Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Al-Ahwani, Ahmad Fuad
Abstrak :
Buku ini berisi tentang sejarah yunani dan pemikiran-pemikirannya.
Kairo : Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah , 1954
ARA 182 AHW f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fraenkel, Carlos
Abstrak :
Bersama Plato di Palestina adalah campuran antara travelog intelektual dengan ajakan untuk mengintegrasikan filsafat ke dalam kehidupan pribadi dan publik kita. Melalui piranti praktis berfilsafat, Carlos Fraenkel mengajak pembaca berkeliling dunia menemui para mahasiswa Palestina dan Indonesia, kaum Yahudi Hasidik penyempal di New York, para remaja dari daerah kumuh di Brasil, dan keturunan prajurit Iroquois di Kanada. Mereka berpaling kepada Plato dan al-Ghazali, Maimonides dan Nietzsche untuk turut menjawab beberapa pertanyaan besar: Apakah Tuhan itu ada? Apakah kesalehan itu berarti? Dapatkah kekerasan dibenarkan? Apakah keadilan sosial itu dan bagaimana mewujudkannya? Siapa yang seharusnya berkuasa? Dan bagaimana seharusnya kita menangani warisan kolonialisme? Fraenkel menunjukkan bagaimana berfilsafat—khususnya di daerah-daerah rawan konflik—berguna untuk menjernihkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dan meneroka kemungkinan jawabannya. Sepanjang pembicaraan, sudut pandang yang berbeda-beda kerap berbenturan. Dan itu justru bagus, menurut Fraenkel. Sejauh perdebatan dimaknai sebagai suatu pencarian bersama akan kebenaran, maka berdebat memberi kita kesempatan untuk memeriksa kembali pelbagai kepercayaan dan nilai-nilai yang kita bawa dan terima begitu saja sejak kecil. “Saat filsfat di dunia akademis menjadi kian terspesialisasi, sejumlah filsuf berupaya berfilsafat dengan keluar dari menara gading dan turun ke jalanan […] Buku Fraenkel mengingatkan kita bahwa filsafat adalah sebuah praktik mendidik warga, sebuah pencarian dialogis bagi saling kesepahaman.” — Los Angeles Review of Books “Fraenkel menyajikan jawaban tegas atas pertanyaan apa yang bisa ditawarkan filsafat bagi yang bukan-filsuf.” — Philosophers’ Magazine
Tangerang: Marjin Kiri, 2022
184 FRA b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Chaidir
Abstrak :
ABSTRAK
Popper menolak pemikiran Plato, Hegel dan Max, karena pemikiran ketiga filosoftersebut mewakili pemikiran masyarakat tertutup, disebutnya totalitarisme. Fasisme dan Komunisme adalah masyarakat totaliter. Ketiganya bentuk masyarakat tertutup karena mengandaikan sejarah sudah ditentukan sehelumnya. Historisisme berpendapat bahwa sejarah dan masyarakat mutlak berkembang dengan tendensi tertentu. Ada hukum sejarah, bila mengetahui hukum sejarah itu, maka kita dapat meramalkan sejarah dimasa depan. Popper menolak bentuk masyarakat atas dasar utopia. Revolusi adalah merubah masyarakat dari tatanan lama menjadi tatanan Baru, dan memakan banyak korban manusia. Popper menolak perbaikan masyarakat dengan revolusi, karena revolusi menggunakan pendekatan holistis, yaitu. peruhahan masyarakat sekaligus secara menyeluruh. Karl Popper menjadi ahli filsafat ilmu pengetahuan alam dan filsafat ilrnu pengetahuan sosial, dan mengembangkan teori falsifikasinya pada ihnu-ilmu pengetahuan sosial. Teori Popper berkembang dari tiga tingkat fungsi Bahasa Karl Buhler, yaitu fungsi ekspresit; stimulatif, dan ekspresif. Popper menamhahkan situ lagii.fungsi argumentatif. Fungsi argumentatif sebagai dasar pemikiran kritis. Selama ini teori yang dipakai adalah teori induktif, Popper menganut teori haru yaitu testabilitas atau falsifiabilitas. Popper memperluas metodenya dinamakan rasionalisme kritis yaitu keterbukaan terhadap kritik. Masyarakat dalam pandangan Popper adalah tidak sempurna, oleh sehab itu hares dikritik dan mengkritik did sendiri. Teori kritis hanya dilakukan untuk masyarakat terbuka. Dalarn teori politik dan sosialnya Popper terinspirasi dengan teori evolusi Darwin. Masyarakat akan terseleksi dengan. Trial and Error Elimination (percobaan dan pembuangan kesalahan). The Open Society adalah pemerintahan yang paling balk, dan diartikan dengan demokrasi. I)emokrasi adalah seperangkat institusi dengan kontrol publik, adanya pergantian antara penguasa dan yang diperintah dan pembaharuan tanpa kekerasan, disukai atau tidak disukai oleh penguasa. Popper dengan teori rasionalisme kritisnya memperbaiki kehidupan masyarakat dan politik dengan cara piecemeal social engineering, yaitu memperbaiki kehidupan sosial secara sedikit-sedikit. Pandangan filsafat ilmu pemgetahuan Popper sejalan dengan filsafat politiknya, kritik dapat memajukan ihnu pengetahuan dan juga masyarakat. Satu sisi pemikiran Popper bermanfaat untuk peruhahan masyarakat agar menjadi maju. atas dasar kritik, tetapi sisi lain adalah tidak ada jaminan bahwa negara akan stabil, karena kritik itu juga. Sangat bernilai dalam tataran khazanah intelektual, tetapi dalam tataran praktik masih menyimpan pertanyaan besar. Disini tugas filsafat yaitu mempertanyakan sesuatu yang tidak akan pernah selesai
2007
T37334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
While the transmission of Greek philosophy and science via the Muslim world to western Europe in the Middle Ages has been closely scrutinized, the fate of the Arabic philosophical and scientific legacy in later centuries has received less attention, a fault this volume aims to correct. The authors in this collection discuss in particular the radical ideas associated with Averroism that are attributed to the Aristotle commentator Ibn Rushd (1126-1198) and challenge key doctrines of the Abrahamic religions. This volume examines what happened to Averroes's philosophy during the sixteenth, seventeenth and eighteenth centuries. Did early modern thinkers really no longer pay any attention to the Commentator? Were there undercurrents of Averroism after the sixteenth century? How did Western authors in this period contextualise Averroes and Arabic philosophy within their own cultural heritage? How different was the Averroes they created as a philosopher in a European tradition from Ibn Rushd, the theologian, jurist and philosopher of the Islamic tradition?
Dordrecht: Springer, 2013
181.9 REN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Manampiring
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2022
180 HEN f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
As far as it develops, democracy has been practiced in many forms of civil states as the only way to reduce many forms of domination. The course of political history, however, shows that democracys is not the ideal form of the states, espicially because it cannot be purified from the phenomena of the demagog....
300 RJES 14:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sobri Washil
Abstrak :
Untuk mempelajari Filsafat perlu dilakukan langkah-langkah melalui jalur; pertama, sejarah atau langkah diagroni. Kedua, jalur sistimatika atau jalur pemetaan dengan langkah sinkroni. Ketiga, jalur tematis, dan keempat melalui jalur system-sistem filsafat atau gagasan. Jalur pertama atau jalur sejarah dapat dilakukan dengan pembahasan mengenai filsafat Yunani dan abad pertengahan, filsafat modern dan filsafat kontemporer. Di mana sebenarnya pembagian-pembagian ini didasarkan kepada fokus pertanyaan-pertanyaannya, yang dari waktu ke waktu mengalami pergeseran-pergeseran. Namun demikian, pergeseran-pergeseran tersebut senantiasa tetap berada di dalam kajian filsafat yang meliputi ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kalau filsafat Yunani dan abad pertengahan berkisar pada pertanyaan-pertanyaan kosmologis dan teologis dengan titik tekan pada bidang ontologi atau aksiologi, maka filsafat modern dan kontemporer berkisar kepada pertanyaan-pertanyaan antropologis dan penekanan di bidang epistemologi. Menurut Susanne Langer dalam Philosophy in A New Key, sejarah Filsafat dibagi atas enam tahapan, dua di antaranya 1) dikenal dengan tahap kebangkitan Filsafat, dimulai oleh tokoh-tokoh seperti Thales, Anaximandros, Heraklitos, Phytagoras, Parminedes dan Demokritos. Pada tahap ini Para filsuf alam mencoba memahami kosmos dengan penalaran-penalaran. Pemahaman tentang alam bergeser dari pemahaman mitologis kepada pemahaman filosofis. Dan tahapan berikutnya 2) dikenal dengan filsafat manusia dengan tokohnya seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Pada tahap ini kesadaran dan pemahaman filsafat mengalami pergeseran yang relatif lebih radikal, di mana pemahaman terhadap alam bergeser kepada kehidupan sosial masyarakat yang cenderung antropometrik. Yang perlu dicatat pada tahap ini adalah adanya perbedaan tajam dan mendasar antara Plato dan Aristoteles, karena paham kedua tokoh tersebut selanjutnya menjadi world-view yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan filsafat berikutnya, terbukti dengan lahirnya Platonisme atau Neoplatonisme di satu sisi, dan Aristotelisme atau Peripatetikisme di sisi lain. Untuk dua nama isme yang disebutkan pertama, Platonisme dan Aristotelisme, keduanya cenderung lebih original dan konsisten di dalam berpegang kepada masing-masing soko-gurunya. Platonisme berpaham terhadap dunia idea sebagai realitas yang mutlak, tidak berubah-ubah, dan dunia jasmani hanyalah cermin darinya. Sedangkan Aristotelisme berpendapat bahwa realitas sebenarnya adalah bersatunya bentuk dan materi. Realitas (dunia fisik) ada secara aktual bila materi dan bentuk hadir secara bersama dalam satu wujud. Alibi salah satunya menjadikan bentuk atau materi hanya dalam potensial semata. Sedangkan Neoplatonisme dan Peripatetik (Islam) tidak lagi berada sepenuhnya di dalam konsistensi masing-masing. Salah satu bias terhadap yang lain. Memang para filsuf Peripatetik (Islam) ketika "berkutat" dengan filsafat Alam, cenderung konsisten sebagai ciri Aristotelian, namun setelah memasuki wilayah kajian metafisika dan teologi, unsur Aristotelisme, Platonisme, dan ortodoksi berbaur menjadi poin-poin kesimpulan filsafat, sebagai ciri Neoplatonis. Jadi pada kondisi demikian, maka Peripatetikisme bias dengan Neoplatonisme, dan al-Ghazali hadir dengan kritiknya berusaha menjelaskan tahafut al Falasifah (inkonsistensi para Filsuf). Namun harus digarisbawahi, bahwa kritiknya bukan untuk bangunan filsafat secara keseluruhan, tapi hanya ditujukan terhadap para filsufnya, dan itupun terbatas pada poin-poin kesimpulan filsafat yang mengandung kadar inkonsistensi yang tinggi, baik bias dari piranti berpikir Aristoteles, maupun bias dari ajaran batang tubuh ortodoksi (Islam). Secara tegas tulisan ini akan berpijak pada analisa sejarah, dimulai dari tahap SPA, pasca-Aristoteles sampai abad pertengahan di dunia Islam, untuk dapat menemukan gambaran tentang latarbelakang dan world view yang mempengaruhi beberapa pandangan filsafat. Analisa Sejarah seperti yang diuraikan di awal abstrak ini, dimungkinkan akan mampu memposisikan masing-masing "polemik" secara wajar dan semestinya, tanpa terjebak kepada permasalahan pro dan kontra, seperti yang biasa dilakukan di dalam menyikapi antara pandangan filsafat Peripatetik (Islam) di satu sisi, dan kritik al-Ghazali pada sisi lain. Padahal masing-masing adalah absah secara (hukum) ilmu dan filsafat.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T9710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library