Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhila Ramanitya
"Pendahuluan: Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era digital, menyebabkan
masyarakat perlu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang ada. Pandemi COVID-19 juga menjadi
pendorong meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pada berbagai industri termasuk
bidang ortodonti, yaitu dengan penggunaan tele-ortodontik sebagai sarana komunikasi. Diharapkan
kedepannya terus ada peningkatan pemanfaatan tele-ortodontik. Dalam rangka mewujudkan harapan tersebut,
peneliti terdorong untuk menganalisa persepsi pasien ortodonti di Indonesia terhadap penggunaan
tele-ortodontik, serta menganalisis faktor-faktor sosiodemografi yang mempengaruhi persepsi tersebut.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang
menggunakan kuesioner yang dibagikan secara daring. Kuesioner yang berisi data sosiodemografi dan
pertanyaan dengan skala Likert terkait tiga domain tele-ortodontik dibagikan kepada pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil jawaban kuesioner kemudian dianalisis berdasarkan faktor
sosiodemografi pasien (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan) menggunakan SPSS.
Hasil: Terdapat 160 responden dari enam Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) pendidikan di Indonesia
yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Ditemukan perbedaan persepsi yang signifikan antarkelompok
tingkat pendidikan pasien ortodonti di Indonesia terhadap efisiensi tele-ortodontik dalam perawatan
ortodonti (p<0,05). Tidak ditemukan perbedaan persepsi pada faktor sosiodemografi lainnya
(usia, jenis kelamin, tingkat penghasilan) terhadap tele-ortodontik. Kesimpulan: Perbedaan persepsi
terlihat antarkelompok tingkat pendidikan, terutama pada responden dengan tingkat pendidikan rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan persepsi yang kurang baik pada pasien dengan tingkat pendidikan rendah
terhadap efisiensi tele-ortodontik.

Introduction: The rapid development of information and communication technology in the digital era means that society needs to adapt quickly to the existing changes. COVID-19 pandemic has also driven the increasing use of information and communication technology in various industries including orthodontic, namely the use of tele-orthodontics as a means of communication. It is hoped that in the future, the use of tele-orthodontics continue to increase. In order to make this happen, researchers are encouraged to analyze the perceptions of orthodontic patients in Indonesia regarding the use of tele-orthodontics, as well as analyzing the sociodemographic factors that influence these perceptions. Method: This research is an observational analytical study with a cross-sectional design using a questionnaire distributed online. Questionnaire containing sociodemographic data and statements with Likert scale related to three domains of tele-orthodontics were distributed to patients who met the inclusion and exclusion criteria. The data were analyzed based on the patient's sociodemographic factors (age, gender, education level, income) using SPSS. Results: 160 patients from six Dental Hospital in Indonesia participated in the survey. There is a significant difference in perception between groups of educational levels of orthodontic patients in Indonesia regarding the efficiency of tele-orthodontics (p<0.05). There were no differences in perceptions of other sociodemographic factors (age, gender, income) towards tele-orthodontics. Conclusion: Differences in perception are seen between educational level, especially among respondents with low educational levels. The results of this study show an unfavorable perception among patients with a low level of education regarding the efficiency of tele-orthodontics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Kevin Xaverius Bastanta
"Perkembangan anak di Indonesia masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang belum terselesaikan. Padahal, perkembangan anak yang optimal menentukan kualitas sumber daya manusia nantinya. Faktor yang memengaruhi perkembangan seorang anak dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara faktor sosiodemografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, status ekonomi, dan besar keluarga dengan perkembangan anak usia 6 sampai 36 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anak dengan perkembangan meragukan adalah 40% sedangkan perkembangan menyimpang sebesar 4,8%. Karakteristik anak berdasarkan faktor sosiodemografi adalah sebagai berikut: 44,8% berusia 6-18 bulan; 48% adalah perempuan; 28,8% memiliki ayah dengan pekerjaan formal; 93,6% memiliki ibu dengan pekerjaan informal; 71,2% memiliki ayah dengan pendidikan menengah ? tinggi; 34,4% memiliki ibu dengan pendidikan rendah; 77,6% berada di atas garis kemiskinan; dan 32% tergolong keluraga extended. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa pendidikan ayah dan status ekonomi memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p-value < 0,05) dengan perkembangan anak. Faktor sosiodemografi lainnya tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik (p-value > 0,05).

Child development remains one of many unsolved health problems in Indonesia. Eventually, optimal child development determines the quality of human resources in one country. Factors that influence the child development can be divided into two, genetic and environment. This research aims to look for the association between sociodemographic factors such as age, gender, parents? occupation, parents? educational background, economic status, and family structures with development on children aged 6 to 36 months old.
Results show prevalence of doubted development was 40% and deviated development was 4,8%. Characteristics of subjects by sociodemographic factors were as follows: 44,8% aged 6-18 months old; 48% were female; 28,8% had father with formal job; 93,6% had mother with informal job; 71,2% had father with intermediate ? high education; 34,4% had mother with low education; 77,6% were below the poverty line; and 32% classified as extended family. Bivariate analysis test shows father?s educational background and economic status have statistically relevant relation with child development. Other sociodemographic factors show no statistically relevant relation with child development.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Tianda Lambe
"Latar belakang: Injuri dental dan orofasial merupakan salah satu injuri yang paling banyak terjadi akibat olahraga. Olahraga basket merupakan salah satu olahraga dengan tingkat resiko mengalami injuri yang tinggi dibanding olahraga lain. Walaupun begitu, penggunaan mouthguard oleh atlet basket masih dikatakan kurang sehingga prevalensi injuri dental dan orofasial menjadi tinggi. Berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, durasi bermain basket, sikap atlet, sikap pelatih, dan pengalaman cedera dapat mempengaruhi penggunaan mouthguard. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan mouthguard pada atlet basket di Indonesia. Metode: Studi analitik observasional cross-sectional dengan metode convenience sampling dilakukan pada 283 atlet basket dengan menggunakan kuesioner secara daring. Analisis statistik meliputi uji univariat dan uji bivariat. Hasil: Penggunaan mouthguard oleh atlet basket sebanyak 67,4%. 9% anak remaja dan 90,9% orang dewasa menggunakan mouthguard. 60,2% atlet perempuan dan 39,7% atlet laki-laki yang menggunakan mouthguard. Atlet dengan durasi bermain 1-10jam/minggu sebanyak 95,4% menggunakan mouthguard. Kesimpulan: Penggunaan mouthguard oleh atlet basket di Indonesia belum bisa dikatakan baik, untuk itu harus didorong dengan faktorfaktor yang terkait juga. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistic antara jenis kelamin, usia, sikap atlet, dengan penggunaan mouthguard (p > 0,05). Selain itu, terdapat perbedaan bermakna secara statistic terhadap durasi bermain dan sikap lingkungan sekitar terhadap penggunaan mouthguard (p < 0,05).

Background: Dental and orocial injuries are among the most common injuries caused by exercise. Basketball is one of the sports with a high risk of injury compared to other sports. Even so, the use of mouthguard by basketball athletes is still said to be less so that the prevalence of dental and orofacial injury becomes high. Various factors such as age, gender, duration of basketball play, athlete's attitude, coach attitude, and injury experience can affect mouthguard use. This study aims to determine the factors that affect mouthguard use in basketball athletes in Indonesia. Method: Cross-sectional observational analytical studies with convenience sampling methods were conducted on 283 basketball athletes using online questionnaires. Statistical analysis includes univariate tests and bivariate tests. Result: Use of mouthguard by basketball athletes as much as 67.4%. 9% of adolescents and 90.9% of adults use mouthguards. 60.2% of female athletes and 39.7% of male athletes use mouthguards. Athletes with a duration of 1-10 hours / week as much as 95.4% using mouthguard. Conclusion: The use of mouthguard by basketball athletes in Indonesia can not be said to be good, for it must be driven by related factors as well. There was no statistically meaningful difference between the athlete's gender, age, attitude, and the use of the mouthguard (p >0.05). In addition, there are statistically meaningful differences in the duration of play and the attitude of the surrounding environment towards the use of mouthguard (p < 0.05)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Marsa Nadhira
"Status gizi merupakan salah satu aspek penting kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Sayangnya, di Indonesia, status gizi terutama pada anak masih banyak memiliki masalah. Secara umum, status gizi memiliki hubungan dengan faktor internal, misalnya usia, kondisi fisik, dan infeksi; dan faktor eksternal seperti faktor-faktor sosiodemografi. Selain faktor-faktor di atas, status gizi juga berhubungan dengan perkembangan anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan status gizi dengan faktor-faktor sosiodemografi, yaitu usia, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, status ekonomi, dan besar keluarga, juga dengan perkembangan anak usia 6 sampai 60 bulan di Posyandu Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Setelah pengambilan data berupa pengukuran status antropometri dan pengisian kuesioner, hasil analisis bivariat menunjukkan p-value > 0,05 yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi dengan faktor-faktor sosiodemografi dan perkembangan anak.

Nutritional status is one of the most important aspects of one?s health and welfare. Unfortunately, nutritional status especially among Indonesian children still faces many problems. In general, nutritional status is related to internal factors, such as age, physical condition, and infection; and external factors such as sociodemographic factors. Other than factors stated above, nutritional status is also closely related to children's development.
This research aims to seek for the relation between nutritional status with sociodemographic factors namely age, parents occupation, parents educational background, economic status, and family structures, also with development status on children aged 6 to 60 months old at Posyandu Kampung Melayu, East Jakarta. Data is taken through antropometry measurement and questionnaire filling, and then analyzed in bivariate which shows results of p-value > 0,05. This means that there is no statistically relevant relation between nutritional status with sociodemographic factors and children's developement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Tumonglo
"Pasien diabetes melitus tipe 2 berisiko tinggi mengalami penurunan fungsi kognitif yang dapat berkembang menjadi penyakit Alzheimer dan memperburuk manajemen mandiri pasien, termasuk manajemen pengobatan mandiri. Akan tetapi, tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan primer tidak rutin melakukan pemeriksaan fungsi kognitif. Selain itu, belum diketahui faktor lain yang memengaruhi penurunan fungsi kognitif. Maka dari itu, diperlukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi fungsi kognitif pasien diabetes melitus tipe 2 agar menjadi dasar dalam pengambilan langkah tindak lanjut yang tepat. Penelitian potong lintang ini dilakukan untuk menilai prevalensi penurunan fungsi kognitif pada pasien diabetes melitus tipe 2 dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi fungsi kognitif pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Sebanyak 101 subjek penelitian diperoleh menggunakan metode consecutive sampling. Data diperoleh melalui observasi rekam medis, wawancara, dan pengukuran langsung. Instrumen asesmen fungsi kognitif yang digunakan adalah The Montreal Cognitive Assessment (MoCA) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia atau MoCA-INA. Subjek penelitian dengan skor MoCA-INA di bawah 26 dinyatakan mengalami penurunan fungsi kognitif. Prevalensi tinggi (81,2%) penurunan fungsi kognitif ditemukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki penurunan subdomain fungsi eksekutif atau visuospasial, bahasa, dan memori tunda. Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi kognitif pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Pasar Minggu Jakarta Selatan adalah usia (r=-0,351, p=0,001), waktu tempuh pendidikan (r=0,320, p=0,001), durasi menderita diabetes melitus (r=-0,374, p<0,001), durasi konsumsi metformin (r=-0,405, p<0,001), aktivitas fisik (p=0,005), dan diet (p=0,039).

Diabetes mellitus type 2 patients are at high risks of developing cognitive function impairment that can progress to Alzheimer’s disease and impair patients’ self-management, including self-medication management. However, primary care physicians do not routinely assess cognitive function. On the other hand, the other factors affecting cognitive function impairment have not been known. Therefore, analysis of factors affecting cognitive function is needed to take appropriate follow-up steps. This cross-sectional study aimed to assess prevalence of cognitive function impairment among diabetes mellitus type 2 patients at Pasar Minggu Community Health Center, South Jakarta and analyze the affecting factors. A total of 101 study subjects were selected by the consecutive sampling method. Data were obtained by medical record observation, interview, and direct assessment. The instrument used to assess cognitive function was The Montreal Cognitive Assessment (MoCA) which was translated to Bahasa Indonesia or MoCA-INA. Study subjects with MoCA-INA score below 26 were stated as having cognitive function impairment. A high prevalence (81,2%) of cognitive function impairment was found in diabetes mellitus type 2 patients at Pasar Minggu Community Health Center, South Jakarta. Diabetes mellitus type 2 patients was found to have impairments in executive or visuospatial function, language, and delayed recall subdomains. Factors affecting cognitive function of diabetes mellitus type 2 patients at Pasar Minggu Community Health Center, South Jakarta were age (r=-0,351, p=0,001), years of education (r=0,320, p=0,001) duration of diabetes mellitus (r=-0,374, p<0,001), duration of metformin consumption (p<0,001), physical activity (r=-0,405, p=0,005), and diet (p=0,039)."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70499
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library