Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aliska Taskiah
Abstrak :
Film-film Hollywood bertema berlintas-busana (cross-dressing) selama lonjakan ketenarannya pada 1980-an diyakini mengurangi persepsi dominasi pria terhadap wanita di masyarakat. Namun, kenyataanya film bertemakan berlintas-busana di Hollywood pada 1980-an masih menggambarkan laki-laki lebih unggul daripada perempuan seperti Tootsie(1982) dan Just One of The Guys(1985). Karena film-film tersebut tampaknya mempromosikan kesetaraan gender, konsepsi cross-dressing membantu mengurangi dominasi laki-laki sering dibahas dalam penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, tujuan menganalisis representasi karakter utama dalam cross-dressing film Hollywood pada 1980-an adalah untuk mengatasi kesalahpahaman yang telah bertahan hingga hari ini. Metode utama adalah analisis tekstual dengan melihat elemen sinematografi dari setiap film. Konseptualisasi Connel (1995) tentang hegemoni maskulinitas, dan teori objektifikasi Frederickson dan Roberts (1997) digunakan sebagai kerangka teoritis untuk menganalisis kedua film ini. Hasil analisis artikel ini menunjukkan bahwa film Hollywood bertema berlintas-busana di tahun 1980-an masih menjunjung tinggi nilai tradisional yang merendahkan wanita dengan mengutamakan penggambaran perspektif gender laki-laki.
Cross-dressing Hollywood movies during their surge to fame in the 1980s believed to reduce the perception of male domination over womenin society. However, cross-dressing Hollywood movies in 1980s still portrays men as superior to women such as Tootsie (1982) andJust One of The Guys (1985). Sincethe movies seems to promote gender equality, the conception of cross-dressing help to reduce male domination are often discussed in previous studies. Therefore, the purpose of analyzing the representation of main character in cross-dressing Hollywood movies in 1980s is to address misconceptions that have endured to this day. The main method is textual analysis by looking at the cinematographic elements from each movies. Connel`s (1995) conceptualisation on hegemonic masculinity, and Frederickson and Roberts (1997)`s objectification theory are used as theoretical frameworks to analyse these two movies. The findings of this article demonstrate that Hollywood cross-dressing movies in 1980s still uphold traditional values that subjugate women by limiting the movies` scope to the male gender perspective. In other words, both cross-dressing films only focus on the dominant gender perspective.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Farhana Nurman
Abstrak :
Meskipun banyak karya sastra yang telah mendukung pemberdayaan perempuan atau interseksional feminisme, terdapat perbedaan pada representasi antara perempuan dengan perbedaan ras saat berurusan dengan patriarki dalam sastra Amerika Indian. Karakter wanita dalam novel Indian Winter in the Blood (1974) dan The Absolutely True Diary of a Part-Time Indian (2007) selalu dibayangi oleh dominasi laki-laki. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis karakterisasi kompleks pada karakter minor yang tampak tidak signifikan dari kedua kekasih perempuan dalam novel, yaitu seorang wanita suku Cree Agnes dan seorang gadis kulit putih Penelope, melalui analisis tekstual. Artikel ini mencoba mengidentifikasi negosiasi patriarkal kedua kekasih saat mengalami subordinasi, obyektifikasi, dan bentuk penindasan lainnya yang lebih bermasalah karena protagonis pria sedang mengalami krisis maskulinitas. Temuan awal pada artikel ini menunjukkan bahwa kedua kekasih dalam novel mungkin tidak memiliki kendali atas subordinasi dan pandangan obyektifitas seksual yang dialaminya; pada kenyataannya, mereka selalu berjuang melawan patriarki untuk mempertahankan kekuasaan dan keamanan mereka dengan negosiasi patriarkal sebagai strategi. Oleh karena itu, Agnes dan Penelope, yang memiliki perbedaan identitas ras, kelas, dan usia, menunjukkan pemberdayaan dengan bernegosiasi dengan patriarki dalam mekanisme yang berbeda.
Although many literature works have already supported women empowerment or intersectional feminism, there is a big disparity of representations between women with different races while dealing with patriarchy in Native American literature. Female characters in Native American novels Winter in the Blood (1974) and The Absolutely True Diary of a Part-Time Indian (2007) have been overshadowed due to male domination. The purpose of this article is to analyze the complex characterization of the seemingly insignificant minor characters of the girlfriends in both novels, who are a Cree woman Agnes and a white girl Penelope, through a textual analysis. This article attempts to identify the two girlfriends` patriarchal bargains while experiencing subordination, objectification, and other forms of oppression which are more problematic since the male protagonists are going through masculinity crisis. The preliminary finding on this article suggests that the girlfriends of the two novels may have no control over the subordination and sexual objectifying gaze; in fact, they always have fought patriarchy in order to maintain their power and safety by patriarchal bargains as the strategy. Therefore, Agnes and Penelope, who have differences in terms of race, class, and age, show empowerment by negotiating with patriarchy in different mechanisms.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library