It is on this occasion that the I-Thou relationship designed by Martin Buber can help an engineer reveal the state of the art of artifacts through dialogue with technology that produces active joint creative energy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Marco Jordan Setiawan
"Permainan video telah menjadi fenomena yang sangat mendunia dan berpengaruh di kehidupan manusia, dapat dilihat pada zaman sekarang akan lebih mudah menemukan penduduk dunia yang memainkan permainan video daripada sebaliknya. Fenomena permainan video menjadi semakin penting untuk menghadapi pandemi yang sedang berlangsung. Namun banyak pandangan negatif mengenai fenomena ini mendorong penelitian lebih lanjut akan permainan video melebihi sebagai hiburan semata. Permainan video sebagai teknologi dapat menjadi ekstensi tubuh manusia seperti konsep yang dikemukakan Mcluhan dan dalam kasus ini sebagai ekstensi persepsi manusia. Dengan penelitian ini diharapkan memberikan pembaharuan dan perkembangan dalam implementasi fenomena permainan video dalam kehidupan manusia. Untuk mencapai tujuan dari artikel ini, penulis menggunakan deskripsi analitis menjelaskan dengan lebih jelas konsep permainan dan sifatnya sebagai sebuah gambaran atas dunia empiris baik secara ideal maupun realistis. Kemudian fenomena permainan video sebagai teknologi mediasi digital akan diamati dan dijelaskan lewat filsafat teknologi Don Ihde. Lalu elaborasi kritis akan permainan video sebagai sebuah fenomena akan dianalisis menjadi ekstensi persepsi manusia dan aplikasi yang dapat dimungkinkan. Terakhir resiko akan hilangnya otentisitas dan kebebasan individu dalam teknologi akan dibahas.
Video game has become a world wide phenomenon and very influential on human’s life. In this age it will be easier trying to find people that play games than the other way around. Video game phenomenon has become even more important part of human’s life to face the pandemic that is currently ongoing. Although, there are a lot of negative view about this phenomenon that pushed this research to be further pursue about video game as more than just entertainment. Video Game as a technology can become an extension of human body like the concept that is stated by McLuhan and in this case as extension of human’s perception. With this research, we hope there will be renewal and development in implementing video game phenomenon in human’s life. To reach conclusion, writer will use analytical description about concept of game and its characteristics as depiction of empiric world both ideally and realistically. After that, phenomenon of video game as technology of digital mediation will be observed and explained from Don Ihde’s philosophy of technology. Then critical elaboration about video game as a phenomena that will be analyzed to be extension of human’s perception and the application that is possible from it. Lastly the risk on the loss of individual authenticity and freedom will be discussed."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library