Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ellen Mochfiyuni Adimihardja
"Menurut Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia apabila terjadi wanprestasi maka cara penyelesaiannya adalah diutamakan dengan menjual barang Jaminan Fidusia melalui pelelangan. Namun demikian Undang-undang tersebut memberikan jalan keluar yang lain apabila dengan cara lelang barang tidak mencapai harga tertinggi yang tertuang dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c, yaitu dengan penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemberi dan Penerima Fidusia, dan hal ini dalam pelaksanaannya dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Dalam kenyataannya perusahaan leasing seringkali menjual di luar lelang dengan mengabaikan persyaratan-persyaratan yang telah diatur dalam Undang-undang Jaminan Fidusia. Cara seperti itu jelas melanggar Undang-undang, dan bila dipersoalkan jelas menjadi masalah hukum. Dalam hal ini perusahaan leasing berada dipihak yang lemah. Pemilik barang juga tidak terlindungi dan pembeli barangpun dapat terkena dampaknya bila ada gugatan mengenai barang Jaminan Fidusia. Penjualan barang Jaminan Fidusia secara lelang kurang diminati dikarenakan perusahaan leasing tidak mau berurusan dengan pemerintah karena prosesnya bisa menjadi lama dan perusahaan leasing akan terkena Bea Lelang. Apabila perusahaan leasing memilih cara penjualan secara langsung tanpa lelang, hal itu akan menimbulkan masalah hukum karena prakteknya tidak sesuai dengan Undangundang yang berlaku. Untuk itu diperlukan inisiatif antara Kantor Lelang dengan perusahaan leasing untuk memecahkan masalah tersebut.

According to Article 29 paragraph (1) letter b of Law Number 42 of 1999 regarding Fiduciary Security, in case of default, the settlement will be by giving the priority of selling such Fiduciary Security goods through the auction. However, such law gives another way out if the goods are not reach the highest price sold by auction as contained in Articles 29 paragraph (1) letter c, namely through the private sale conducted based on the agreement between the Fiduciary Provider and Recipient. It is implemented after the lapse of 1 (one) months as of the written notice of the Fiduciary Provider and Recipient to the interested parties and announced in at least 2 (two) newspaper circulated in the relevant religion. Realistically, the leasing company often sold the goods not through the auction by neglecting the terms and conditions already arranged in Law on Fiduciary Security. Such method infringes the Law and becomes, if mattered, a law problem. In this case, the leasing company is in the weak side. The goods owner is not protected and the goods buyer can be subjected to the impact in case of no suit on such Fiduciary Security goods. The sale of the Fiduciary Security goods through the auction is not interesting because the leasing company does not want to have any deal with the government because of prolonged process and the leasing company will be subjected to Auction Charge. If the leasing company chooses the direct sale without auction, it will cause of law problem because it is not in accordance with the prevailing law. To that end, it is necessary to for the Auction Office and the leasing company to have the initiative to solve such problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26701
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Valyana Ester
"Penjaminan bangunan secara fidusia dapat terjadi dengan kontruksi asas pemisahan horisontal, bahwa lembaga jaminan fidusia sebagai suatu sarana jaminan kebendaan dengan obyeknya kebendaan yang tidak dapat dijaminkan dengan lembaga gadai, hipotek dan hak tanggungan atas tanah. Penjaminan dilakukan dengan adanya suatu ijin berupa perjanjian tertulis antara pemilik tanah dengan orang yang memanfaatkan bangunan yang berdiri diatasnya dan tanah dan bangunan tersebut belum menjadi hak atas tanah dengan pembuktian sertpikat, oleh karena itu bangunan tersebut diikat dengan jaminan fidusia yang lahirnya didahului oleh perjanjian kredit maupun perjanjian lainnya yang mensyaratkan adanya suatu jaminan kebendaan dan menimbulkan utang-piutang diantara pihak yang terikat didalamnya. Perselisihan antara subyek-subyek hukum dapat terjadi disebabkan dari salah satu dari sekian perjanjian yang dibuat tersebut, dan penyelesaiannya dapat disepakati dengan sukarela atau karena perintah yang memaksa dari hukum yang berlaku dengan melalui mediasi, sebagai sarana alternatif penyelesaian sengketa. Kesepakatan yang disetujui secara tertulis dari hasil mediasi dituangkan ke dalam akta mediasi yang sifatnya final dan mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan eksekutorial, dengan kata lain dibutuhkan kekuatan akta yang sama kekuatannya dengan putusan atau penetapan majelis hakim di pengadilan atau majelis arbiter di arbitrase yaitu akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris, sebagai pejabat profesional yang dengan kewenangannya wajib bertindak secara tidak berpihak dan memberi kepastian hukum atas akta-akta yang dibuatnya, sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur kekuasaan kehakiman dan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dimana peraturan mahkamah agung mengenai prosedur mediasi dan peraturan Bank Indoensia mengenai mediasi perbankan yang menentukan perselisihan perbankan yakni penjaminan bangunan secara fidusia adalah perkara perdata yang wajib dimediasikan demi perlindungan nasabah atau debitor. Tesis ini menggunakan metodologi penelitian normatif, dengan ruang lingkupnya alternatif penyelesaian sengketa, jaminan fidusia, perikatan dan jabatan notaris, adapun alat pengumpulan datanya yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, kemudian pengolahan, analisa dan konstruksi data dilakukan secara kualitatif dan atau kuantitatif, sesuai tipologi yang dipilih yaitu preskriptifeksplanatoris dalam rangka problem identification, dan dilakukan terhadap sistematika hukum positif. Akta mediasi yang dibuat dihadapan notaris sebagai alat pembuktian telah terjadi kesepakatan perdamaian atas perselisihan penjaminan bangunan secara fidusia, memenuhi kekuatan pembuktian lahiriah, material dan formil yang bersifat final, mengikat dan punya kekuasaan eksekusi.

Building a fiduciary assurance can occur with the construction principle of horizontal separation, that the fiduciary assurance agencies as a means to guarantee the object material with material that can not be guaranteed by institutions lien, mortgage and dependents rights to land. Guarantee done with permission in the form of a written agreement between the owners of the land with people who use buildings that stood on it and the land and building rights have become a proving ground sertpikat, therefore the building will be tied with the birth of fiduciary assurance preceded by a credit agreement or other agreement which requires the existence of a material and cause collateral debts between parties who are bound therein. Disputes between legal subjects may occur because of one of many such agreements, and the solution can be agreed upon voluntarily or because of orders that forced the law applicable to the mediation, as an alternative means of dispute resolution. The agreement approved in writing by the results of mediation is poured into the nature of mediation certificate final and binding on the parties and have eksekutorial power, in other words, the act required the same force strength with the decision or determination of the judges on the court or arbitral tribunal of arbitrators in an authentic deed made before a Notary, as a professional officer with the authority shall act impartially and provide legal certainty for deeds made, as required by laws and regulations governing the judiciary and arbitration and alternative dispute resolution, which the supreme court rules regarding mediation procedures and regulations of Bank Indonesia regading bangking mediation on a decisive mediating disputes banks underwriting the building of a fiduciary is obligated civil matters which are mediated by the customer or debtor protection. This thesis uses the methodology of normative research, the scope of alternative dispute resolution, fiduciary security, commitment and notary offices, as for the data collection tool, the study documents and library materials, and processing, analysis and construction data were qualitatively and or quantitatively, according to typology selected the prescriptive-explanatory in the context of problem identification, and done to systematic positive law. Mediation deed drawn up before a notary as a means of proving there was an agreement guaranteeing the peace of the dispute in fiduciary buildings, meet the evidentiary power of external, material and formal final, binding and execution power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26711
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Ng
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang peranan Notaris dalam mengantisipasi fidusia ulang secara spesifik untuk benda bergerak yang tidak terdaftar atau disebut juga tidak berserial nomor pada sistem pendaftara fidusia. Pembahasan tersebut meliputi objek yang termasuk dalam kategori tidak berserial nomor, juga klausul dalam Akta Jaminan Fidusia, pendaftarannya dan juga kewajiban Notaris. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, artinya penelitian ini dilihat dari keseluruhan data sekunder hukum dan wawancara dengan informan dan narasumber seperti notaris yang banyak menangani akta fidusia dan juga pihak dari kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menjawab permasalahan terhadap kemungkinan terjadinya fidusia ulang pada benda benda bergerak yang tidak berserial nomor. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis yang bertujuan menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala, penelitian ini juga bersifat preskiptif yaitu penelitian yang tujuannya memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan atas kemungkinan terjadinya fidusia ulang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa benar Notaris memegang peran dalam mengantisipasi fidusia ulang mulai dari pembuatan Akta Jaminan Fidusia hingga menjadi filter terakhir sebelum kemudian mendaftarkan aktanya ke Kantor Pendaftaran Fidusia secara online dalam kurun waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang.

ABSTRACT
This thesis discusses regarding the role of Notary in anticipating re fiduciary specifically for movable objects without serial numbers or unregistered movable goods. The discussion covers any object belonging to the category of non serial number, how to form clauses in the Fiduciary Guaranty Act, its registration and also the obligations of Notary. The research method used is a literature that is juridical normative, meaning that this research is seen from the whole of secondary data of law and interview with informant and informant such as notary which handle many fiduciary deed and also party from ministry of law and human rights to answer problem to possibility of re fiduciary specifically for movable objects without serial numbers. The research is descriptive analytical that aims to describe or explain more in a symptom, this research is also preskiptif that is research which aim to give way out or suggestion to overcome the problem of the possibility of re fiducia. The result of the research concludes that it is true that the Notary has a role in anticipating the re fiduciary starting from the making of the Fiduciary Guarantee Deed until it becomes the last filter before then registering the acts to the Fiduciary Registration Office by online system within the period determined by the Act."
2018
T50964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhy Hermawan
"Dengan semakin berkembangnya aktivitas bisnis dewasa ini, maka keperluan akan modal atau dana bagi pelaku usaha juga semakin meningkat. Oleh karenanya, sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha atau masyarakat perlu diperluas. Namun demikian, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Untuk itu alternatif lain untuk mendapatkan dana, yaitu melalui perusahaan pembiayaan. Fasilitas pembiayaan yang diberikan perusahaan pembiayaan kepada debitor mengandung risiko cukup tinggi dari kemungkinan pihak debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya. Mengingat benda/barang yang dijadikan jaminan pada perusahaan pembiayaan pada umumnya adalah benda bergerak, maka pembebanan jaminannya memakai Fidusia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status obyek jaminan fidusia dan bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap Perusahaan Pembiayaan dengan jaminan fidusia sebagai jaminan kebendaan, serta kedudukan penerima fidusia (kreditor) apabila tidak dilakukannya pendaftaran jeminan fidusia. Selanjutnya guna menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode pendekatan hukum normatif yang dapat diinterpretasikan sebagai penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan berdasarkan pada data-data sekunder. Dalam undang-undang Jaminan Fidusia terdapat penegasan adanya sifat kebendaan yakni adanya asas droit de suite yang berarti bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang mengikuti obyek fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, juga asas droit de preference, yang berarti kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya. Undang-Undang Jaminan Fidusia telah memberikan suatu kepastian hukum bagi masyarakat dan dalam pasal-pasalnya telah mengatur secara sistematis masalah proses lahir hingga hapusnya jaminan fidusia disamping itu, telah memberikan batasan tentang obyek jaminan fidusia itu sendiri, yang lebih luas daripada yang selama ini dikenal lewat yurisprudensi, yakni tidak hanya terbatas pada benda bergerak saja, melainkan mencakup benda tetap.

With the development of business activities today, the need for capital or funds for businesses is also increasing. Therefore, the means of providing funds needed by businesses or the community needs to be expanded. However, credit facilities from banks are very limited and not all business actors have access to financial assistance from banks. For that another alternative to get funds, namely through finance companies. Financing facilities provided by finance companies to debtors carry a high enough risk of the possibility of debtors unable to fulfill their obligations. Considering the objects/goods which are used as collateral for the finance company in general are movable objects, the imposition of the collateral uses Fiduciary. The purpose of this study is to determine the status of fiduciary security objects and forms of legal protection that can be provided to finance companies with fiduciary guarantees as material security, and the position of fiduciary recipients (creditors) if there is no fiduciary registration. Furthermore, in order to answer these problems, the writer uses the method of normative legal approach that can be interpreted as a library law research conducted based on secondary data. In the Fiduciary Security law there is an affirmation of the material nature that is the principle of droit de suite which means that fiduciary guarantees still follow objects that follow fiduciary objects in the hands of whoever the objects are, also the principle of droit de preference, which means the fiduciary creditor is domiciled as a creditor which takes precedence over other creditors. The Fiduciary Guarantee Law has provided legal certainty for the community and in its articles systematically regulates the issue of the birth process until the abolition of fiduciary guarantees, in addition, has provided limits on the object of fiduciary security itself, which is broader than has been known through jurisprudence, which is not only limited to moving objects, but includes fixed objects. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Sanjaya
"Penulis mencoba untuk mengidentifikasi praktik-praktik terbaik pengaturan eksekusi objek jaminan kebendaan bergerak, berwujud, dan non-possessory dengan kekuasaan sendiri di antara negara-negara dalam peringkat 10 besar EODB untuk indikator “getting credit”, kemudian membandingkannya dengan pengaturan di Indonesia, guna mencari tahu apakah pengaturan di Indonesia sudah sesuai dengan praktik-praktik terbaik itu. Dari penelusuran peraturan perundang-undangan ke-10 negara yang menjadi objek perbandingan, penulis mencoba untuk menggali inspirasi mengenai pengaturan ideal yang menyeimbangkan kepentingan debitor dan kreditor yang beritikad baik dan dapat diterapkan di Indonesia dengan memperhatikan segala partikularitasnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statutory approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan eksekusi objek jaminan kebendaan bergerak, berwujud, dan non-possessory di Indonesia masih banyak yang tidak sesuai dengan praktik terbaik di antara negara-negara dalam peringkat 10 besar EODB untuk indikator “getting credit”. Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah, sejak terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, eksekusi objek jaminan fidusia dengan kekuasaan sendiri hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan ­post-default bahwa debitor telah wanprestasi, dan kesukarelaan dari debitor untuk menyerahkan objek jaminan fidusia untuk dieksekusi. Tidak ada satupun dari 10 negara yang diperbandingkan yang mengatur persyaratan serupa. Pada bagian saran diuraikan beberapa rekomendasi pengaturan yang terinspirasi dari penelusuran peraturan-peraturan di negara-negara yang diperbandingkan.

The author attempts to identify the best practices in regulating the self-help enforcement of non-possessory security interests in tangible personal properties among countries in the top 10 EODB ranking for the “getting credit” indicator, and compare it with the regulation in Indonesia, to find out if Indonesia's arrangements are in line with these best practices. Drawing inspiration from the principles found in the laws and regulations of these 10 countries, the author then attempts to offer several suggestions on the ideal arrangements that strike a balance between the interests of good-faith debtors and good-faith creditors that can be applied in Indonesia after taking into account the country’s particularities. The research method used is the normative juridical research method, while the approaches used are the statutory approach, the conceptual approach, and the comparative approach. The results show that there are still many arrangements for the enforcement of non-possessory security interests in tangible personal properties in Indonesia that are not in accordance with the best practices among countries in the top 10 EODB for the indicator "getting credit". One of the most striking differences is, since the issuance of the Constitutional Court Decision Number 18 / PUU-XVII / 2019, self-help enforcement of the security interests can only be carried out if there is a post-default consensus between the parties that the debtor has defaulted and the debtor's willingness to hand over the collaterals to be executed. None of the 10 countries compared have similar requirements. In the suggestions section, some regulatory recommendations inspired by tracing the regulations in the countries being compared are offered"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eracita Mujandia Effendy
"Pada skripsi ini akan dibahas tentang sejarah perkembangan kegiatan hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, bentuk-bentuk kerjasama dalam kegiatan usaha migas, implementasi dari perjanjian jual beli minyak bumi, penjelasan mengenai oil split, penjelasan umum mengenai jaminan, penjelasan mengenai jaminan fidusia, dan kaitan antara piutang atas hak tagih pada hasil jual oil split yang dijaminkan dengan jaminan fidusia. Penulis menggunakan tipologi penelitian hukum normatif dan menggunakan metode penelitian kepustakaan.
This thesis explains the history of oil and gas operation in Indonesia, any kind of cooperation form in oil and gas industry, the implementation of agreement for sale and purchase of crude oil, general overview of oil split, general overview of security, general overview of fiduciary security, and the relation between receivable over claim rights which is secured by fiduciary security. For the typology of research, writer used the normative law and the literature study."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S580
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Andre Yakob
"Jika dilihat dari latar belakang historis mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) terlihat bahwa di negara barat/ western, penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan dalam perundang-undangan. Konsep HKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi dipakai sebagai alat strategi usaha di mana karena suatu penemuan dikomersialkan atau kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Maka dengan Metode normatif, penulis akan menulis tentang bagaimana hak cipta sebagai Hak atas Kekayaan Intelektual dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari usaha untuk mendapatkan modal di luar negeri, dan bagaimana apabila hal ini diberlakukan di Indonesia.
Undang-Undang Hak Cipta yang baru memberikan peluang dan sudah mengatur tentang sistem ini, dan hak ini tinggal dilanjutkan bagaimana sistem pengaturan tentang penjaminan Hak Cipta dapat berjalan di Indonesia, dan apakah dapat selaras dengan pengaturan hukum yang sudah ada di Indonesia. Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, Hak Atas Kekayaan Intelektual dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud.
Dalam tahun-tahun terakhir, telah semakin nyata di dalam kebutuhan pembangunan harus bersandarkan pada industry yang menghasilkan nilai gagasan tinggi. Terutama setelah gagasan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) serta keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO, telah menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak langsung memacu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saingnya.

The historical background of the Intellectual Property Rights (IPR) is seen that in the west country / western, respect for intellectual property, or any results if the individual has a very long thought applied in their culture which is then translated into legislation. The concept of Intellectual Property Rights (IPR) for the western society is not just a legal device used only for the protection of one's intellectual work but used as a strategic tool for businesses where a discovery commercial or intellectual property, allowing the creator or inventor can exploit creation / discovery economically. So with normative method, the authors will write about how copyright as Intellectual Property Rights can be utilized as part of an effort to raise capital abroad, and what if it is applied in Indonesia.
Copyright Act gives new opportunities and are already set on this system, and the right to continue living how the system settings on guaranteeing Copyright can run in Indonesia, and whether it can be aligned with the existing legal arrangements in Indonesia. The growing conception of wealth on intellectual works also eventually lead to protect or maintain such property. In turn, this need produce to the conception of the legal protection of wealth before, including the recognition of the rights to it. In accordance with the essence Anyway, Intellectual Property Rights is classified as private property rights that are intangible.
In recent years, it has been increasingly evident in the development needs should be based on industries that produce high-value ideas. Especially after the idea of MEA (ASEAN Economic Community) as well as the participation of Indonesia as a member of the WTO, have demonstrated the seriousness of the Government in supporting the economic system which is free or open, and indirectly spur companies in Indonesia to further enhance its competitiveness.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andia Hastriani
"Tesis ini meneliti tentang praktek jaminan fidusia sehubungan dengan pengadaan pesawat udara di Indonesia, khususnya oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Pesawat udara dgolongkan sebagai benda bergerak dengan kekhususan (sui generis), yang salah satu kekhususannya adalah bahwa pesawat udara harus didaftarkan pada suatu negara. Hukum negara tempat pesawat udara didaftarkan akan berlaku terhadap pesawat udara tersebut dimanapun pesawat itu berada. Konvensi Cape Town mengatur ketentuan-ketentuan umum yang berkaitan dengan hak kebendaan atau jaminan yang diakui secara internasional atas beberapa jenis benda bergerak, termasuk di antaranya pesawat udara. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 merupakan perwujudan dari ratifikasi Konvensi Cape Town dan Protokol Cape Town ke dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang telah mencabut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, memberikan dampak pada lembaga jaminan atas pesawat udara di Indonesia karena Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tidak menyebutkan secara tegas mengenai lembaga jaminan yang dapat dibebankan atas pesawat udara. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur bahwa pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia dapat dibebankan dengan kepentingan internasional berdasarkan perjanjian hak jaminan kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat atau perjanjian sewa guna usaha, perjanjian-perjanjian mana merupakan perjanjian yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan pesawat udara; undang-undang ini juga membebaskan para pihak di dalamnya untuk memilih hukum yang digunakan dalam perjanjian tersebut. Dalam praktek pengadaan pesawat udara, banyak perusahaan penerbangan, termasuk Garuda Indonesia, menggunakan skema pembiayaan sewa guna usaha (leasing) dengan jaminan fidusia atas tagihan asuransi dan tagihan reasuransi sebagai lembaga jaminannya. Dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan fidusia, notaris memegang peranan sentral karena dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa akta pembebanan jaminan fidusia harus dibuat dalam akta notaris.

This thesis provides a review on fiduciary security on aircrafts acquisition in Indonesia, particularly by PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, by using normative juridical research and qualitative analysis as the preferred methods. An aircraft is categorized as movable goods with specificity (sui generis), one of its specificity is an aircraft must be registered in a nation. Law of a nation in which the aircraft is registered to, shall prevail to the aircraft wherever the aircraft is. Cape Town Convention regulates general provisions on security rights that are recognized internationally for several types of mobile equipments, including aircrafts. Law Number 1 of 2009 is the embodiment of the ratification of the Cape Town Convention and Cape Town Protocol into Indonesian laws and regulations. Law Number 1 of 2009 on Aviation which revoked Law Number 15 of 1992 on Aviation has given an impact on security rights on aircrafts in Indonesia since Law Number 1 of 2009 does not explicitly regulate which security right that can be imposed on aircrafts. Law Number 1 of 2009 determines that aircrafts registered in Indonesia can be encumbered with international interests arising from security agreements, title reservation agreements or leasing agreements, which are utilized to finance the aircraft acquisition; this law also provides that the parties within the relevant agreements are free to choose the governing law for such agreements. In practice, most of airlines companies, including Garuda Indonesia, use financial leasing scheme with fiduciary security on insurance proceeds and reinsurance proceeds as security to acquire aircrafts. With regard to fiduciary security, notaries hold the central role given Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Security stipulates that fiduciary security deed must be drawn up in a notarial deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28999
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Astari
"Tesis ini membahas bagaimana ketentuan hukum mengenai jaminan fidusia diterapkan. Dalam praktik pemberian kredit pada umumnya, bank tidak melakukan pengikatan jaminan fidusia sebagaimana mestinya. Pada tesis ini akan dibahas tiga hal. Pertama, tinjauan umum mengenai pengikatan jaminan dalam pemberian kredit. Kedua, analisis terhadap kedudukan Bank sebagai penerima fidusia. Ketiga, analisis pada eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Aspek yang diteliti adalah apakah undang-undang jaminan fidusia cukup tegas dalam menindak pihak-pihak yang melanggar ketentuan untuk mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar diperoleh dari studi kepustakaan. Pada hasil penelitian ini dinyatakan bahwa kreditur yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak dapat menikmati keuntungan-keuntungan dari ketentuan dalam undang-undang jaminan fidusia seperti misalnya hak preferen.

This thesis discusses how the legal provisions on fiduciary security are applied. In the practice of lending in general, banks do not bind fiduciary guarantee properly. There are three things that will be discussed here. First, an overview of the binding guarantees in lending. Second, an analysis of the Bank 39 s position as a fiduciary receiver. Third, the analysis on the execution of fiduciary security is not registered. The aspect under investigation is whether the fiduciary security law is sufficiently assertive in cracking down on those who violate the requirement to register fiduciary security to the Fiduciary Registry Office. This research uses juridical normative method, where the data of this research is mostly obtained from literature study. In the results of this study it is stated that creditors who do not register fiduciary security objects in the Fiduciary Registry Office can not enjoy the benefits of the provisions of the fiduciary security law such as preference rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T49665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rahmayuni
"Tesis ini membahas tentang tanggung jawab Notaris terhadap Akta Jaminan Fidusia Hak Milik atas Persediaan Batubara. Persediaan Batubara di dalam perut bumi merupakan kekayaan alam milik Bangsa Indonesia yang dikuasai Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Permasalahan yang akan dianalisis dalam Tesis ini adalah mengenai pengaturan jaminan Fidusia Hak Milik Persediaan Batubara di Indonesia, tanggung jawab Notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia Hak Milik atas Persediaan Batubara dan keberlakuan akta Jaminan Fidusia Hak Milik atas Persediaan Batubara. Metode penelitian dalam Tesis ini adalah yuridis-normatif untuk memperoleh hasil penelitian yang deskriptif-analitis. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder dan wawancara kepada Narasumber. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat satupun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan Mineral dan Batubara yang jelas dan tegas (eksplisit) secara khusus mengatur diperbolehkan jaminan atas persediaan Batubara. Hal ini mengakibatkan suatu Akta Jaminan Fidusia Hak Milik atas Persediaan Batubara yang dibuat seorang Notaris menjadi batal demi hukum sehingga Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia Hak Milik atas Persediaan Batubara bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang mengakibatkan suatu akta menjadi batal demi hukum dan Notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Untuk menghindari suatu akta menjadi batal demi hukum maka Notaris harus memiliki pengetahuan hukum yang luas termasuk pengetahuan sehubungan dengan sumber daya alam di bidang pertambangan Batubara. Notaris juga harus mampu memberikan "win-win solution" pihak terkait untuk menghindari atau setidak-tidaknya mengurangi potensi kerugian yang diderita antara lain memberikan jaminan tambahan atau mengganti jaminan lain yang setara dengan jaminan yang dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum.

The focus of this study is the responsibility of Notary on the Fiduciary Deed of Coal Inventory Ownership. Coal inventory in the earth are natural resources owned by the Indonesian nation as mandated by Article 33 paragraph (3) of the (1945) Constitution of the Republic of Indonesia and Article 2 paragraph (1) of the Law of Republic of Indonesia Nomor 5 year 1960 on the Regulation of Agrarian Principles. The purpose of this study is to determine the availability of regulation on Fiduciary Security of Coal Inventory, the responsibility of Notary who makes the Deed of Fiduciary Security over Coal Inventory Ownership, and the validity of the Deed of Fiduciary Security made by the Notary. The method of this study is juridical-normative by using the qualitatively analyzed to obtain descriptive-analytical result. The types of data used in this study are secondary data and supported by an interview to the interviewees' persons. The result of this study is none of the Indonesian regulation in the field of Mineral and Coal Mining stipulating on the security over Coal inventory clearly and explicitly is permitted. The non-fulfillment of the terms of ownership and the special requirement of the object of Fiduciary security resulted such Notary Deed is being null and void, so that the Notary who makes the Deed of Fiduciary Security over Coal Inventory Ownership is responsible for any violation and the Notary will be imposed any sanctions in accordance with the provisions of the Law of Notary and Code of Notary Ethics. Accordingly, the Notary must be prudent, thorough, careful in making a Fiduciary assurances on the Coal Inventory into an authentic deed to avoid such the authentic deed becomes null and void. The Notary must have extensive legal knowledge to provide legal counseling to any party who use their services, not only the legal knowledge in the field of Notary but also covering all provisions in any field of science, including knowledge on the Coal Mining as natural resources. Notary must also be able to provide a "win-win solution" in order to avoid or at least reduce the potential losses suffered by related parties, among others, provide an additional security or replace another security which is equivalent to the security declared invalid or void by law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>