Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sirait, Mira Mariah Melati
Abstrak :
Fesyen dan remaja hampir tidak dapat dipisahkan. Ketika penulis sedang berjalan-jalan di mal, sering terlihat remaja-remaja yang jalan atau duduk kelompok, dan umumnya mereka mengenakan pakaian yang sejenis. Sehingga timbul pertanyaan dibenak penulis, mengapa mereka berpakaian seperti itu? Apakah mereka menunjukkan perilaku konform? Kalau tidak mungkinkah mereka semua memiliki selera berpakaian yang sama? Apakah karena usia mereka yang masih remaja? Apakah ada hubungannya dengan perkembangan identitas dan diri mereka? Sehingga penulis tertarik untuk mengadakan penelitian ini, untuk, melihat apakah ada hubungan antara harga diri dengan konformitas dalam hal fesyen pada remaja. Untuk melihat hubungan tersebut, digunakan dua alat ukur berbentuk kuesioner, yaitu kuesioner harga diri yang merupakan adaptasi dari Self Esteem Inventory (SEI) dari Coopersmith (1967), dan kuesioner konformitas yang disusun sendiri oleh penulis untuk melihat tingkat konformitas remaja dalam hal fesyen. Sebelum digunakan, alat tersebut diujicobakan dahulu, dan diperoleh koefisien alpha sebesar 0,7655 untuk SEI dan 0,7719 untuk kuesioner konformitas. Untuk meningkatkan reliabilitas alat, beberapa item dieliminir. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik nonprobability sampling dengan teknik incidental sampling. Jumlah subyek pada penelitian ini adalah 165 subyek yang berusia antara 16 sampai 20 tahun. Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan konformitas dalam hal fesyen pada remaja, sehingga Ho diterima. Disimpulkan juga bahwa remaja memang konformis, dalam hal ini, konformis salam hal fesyen, tanpa ada hubungan dengan tingkat harga dirinya. Hasil ini bisa terjadi karena beberapa hal, seperti; kurang sempurnanya alat ukur yang tidak mencakup seluruh aspek-aspek konformitas, atau harga diri yang belum stabil dari subyek penelitian sehingga gambaran harga diri yang didapat kurang sempurna. Sebaiknya dilakukan beberapa perbaikan pada alat ukur jika hendak mengadakan penelitian lanjutan. Juga dapat dikaitkan dengan beberapa variabel lain yang mungkin mempunyai hubungan dengan konformitas dalam hal fesyen.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwimayu Budinastiti
Abstrak :
Maraknya bisnis ritel fesyen khususnya produk lokal menjadi penyebab utama terjadinya fenomena pasar sementara di kota besar Jakarta dan Bandung di mana berkembangnya para pengusaha-pengusaha muda. Pada skripsi ini penulis akan membahas mengenai karakteristik dari pasar sementara ini sendiri dari lokasi, produk, target pasar, dan juga tata ruang yang terjadi, dikhususkan pada dua studi kasus yang diambil yaitu Pop-Up Market dan Trademark Market. Pembahasan studi kasus dilakukan melalui pendekatan teoritik yang membahas mengenai ruang dan tempat, pasar, ritel, dan konsumen. selain itu pembahasan mengenai studi kasus juga dilakukan dengan metode survey langsung ke lapangan dengan obserbvasi dan pendekatan personal pada konsumen maupun retailer. ......The rise of fashion retail especially in local products becoming the main reason of temporary market phenomenon in a big city such as Jakarta and Bandung, where're the emerging young entrepreneurs are. Through this script, writer's considering about characteristic of the temporary market, the location, products, target market, and layout that occurred at Pop-Up Market and Trademark Market which are script's case studies. Discussion is carried by theoretical approached which concern about space and place, market, retail, and consumer. Moreover, discussion about the case studies also done by survey method at both cases through observation and personal approached to consumer and retailer it self.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42203
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Zahra
Abstrak :
ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang kemampuan perusahaan untuk bertahan di dalam industri fesyen di Indonesia pada tahun 2006-2010. Penelitian ini menggunakan metode probit untuk model kemampuan bertahan perusahaan dengan pooled data. Data diperoleh dari Statistik Industri Sedang dan Besar (KBLI 17302, 17303, 17304, 18101, 18102, 18202, 19201, 19202, 19203, dan 19209) berupa data individual perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, umur perusahaan, dan rasio ekspor terhadap output perusahaan meningkatkan probabilitas kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam industri fesyen secara signifikan. Sementara peningkatan penggunaan energi listrik dan terjadinya krisis finansial global menurunkan kebertahanan perusahaan.


ABSTRACT

This research describes the ability of a company to survive in Indonesia‟s fashion industry during the 2006-2010 period. This study uses probit method for firm survival model with pooled data. Data obtained from Statistics Medium and Large Scale Industry (ISIC 17302, 17303, 17304, 18101, 18102, 18202, 19201, 19202, 19203, and 19209) in the form of firm individual data. The results of this study showed that firm size, firm age, and the ratio of exports to output of the firm significantly increases the probability of firm survival in the fashion industry. Meanwhile, the increased use of electrical energy and the global financial crisis lowered the probability of firm survival.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinira Kania Saraswati
Abstrak :
Fesyen adalah satu industri yang berkontribusi pada ekonomi kreatif di Indonesia. Ritel dalam industri fesyen sudah mulai berkembang mempunyai toko offline dan toko online dan mulai mengimplementasi strategi omnichannel. Preferensi masyarakat dalam berbelanja secara online dan offline serta perilaku masyarakat yang suka membandingkan produk antar ritel sebelum membeli membuat ritel omnichannel fesyen di Indonesia harus memperhatikan Customer Retention dan Interest in Alternatives oleh konsumens sehingga ritel omnichannel membutuhkan strategi untuk meningkatkan Customer Retention dan menurunkan Interest in Alternatives pada ritel omnichannel fesyen Indonesia dengan melakukan analisis faktor faktor yang mempengaruhi Customer Retention dan Interest in Alternatives yang juga meneliti pengaruh dari Cross Channel Integration dan Showrooming terhadap faktor faktor tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode Structural Equation Model untuk mengerahui pengaruh faktor dan dilakukan metode Importance-Performance Analysis untuk menganalisa prioritas strategi yang sebaiknya diterapkan. Dalam penelitian ditemukan konsumen dominan dari ritel omnichannel fesyen adalah wanita umur 18 – 29 tahun, Dalam penelitian ini ditemukan pula bahwa Identity Attractiveness dan Switching Cost dapat meningkatkan Customer Retention. Hasil dari penelitian ini merupakan strategi untuk meningkatkan Customer retention dan menurunkan Interest in Alternatives pada wanita umur 18 – 29 tahun sehingga dapat meningkatkan daya saing antar ritel omnichannel fesyen di Indonesia......Fashion industry is one of creative economy’s sector which has a role in increasing Indonesia's GDP. Ritel in fashion industry has begun developing both of offline stores and online stores and also statring to implement omnichannel strategy. Buyers preferences in online and offline shopping and buyers behavior that like to compare products between ritel before buying products makes omnichannel ritel fashion in Indonesia must pay attention to customer retention and interest in alternatives. Omnichannel fashion ritel in Indonesia need strategies to increase customer retention and reduce interest in alternatives by analyzing factors that influence customer retention and interest in alternatives. This research also examine the effect of cross channel integration and showrooming on these factors. This research was conducted using Structural Equation Model (SEM) method to analyze influential factors and Importance-Performance Analysis method to analyze prioritized strategies based on discussion with expert. In this study, it was found that the Identity Attractiveness and Switching Costs increase Customer Retention. The results of this study are strategies to improve customer retention and reduce interest in to increase competitiveness for omnichannel fashion retailers in Indonesia.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Madani Istyabudi
Abstrak :
The emergence of digitalization shapes another marketing tool using social media as one of the most prominent marketing campaigns, especially in the fashion industry. This is also contributed by social media influencers who are acting like celebrities in their respective social media platforms. As social media is dominated by Generation Y & Z, this research aims to identify the factors of buying behavior on Generation Y & Z. To execute this, a research model combining theories of social media influencer, attitude towards the influencer, and buying behavior is used as descriptive study. This research applied the Theory of Planned Behavior with several appropriate adaptations. The research method is a form of quantitative research. Additionally, multigroup analysis is examined to see similarities and differences between the two generation cohorts. Further, this research is able to obtain 398 respondents consisting of both Generation Y & Z respondents residing in Indonesia collected through online questionnaires. The finding of this research aims to help fashion brand companies to maximize the utilization of social media marketing and for social media influencers to engage more with its audience with marketing practice. The findings of this research includes perceived credibility, trust, subjective norms, perceived expertise, and perceived congruence as having positive relationships and predictors of consumers’ buying behavior through consumers’ attitude towards influencers and brand attitude of both Generation Y & Z consumers in Indonesian context and is useful to help managers develop their marketing strategy through social media particularly to engage Generation Y & Z consumers. ......Munculnya digitalisasi menghasilkan strategi pemasaran lain yang menggunakan media sosial sebagai salah satu kampanye pemasaran yang paling menonjol, terutama di industri fashion. Hal ini juga dikontribusikan oleh influencer media sosial yang bertingkah seperti selebriti di platform media sosialnya masing-masing. Karena media sosial didominasi oleh Generasi Y & Z, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor perilaku pembelian konsumen pada Generasi Y & Z. Untuk melakukan ini, model penelitian yang menggabungkan teori influencer media sosial, sikap terhadap influencer, dan perilaku pembelian digunakan sebagai studi deskriptif. Penelitian ini menerapkan Theory of Planned Behavior dengan menambahkan beberapa adaptasi yang sesuai. Metode penelitian merupakan salah satu bentuk penelitian kuantitatif. Selain itu, analisis multigroup dilakukan untuk melihat persamaan dan perbedaan antara dua kelompok generasi. Selanjutnya, penelitian ini memperoleh 398 responden yang terdiri dari responden Generasi Y & Z di Indonesia yang dikumpulkan melalui kuesioner online. Temuan penelitian ini bertujuan untuk membantu perusahaan merek fesyen untuk memaksimalkan pemanfaatan pemasaran media sosial dan agar influencer media sosial lebih terlibat dengan audiensnya dengan praktik pemasaran. Temuan penelitian ini meliputi persepsi kredibilitas, kepercayaan, norma subjektif, keahlian yang dirasakan, dan kesesuaian yang dirasakan memiliki hubungan positif dan prediktor perilaku pembelian konsumen melalui mediasi sikap konsumen terhadap influencer dan sikap merek konsumen Generasi Y & Z dalam konteks Indonesia dan berguna untuk membantu para manajer mengembangkan strategi pemasaran mereka melalui media sosial khususnya untuk konsumen Generasi Y & Z.
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Advina Ratnaningsih
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pemikiran Baudrillard tentang hiperrealitas kemudian masuk kedalam fenomena fesyen yang semakin berkembang pada masa sekarang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S15982
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kemala Maharani Fabrian
Abstrak :
ABSTRAK Envy Me merupakan merek aksesoris fesyen mewah yang mengangkat warisan budaya Indonesia sebagai salah satu keunggulannya, yaitu batik yang telah dikembangkan. Keunikan produk-produk Envy Me juga terletak pada desain unik serta penggunaan teknik laser untuk menciptakan motif batik pada produk. Dengan melahirkan produk-produk handmade berkualitas tinggi dengan harga premium, Envy Me ditujukan bagi target khalayak yang niche. Meski memiliki batik yang sangat terkenal sebagai daya tarik, Envy Me memiliki kekurangan-kekurangan. Sudah empat tahun Envy Me berdiri namun namanya masih kurang terdengar karena ketatnya persaingan dan positioning yang tidak jelas di pasar. Hal tersebut berakibat pada citra Envy Me yang tidak kuat. Envy Me juga memiliki tenaga kerja yang terbatas. Dalam upaya menjawab permasalahan tersebut, maka strategi yang ditawarkan adalah melalui program Marketing Public Relations (MPR), yang mencakupi empat kegiatan utama yang terdiri dari pembuatan tim MPR Envy Me, endorsement oleh blogger fesyen dan tokoh publik, pembuatan website dan penggunaan media sosial yang optimal, serta mengadakan special events. Yang berusaha didorong melalui program ini MPR ini adalah word-of-mouth, baik di dunia online maupun offline.
ABSTRACT Envy Me is a luxurious fashion accesory brand that promotes Indonesia?s cultural heritage, batik, by using redefined batik prints. The excellence of Envy Me?s products are found in the unique designs as well as the use of laser to engrave the redefined batik print on its products. By generating handmade high quality products with a premium price, Envy Me is meant for a niche target audience. Inspite of having the infamous batik as its appeal, Envy Me has some flaws. It has been four years since Envy Me was found, but it is not well known as a brand due to the high competition in the market and the unclear positioning bore by Envy Me. These affect the brand image of Envy Me not the way Ari wants it to be perceived. Envy Me also has a limited human resources to do all the work. In order to answer the problems, the strategy offered is to execute a Marketing Public Relations (MPR) program, which has four main activities consisting of establishing Envy Me?s MPR team, endorsement by fashion bloggers and public figure, creating a website and optimizing the use of social media sosial, as well as holding speacial events. Through this MPR program, Envy Me aims in pushing the online and offline word-of-mouth.
2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Ashilla
Abstrak :
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, persaingan antar perusahaan di berbagai industri menjadi semakin ketat, khususnya di industri fesyen. Dengan pertumbuhan teknologi yang pesat, industri fesyen dituntut untuk mengikuti pertumbuhannya, termasuk dalam menggunakan digital influencer sebagai salah satu strategi marketing public relations (MPR). Seorang digital influencer dapat membantu sebuah merek fesyen dalam memperoleh berbagai manfaat untuk menunjang kesuksesan merek, termasuk dalam memperoleh customer engagement. Penggunaan digital influencer sebagai strategi MPR telah digunakan oleh berbagai merek fesyen, mulai dari high-end fashion hingga fast fashion. Dalam makalah non-seminar ini, akan dibahas mengenai peran digital influencer industri fesyen dalam membangun customer engagement pada merek fesyen, khususnya pada merek fesyen Louis Vuitton dan Marhen J.
Along with the development of technology, competition between companies in various industries has become increasingly stringent, especially in the fashion industry. With the rapid development of technology, the fashion industry is required to follow its development, including in using digital influencers as one of the marketing strategies of public relations (MPR). A digital influencer can help a fashion brand in obtaining various benefits to support brand success, including in getting customer engagement. The use of digital influencers as MPR strategies has been used by various fashion brands, ranging from high-end fashion to fast fashion. In this non-seminar paper, we will discuss the role of digital influencers in the fashion industry in building customer engagement on fashion brand, especially on Louis Vuitton and Marhen J. fashion brands.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Imamatul Silfia
Abstrak :
Tesis ini mengkaji praktik konsumsi budaya fesyen serta pemaknaan terhadap konten TikTok pada fenomena Citayam Fashion Week. Para sarjana mengkaji konsumsi budaya sebagai faktor yang melahirkan hierarki kelas sosial berbasis modal budaya atau selera, termasuk konsumsi budaya fesyen. Hierarki pada praktik konsumsi budaya fesyen menempatkan kelas pekerja pada posisi inferior secara artistik dibandingkan dengan kelas elite. Selera fesyen kelas pekerja dianggap bersifat terbatas secara ekonomi dan mereka hanya meniru selera kelas dominan. Anggapan ini membuat apropriasi budaya fesyen kelas pekerja dianggap sebagai sesuai yang asing dan subordinat. Tesis ini meneliti tren fenomena Citayam Fashion Week yang populer melalui media sosial TikTok. Partisipan Citayam Fashion Week yang diteliti dalam tesis ini berasal dari kalangan kelas pekerja. Untuk itu, studi ini menganalisis praktik konsumsi budaya fesyen partisipan Citayam Fashion Week serta bagaimana pemaknaan mereka terhadap tren konten TikTok guna memahami fenomena dari sisi internal partisipan. Studi ini menunjukkan partisipan Citayam Fashion Week mengonsumsi budaya fesyen dengan cara yang spesifik, yakni dengan konsumsi aktif yang mengeksplorasi mode fesyen, konsumsi pragmatis, dan konsumsi pasif. Sementara itu, partisipan juga memiliki posisi pemaknaan yang khusus terhadap konten TikTok. Dari hasil temuan, penelitian menyimpulkan adanya hierarki sosial pada fenomena Citayam Fashion Week melalui praktik konsumsi budaya fesyen dan tren konten TikTok. Apropriasi fesyen partisipan Citayam Fashion Week diperlakukan sebagai suatu hal yang abnormal dan representasi serta identitas mereka ditentukan oleh kelompok dominan. Temuan ini menunjukkan konsumsi budaya fesyen dan tren konten TikTok tentang Citayam Fashion Week melanggengkan kendali posisi kelas dan ekonomi oleh kelompok dominan. ......This thesis examines the consumption practices of fashion culture and the meaning of TikTok content in the Citayam Fashion Week phenomenon. Scholars have studied cultural consumption as a factor that creates social class hierarchies based on cultural capital or tastes, including the consumption of fashion culture. Hierarchy in the practice of cultural consumption of fashion places the working class in an artistically inferior position compared to the elite class. The fashion tastes of the working class are considered to be economically limited and they primarily imitate the tastes of the dominant class. This assumption considers the cultural appropriation of working-class fashion as foreign and subordinate. Following this assumption, this thesis studies the the trend of the Citayam Fashion Week phenomenon which is popular through social media TikTok. It researches Citayam Fashion Week participants who come from the working class. For this reason, this study analyzes the consumption practices of Citayam Fashion Week participants' fashion culture and how they interpret the trend of TikTok content in order to understand the phenomenon from the participants’s side. This study shows that Citayam Fashion Week participants consume fashion culture in distinctive ways, namely by exploring fashion, pragmatic consumption, and passive consumption. Meanwhile, participants also have specific interpretations of TikTok content. From the findings, the study concluded that there is a social hierarchy in the Citayam Fashion Week phenomenon through the practice of consuming fashion culture and TikTok content trends. The fashion appropriation of Citayam Fashion Week participants is treated as something foreign and their representation and identity are determined by the dominant group. These findings show that consumption of fashion culture and TikTok content trends regarding Citayam Fashion Week perpetuate control of the class and economic positions by the dominant group.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Ambarrini
Abstrak :
ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai Tren pada dunia fesyen wanita di Indonesia. Tren Mix Up merupakan sebutan untuk tren fesyen pada dekade 1990-an karena banyaknya gaya berpakaian yang muncul. Perubahannya tema fesyen yang begitu cepat karena adanya perkembangan teknologi yang mempercapat arus informasi. Mulai dari tema fesyen yang gelap hingga tema fesyen yang glamor memiliki peminatnya masing-masing pada era tersebut. Salah satu tema fesyen pada tren Mix Up adalah street fashion yang dibawakan oleh perancang busana ke ranah high fashion. Tren Mix Up membuat keeksklusifan fesyen bukan lagi dilihat dari produksi haute couture tapi dilihat dari merek yang digunakan. Selain itu, tren Mix Up juga membuat fesyen dapat dinikmati tidak hanya dari kalangan atas tetapi juga menengah kebawah. Studi-studi penelitian sebelumnya lebih banyak membahas mengenai fesyen secara umum Terdapat studi yang membahas fesyen Indonesia namun lebih kepada membangkitkan rasa nasionalisme. Skripsi ini menggunakan metode sejarah dengan mengumpulkan sumber literature, data-data dari surat kabar maupun majalah sezaman, dan narasumber yang pernah meliput dan penikmat fesyen.
ABSTRACT
This thesis discusses about Mix Up trend on womens fashion in Indonesia. Mix Up trend is the designation for fashion trends in the 1990s because of many styles of clothing that emerged. The change in fashion themes was so fast because of technology developments which gained information flow. Ranging from dark fashion themes to glamorous fashion themes that have their respective interests in that era. One of the fashion themes in the Mix Up trend is street fashion that was brought by fashion designers to the realm of high fashion. The Mix Up trend makes the exclusivity of fashion no longer seen from haute couture production but seen from the brand used. Besides that, the Mix Up trend also makes fashion can be enjoyed not only from the upper class but also from the middle to lower classes. Previous research studies discussed more about fashion in general and there were studies that discussed Indonesian fashion more to arouse a sense of nationalism. This thesis uses historical methods by collecting literature sources, data from contemporary newspapers and magazines, fashion expert and fashion lovers.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>