Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ernie Yuliati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas peran Direksi dalam Perseroan Terbatas yang merupakan
kunci bagi jalannya perseroan. Terdapat hubungan saling ketergantungan dimana
perseroan tidak mungkin dapat menjalankan kegiatannya tanpa adanya Direksi,
demikian juga keberadaan Direksi bergantung sepenuhnya pada eksistensi
perseroan terbatas. Pengelolaan Perseroan bergantung pada penerapan fiduciary
duty oleh Direksi dalam batas-batas yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan
dan/atau anggaran dasar serta sesuai dengan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance. Tujuannya adalah agar perusahaan dapat meningkatkan
nilai perseroan dan pemegang saham serta mendapat kepercayaan dari
stakeholdernya. Meskipun arah panduan Corporate Governance dapat bersumber
dari Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Indonesia, atau Peraturan
Bursa Efek Indonesia, atau Peraturan bapepam atau praktek-praktek terbaik secara
global,tetapi penentuan akhir arah yang akan dituju perseroan diputuskan oleh
Direksi, dengan memperhatikan masukan dari Dewan Komisaris dan Rapat
Umum Pemegang Saham dengan selalu berlandaskan ketentuan hukum yang
berlaku di Indonesia. Dalam kaitan dengan kedua prinsip tersebut, penelitian di
PT.AI menunjukan bahwa prinsip Fiduciary duty Direksi dan Good Corporate
Governance tidak dapat dipisahkan dan menjadi tolok ukur bagi tindakan
pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, sehingga terhindar dari resiko perseroan
dan atau pertanggungjawaban pribadi Direksi akibat adanya pelanggaran fiduciary
duty.

Abstract
This thesis focuses on the Board of Director?s role in a limited liability company
as a key role in the company. There exists interdependency between Directors and
the Corporation in which the company may not be able to run the business without
the Directors as well as the Director?s position is depend on the existence of the
company. Corporate management is depend on the implementation on fiduciary
duty with boundaries set forth in prevailing laws and/or Articles of Association,
and also Good Corporate Governance principles. The main goals is increasing
shareholder value and ultimately getting trust from the stakeholder. Whether the
direction for Corporate Governance guidelines comes from the Indonesia Good
Corporate Governance Guideline, the Indonesia Stock Exchange or Bapepam
regulations, or global best practices, the final determination of company direction
rests with the Board of Directors, the Board of Commissioners and ultimately
with the General Meeting of Shareholders, however, all approaches must conform
strictly to Indonesian Law. Referring to both principles, the research in PT.AI
shows that either Fiduciary duty or Good Corporate Governance can be
implemented simultaneously and also can be used as a tools to evaluate the
Director?s management actions thus to avoid the company risks and the Director?s
personal liability in case he breach the fiduciary duty."
2012
T31265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriani
"Direksi sebagai pengurus perseroan terbatas perlu memperhatikan doktrin-doktrin yang berlaku umum berkaitan dengan tanggung jawabnya mengurus perseroan terbatas, diantaranya doktrin fiduciary duty. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan penelitian hukum normatif dan studi kasus PT Sarinah (Persero). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak secara tegas mencantumkan bahwa Direksi mengemban tugas-tugas sesuai doktrin fiduciary duty walaupun tercermin menerima doktrin fiduciary duty dalam pasal-pasalnya. Penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dalam mengelola PT berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sangat bergantung pada Direksi dan pihak-pihak yang terkait dengan PT (stakeholders). Prinsip fiduciary duty menuntut adanya tanggung jawab atas tugas Direksi tersebut. Pada dasarnya, setiap perbuatan yang dilakukan oleh Direksi yang melampaui hak dan kewenangan yang diberikan PT berdasarkan prinsip fiduciary duty tidak mengikat PT. Oleh karena itu, terhadap anggota Direksi tersebur dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum, baik secara pidana maupun perdata (criminal and civil liability) dan ia bertanggung jawab untuk membayar kerugian tersebut dari kekayaan pribadinya. Penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dalam mengurus PT dalam kasus PT Sarinah (Persero) telah melibatkan lembaga peradilan. Dalam perkara kasus PT Sarinah (Persero), penegakan hukum atas pelanggaran tugas yang dilakukan Direksi adalah melalui dakwaan melakukan tindak pidana korupsi walaupun sebenarnya dalam perkara tersebut terdapat semua unsur fiduciary duty.

The Board of Directors, as the board that manages the company, must have regard to general applicable doctrines in carrying out its responsibilities, among other things the doctrine of fiduciary duty. This research uses literature methodology, with normative legal research, and a case study of PT Sarinah (Persero). The conclusion of this research is that Law No. 40 of 2007 on Limited Liability Company does not expressly stipulate that the Board of Directors must meet its duties in accordance with the doctrine of fiduciary duty, even though, this doctrine seems to be embodied in its articles. The implementation of fiduciary duty principle by the Board of Directors in managing a company based on Law No. 40 of 2007 very much depends on the actions of the Board of Directors and relevant stakeholders. The fiduciary duty principle demands that the Board of Directors be responsible for its actions. In essence, every action of the Board of Directors that exceeds rights and authorities given by the company based on the principle of fiduciary duty does not bind the company. Consequently, members of Board of Directors can be liable for both criminal and civil liabilities and to pay this with their personal property. The application of fiduciary duty principle by the Board of Directors in managing the company in the case of PT Sarinah (Persero) has involved the judiciary. In the case of PT Sarinah (Persero), enforcement upon violation of duties by the Board of Directors takes the form of prosecution of a crime of corruption even though, in fact, all elements of fiduciary duty exists in the case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26074
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tambunan, Sri Dewi M.
"Tesis ini membahas tentang fiduciary duty Direksi PT BUMN dan tanggung jawab mereka atas pelanggaran fiduciary duty tersebut yang mengakibatkan kerugian pada Perusahaan. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan studi kasus yang relevan sebagai penunjang analisis atas kerangka teoritis.
Hasil penelitian menyarankan agar diadakan perubahan pada Undang-undang Anti Korupsi untuk memberikan kesempatan yang lebih adil kepada Direksi PT BUMN dalam hal justifikasi terhadap businesss judgment yang mereka ambil masih dalam lingkup fiduciary duty-nya walaupun terjadi kerugian pada Perseroan.

The focus of this thesis is the fiduciary duty of the Directors of the state-owned company and their responsibility for the breach of the duty leading to the loss to the company. The thesis is based on a normative research using the relevant case studies to support the analysis on the theoretical concept.
The research proposes a revision on Anti Corruption Law to allow a fair opportunity to the Directors of the state-owned company in justifying their business judgment within the context of their fiduciary duty in the event of the company’s loss
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Hartanto Teowarang
"ABSTRAK
Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan dan disalurkan kepada masyarakat juga dalam bentuk kredit.
Dalam menjalankan fungsi bank tersebut diperlukan direksi bank sebagai salah
satu organ bank untuk menjalankan fungsi bank sebagai badan hukum, dalam
menjalankan tugas tersebut direksi diberikan kepercayaan yang besar dan luas
dan dari kepercayaan itu timbul suatu bentuk kewajiban direksi untuk bertindak
untuk mengelola kekayaan bank sesuai diskresi direksi tersebut dengan itikad
baik, tanggung jawab dan penuh kehati hatian. (Fiduciary Duty) Kelalaian dalam
menjalankan tugas sebagai seorang direksi bisa berdampak perdata (dalam bentuk
denda) dan pidana (kurungan penjara), oleh karena itu direksi harus bisa
mengambil keputusan yang cepat, tepat, tidak ada intervensi dan sesuai dengan
fiduciary dutynya, apabila keputusan yang diambil ternyata menimbulkan
kerugian, direksi tidak bisa langsung dipersalahkan (business judgment rule).
Hal hal tersebut diatas akan dibahas dalam tesis ini dengan menggunakan metode
penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan dengan menggunakan
data sekunder.

ABSTRACT
The primary function of banks is as a collector of public funds in the form of
deposits and redistributed to the public in the form of credit. In carrying out the
necessary functions of the bank requires the directors of the bank to enable bank
to function as a legal entity, in carrying out the tasks directors are entrusted with a
wide variant of trust and from the belief that there is a continual form of liability
of directors to act to manage the bank according discretion of directors with the
good faith, responsibility and prudent. (Fiduciary Duty) Failure to perform duties
as a board of directors could affect civil (in the form of fines) and punishment
(imprisonment), therefore the directors should be able to take decisions quickly,
precisely, with no intervention, and in accordance with his fiduciary duty, if the
decision taken turned out to cause any profit loss , directors can not be directly
blamed (business judgment rule).
The above matter will be discussed in this thesis using normative juridical
research, the research literature by using secondary data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naja Nurizkya
"Penelitian ini menyoroti kekosongan pengaturan secara khusus mengenai transaksi benturan kepentingan oleh Direksi PT yang memiliki unsur kepentingan pribadi sehingga dapat merugikan PT atau dalam doktrin hukum dikenal sebagai self dealing transaction. Bahwa UUPT di Indonesia hanya memberikan penekanan terhadap tugas fidusia (fiduciary duty) yang diemban oleh Direksi PT, tanpa secara tegas melarang self dealing transaction. Pengaturan di Amerika Serikat, Australia, dan Belanda mengakui langkah-langkah preventif dalam menghadapi self dealing transaction. Model Business Corporation Act 2016 di Amerika Serikat mengatur kriteria seperti pengungkapan kepentingan pribadi yang material, voting oleh mayoritas anggota Direksi atau pemegang saham yang tidak berkepentingan, dan aspek keadilan transaksi bagi perseroan. Di Australia, Corporations Act 2001 membutuhkan pengungkapan kepentingan dan persetujuan RUPS yang mempertimbangkan keuntungan perseroan. Di Belanda, Burgerlijk Wetboek Boek 2 menyatakan Direksi yang berkepentingan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan transaksi. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan prinsip pengaturan self dealing transaction dengan memberikan precaution indicators untuk menjaga keadilan dan kepentingan PT. Dalam memeriksa dan memutus kasus terkait transaksi benturan kepentingan, Majelis Hakim di Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan transaksi benturan kepentingan antara Direksi dan perseroan yang dipimpinnya. Hakim cenderung bersifat normatif dengan hanya mempertimbangkan aspek formalitas, yaitu adanya persetujuan RUPS. Pada beberapa kasus, ketiadaan dalam hal transparansi Direksi dalam hal pengungkapan kepentingan pribadi maupun tidak adanya keterlibatan dari Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham yang tidak berkepentingan dalam pengambilan keputusan terkait transaksi benturan kepentingan. Berbeda dengan negara-negara tiap perbandingan, langkah-langkah preventif oleh Direksi yang memiliki kepentingan menjadi sangat penting dalam mengevaluasi keabsahan persetujuan RUPS oleh Majelis Hakim dan mencegah terjadinya praktik self dealing transaction yang merugikan PT. Melalui penilaian Hakim terhadap langkah-langkah preventif tersebut, persetujuan RUPS dapat memenuhi standar hukum yang ditetapkan dan melindungi kepentingan perseroan, para pemegang saham, dan memberikan perlindungan hukum bagi Direksi yang berkepentingan.

This thesis sheds light on the specific lack of regulations regarding self-dealing transactions by Directors of PT (Limited Liability Company) in Indonesia, where personal interests can harm the company. Unlike other countries like the United States, Australia, and the Netherlands, Indonesian law does not explicitly prohibit self-dealing transactions, focusing only on fiduciary duty obligations. In the United States, the Model Business Corporation Act 2016 outlines criteria such as disclosing material personal interests, voting by disinterested Directors or shareholders, and ensuring fairness in transactions. Australia's Corporations Act 2001 requires interest disclosure and approval from shareholders, considering the company's benefit. In the Netherlands, the Dutch Civil Code Book 2 states that interested Directors should not participate in decision-making. These regulations emphasize preventive measures and protect the company's interests. However, Indonesian judges face challenges in defining conflict of interest transactions between Directors and their companies. They often consider formal aspects, like approval from shareholders, without assessing transparency or the involvement of disinterested parties. This differs from other countries that emphasize preventive measures taken by Directors with personal interests to evaluate the validity of shareholder approvals and prevent harmful self-dealing practices. To ensure fairness and protect the company, shareholders, and interested Directors, Indonesian law should adopt precautionary indicators and encourage transparency in disclosing personal interests. By incorporating preventive measures into the evaluation of shareholder approvals, Indonesian judges can uphold legal standards and safeguard the company's interests. In conclusion, addressing the regulatory gaps regarding self-dealing transactions is essential in Indonesia. Implementing preventive measures and emphasizing transparency can protect the company and stakeholders, aligning Indonesian law with international practices."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Rizky Arie Syadewa
"Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang dijalankan oleh pengurus atau direksi yang secara resmi ditunjuk dan diangkat oleh pemegang saham. Namun terdapat praktek pengurusan serta pengendalian Perseroan Terbatas melalui pihak lain di luar kedudukan resminya sebagai direksi, yakni oleh shadow director. Shadow director merupakan konsep hukum korporasi yang berkembang di Inggris dimana pengendalian korporasi dilakukan oleh pihak lain selain direksi resmi. Menurut hukum Inggris melalui Companies Act diatur bahwa kedudukan shadow director sama dengan direktur resmi sehingga pertanggungjawaban hukum yang sama juga melekat padanya. Adapun di Indonesia juga terjadi praktik pengendalian korporasi oleh pihak yang teridentifikasi sebagai shadow director, namun yang membedakan adalah tidak adanya aturan yang jelas dan tegas mengenai kedudukan dan tanggung jawab shadow director dalam hukum Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini selain dimaksudkan untuk mempromosikan konsep hukum shadow director ke Indonesia, juga untuk mengidentifikasi kedudukan dan tanggung jawab pemilik manfaat sebagai shadow director berdasarkan teori fiduciary duty, mengingat keberadaan direktur dalam kegiatan pengurusan perseroan terbatas sangat penting terutama dalam konteks good corporate governance (GCG). Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian doktrinal yang menganalisis konsep hukum shadow director di Inggris dan di Indonesia. Menurut hasil penelitian ini, Indonesia belum memiliki peraturan yang mengatur tentang shadow director, namun demikian, ditemukan peraturan di Indonesia yang setelah diidentifikasi, mengatur serupa dengan shadow director di Inggris, yakni kebijakan transparansi pemilik manfaat perseroan terbatas. Penelitian ini menunjukkan adanya kesamaan antara pemilik manfaat dengan shadow director, tetapi karena tidak adanya peraturan mengenai shadow director di Indonesia maka Pemerintah perlu untuk mengatur kedudukan dan tanggung jawab shadow director.

A Limited Liability Company is a legal entity run by management or directors who are officially appointed by the shareholders. In practice, there is managing and controlling Limited Liability Companies through other parties outside their official position as directors, namely by shadow directors. Shadow director is a concept in corporate law that developed in England where corporate control is carried out by parties other than the official directors. According to English law, through the Companies Act, it is regulated that the position of a shadow director is the same as that of an official director so that the same legal responsibilities are also attached to him. Meanwhile, in Indonesia there is also the practice of corporate control by parties identified as shadow directors, but what is different is that there are no clear and firm regulations regarding the position and responsibilities of shadow directors under Indonesian law. Therefore, this research is not only intended to promote the legal concept of shadow directors to Indonesia, but also to identify the position and responsibilities of beneficial owners as shadow directors based on fiduciary duty theory, considering that the presence of directors in limited liability company management activities is very important, especially in the context of good corporate governance (GCG). This research was conducted using a doctrinal research method that analyzes the legal concept of shadow directors in England and Indonesia. According to the results of this research, Indonesia does not yet have regulations governing shadow directors, however, regulations were found in Indonesia which, after being identified, regulate similar regulations to shadow directors in England, namely the policy of transparency of beneficial owners of limited liability companies. This research shows that there are similarities between beneficial owners and shadow directors, but because there are no regulations regarding shadow directors in Indonesia, the Government needs to regulate the position and responsibilities of shadow directors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barahunni Astia Sumarlim
"Suatu perseroan terbatas pada dasarnya didirikan untuk melakukan suatu kegiatan usaha. Namun di dalam praktik terdapat suatu perseroan terbatas yang disebut PT Kosong karena tidak lagi menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan hal tersebut, tesis ini membahas dua permasalahan. Pertama, tentang status hukum dari suatu PT X sebagai PT Kosong akibat terjadi ketiadaan Direksi. Kedua, membahas bagaimana tanggung jawab organ PT X dalam hal adanya kewajiban PT X terhadap pihak ke-tiga. Penulisan dalam tesis ini menggunakan metode yuridis normatif.
Hasil penelitian menemukan bahwa PT X sekalipun tidak lagi menjalankan kegiatan usahanya sehingga dapat disebut sebagai PT Kosong, pada dasarnya masih sah sebagai badan hukum sehingga segala hak dan kewajiban sebagai badan hukum masih melekat pada PT X. Status badan hukum suatu perseroan terbatas hanya hilang dalam dilakukan pembubaran. Dalam hal muncul kewajiban terhadap pihak ke-tiga, maka seperti perseroan terbatas pada umumnya, setiap organ akan bertanggung jawab secara terbatas. Namun tanggung jawab terbatas itu dapat hilang apabila organ-organ PT X terbukti tidak menjalankan fungsinya dengan berdasarkan prinsip fiduciary duty.

Basically a limited liability company established to undertake a business activity. But in practice, there is a limited liability company called inactive limited liability because no longer run their business activities. Based on it, this thesis addresses two issues. Firstly, concerning the legal status of PT X as an inactive limited liability company which caused by the absence of the Board of Directors. Secondly, discusses how is the responsibility PT X?s organs to the third parties. This thesis is written by using normative methods.
The results found that PT X though no longer running its operations so it can be referred as inactive limited liability company, basically still valid as a legal entity so that all rights and obligations as a legal entity is still attached to the PT X. Legal entity status of a limited liability company will only vanish in case of dissolution. In relation with obligation to the third party, then as same as in a general limited liability company, every organ will be responsible on a limited basis. However, the limited liability may be lost if the organs of PT X are proved not to carry out their functions under the principle of fiduciary duty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Arumsari
"Peranan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Di samping memberikan kontribusi kepada penerimaan Negara dalam bentuk dividen, BUMN juga mempunyai peranan strategis lain yaitu menghasilkan barang dan/atau jasa kepada masyarakat, pelopor sektor usaha yang yang belum diminati swasta, pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan swasta juga turut mengembangkan usaha kecil/koperasi. Sebagai pengurus BUMN Perseroan, direksi memegang peranan yang sangat penting agar tujuan pendirian BUMN tercapai. Dalam mengurus perseroan, direksi harus mengambil berbagai keputusan bisnis yang memiliki risiko. Salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah keputusan bisnis yang diambilnya merugikan perseroan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan perlindungan hukum kepada para direksi perseroan terbatas karena telah mengakomodasi doktrin fiduciary duty dan business judgment rule. Prinsip ini seharusnya juga berlaku di BUMN perseroan karena BUMN perseroan juga tunduk kepada prinsip-prinsip perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU PT dan UU BUMN. Ada dua masalah yang dianalisis menyangkut penerapan kedua doktrin tersebut dalam BUMN perseroan yaitu : bagaimana doktrin fiduciary duty dan business judgment rule yang berasal dari common law principles diserap dalam UU PT dan UU BUMN dan bagaimana penerapan doktrin tersebut dapat digunakan sebagai pembelaan diri direktur BUMN perseroan yang didakwa merugikan keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa business judgment rule dalam UU PT berlaku sebagai standar of review. Unsur-unsur dalam business judgment rule diserap dalam UU PT ke dalam beberapa kualifikasi. Pembelaan diri sebagaimana kualifikasi tersebut bersifat kumulatif. Keberlakuan business judgment rule untuk direksi BUMN perseroan mengalami pergeseran dari wilayah hukum privat menjadi wilayah hukum publik karena definisi keuangan negara di pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penerapan business judgment rule harus dilihat kasus demi kasus. Karena kualifikasi yang diserap dalam UU PT tidak secara jelas didefinisikan maka interpretasinya tergantung kepada pengetahuan hakim. Untuk itu perlu dilakukan sinkronisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengertian keuangan negara dan agar dilakukan kejelasan atas kualifikasi business judgment rule untuk meminimalkan perbedaan interpretasi hakim.

State-Owned Limited Liability Enterprise (SOE) has a very important role in developing national economic. In addition to give money to the state receipts inthe form of dividends, SOE has strategic roles in making public goods andservices, pioneer in some business sectors, a counterweight private power also developing small business. The SOE's board of directors holds a very important role to make sure that the purpose of SOE is achieved.In proposing the company, the board of directors shall take a variety of the business decision that bearing a risks. One of the risk that might happen to the business of his detrimental to the company. Law No.40/2007 on Limited Liability Company give a legal protection by accommodating the fiduciary duty and business judgment rule doctrines. Theseprinciples should also apply in SOE due to SOE is subject on limited liability company law. There are two problems concerning the application of that doctrines on SOE's : how the doctrines of fiduciary duty and business judgment rule comes from common law principles were absorbed in Law No.40/2007 on LimitedLiability Company and Law No.19/2003 on SOE? How the application of these doctrines can be used as self defense of SOE?s Director that charged in corruptioncase? From the research, we can concluded that the doctrines of fiduciary duty and business judgment rule we absorbed in Law No.40/2007 on Limited Liability Company and Law No.19/2003 on SOE. Business judgment rule doctrine was absorbed into several qualifications as a standard of review and it is a cumulative review. The application of that two doctrines to the SOE?s board of directors wereshifting from the area of private law to the public law area due to the definition of financial state scope according to article number 2 and 3 of the Law No.31/1999 jo Law No.20/2001 on Corruption Eradication. The application of business judgment rule should be seen a case by case. Because of qualifications that absorbed in Law No.40/2007 on Limited Liability Company wew not clearly defined, its interpretation depends on judge's understanding. So, we need a synchronization of all legislation that related to the definition of financial state scope and we also need to clarity on qualifications to do business judgment rule in order to minimize the difference between judge?s interpretation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indita Fardhani Malfian
"ABSTRAK
Nama : Indita Fardhani MalfianProgram Studi : Hukum EkonomiJudul : Penegakan Prinsip Business Judgement Rule Terhadap Keputusan Direksi Perseroan Analisis Kasus Keputusan Pemberian Fasilitas Pembiayaan Pesawat Terbang Kepada PT Mandala Airlines oleh Direksi PT PANN Persero Tesis ini membahas perihal prinsip business judgement rule sebagai suatu prinsip dalam hukum perusahaan yang memberikan perlindungan bagi Direksi atas keputusan bisnis yang tidak dibuatnya secara mandiri. Ditengarai PT PANN Persero merupakan BUMN Persero dengan core business dibidang usaha pembiayaan pengadaan kapal berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1974 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perseroan Persero Dalam Bidang Pengembangan Armada Niaga Nasional. Suatu Hari Pemerintah RI selaku pemegang saham meminta perseroan untuk melaksanakan pemberian fasilitas pembiayaan pesawat terbang ke sejumlah perusahaan maskapai penerbangan salah satunya yaitu PT Mandala Airlines berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. SLA-775/DP3/1994 tanggal 9 November 1994, yang mana tidak sesuai dengan maksud dan tujuan PT sebagaimana tertera dalam PP No. 18/1974 dan Anggaran Dasar PT. Atas kegiatan tersebut, PT PANN Persero mengalami kerugian sebab PT Mandala Airlines sebagai lessee pesawat belum melunasi sebagian besar utangnya atas pembiayaan pesawat terbang sebab gagal melakukan restrukturisasi utang. Jika ditinjau dari sisi PT PANN Persero , kerugian tersebut terjadi bukan dikarenakan Direksi PT PANN Persero telah melanggar prinsip duty of care saat memutuskan untuk melakukan kegiatan pemberian fasilitas pembiayaan pesawat terbang kepada PT Mandala Airlines tersebut. Faktanya, sebelum dan saat dilakukannya proyek ini Direksi sudah menyampaikan fakta-fakta yang ada di perusahaan kepada pemegang saham serta mengingatkan pemegang saham bahwa keputusan Direksi untuk melakukan pengurusan PT berdasarkan prinsip fiduciary duty dalam UUPT harus semata-mata demi kepentingan PT sesuai maksud dan tujuan PT serta memperhatikan ketentuan larangan dan batasan dalam peraturan perundang-undangan serta anggaran dasar PT yang berlaku. Namun, peringatan Direksi tersebut diacuhkan oleh para pemegang saham sehingga Direksi PT PANN Persero disini cuma melaksanakan hal yang telah diamanatkan para pemegang saham tersebut. Berdasarkan alasan ini, Direksi PT PANN Persero seyogyanya berhak memperoleh perlindungan dari tanggung jawab pribadi atas kerugian yang dialami PT melalui prinsip Business Judgement Rule sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat 5 UUPT sebab terjadi penyalahgunaan keadaan Misbruik van Omstagdiheden terhadap Direksi PT PANN Persero saat menyetujui pelaksanaan proyek pemberian fasilitas pembiayaan pesawat terbang yang mengakibatkan PT PANN Persero tidak memiliki opsi lain, selain menjalankan amanat Pemerintah RI selaku pemegang saham, walaupun aktivitas tersebut sesungguhnya bertolak belakang dengan core business PT sebagaimana tertera dalam Pasal 2 PP No. 18/1974. Kata Kunci: Direksi, Fiduciary Duty, Business Judgement Rule.

ABSTRACT
Name Indita Fardhani MalfianStudy Program Economic LawTitle The Enforcement of Business Judgement Rule Principle Against the Decision of the Board of Directors of the Company Case Analysis of the Decision to Grant Aircraft Financing Facility to PT Mandala Airlines by the Board of Directors of PT PANN Persero This Thesis discusses about the principle of business judgement rule as a principle in Corporate Law which gives a protection to the Board of Directors on business decision which is not made independently by them. PT PANN Persero is a state owned enterprise with core business in the field of ship procurement financing based on Government Regulation No.18 of 1974 regarding Capital Participation of Republic of Indonesia for the Establishment of the Company in the field of National Trade Fleet Development. One day, the Indonesian Government as a shareholder asked the Company to implement the provision of aircraft financing facility to a numerous airline companies one of them is PT Mandala Airlines based on the Letter of Finance Minister No S 524 MK.016 1994 dated 12 July 1994 and Subsidiary Loan Agreement No. SLA 775 DP3 1994 dated 9 November 1994, which does not appropriate with the Company rsquo s purposes and objectives as stated in GR No.18 1974 and Article of Association of the Company. Because of that activity, PT PANN Persero suffered a loss because PT Mandala Airlines as the lessee of the airplane has not paid off most of its debt on aircraft financing because failed to do debt restructuring. If viewed from the side of PT PANN Persero , such loss occurred not because the Board of Directors of PT PANN Persero has violated the principle of duty of care when decided to conduct the aircraft financing facility to PT Mandala Airlines. In fact, before and during this project is implemented the Board of Directors of PT PANN Persero has conveyed the facts that exist in the company to the shareholder as well as reminded them that the decision of The Board of Directors to perform the management of the Company based on the fiduciary duty principle in the Company Law must be solely for the interests of the Company pursuant to its purposes and objectives as well as notice the provisions of prohibitions and restrictions in the applicable regulations and Article of Association of the Company. However, such warnings are ignored by the shareholders so that the Board of Directors of PT PANN Persero here only did what has been mandated by the Company rsquo s shareholders. Based on that reason, the Board of Directors of PT PANN Persero should be entitled to get protection from personal responsibility through the business judgement rule principle as regulated in Article 97 paragraph 5 of the Company Law for losses suffered by the company because there is a misuse of circumstances Misbruik van Omstagdigheden against the Board of Directors of PT PANN Persero when approved the execution of granting aircraft financing facility which resulted PT PANN Persero having no other options, besides carried out the mandate of the Government of Republic of Indonesia as a shareholder, though such activity in fact is contrary to the Company rsquo s core business as stated in Article 2 of GR No.18 1974. Keywords Board of Directors, Fiduciary Duty, Business Judgement Rule."
2017
T47896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>